SKRIPSI
Oleh :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2019
SKRIPSI
Oleh :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SURABAYA
2019
PENGESAHAN
Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Tim Penguji :
a) Dr. Hari Basuki Notobroto, dr., M.Kes
b) Sho’im Hidayat, dr., M.S.
c) Anastasia Nimas Prasanti S, S.KM., M.KKK
ii
SKRIPSI
Oleh :
Menyetujui,
Pembimbing,
Mengetahui,
Dr. Diah Indriani, S.Si., M.Si Dr. Noeroel Widajati, S.KM., M.Sc.
NIP 197605032002122001 NIP 197208122005012001
iii
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul :
Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul "RISIKO
STRES KERJA PADA PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO DAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI”, sebagai salah satu persyaratan
akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Dalam Skripsi ini dijabarkan mengenai risiko stres kerja yang terjadi pada
perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro. Skripsi ini juga mengulas tentang karakteristik individu pekerja dan
karakteristik pekerjaan pada perawat serta analisis faktor tersebut dengan
terjadinya risiko stres kerja.
Pada kesempatan ini disampaikan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Sho’im Hidayat, dr., M.S., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga
terwujudnya skripsi ini.
Terimakasih dan penghargaan juga disampaikan pula kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
2. Dr. Diah Indriani, S.Si., M.Si., selaku Koordinator Program Studi Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
3. Dr. Noeroel Widajati, S.KM., M.Sc. selaku Ketua Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
4. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro,
selaku instansi yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian ini.
5. Bapak Mujito dan Ibu Alfi Susmilah selaku orang tua saya serta Adik Ti’in
Nikma Rosyida yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil.
6. Teman-teman IKM-C 2015, Peminatan K3 2018, Keluarga UKTK UNAIR
yang selalu memberi semangat.
7. Teman BPH Sweet Escape, Bagus, Sita, Megi, Deviyanti, Fenti, dan Ariska
yang sudah banyak membantu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga proposal skripsi ini berguna baik bagi diri kami
sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.
ABSTRACT
vi
ABSTRAK
Stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan tubuh berupa respon fisiologis,
psikologis, dan perilaku terhadap stressor di lingkungan kerja saat dihadapkan
dengan keadaan yang tidak sesuai antara tuntutan dengan kemampuan untuk
mengatasi pekerjaan. Jika tidak dikendalikan, stres kerja dapat menimbulkan
dampak yang merugikan pagi pekerja mulai dari menurunnya kesehatan sampai
kepada dideritanya suatu penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari risiko stres kerja pada perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Sosodoro Djatikoesoemo dan faktor apa saja yang berhubungan dengan risiko
stres kerja tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional. Responden
penelitian ini terdiri dari 26 perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Sosodoro Djatikoesoemo. Pengumpulan data meliputi kuesioner untuk mengukur
tingkat risko stres kerja perawat serta kuesioner yang meliputi variabel
karakteristik individu pekerja dan karakteristik pekerjaan. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 15,4% perawat mengalami risiko
stres kerja tingkat rendah, 69,2% tingkat sedang, dan 15,4% tingkat tinggi. Hanya
faktor dukungan sosial dan beban kerja yang memiliki hubungan signifikan
dengan risiko stres kerja.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar perawat mengalami
stres kerja sedang. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah pihak rumah
sakit hendaknya mengadakan pelatihan mengenai manajemen stres di tempat kerja
agar tingkat risiko stres kerja yang dialami tidak meningkat.
Kata kunci: Risiko stres kerja, perawat, Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Sosodoro Djatikoesoemo
vii
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRACT ............................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH............... xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 6
1.3 Rumusan Masalah ................................................................... 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................ 9
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................... 9
1.4.3 Manfaat Penelitian ......................................................... 9
ix
BAB VI PEMBAHASAN 76
6.1 Faktor Karakteristik Individu Responden ............................... 76
6.1.1 Analisis Faktor Umur dengan Risiko Stres Kerja
Responden ..................................................................... 76
6.1.2 Analisis Faktor Jenis Kelamin dengan Risiko Stres
Kerja Responden ........................................................... 78
6.1.3 Analisis Faktor Masa Kerja dengan Risiko Stres Kerja
Responden ..................................................................... 79
6.1.4 Analisis Faktor Tingkat Pendidikan dengan Risiko
Stres Kerja Responden .................................................. 81
6.1.5 Analisis Faktor Tipe Kepribadian dengan Risiko Stres
Kerja Responden ........................................................... 82
6.1.6 Analisis Faktor Dukungan Sosial dengan Risiko Stres
Kerja Responden ........................................................... 84
6.2 Faktor Pekerjaan Responden ................................................... 84
6.2.1 Analisis Faktor Konflik Interpersonal dengan Risiko
Stres Kerja Responden .................................................. 84
6.2.2 Analisis Faktor Beban Kerja dengan Risiko Stres Kerja
Responden ..................................................................... 85
6.2.3 Analisis Faktor Tuntutan Mental dengan Risiko Stres
Kerja Responden ........................................................... 87
6.2.4 Analisis Faktor Kontrol Terhadap Pekerjaan dengan
Risiko Stres Kerja Responden ....................................... 88
viii
xi
DAFTAR TABEL
xii
viii
xiii
DAFTAR GAMBAR
viii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
viii
xv
Daftar Lambang
% = Persen
> = Lebih dari
< = Kurang dari
< = Kurang dari sama dengan
> = Lebih dari sama dengan
Daftar Singkatan
EAP = Employee Assistance Program
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
HSE = Health Safety Executive
IGD = Instalasi Gawat Darurat
LFS = Labour Force Survey
NIOSH = National Institute for Occupational Safety and Health
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
SDM = Sumber Daya Manusia
UU = Undang – Undang
WHO = World Health Organization
viii
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila masyarakat tidak siap menerima modernisasi yang sedang terjadi maka
akan timbul suatu tekanan psikis atau emosi pada diri individu yang disebut stres
(Anoraga, 1995). Stres merupakan segala aksi tubuh manusia terhadap segala
rangsangan yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat
pekerjaan, semua dampak dari stres tersebut akan menjurus kepada menurunnya
Stres kerja merupakan gangguan fisik dan emosional sebagai akibat dari
berasal dari lingkungan pekerjaan (Jundillah et al., 2017). Kondisi tersebut dapat
memicu terjadinya stres karena beban kerja yang tidak sesuai, buruknya
lingkungan sosial, konflik yang terjadi, serta lingkungan kerja yang berbahaya.
Kondisi tempat kerja yang tidak nyaman menjadi peranan penting dalam
keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini dikarenakan stres kerja dapat memicu
viii
xvii
penyakit lain yang diinduksi dari stres kerja. Selain itu stres kerja juga dapat
mengalami stres di tempat kerja. Sedangkan menurut survey yang dilakukan oleh
tempat kerja (NIOSH, 1999). Tercatat lebih dari 14.000 tenaga kerja meninggal
setiap tahunnya akibat kecelakaan industri dan lebih dari 100.000 orang tenaga
kerja menjadi cacat permanen setiap tahun yang diakibatkan oleh adanya stres
kerja (Gibson, 1997). Berdasarkan hasil survei Regus pada tahun 2012 yang
diperoleh dari CFO Innovation Asia Staff (2016), tingkat stres kerja di Indonesia
2015 sebesar 64%. Survey yang dilakukan oleh Labour Force Survey pada tahun
2017 menyebutkan bahwa sebanyak 526.000 kasus stres akibat kerja terjadi di
Inggris dan mengakibatkan sebesar 49% hari kerja hilang (LFS, 2017).
Penyebab dari terjadinya stres kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor intrinsik meliputi kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun
kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, pekerjaan berisiko tinggi, pembebanan
kerja berlebih, pemakaian teknologi baru, dan lain sebagainya. Selain faktor
dalam pekerjaan beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan timbulnya stres
kerja seperti peran individu dalam organisasi kerja, faktor hubungan kerja, faktor
viii
xviii
pengembangan karir, faktor struktur organisasi dan suasana kerja, serta faktor lain
yang berasal dari luar pekerjaan. Selain itu karakteristik individu pekerja seperti
umur, jenis kelamin, dan jenis kepribadian juga dapat menjadi faktor yang
manusia pada sektor kesehatan menyebabkan pekerja lebih rentan terhadap stres
kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, perawat, bidan,
farmasi, dan dokter gigi. Tenaga medis perawat memiliki proporsi tertinggi
mencapai 49% dengan jumlah 296.876 orang (Pusdatin RI, 2017). Penelitian dari
profesi perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap terjadinya
stres kerja (Schultz et al., 1994). Jika dibandingkan dengan profesi lain di bidang
kesehatan, perawat memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan dokter dan apoteker. Hal ini dikarenakan profesi perawat memiliki tugas
kejadian stres kerja yang dialami oleh perawat sebesar 74% (Ansori, 2017).
stres kerja dengan gejala sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang
viii
xix
istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai
(Revalicha, 2013).
