Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS PELAKSANAAN FUNGSI KOORDINASI DALAM PROGRAM

PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


(DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA LALANG
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh:
ANDREAS TALA HILAGA
NIM: 131000311

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :
ANDREAS TALA HILAGA
NIM : 131000311

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis


Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Dalam Program Penanggulangan Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang
Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2017” ini beserta seluruh isinya adalah
benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau
mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku
dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko
atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak
lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018


Yang membuat pernyataan,

ANDREAS TALA HILAGA


NIM : 131000311

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

ANALISIS PELAKSANAAN FUNGSI KOORDINASI DALAM PROGRAM


PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA LALANG
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
TAHUN 2017

Yang Disiapkan dan Dipertahankan oleh

ANDREAS TALA HILAGA


NIM : 131000311

Disahkan Oleh :
Komisi Pembimbing Skripsi
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Rusmalawaty, M.Kes NIP. 19750804 200212 2 001

Medan, Juli 2018


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
NIP.19680320 199308 2 001
ABSTRAK

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-


kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang
fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien. Koordinasi
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain kesatuan tindakan, komunikasi dan,
pembagian kerja. Kurang atau tidak adanya koordinasi dari instansi-instansi yang
seharusnya terkait dalam menangani DBD merupakan kendala penting yang masih
terjadi saat ini dalam menangani DBD.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang
akan diamati untuk menganalisis pelaksanaan koordinasi dalam program
penanggulangan DBD di Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal
Tahun 2017. Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 informan, yang terdiri
dari 1 kepala puskesmas, 1 DBD puskesmas, 1 petugas Kecamatan Medan
Sunggal , 1 Lurah lalang, 1 kepala lingkungan, 1 Kader Jumantik dan 2 dari
masyarakat (penderita DBD dan bukan penderita DBD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi yang dilakukan masih
belum baik, ditandai dengan kesatuan tindakan yang belum dimiliki semua pihak,
komunikasi yang dilakukan hanya sebatas komunikasi sehingga belum ada
tindakan yang nyata dan pembagian kerja yang belum dimiliki semua pihak.
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota
Medan agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap puskesmas terkait
koordinasi lintas sektoral yang dilakukan oleh puskesmas, serta mengusulkan
kepada Pemerintah Kota Medan untuk membuat instruksi tegas kepada camat
untuk mengoordinir kegiatan penanggulangan DBD di wilayah kerjanya. serta
kepada Puskesmas Desa Lalang agar meningkatkan koordinasi vertikal maupun
horizontal yang dilakukan.

Kata Kunci: Koordinasi, Penanggulangan DBD

iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Coordination is the process of integrating the objectives and activities of


the units apart (departments or functional areas) an organization to achieve its
objectives efficiently. Coordination influenced by several factors, such as unity of
action, communication and, division of labor. Little or no coordination of
agencies that should be involved in addressing dengue is important obstacles that
still exist today in dealing with dengue.
The type of research which used qualitative research that produces
descriptive data in the form of written and spoken words of the people who will be
observed to analyze the implementation of coordination in control of dengue
program in Desa Lalangi Health Centre Medan Sunggal in 2017. Informants in
this study amounted to 8 informants, 1 head of Health Centre, 1 dengue officer of
Health Centre, 1 officer of subdistrict, 1 officer of village, 1 participant members
and 2 informants from the community (dengue and not dengue).
The results showed that the coordination is done is still not good,
characterized by unity of action, communication and, division of labor that has
not been going well.
Based on the results of the study, expected to City Health Office in order
to further enhance the supervision of cross-sectoral coordination that is done by
health centre, and suggest to the city government to make strict instructions to the
subdistrict to coordinate the control of dengue activities within its jurisdiction.
And the health centre in order to improve coordination vertically or horizontally
conducted.

Keywords: Coordination, Control of Dengue

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan berkat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Dalam Program Penanggulangan

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang

Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2017” ini.Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat

bimbingan, informasi, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU dan para wakil dekan.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

4. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah

membimbing penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang telah

membimbing penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, PhD selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH selaku Dosen Penguji II

yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Ir. Etty Sudaryati, MKM, PhD selaku Dosen Penasehat Akademik yang

membimbing penulis selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU

9. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan

selama masa perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Orang tua tersayang drh. EDWARD DAULAY TAMBUNAN dan

NURSINTA MANALU yang telah membesarkan, mendidik, dan

memberikan kasih sayang yang begitu berharga serta memberi dukungan dan

doa bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini.

11. Kakak dan Abang tersayang, Abba Chaterine boru Tambunan, Amd,

Alexander Tambunan, SE, Daniel Tambunan, ST yang telah memberikan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

12. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilham, Indra,

Imamdwiputra, Herbert, Cio, Fynce, Octavianus, Rado dan, Aldy.

13. Keluarga besar Departemen AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

14. Teman-teman seperjuangan, Togar Pandiangan, Moses Hasibuan, Andrew

Sinaga dan, Richart Mart.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak

membantu, memberikan semangat, dukungan, dan do’a selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini kemungkinan masih banyak

kekurangan, baik dari penulisan, pemahaman materi, pemakaian bahasa,

penyampaian materi, dan lain-lain. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran

dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2018

Penulis

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...........................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
ABSTRACT..............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum...........................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8


2.1 Koordinasi..........................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Koordinasi...............................................................................8
2.1.2 Syarat-syarat Koordinasi...........................................................................9
2.1.3 Sifat-sifat Koordinasi................................................................................9
2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Koordinasi..........................................9
2.1.5 Masalah-masalah Pencapaian Koordinasi yang Efektif.........................12
2.1.6 Pendekatan-pendekatan untuk Pencapaian Koordinasi yang Efektif.....13
2.1.7 Gejala Kurangnya Koordinasi................................................................13
2.1.8 Manfaat Koordinasi................................................................................14
2.1.9 Tipe Koordinasi......................................................................................15
2.1.10 Cara Melakukan Koordinasi.................................................................18
2.2 Demam Berdarah Dengue................................................................................19
2.2.1 Pengertian DBD......................................................................................19
2.2.2 Etiologi dan Penularan............................................................................19
2.2.3 Patogenesis..............................................................................................20
2.2.4 Gejala dan Tanda....................................................................................21
2.2.5 Kebijaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan DBD.........................21
2.2.6 Kegiatan Pokok Program........................................................................22
2.2.7 Tata Laksana Penanggulangan DBD......................................................23
2.2.8 Tindakan Pengendalian dan Pencegahan................................................25
2.3 Fokus Penelitian...............................................................................................27

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................29

3.1 Jenis Penelitian..................................................................................................29


viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................................29
3.2.1 Lokasi Penelitian.....................................................................................29
3.2.2 Waktu Penelitian.....................................................................................30
3.3 Informan Penelitian...........................................................................................30
3.4 Metode Pengumpulan Data................................................................................30
3.5 Pengolahan Data................................................................................................31
3.6 Instrumen Penelitian..........................................................................................31
3.7 Teknik Analisa Data..........................................................................................31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................33


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................................33
4.2 Karakteristik Informan......................................................................................34
4.3 Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan DBD..........35
4.3.1 Kesatuan Tindakan.................................................................................39
4.3.2 Komunikasi............................................................................................41
4.3.3 Pembagian Kerja....................................................................................43