Unit kerja pada rumah sakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah
perawat pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) karena berbeda dengan perawat di
bagian lain. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit penting dalam
operasional suatu rumah sakit sebagai gerbang utama jalan masuknya pasien
gawat darurat yang beroperasi selama 24 jam. Beban tugas yang diberikan kepada
perawat yang bertugas di IGD sangat fluktuatif karena jumlah pasien yang datang
dan tingkat tingkat keseriusan perawatan medis yang harus dilakukan tidak dapat
diprediksi. Beban kerja yang dimiliki seorang perawat akan lebih berat
dikarenakan adanya waktu kerja (shift) yang panjang, waktu istirahat yang kurang,
tuntutan keluarga terhadap keselamatan pasien, dan lain sebagainya. Hal itu
menyebabkan perawat di IGD harus selalu siap siaga untuk merawat pasien
kerja yang demikian, maka perawat yang bertugas di IGD dituntut untuk memiliki
Tingkat stres kerja perawat yang tinggi juga berpengaruh terhadap semakin
pasien (Riza, 2015). Jika perawat mengalami stres kerja tentu akan berbahaya
viii
xx
perawatan pasien akibat dari menghilangnya rasa peduli terhadap pasien sehingga
dapat mengganggu kinerja rumah sakit karena perawat tidak bisa memberikan
pelayanan yang terbaik bagi rumah sakit dan pada akhirnya akan mempengaruhi
daya saing mereka di pasar dan lebih dari itu bahkan dapat membahayakan
seputar faktor pekerjaan untuk melakukan penilaian adanya risiko stres kerja yang
dialami oleh pekerja yakni HSE Indicator Tools dan NIOSH Generic Job Stres.
Kuesioner tersebut mencakup faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain
faktor karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, masa kerja, tingkat
dikarenakan perawat berada pada satu ruangan yang sama sehingga besar
kemungkinan penilaian yang didapat bersifat homogen. Maka karena itu perlu
diadakan pengkajian dengan seksama mengenai stres kerja yang dialami oleh
tenaga perawat di Instalasi Gawat Darurat dan faktor apa yang mempengaruhi
stres kerja tersebut. Sehingga dapat dilakukan perbaikan dan peningkatan kinerja
viii
xxi
Bojonegoro merupakan rumah sakit yang berdiri sejak tahun 1928 yang
merupakan pusat pelayanan kesehatan primer dari beberapa rumah sakit di daerah
masyarakat dan telah memiliki citra baik di masyarakat sehingga tentu saja harus
16320 16459
15876
15178
13723
Gambar 1.1 Jumlah kunjungan pasien IGD Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo
Rumah Sakit Sososdoro Djatikoesoemo Bojonegoro ditetapkan sebagai
Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Pelayanan
viii
xxii
merupakan unit yang beroperasi selama 24 jam dan berperan penting dalam
operasional rumah sakit sebagai gerbang utama jalan masuknya pasien gawat
Djatikoesoemo Bojonegoro didukung 738 SDM yang terdiri dari Tenaga Medik
Dasar, Tenaga Medik Spesialis Dasar, Tenaga Spesialis Lain, Tenaga Medik
Spesialis Gigi dan Mulut, Tenaga Keperawatan, Tenaga Non Keperawatan dan
Tenaga Non Medis. Perawat yang bertugas di IGD dituntut untuk selalu siap siaga
karena pasien bisa datang kapan dengan jumlah yang tidak menentu serta tingkat
memberikan penanganan yang cepat dan tepat. Maka dari itu perawat IGD
shift kerja (Shift Pagi, Shift Sore, Shift Malam) dengan jumlah jam kerja masing-
masing perawat 8 jam sehari tanpa istirahat. Rata-rata pasien yang diterima setiap
perawat dan pasien dalam satu hari maka satu perawat dapat menangani 3 - 4
viii
xxiii
pasien (Koordinator IGD, 2018). Untuk mengidentifikasi adanya gejala stres kerja
dilakukan observasi dan wawancara pada tiga orang perawat Instalasi Gawat
Darurat didapatkan bahwa perawat mengalami gejala psikologis stres kerja yakni
ketegangan, mudah marah, kebosanan, sulit berkonsentrasi, nada bicara keras dan
sulit menontrol emosi. Selanjutnya gejala perilaku yang dialami oleh perawat
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian stres kerja dan faktor
apa saja yang mempengaruhi pada perawat Instalasi Gawat Darurat di Rumah
Bojonegoro.
masalah yang sudah dipaparkan maka rumusan masalah penelitian ini adalah
berapa prevalensi risiko stres kerja pada perawat di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dan faktor apa sajakah yang
viii
xxiv
3. Mempelajari prevalensi risiko stres kerja dan kuat hubungan risiko stres
Bojonegoro
1. Bagi Responden
viii
xxv
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal ataupun
viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stres adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan
Safety Executive (2008) bahwa stres adalah reaksi negatif manusia akibat adanya
tekanan yang berlebihan atau jenis tuntutan lainnya. Menurut Mendelson (1999)
dalam Tarwaka (2014) Stres akibat kerja adalah suatu ketidakmampuan pekerja
melaksanakan pekerjaan. Stres akibat kerja adalah respon emosional dan fisik
yang bersifat mengganggu atau merugikan yang terjadi pada saat tuntutan tugas
1999). Stres kerja yang dikemukakan oleh Anoraga (2001) merupakan suatu
Menurut Looker dan Gregson (2005) stress kerja merupakan sebuah keadaan yang
27
terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres mengakibatkan
disimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan tubuh berupa
saat dihadapkan dengan keadaan yang tidak sesuai antara tuntutan dengan
dialami diakibatkan oleh organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja yang
Robbins dan Judge (1998) seseorang yang mengalami stres akibat kerja akan
1. Gejala Fisiologis
viii
28
2. Gejala Psikologis
jelas. Stres kerja yang terjadi pada pekerja menunjukkan gejala psikologis
menunda tugas. Gejala psikologis pada pekerja yang terjadi dari waktu ke
waktu didapatkan bahwa stres berhubungan dengan beban kerja yang tinggi,
3. Gejala Perilaku
diakibatkan oleh lingkungan kerja, tubuh akan mengalami 3 (tiga) tahapan reaksi
viii
29
1. Tahap alarm
Pada tahap ini, reaksi yang muncul merupakan respon atau tanggapan
penghindaran. Selain sistem saraf otonom, sistem tubuh lain juga bereaksi
ketegangan otot.
2. Tahap perlawanan
Pada tahap ini, tubuh seseorang akan penuh dengan hormon stres,
stres ternyata gagal dan stres tersebut tetap ada, maka orang tersebut akan
3. Tahap kelelahan
seseorang, namun jika ancaman atau tantangan yang dihadapi terlalu berat,
viii
30
Setiap aspek yang ada di tempat kerja berpotensi menjadi pembangkit stres
suatu kondisi stres atau bukan. Sumber stres pekerja tidak hanya berasal dari
maupun tempat lain. Stres yang dihadapi oleh pekerja tidak hanya berasal dari
satu macam pembangkit stres saja, namun juga dari beberapa pembangkit stres.
Pembangkit stres di tempat kerja memiliki peran yang lebih besar dalam
menurunnya fungsi tubuh hingga kondisi sakit seorang pekerja yang bekerja
(Munandar, 2001).
kemampuan yang kurang, beban kerja dan kebosanan, kelebihan beban kerja fisik
viii
31
dan mental, dukungan sosial, konflik interpersonal, konflik peran, upah yang tidak
peralatan, dan bahaya fisik. faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada sejumlah
di tempat kerja dipengaruhi oleh dua aspek yakni lingkungan pekerjaan dan
seperti karakeristik tugas, peran dan organisasi. Aspek pribadi individu meliputi
Stres di tempat kerja memiliki efek yang berbeda pada setiap individu
pekerja. Ada berbagai macam aspek yang berasal dari pribadi, sosial, dan
dan dukungan sosial menjadi faktor penting dalam menentukan seberapa baik
viii
32
reaksi terhadap terjadinya stres diempat kerja. Unsur-unsur dari segi fisiologis
pribadi satu sama lain menentukan konsekuensi dan respons adaptif yang
terjadi.
a. Umur
tersebut disebabkan oleh tanggung jawab tugas yang dimiliki serta adanya
rekan kerja. Namun hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fitri (2013) yang menyebutkan bahwa pekerja dengan usia lebih tua
muda. Hal tersebut disebabkan oleh pekerja yang memiliki usia lebih tua
b. Jenis Kelamin
viii
33
berupa hal negative dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu juga terdapat
c. Dukungan Sosial
teman, rekan kerja, dan lain sebagainya. Faktor dukungan sosial dapat
stress yang terjadi pada pekerja. Hal ini dikarenakan apabila terdapat
34
dikelilingi oleh lingkungan sosial yang baik akan merasa lebih percaya diri
d. Tipe Kepribadian
sabar, agresif dan sangat kritis. Individu dengan tipe kepribadian ini selalu
kesulitan, jarang marah, tidak mudah stres dan bergerak serta berbicara
dengan pelan. Penelitian yang dilakukan oleh Wainright dan Calnan tahun
viii
35
khususnya.
e. Masa Kerja
Seorang pekerja yang telah bekerja dalam waktu yang lama dalam
masalah dalam pekerjaan. Sedangkan untuk tenaga kerja yang baru bekerja
f. Tingkat Pendidikan
maka pekerja lebih bisa mengontrol stressor yang terjadi. Perbedaan yang
terjadi dapat dilihat pada dampak stress yang dialami, pekerja dengan
viii
36
faktor penyebab stres bagi pekerja. Suatu pekerjaan pastinya memiliki strandar
dan aturan yang berbeda dengan pekerjaan yang lain menyesuaikan dengan
tugas, pokok, dan fungsinya. Hal ini dapat berpengaruh pada pekerja dalam
melakukan pekerjaan tersebut yang dapat memicu munculnya stress dari peran
yang dialami oleh pekerja yakni konflik interpersonal, beban kerja, tuntutan
a. Konflik Interpersonal
dengan orang lain, misalnya dengan rekan kerja, klien, atau kontraktor.
konflik yang dapat mengakibatkan stres. Dalam tingkat yang lebih bahkan
37
b. Beban Kerja
Beban kerja baik mental maupun fisik berpotensi menjadi sumber stres
sejumlah gejala stres, seperti mudah marah, kelelahan, gelisah, dan gejala
depresi (Nishitani, et al, 2013). Selain itu, dalam penelitian lain ditemukan
kerja yang tinggi memang dapat menimbulkan kondisi stres bagi pekerja.
Akan tetapi, beban kerja yang terlalu sedikit juga dapat menimbulkan stres
viii
38
c. Tuntutan Mental
bersifat negatif, seperti kesedihan, mudah marah, tidak sabar, dll. Secara
untuk selalu bersikap ramah terhadap klien yang dihadapi. Akan tetapi, hal
ini bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilakukan seorang pekerja.
Di satu sisi, pekerja harus bersiap menghadapi emosi negatif yang berasal
dari klien yang dihadapi. Tetapi di sisi lainnya mereka harus tetap bersikap
(Koradecka, 2010).
d. Kontrol Pekerjaan
39
satu faktor yang dapat menyebabkan stres kerja. Lingkungan pekerjaan yang
dikaitkan dengan stres kerja terdiri dari lingkungkungan fisik dan sosial.
a. Kebisingan
40
pekerja. Akan tetapi, dalam waktu pajanan kebisingan tersebut selama tiga
hormon stres dalam tubuh. Hasil penelitian Evans dan Johnson ini juga
b. Pencahayaan
Sumber stres lain yang berasal dari lingkungan kerja adalah tingkat
merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab stres. Tingkat
c. Suhu
beda. Meskipun pada saat ini suhu di tempat kerja cenderung bisa
41
menjadi terlalu panas, terlalu dingin, dsb. Stres yang diakibatkan suhu
performa kerja. Selain itu, lingkungan kerja yang terlalu dingin juga dapat
d. Kualitas Ventilasi
udara, atau kurangnya ventilasi. Selain itu, faktor lain yang juga
Menurut Cartwright, et. al. (1995), menyatakan bahwa reaksi stres atau
viii
42
a. Reaksi emosional, yaitu tingkat emosi yang tidak stabil pada seseorang
yang mengalami stres yang meliputi emosi yang tidak terkontrol, mudah
marah, curiga berlebih, perasaan tidak aman, depresi, iritabilitas dan lain-
stres atau tertekan yang tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan
c. Perubahan fisiologis, yaitu otot-otot pada kepala dan leher menjadi tegang
Dampak stres pada organisasi kerja dapat memberikan pengaruh kurang baik.
kerja menjadi tegang dan kualitas pekerjaan yang rendah. Akibat kondisi
viii
43
pekerja meningkat. Produktivitas kerja yang menurun akibat stres kerja melalui:
Reaksi ini dapat dinilai dalam bentuk beban mental, kelelahan dan
perilaku.
2. Respon sosial, yaitu kelanjutan dari reaksi psikologis yang dalam beberapa
44
viii
45
stres) dan ‘TIDAK’ (tidak ada gejala stres sama sekali). Namun, lebih
skor harus memiliki definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami
yang terdapat di lingkungan kerja dan hasil penilaian dalam instrumen ini
viii
46
yang disusun oleh Hurrel and McLaney tahun 1988. Instrumen ini berisi
lebih dari 200 item pertanyaan dari total 22 form kuesioner yang terdiri
internal grup, konflik antar grup, ketidakpastian masa depan kerja, dan
stres yang berasal dari dalam maupun luar lingkungan kerja serta faktor
pendukung lain, mengevaluasi efek stres pada kondisi akut dan kronis,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar mencegah terjadinya stres pada
viii
47
dasarnya stres kerja merupakan bahaya pekerjaan yang dapat dicegah dan
a. Manajemen stres
Untuk menekan adanya stres kerja yang terjadi pada pekerja maka perlu
dalam mengatasi situasi pekerjaan yang sulit. Program manajemen stres ini
mencakup penjelasan mengenai sifat dan sumber stres, dampak stres bagi
48
mengabaikannya.
b. Perubahan Organisasi
stres kerja yang terdapat di tempat kerja, seperti beban kerja yang berlebih,
merupakan cara yang paling sesuai untuk mengurangi stres ditempat kerja.
viii
49
kesehatan yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan di mana salah satu upaya
pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi selama 24 jam dalam sehari serta
dituntut utuk memberikan pelayanan yang bermutu, efektif, dan efisien serta
pelayanan gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap. Tenaga keperawatan adalah
menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit karena memiliki peranan
keperawatan. Perawat merupakan salah satu pekerja kesehatan rumah sakit dan
selalu ada di setiap rumah sakit. Tidak sembarang orang dapat dikatakan sebagai
viii
50
pasien.
Unit Gawat Darurat (UGD) atau Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan
bagian dari rumah sakit yang menjadi gerbang utama sebagai tujuan pertama kali
pertama. Perawat bagian IGD juga melakukan pekerjaan lain seperti pencatatan
kasus dan tindakan yang dilakukan di IGD serta proses pemindahan pasien dari
IGD ke rawat inap jika memang pasien membutuhkan perawatan intensif dan
bertugas di IGD selalu ada setiap saat karena pasien atau orang yang
membutuhkan pelayanan di IGD dapat datang setiap waktu tanpa bisa diprediksi.
Dalam menjalankan tugas dan profesinya perawat rentan terhadap stres. Hal
tetapi juga dengan keluarga pasien, teman pasien, rekan kerja sesama perawat,
berhubungan dengan dokter dan peraturan yang ada di tempat kerja serta beban
kerja yang terkadang dinilai tidak sesuai dengan kondisi fisik, psikis dan
stres adalah keterbatasan sumber daya manusia. Di mana banyaknya tugas belum
diimbangi dengan jumlah tenaga perawat yang memadai. Jumlah antara perawat
dengan jumlah pasien yang tidak seimbang akan menyebabkan kelelahan dalam
viii
51
bekerja karena kebutuhan pasien terhadap pelayanan perawat lebih besar dari
standar kemampuan perawat. Kondisi seperti inilah yang akan berdampak pada
keadaan psikis perawat seperti lelah, emosi, bosan, perubahan mood dan dapat
timbulnya stres. Pada jangka waktu tertentu beban kerja perawat sangat ringan
namun di waktu yang lain bisa berlebihan. Keadaan yang tidak tepat seperti ini
lebih dibandingkan dengan perawat yang melayani pasien di unit yang lain karena
Oleh sebab itu stres pada perawat sangat perlu diperhatikan, karena apabila
seorang perawat mengalami stres yang tinggi akan berdampak pada kualitas
memberikan pelayanan secara cepat dan tepat yang harus didukung oleh sikap
ramah tamah, sopan santun dan mau bersabar serta mau menyisihkan waktunya
mudah marah, murung, gelisah, cemas dan semangat kerja yang rendah. Sehingga,
ketika seorang perawat terkena stres maka kinerja dalam memberikan pelayanan
viii
52
sakit karena perawat tidak bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi rumah
sakit dan pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing pasar bahkan dapat
viii
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
: Diteliti
------------ : Tidak Diteliti
vii
54
dihadapkan dengan keadaan yang tidak sesuai antara tuntutan dengan kemampuan
dampak yang merugikan bagi pekerja mulai dari menurunnya kesehatan sampai
pekerjaan meliputi konflik interpersonal, beban kerja, tuntutan mental, dan kontrol
terhadap pekerjaan. Selain itu, terdapat faktor lingkungan kerja berupa kebisingan,
dikarenakan responden berada pada satu ruangan yang sama sehingga besar
dapat menimbulkan risiko stres kerja. Penilaian risiko stres kerja dan faktor yang
viii
BAB IV
METODE PENELITIAN
menggambarkan stres kerja serta mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
penelitian ini menggunakan metode observasional karena pada penelitian ini data
Djatikoesoemo Bojonegoro
vii
56
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September tahun 2018 hingga Juli
tahun 2019.
kerja meliputi faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, masa kerja, status
57
58
59
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, meliputi:
risiko stres kerja pada perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD), yang
meliputi:
2. Data sekunder yang didapatkan dari rumah sakit untuk mendukung data
60
Stress
untuk data yang bersifat nominal dan analisis Correlation Spearman untuk data
viii
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bojonegoro merupakan Rumah Sakit yang berdiri sejak tahun 1928. Pada tahun
sebagai RSSIB (Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi) yang terakreditasi 12
pelayanan, oleh karena itu ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
pelayanan.
pusat pelayanan kesehatan primer dari beberapa rumah sakit di daerah Bojonegoro
dan sekitarnya. Selain itu juga sebagai sarana praktek mahasiswa DIII
Keperawatan Kebidanan dan berbagai disiplin ilmu lainnya serta tempat Praktik
vii
62
5.1.2 Visi, Misi, Falsafah dan Motto Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro
badan organisasi yang memiliki visi, misi, motto, dan tujuan sebagai pedoman
misi, motto, dan tujuan yang dianut di Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro.
1. Visi
2. Misi
3. Falsafah
a. Pelayanan jasa rumah sakit berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
viii
63
4. Motto
1. Poliklinik Bedah
3. Poliklinik Paru
7. Poliklinik Mata
8. Poliklinik THT
viii
64
1. Ruang Jantung
2. Ruang Paru
3. Ruang Syaraf
5. Ruang Bedah
7. Ruang NICU
viii
65
11.Pelayanan Farmasi
Bojonegoro
pertolongan pertama pada kasus atau penyakit yang tergolong emergen, yaitu
melakukan diagnosis dan pengobatan atau tindakan pada penyakit akut, serta
cidera yang memerlukan tindakan segera. Di IGD tersedia dokter & perawat jaga
on site (di tempat) selama 24 jam yang dilengkapi Ruang Triage, Ruang
penanganan pasien bedah dan non bedah, ruang resusitasi dan perlengkapannya,
viii
66
Direktur
Wakil Direktur
Pelayanan
Kepala Bidang
Pelayanan Medis
67
Pelayanan
mempersiapkan pendukungnya
jalan
viii
68
register
ke loket pembayaran
viii
69
berlaku
pakai
lingkungannya
b. Melaksanakan anemnesi
pengobatan
keluarganya
viii
70
kemampuannya
13) Melaksanakan tugas sore, malam, dan hari libur secara bergilir
atasan
viii
71
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur pada Perawat Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
sebanyak 53,8%. Responden yang memiliki umur > 40 tahun sebanyak 19,2%,
prosentase yang sama yakni 7,7%. Umur responden termuda berada pada range <
25 tahun yaitu berumur 21 tahun, sedangkan umur responden tertua berada pada
range > 40 tahun yaitu berumur 45 tahun. Rata-rata umur responden adalah 32
tahun.
viii
72
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa perawat Instalasi Gawat Darurat
tahun, dan masa kerja > 20 tahun. Distribusi masa kerja responden dapat dilihat
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Perawat Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
73
rentang masa kerja 16 – 20 tahun, dan 7,7% memiliki rentang masa kerja >21
tahun. Tidak ada responden yang memiliki masa kerja pada rentang 11 – 15 tahun.
Masa kerja responden terpendek berada pada range 1 – 5 tahun yaitu memiliki
masa kerja 1 tahun sedangkan masa kerja responden terlama pada range > 21
tahun yakni memiliki masa kerja selama 30 tahun. Rata-rata masa kerja responden
adalah 8 tahun.
(D3), Sarjana perguruan tinggi strata 1 (S1), dan pendidikan Profesi perawat.
perguruan tinggi strata 1 (S1) dan 7,7% responden mempunyai jenjang pendidikan
Profesi.
viii
74
kepribadian responden:
Tabel 5.5 Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian pada Perawat Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
memiliki tipe kepribadian B yakni sebanyak 96,2% dan hanya 3,8% responden
sosial kurang, dukungan sosial cukup, dan dukungan sosial baik. Distribusi
dukungan sosial pada responden dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai berikut:
Tabel 5.6 Responden Berdasarkan Tipe Kepribadian pada Perawat Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
viii
75
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dukungan sosial yang dimiliki oleh
responden sebagian besar pada kategori dukungan sosial cukup yakni sebanyak
61,5%. Kemudian sebanyak 19,2% responden memiliki dukungan sosial baik dan
tingkatan yakni rendah, sedang, dan tinggi. Distribusi konflik interpersonal pada
46,2% responden mengalami konflik interpersonal pada tingkat rendah. Tidak ada
tingkatan yakni beban kerja ringan, beban kerja sedang, dan beban kerja tinggi.
viii
76
Distribusi beban kerja pada responden dapat dilihat pada Tabel 5.8 sebagai
berikut:
Tabel 5.8 Responden Berdasarkan Beban Kerja pada Perawat Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
memiliki beban kerja pada tingkat sedang, kemudian sisanya sebanyak 42,3%
responden memiliki beban kerja pada tingkat berat. Tidak ada responden yang
mental ringan, tuntutan mental sedang, dan tuntutan mental berat. Distribusi
tuntutan mental pada responden dapat dilihat pada Tabel 5.9 sebagai berikut:
Tabel 5.9 Responden Berdasarkan Tuntutan Mental pada Perawat Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
viii
77
memiliki tuntutan mental kategori sedang, Tidak ada responden yang memiliki
kontrol terhadap pekerjaan kurang, kontrol terhadap pekerjaan cukup, dan kontrol
terhadap pekerjaan baik. Distribusi tuntutan mental pada responden dapat dilihat
Tidak ada responden memiliki kontrol terhadap pekerjaan pada tingkat baik.
Kategori Stres Kerja pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Distribusi responden menurut tingkat risiko stres
dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.11 sebagai berikut:
viii
78
Tabel 5.11 Distribusi Risiko Stres Kerja Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
mengalami tingkat risiko stres kerja sedang yaitu sebanyak 69,2%. Kemudian
responden yang mengalami risiko stres kerja tinggi dan rendah memiliki
prosentase yang sama yakni sebanyak 15,4%. Tidak ada responden yang
5.5 Tabulasi Silang Antara Risiko Stres Kerja dengan Faktor Karakteristik
5.5.1 Tabulasi Silang Antara Risiko Stres Kerja dengan Umur Responden
lebih banyak mengalami risiko stres kerja. Diketahui bahwa responden dengan
kelompok umur < 25 tahun sebanyak 100% mengalami risiko stres kerja pada
tingkat sedang, tidak ada responden yang mengalami risiko stres kerja pada
tahun 14,3% mengalami risiko stres kerja rendah 21,4% mengalami risiko stres
kerja rendah, 64,3% mengalami risiko stres kerja rendah. Responden pada
viii
79
sedang, tidak ada yang mengalami mengalami risiko stres kerja rendah dan tinggi.
mengalami risiko stres kerja sedang dan tinggi, tidak ada responden yang memilik
risiko stres kerja rendah. Selanjutnya responden pada keompok umur > 40 tahun
sebanyak 40% mengalami risiko stres kerja rendah, 60% mengalami risiko stres
kerja sedang, dan tidak ada responden yang mengalami risiko stres kerja tinggi.
Rata-rata umur responden yakni 31 tahun. Hasil data risiko stres kerja berdasarkan
Tabel 5.12 Risiko Stres Kerja dengan Rata-rata Umur pada Perawat Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Umur
Risiko Koefisien
26-30 31-35 36-40
Stres <25 tahun >40 tahun Korelasi
tahun tahun tahun
Kerja
n % n % n % n % n %
Rendah 0 0 2 14,0 0 0 0 0 2 40,0
Sedang 3 100 9 64,3 2 100 1 50,0 3 60,0 -0,172
Tinggi 0 0 3 21,4 0 0 1 50,0 0 0
Total 3 100 14 100 2 100 2 100 5 100
risiko stres kerja tingkat rendah adalah berumur 37 tahun, sedangkan rata-rata
responden yang mengalami risiko stres kerja tingkat sedang dan tinggi adalah
berumur 31 tahun. Tidak ada responden yang mengalami risiko stres kerja tingkat
sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Correlation Test, diperoleh
viii
80
angka -0,172 yang berarti bahwa kuat hubungan antara faktor umur dan risiko
5.5.2 Tabulasi Silang Antara Risiko Stres Kerja dengan Masa Kerja
Responden
Responden memiliki risiko stres kerja dengan rata-rata lama masa kerja
sebagai berikut:
Tabel 5.13 Risiko Stres Kerja dengan Rata-rata Masa Kerja pada Perawat Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Pada tabel 5.13 diketahui bahwa responden dengan kelompok masa kerja 1
– 5 tahun sebanyak 16,7% mengalami risiko stres kerja pada tingkat rendah,
58,3% mengalami risiko stres kerja pada tingkat sedang, 25% mengalami risiko
stres kerja pada tingkat tinggi. Kemudian pada kelompok masa kerja 6 – 10 tahun
87,5% mengalami risiko stres kerja sedang, 12,5% mengalami risiko stres kerja
tinggi, tidak ada responden yang mengalami risiko stres kerja rendah. Responden
pada kelompok masa kerja 16 – 20 tahun sebanyak 25% mengalami risiko stres
kerja rendah, 75% mengalami risiko stres kerja sedang, tidak ada yang mengalami
mengalami risiko stres kerja tinggi. Selanjutnya responden pada kelompok masa >
viii
81
20 tahun masing-masing sebanyak 50% mengalami risiko stres kerja sedang dan
tinggi, tidak ada responden yang memilik risiko stres kerja rendah. Tidak ada
responden yang mengalami risiko stres kerja pada kelompok masa kerja 11 – 15
tahun. Responden yang mengalami risiko stres kerja rendah mempunyai rata-rata
masa kerja 13 tahun, kemudian responden yang mengalami risiko stres kerja
memiliki risiko stres kerja tinggi mempunyai rata-rata masa kerja 4 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Correlation Test, diperoleh angka -0,248
yang berarti bahwa kuat hubungan antara faktor masa kerja dan risiko stres kerja
Responden
berikut:
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Tingkat Pendidikan pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Tingkat Pendidikan
Koefisien
Risiko Stres Kerja D3 S1 Profesi
Korelasi
n % n % n %
Rendah 1 6,70 2 22,20 1 50,00
Sedang 12 80,00 5 55,60 1 50,00
-0,185
Tinggi 2 13,30 2 22,20 0 0,00
Total 15 100,00 9 100,00 2 100,00
viii
82
risiko stres kerja redah sebesar 6,7%, risiko stres kerja sedang sebesar 80%, risiko
stres kerja tinggi sebesar 13,3%. Selanjutnya responden yang memiliki tingkat
pendidikan Sarjana strata 1 (S1) memiliki risiko stres kerja redah sebesar 22,2%,
risiko stres kerja sedang sebesar 55,6%, risiko stres kerja tinggi sebesar 22,2%.
stres kerja redah dan sedang masing-masing sebesar 50% dan tidak ada responden
yang memiliki memiliki risiko stres tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik
Spearman Correlation Test, diperoleh angka -0,185 yang berarti bahwa kuat
hubungan antara faktor tingkat pendidikan dan risiko stres kerja sangat lemah dan
Responden
menjadi tiga kategori yakni kategori kurang, kategori cukup, dan kategori baik.
Didapatkan hasil data risiko stres kerja berdasarkan dukungan sosial yang dimiliki
viii
83
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Dukungan Sosial pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Dukungan Sosial
Risiko Stres Koefisien
Kurang Cukup Baik
Kerja Korelasi
n % n % n %
Rendah 0 0,00 2 12,50 2 40,00
Sedang 1 20,00 14 87,50 3 60,00
-0.671
Tinggi 4 80,00 0 0,00 0 0,00
Total 5 100,00 16 100,00 5 100,00
dukungan sosial yang kurang mengalami risiko stres kerja sedang sebesar 20%,
risiko stres kerja tinggi sebesar 80%. Kemudian responden yang memiliki
dukungan sosial yang cukup mengalami risiko stres kerja rendah sebesar 12,5%,
risiko stres kerja sedang sebesar 87,5%. Sedangkan responden yang memiliki
dukungan sosial yang baik mengalami risiko stres kerja rendah sebesar 40%,
risiko stres kerja sedang sebesar 60%. Tidak ada responden dengan dukungan
sosial cukup dan baik yang memiliki risiko stres kerja tinggi. Berdasarkan hasil
uji statistik Spearman Correlation Test, diperoleh angka -0,671 yang berarti kuat
hubungan antara faktor masa kerja dan risiko stres kerja sangat lemah dan bernilai
Responden
viii
84
Tabel 5.16 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Tipe Kepribadian pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Tipe Kepribadian
Risiko Stres Koefisien
A B
Kerja Kontingensi
n % n %
Rendah 0 0,00 4 16,00
Sedang 0 0,00 18 72,00
0,425
Tinggi 1 100,00 3 12,00
Total 1 100,00 25 100,00
100% responden dengan tipe kepribadian A memiliki risiko stres kerja tinggi.
stres kerja rendah, 72% risiko stres kerja tinggi, dan 12% memiliki risiko stres
kerja tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik Coefficient Contingency Test, diperoleh
angka 0,425 yang berarti kuat hubungan antara faktor tipe kepribadian dan risiko
5.5.6 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Jenis Kelamin Responden
laki-laki dan perawat perempuan. Didapatkan hasil data risiko stres kerja
berdasarkan jenis kelamin pada perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
viii
85
Tabel 5.17 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Jenis Kelamin pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Jenis Kelamin
Risiko Stres Koefisien
Laki-Laki Perempuan
Kerja Kontingensi
n % n %
Rendah 3 27,30 1 6,70
Sedang 7 63,60 11 73,30
0,287
Tinggi 1 9,10 3 20,00
Total 11 100,00 15 100,00
kelamin laki-laki yang mengalami risiko stres kerja rendah sebesar 27,3%, risiko
stres kerja sedang sebesar 63,6%, risiko stres kerja tinggi sebesar 9,1%.
stres kerja rendah sebesar 6,7%, risiko stres kerja sedang sebesar 73,3%, risiko
stres kerja tinggi sebesar 20%. Berdasarkan hasil uji statistik Coefficient
Contingency Test, diperoleh angka 0,287 yang berarti kuat hubungan antara faktor
Responden
berikut:
viii
86
Tabel 5.18 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Konflik Interpersonal pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Konflik Interpersonal
Risiko Stres Koefisien
Rendah Sedang
Kerja Korelasi
n % n %
Rendah 2 16,70 2 14,30
Sedang 8 66,70 10 71,40
0,000
Tinggi 2 16,60 2 14,30
Total 12 100,00 14 100,00
interpersonal rendah mengalami sebesar 16,7% risiko stres kerja rendah, 66,7%
risiko stres kerja sedang, dan 16,6% risiko stres kerja tinggi. Sedangkan
risiko stres kerja rendah, 71,4% risiko stres kerja sedang, dan 14,3% risiko stres
kerja tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Correlation Test, diperoleh
angka 0,000 yang berarti tidak ada hubungan antara konflik interpersonal dan
5.5.8 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Beban Kerja Responden
beban kerja berat yang memiliki risiko stres kerja rendah. Berdasarkan hasil uji
statistik Spearman Correlation Test, diperoleh angka 0,421 yang berarti kuat
hubungan antara faktor beban kerja dan risiko stres kerja sedang dan bernilai
positif (searah). Hasil data risiko stres kerja berdasarkan beban kerja yang
viii
87
Tabel 5.19 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Beban Kerja pada Perawat
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro
Beban Kerja
Risiko Stres Koefisien
Sedang Berat
Kerja Korelasi
n % n %
Rendah 4 26,70 0 0,00
Sedang 10 66,70 8 72,70
0,421
Tinggi 1 6,60 3 27,30
Total 15 100,00 11 100,00
mengalami sebesar 26,7% risiko stres kerja rendah, 66,7% risiko stres kerja
sedang, dan 6,6% risiko stres kerja tinggi. Sedangkan responden dengan beban
kerja berat mengalami sebesar 72,7% risiko stres kerja sedang, dan 27,3% risiko
Responden
dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan hasil uji
statistik Spearman Correlation Test, diperoleh angka 0,140 yang berarti kuat
hubungan antara faktor tuntutan mental dan risiko stres kerja sangat lemah dan
bernilai positif (searah). Didapatkan hasil data risiko stres kerja berdasarkan
viii
88
Tabel 5.20 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Tuntutan Mental pada
Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
Tuntutan Mental
Koefisien
Risiko Stres Kerja Sedang Berat
Korelasi
n % n %
Rendah 2 18,20 2 13,30
Sedang 8 72,70 10 66,70
0,140
Tinggi 1 9,10 3 20,00
Total 11 100,00 15 100,00
mental sedang mengalami sebesar 18,2% risiko stres kerja rendah, 72,7% risiko
stres kerja sedang, dan 9,1% risiko stres kerja tinggi. Sedangkan responden
dengan tuntutan mental berat mengalami sebesar 13,3% risiko stres kerja rendah,
66,7% risiko stres kerja sedang, dan 20% risiko stres kerja tinggi.
Pekerjaan Responden
responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu kurang, cukup, dan baik.
Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Correlation Test, diperoleh angka 0,000
yang berarti tidak ada hubungan antara faktor kontrol terhadap pekerjaan dan
risiko stres kerja dan bernilai positif (searah). Hasil data risiko stres kerja
viii
89
Tabel 5.21 Tabulasi Silang Antara Stres Kerja dengan Kontrol Terhadap
Pekerjaan pada Perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
kontrol terhadap pekerjaan pada tingkat kurang mengalami sebesar 18,8% risiko
stres kerja rendah, 62,5% risiko stres kerja sedang, dan 18,8% risiko stres kerja
tingkat cukup mengalami 10% risiko stres kerja rendah, 80% risiko stres kerja
viii
BAB VI
PEMBAHASAN
35 tahun, masa dewasa akhir 36 – 45 tahun, masa lansia awal 46 – 55 tahun, masa
paling banyak berada pada rentang umur 26 – 30 tahun sehingga masuk dalam
kategori umur masa dewasa awal. Menurut Ansori dan Martiana (2017),
dapat mengontrol kondisi stres dibandingkan dengan seseorang yang berada pada
masa remaja atau masa lansia. Sehingga umur memiliki hubungan dengan
pada umur dewasa memiliki toleransi yang lebih baik terhadap stres.
risiko stres kerja tingkat rendah ialah 37 tahun, sedangkan rata-rata umur
responden yang mengalami risiko stres kerja tingkat sedang dan tinggi ialah 31
tahun. Hal tersebut dapat diartikan adanya kecenderungan semakin muda umur
91
sehingga meningkatkan risiko stres kerja. Hasil yang diperoleh dari uji statistik
pada penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi 0,172 antara risiko stres kerja
dan umur responden. Hal tersebut menandakan kuat hubungan yang sangat lemah,
kemudian memiliki arah negatif yang berarti hubungan berjalan tidak searah atau
semakin bertambahnya umur responden maka semakin rendah risiko stres kerja
yang dialami.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Fitri (2013) menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki
umur lebih muda lebih rentan untuk mengalami stres kerja. Hal tersebut
disebabkan oleh semakin tua umur seorang pekerja maka akan semakin rendah
kemungkinan menderita stres kerja. Pekerja dengan umur yang lebih tua
pekerja dengan usia yang lebih muda. Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian
yang dilakukan oleh Ansori dan Martiana (2017) bahwa umur memiliki kuat
hubungan cukup dan tidak searah terhadap timbulnya stres kerja yang berarti
semakin rendah usia seseorang maka stres kerja semakin tinggi. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Hansson et al (2001) mengemukakan bahwa stress kerja yang
dialami oleh pekerja berumur tua cenderung rendah. Hal ini dikarenakan pada
pekerja yang berusia tua cenderung lebih matang sehingga memiliki kemampuan
mengolah stresor yang diterima dengan lebih baik daripada pekerja dengan usia
muda. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
viii
92
oleh Karima (2014) didapatkan bahwa variabel umur berhubungan lemah dan
positif dengan stres kerja sehingga berarti bahwa peningkatan umur seseoraang
pekerja akan semakin meningkatkan tingkat stres kerja yang dialami oleh pekerja.
tidak adanya hubungan antara umur seseorang dengan stres kerja. Variabel umur
sulit dianalisis dikarenakan karena terdapat banyak faktor lain dalam karakteristik
individu yang ikut memengaruhi hubungan terhadap timbulnya risiko stres kerja.
pengalaman, pengetahuan dan rasa tanggung jawab akan menjadi lebih tinggi, di
mana hal ini akan menutupi kekurangan dan membuat seseorang lebih mudah
dalam beradaptasi.
6.1.2 Analisis Faktor Jenis Kelamin dengan Risiko Stres Kerja Responden
Perempuan memiliki kecenderungan cepat lelah sehingga stres kerja lebih banyak
dialami perempuan. Selain itu stres kerja juga dipengaruhi dengan adanya siklus
haid pada wanita yang dapat memengaruhi kondisi emosionalnya. Emosi yang
responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki persentase risiko stres kerja
lebih banyak daripada responden laki-laki. Risiko stres kerja pada tingkat sedang
viii
93
dan tinggi lebih banyak dialami oleh responden perempuan dibanding laki-laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansori
karena pekerja dengan jenis kelamin perempuan memiliki kemampuan fisik lebih
lemah daripada laki-laki namun memiliki tuntutan pekerjaan yang lebuh tinggi.
Selain menghadapi stresor yang berasal dari lingkungan pekerjaan mereka juga
setelah pulang dari bekerja, sehingga cenderung mengalami kelelahan yang dapat
memicu terjadinya stres. Hal ini juga sejalan dengan ILO (2001) yang
menyebutkan bahwa perempuan lebih berisiko mengalami stres kerja yang dapat
berdampak pada timbulnya penyakit akibat stres serta tingginya keinginan untuk
meninggalkan pekerjaannya.
6.1.3 Analisis Faktor Masa Kerja dengan Risiko Stres Kerja Responden
Masa kerja yang berhubungan dengan stres kerja berkaitan dalam menimbulkan
kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja lebih dari lima tahun
viii
94
pekerja baru. Kejenuhan ini yang kemudian dapat berdampak pada timbulnya
mengalami risiko stres kerja mayoritas berada pada rentang masa kerja 1 – 5
tahun. Responden yang mengalami risiko stres kerja tingkat rendah memiliki rata-
rata masa kerja 13 tahun, risiko stres kerja tingkat sedang dengan rata-rata masa
kerja 8 tahun dan risiko stres kerja tingkat tinggi dengan rata-rata masa kerja 4
tahun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa responden yang memiliki masa kerja
lebih pendek memiliki kemungkinan risiko stres kerja lebih besar. Hasil yang
diperoleh dari uji statistik pada penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi
0,248 antara risiko stres kerja dan masa kerja responden. Hal tersebut
menandakan kuat hubungan yang sangat lemah, kemudian memiliki arah negatif
yang berarti hubungan berjalan tidak searah atau semakin lama masa kerja
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2013) bahwa
masa kerja memiliki pengaruh penting dalam memicu munculnya stres kerja.
Pekerja dengan masa kerja yang lebih pendek mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mengalami stres kerja. Hal tersebut dapat terjadi akibat beban tugas
dan tekanan yang dimiliki pekerja pada tahun-tahun pertama pekerjaannya sangat
besar sehingga dapat memicu munculnya stres kerja. Sedangkan pekerja dengan
masa kerja lebih lama mempunyai kemampuan dan pemahaman yang lebih baik
viii
95
kerja lebih pendek. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Irkhami (2015) bahwa semakin tinggi masa kerjanya maka semakin rendah
stres kerjanya. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Karima (2014) yang menyebutkan bahwa semakin lama masa kerja akan
menyebabkan tingkat stres kerja yang dialami seseorang semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan pekerja yang memiliki masa kerja lebih lama biasanya memiliki
permasalahan kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan masa
kerja yang masih sedikit sehingga pekerja yang memiliki masa kerja lebih lama
Responden
(D3). Hasil yang diperoleh dari uji statistik pada penelitian ini menunjukkan
koefisien korelasi 0,185 antara risiko stres kerja dan tingkat pendidikan
kemudian memiliki arah negatif yang berarti hubungan berjalan tidak searah atau
semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin rendah risiko stres
kerja yang dialami. Penelitian lain yang mendukung adalah hasil dari penelitian
viii
96
tingkat pendidikan dengan stres kerja pada perawat yang bertugas di IGD RSUD
tingkat pendidikan paling rendah mengalami stres kerja. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irkhami (2015) yakni semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah tingkat stresnya. Hal
rendah tidak selalu mengalami stres kerja dan pegawai dengan pendidikan
perguruan tinggi pun juga tidak bisa dipastikan bahwa mereka akan terbebas dari
Responden
kepribadian A memiliki risiko stres kerja tingkat tinggi. Jika dibandingkan dengan
Sehingga dapat dilihat bahwa kecenderungan mengalami stres kerja dimiliki oleh
responden dengn tipe kepribadian A. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori
penggolongan kepribadian tipe A dan tipe B oleh Friedman dan Rosenman (1974)
yang menyebutkan bahwa salah satu ciri seseorang dengan tipe kepribadian A
sabar, agresif dan sangat kritis. Seseorang dengan tipe kepribadian A selalu
viii
97
berlebihan sehingga memiliki tekanan darah yang tinggi serta membuat mudah
disekitarnya. Sejalan dengan penelitian ini hasil penelitian yang dilakukan oleh
pekerja dengan tipe kepribadian A akan semakin meningkatkan stres kerja yang
dialami.
6.1.6 Analisis Faktor Dukungan Sosial dengan Risiko Stres Kerja Responden
dapat berdampak positif bagi kesehatan pekerja. Hal ini dikarenakan lingkungan
sosial dalam pekerjaan yang baik dapat mencegah timbulnya faktor yang dapat
menyebabkan stres di tempat kerja. Menurut Suerni (2012), tingkat stres kerja
perawat akan semakin tinggi jika tidak mendapat dukungan sosial yang baik di
tempat kerja.
di tempat kerja. Pada uji statistik penelitian ini, diperoleh hasil koefisian korelasi
0,671 yang menunjukkan bahwa kuat hubungan antara stres kerja dan dukungan
sosial responden kuat dan berlawanan arah. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh, maka semakin tinggi stres kerja
viii
98
yang dialami. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yana
(2015) di perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Pasar
Rebo, karena terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dan dukungan
sosial yang dimiliki responden. Hal ini dapat terjadi dikarenakan dukungan sosial
yang dimiliki oleh responden mampu mengurangi risiko stres kerja yang
Responden
merupakan salah satu faktor yang berpotensi menimbulkan stres kerja pada
sosial yang diperoleh di tempat kerja. Jika terjadi konflik interpersonal di tempat
kerja, hubungan yang terjalin antar pekerja di tempat kerja akan merenggang.
perbedaan pendapat antar individu yang bisa menjadi pemicu terjadinya konflik
interpersonal di tempat kerja pasti tidak dapat dihilangkan, hanya saja perbedaan
interpersonal pekerja.
viii
99
konflik interpersonal pada tigkat sedang. Pada uji statistik penelitian ini, diperoleh
hasil koefisian korelasi 0,000 yang menunjukkan bahwa kuat hubungan yang
sangat lemah namun bernilai positif yang berarti searah. Hal tersebut dapat
responden, maka semakin tinggi stres kerja yang dialami. Hasil pada penelitian ini
sejalan dengan penelitian Karima (2014) yaitu diperoleh hasil yang positif
pekerja maka akan semakin meningkatkan stres kerja yang dialami. Namun
hubungan antara kedua variabel tidak signifikan atau dapat dikatakan bahwa tidak
6.2.2 Analisis Faktor Beban Kerja dengan Risiko Stres Kerja Responden
memiliki sejumlah pekerjaan dalam jumlah banyak yang harus diselesaikan dalam
beban kerja yang dihadapinya. Jumlah beban kerja yang berlebihan maupun
jumlah beban kerja yang sedikit dapat menyebabkan timbulnya stres kerja. Jumlah
beban kerja yang terlalu banyak terjadi ketika terdapat pekerjaan dengan jumlah
mayoritas responden memiliki beban kerja pada tigkat sedang. Pada uji statistik
viii
100
penelitian ini, diperoleh hasil koefisian korelasi 0, 421 yang menunjukkan bahwa
kuat hubungan yang sedang namun bernilai positif yang berarti searah. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi beban kerja yang dirasakan oleh
responden, maka semakin tinggi stres kerja yang dialami. Hasil penelitian ini
sejumlah gejala stres kerja. Selain itu juga didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suerni (2012) yang menemukan bahwa tingginya beban kerja
tugasnya tidak saja menghadapi orang yang sedang sakit, namun juga berhadapan
dengan berbagai masalah lain seperti tuntutan dari keluarga pasien, peraturan,
6.2.3 Analisis Faktor Tuntutan Mental dengan Risiko Stres Kerja Responden
yang menuntut interaksi secara langsung dengan orang lain khusunya pada
lain memiliki banyak sumber emosi yang bersifat negative seperti kesedihan,
mudah marah, tidak sabar dan lain sebagainya. Terlebih lagi apabila pekerja
sangat dituntut untuk selalu bersikap ramah terhadap klien seperti contoh perawat
viii
101
kepada pasien. Hal tersebut bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilakukan
dengan tuntutan mental yang berat lebih banyak mengalami risiko stres kerja.
Mayoritas responden dengan tuntutan mental pada kategori berat memiliki risiko
stres kerja sedang dan tinggi. Hasil yang diperoleh dari uji statistik pada penelitian
ini menunjukkan koefisien korelasi 0,140 antara risiko stres kerja dan tuntutan
mental responden. Hal tersebut menandakan kuat hubungan yang sangat lemah,
kemudian memiliki arah positif yang berarti hubungan berjalan searah atau
semakin berat tuntutan mental yang dialami responden makan semakin tinggi pula
risiko stres kerja yang dialami. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Karima (2014) yang menyebutkan bahwa terdapat kuat hubungan
sedang dengan arah positif yang memiliki arti bahwa semakin tinggi tingkat
tuntutan mental yang dihadapi pekerja maka akan semakin meningkatkan stres
Kerja Responden
kontrol terhadap pekerjaan yang kurang. Pada uji statistik penelitian ini, diperoleh
hasil koefisian korelasi 0,000 yang menunjukkan bahwa kuat hubungan yang
sangat lemah namun bernilai positif yang berarti searah. Hal tersebut dapat
viii
102
tinggi stres kerja yang dialami oleh responden. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Karima (2014), diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara stress kerja dan kontrol terhadap
pekerjaan. Hal ini juga sesuai dengan teori Lewin, et al, (2011) yang menjelaskan
bahwa kesempatan yang diberikan pada pekerja untuk mengontrol pekerjaan yang
viii
BAB VII
7.1 Kesimpulan
3. Risiko stres kerja yang dialami oleh responden sebanyak 15,4% tingkat
tinggi, 15,4% tingkat rendah, dan 69,2% tingkat sedang. Faktor yang dapat
vii
104
7.2 Saran
evaluasi SOP dan kebijakan pengaturan jadwal shift kerja pada perawat
Bojonegoro.
Bojonegoro.
dengan kemampuan dan tanggung jawab yang harus diemban oleh perawat
Bojonegoro.
viii
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, J.M., 1991. Mengatasi Stres ditempat Kerja. Jakarta: Binarupa Aksara
Beehr, T.A., Newman, J.E. 1978. Job stress, employee health and organizational
effectiveness. Tersedia
di:<https://www.researchgate.net/publication/227961399_Job_stress_e
mployee_health_and_organizational_effectiveness_A_facet_analysis_
model_and_literature_review> [diakses tanggal 6 Desember 2018]
vii
106
viii
107
Harrianto, R. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Irkhami, F.L. 2015. Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada
Penyelam di PT. X. Tersedia Di: <https://e-
journal.unair.ac.id/IJOSH/article/view/1646> [diakses tanggal 3 Juli
2019]
Jundillah, Z.N., Ahmad, L., Saktiansyah, L. 2017. Analisis Kejadian Stres Kerja
Pada Perawat Di Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2017. Tersedia
di: <ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/view/2902> [diakses
tanggal 8 Oktober 2018]
108
National Institute for Occupational Safety and Safety and Health (NIOSH). 1999.
Stress At Work. What Can Be Done About Job Stress?. Tersedia di:
<https://www.cdc.gov/niosh/docs/99-101/default.html> [diakses
tanggal 24 November 2018]
viii
109
National Institute for Occupational Safety and Safety and Health (NIOSH). 1998.
Stress at Work. Tersedia di: <http://www.cdc.gov/niosh> [diakses
tanggal 8 Oktober 2018]
Prabowo, Y.F. 2009. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja
Pada Bagian Produksi Mebel PT. Chia Jian Indonesia Furniture Di
Wedelan Jepara Tahun 2009. Tersedia di:
<https://lib.unnes.ac.id/2822/.> [diakses tanggal 18 Juni 2019]
Pramudya, F. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja (Studi Kasus
Pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Thesis [online]. Universitas
Indonesia. Tersedia di: <http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20303171-
T%2030817-Faktor%20yang full%20text.pdf> [diakses tanggal 15 Juni
2019].
Revalicha, N.S. 2013. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada
Perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi. [e-journal] 2(1): pp.16-24. Tersedia di:
<journal.unair.ac.id/filerPDF/110810270_nadia%20selvia.pdf>
[diakses tanggal 1 November 2018]
viii
110
Riza, M.M. 2015. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Perawat Melalui
Kepuasan Kerja Sebagai Variable Intervening (Studi Pada Rumah Sakit
Wijaya Kususma Kabupaten Lumajang Jawa Timur).Jurnal Ilmiah, [e-
journal]. 3(1): pp:17-26. Tersedia di:
<http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/2301> [diakses
pada tanggal 29 Oktober 2018]
Rose, A. H. 1994. Human Stress and The Environment. Swiss: Gordon and Beach
Science Publishers.
Suma’mur, P.K. 1994. Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. Haji
Masagung.
Syaer, S. 2010. Beban Kerja Perawat Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum
Lasinrang Kabupaten Pinrang Tahun 2010. Tersedia di:
viii
111
World Health Organization (WHO). 2003. Work Organization And Stress. United
kingdom: WHO.
Yana, D. 2015. Stres Kerja pada Perawat Instalasi Gawat Darurat di RSUD Pasar
Rebo Tahun 2014. Journal ARSI. [e-journal] 1(2): 107-115. Tersedia di:
<www.journal.ui.ac.id/index.php/arsi/article/view/5218/3503.pdf>
[diakses tanggal 6 Juni 2019].
viii
112
LAMPIRAN
viii
113
viii
114
Informed Consent
Mendapatkan Persetujuan Setelah Penjelasan:
Informasi esensial untuk calon peserta penelitian
(WHO-CIOMS 2016)
Judul penelitian : Risiko Stres Kerja Pada Perawat Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dan
Faktor yang Mempengaruhi
Jenis penelitian : Deskriptif Observasional
Nama peneliti : Tya Nisvi Rahmadhani
Alamat peneliti : Gg. Pereng Tengah RT 07 RW 06 Ds. Rengel Kec. Rengel-
Tuban
Lokasi penelitian : Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro
viii
115
viii
116
Data profil Rumah Sakit Jiwa Menur, dan data penunjang lainnya.
Pengumpulan data dilakukan setelah responden diberikan penjelasan
sebelum penelitian (PSP) dan informed consent.
Informan pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi yaitu sebagai
berikut :
1. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat Instalasi Gawat Darurat di
Rumah Sakit Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro yang berjumlah 26
orang
2. Patisipasi bersifat sukarela
3. Bahwa individu bebas untuk menolak untuk berpartisipasi dan bebas untuk
menarik diri dari penelitian kapan saja tanpa penalti atau kehilangan imbalan
yang berhak ia dapatkan (Pedoman 9);
Responden berhak untuk menarik diri dari penelitian kapan saja tanpa penalti
atau kehilangan imbalan yang berhak ia dapatkan. Keikutsertaan responden
pada penelitian ini bersifat sukarela.
4. Lama waktu yang diharapkan dari partisipasi individu (termasuk jumlah dan
lama kunjungan ke pusat penelitian dan jumlah waktu yang diperlukan) dan
kemungkinan penghentian penelitian atau partisipasi individu di dalamnya;
Partisipan pada penelitian ini adalah petugas perawat Instalasi Gawat Darurat
mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti. Partisipan akan diminta
mengisi kuesioner kuesioner dan membutuhkan waktu ± 15-20 menit.
viii
117
5. Apakah uang atau bentuk barang material lainnya akan diberikan sebagai
imbalan atas partisipasi individu. Jika demikian, jenis dan jumlahnya, dan
bahwa waktu yang dihabiskan untuk penelitian dan ketidaknyamanan lainnya
yang dihasilkan dari partisipasi belajar akan diberi kompensasi yang tepat,
Moneter atau non-moneter (Pedoman 13);
Imbalan yang diberikan atas partisipasi individu berupa souvenir berupa satu
paket alat makan (sendok, garpu dan sumpit) sebagai bentuk apresiasi dan
ucapan terimakasih.
6. Bahwa, setelah selesainya penelitian ini, peserta akan diberitahu tentang hasil
penelitian secara umum, jika mereka menginginkannya;
7. Bahwa setiap peserta selama atau setelah studi atau pengumpulan data biologis
dan data terkait kesehatan mereka akan mendapat informasi dan data yang
menyelamatkan jiwa dan data klinis penting lainnya tentang masalah kesehatan
penting yang relevan (lihat juga Pedoman 11);
viii
118
9. Bahwa peserta memiliki hak untuk mengakses data klinis mereka yang relevan
yang diperoleh selama studi mengenai permintaan (kecuali komite etik riset
telah menyetujui sementara atau permanen, data tidak boleh diungkapkan.
Dalam hal mana peserta harus diberitahu, dan diberikan, alasannya)
10. Rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat intervensi eksperimental, risiko dan
bahaya yang diketahui, terhadap individu (atau orang lain) yang terkait
dengan partisipasi dalam penelitian ini. Termasuk risiko terhadap kesehatan
atau kesejahteraan kerabat langsung peserta (Pedoman 4);
11. Manfaat klinis potensial, jika ada, karena berpartisipasi dalam penelitian ini
(Pedoman 4 dan 9);
12. Manfaat yang diharapkan dari penelitian kepada masyarakat atau masyarakat
luas, atau kontribusi terhdap pengetahuan ilmiah (Pedoman 1);
A. Bagi Responden
viii
119
Darurat dan faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat stres
kerja tersebut.
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal ataupun data
14. Risiko menerima intervensi yang tidak terdaftar jika mereka menerima akses
lanjutan terhadap intervensi studi sebelum persetujuan peraturan (Pedoman
6);
viii
120
16. Isu etik yang mungkin terjadi, pendapat peneliti tentang isu etik yang
mungkin dihadapi dalam penelitian ini, dan bagaimana cara menanganinya
17. Informasi baru yang mungkin terungkap, baik dari penelitian itu sendiri atau
sumber lainnya (Pedoman 9);
Data dan informasi yang telah diperoleh dari partisipan akan dijamin
kerahasiaannya dengan baik.
19. Batasan, legal atau lainnya, terhadap kemampuan peneliti untuk menjaga
kerahasiaan aman, dan kemungkinan konsekuensi dari pelanggaran
kerahasiaan (Pedoman 12 dan 22);
20. Sponsor penelitian, afiliasi institusional para peneliti, dan sifat dan sumber
pendanaan untuk penelitian, dan, jika ada, konflik kepentingan peneliti,
lembaga penelitian dan komite etika penelitian dan bagaimana konflik ini
akan terjadi. Dikelola (Pedoman 9 dan 25);
viii
121
21. Apakah peneliti hanya sebagai peneliti atau selain peneliti juga dokter peserta
(Guideline 9);
22. Kejelasan tingkat tanggung jawab peneliti untuk memberikan perawatan bagi
kebutuhan kesehatan peserta selama dan setelah penelitian (Pedoman 6);
23. Bahwa pengobatan dan rehabilitasi akan diberikan secara gratis untuk jenis
cedera terkait penelitian tertentu atau untuk komplikasi yang terkait dengan
penelitian, sifat dan durasi perawatan tersebut, nama layanan medis atau
organisasi yang akan memberikan perawatan. Selain itu, apakah ada
ketidakpastian mengenai pendanaan perawatan tersebut (Pedoman 14);
24. Dengan cara apa, dan oleh organisasi apa, peserta atau keluarga peserta atau
orang-orang yang menjadi tanggungan akan diberi kompensasi atas kecacatan
atau kematian akibat luka tersebut (atau perlu jelas bahwa tidak ada rencana
untuk memberikan kompensasi semacam itu) (Pedoman 14) ;
25. Bahwa komite etika penelitian telah menyetujui protokol penelitian (Pedoman
23);
viii
122
26. Bahwa mereka akan diinformasikan dalam kasus pelanggaran protokol dan
bagaimana keselamatan dan kesejahteraan mereka akan terlindungi dalam
kasus seperti itu (Pedoman 23).
viii
123
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN KESEDIAAN PARTISIPASI PENELITIAN)
Nama :
Umur :
Alamat :
No. Telp/HP :
Peneliti Responden
(………………………..)
viii
124
Hari, Tanggal :
Nomor Kuesioner :
I. DATA INDIVIDU
1. Nama :
2. Umur : Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
4. Masa Kerja : Tahun
5. Pendidikan Terakhir : 1) D3 2) S1 3) Profesi 4)S2
pekerjaan. Berikan tanda centang (V) pada salah satu kolom yang paling
terakhir. Tidak ada jawaban benar ataupun salah, maka isilah jawaban pada
setiap pertanyaan yang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya pada diri
Bapak/Ibu/Saudara.
viii
125
126
127
viii
128
Sangat
Tidak Sangat
No Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju
Setuju
1 Secara keseluruhan, saya merasa
puas dengan diri saya
2 Saya merasa tidak cukup untuk
dibanggakan
3 Terkadang saya merasa tidak
berguna
4 Saya merasa bahwa saya berharga
dan setara dengan orang lain
5 Saya merasa saya memiliki
kualitas diri yang baik
6 Saya cenderung merasa bahwa
diri saya gagal
7 Saya berharap bisa lebih peduli
terhadap diri saya
8 Saya bisa melakukan pekerjaan
sebaik yang dilakukan orang lain
9 Terkadang, saya berpikir saya
tidak bisa melakukan apa-apa
10 Saya mengambil sikap positif dari
diri saya
129
V. KONFLIK INTERPERSONAL
viii
130
viii
131
viii
132
133
Sangat
Tidak Sangat
No Pernyataan Tidak Tepat
Tepat Tepat
Tepat
1 Saya sering merasa gelisah
2 Saya bekerja dengan cepat dan
energik
3 Saya sangat lambat ketika
berbicara di telepon
4 Saya sering terburu-buru ketika
mengerjakan apapun
5 Saya sering menggerakkan
tangan dan kepala ketika
berbicara
6 Saya jarang mengebut ketika
berkendara
7 Saya suka pekerjaan yang
berpindah- pindah tempat
8 Orang-orang mengganggap saya
lebih diam dari biasanya
9 Gaya berbicara saya lembut
dibandingkan orang lain
10 Saya selalu menulis dengan cepat
11 Saya lambat dan hati-hati dalam
bekerja
12 Cara makan saya lambat
13 Saya senang mengebut ketika
berkendara
viii
134
viii
135
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
Std. Errora Tb Sig.
Nominal by Nominal Phi .533 .495
viii
136
viii
137
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Tb Approx.
Std. Errora Sig.
Phi .458 .488
Cramer's V .324 .488
Nominal by Nominal
Contingency .416 .488
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R -.313 .182 -1.616 .119c
Spearman -.248 .201 -1.253 .222c
Ordinal by Ordinal
Correlation
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
viii
138
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Tb Approx.
Std. Errora Sig.
Phi .382 .434
Cramer's V .270 .434
Nominal by Nominal
Contingency .357 .434
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R -.218 .194 -1.095 .284c
Spearman -.185 .207 -.921 .366c
Ordinal by Ordinal
Correlation
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
viii
139
Symmetric Measures
Value Asymp. Std. Approx. Approx.
Errora Tb Sig.
Phi .924 .000
Cramer's V .654 .000
Nominal by Nominal
Contingency .679 .000
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R -.671 .126 -4.431 .000c
Spearman -.671 .141 -4.431 .000c
Ordinal by Ordinal
Correlation
viii
140
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
Std. Tb Sig.
Errora
Nominal by Nominal Phi .469 .057
viii
141
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
Std. Errora Tb Sig.
Phi .299 .312
Nominal by Nominal
Cramer's V .299 .312
viii
142
viii
143
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
a b
Std. Error T Sig.
Phi .051 .966
Cramer's V .051 .966
Nominal by Nominal
Contingency .051 .966
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R .000 .197 .000 1.000c
Spearman .000 .198 .000 1.000c
Ordinal by Ordinal
Correlation
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
144
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
a b
Std. Error T Sig.
Phi .426 .094
Cramer's V .426 .094
Nominal by Nominal
Contingency .392 .094
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R .421 .136 2.274 .032c
Spearman .421 .136 2.274 .032c
Ordinal by Ordinal
Correlation
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
viii
145
Count 11 15 26
% within Stres_Kerja 42.3% 57.7% 100.0%
Total % within 100.0% 100.0% 100.0%
Tuntutan_Mental
% of Total 42.3% 57.7% 100.0%
Symmetric Measures
Value Asymp. Std. Approx. Approx.
Errora Tb Sig.
Phi .155 .733
Cramer's V .155 .733
Nominal by Nominal
Contingency .153 .733
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R .140 .188 .694 .494c
Spearman .140 .188 .694 .494c
Ordinal by Ordinal
Correlation
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
viii
146
Symmetric Measures
Value Asymp. Approx. Approx.
Std. Tb Sig.
Errora
Phi .184 .643
Cramer's V .184 .643
Nominal by Nominal
Contingency .181 .643
Coefficient
Interval by Interval Pearson's R .000 .183 .000 1.000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .000 .186 .000 1.000c
N of Valid Cases 26
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
viii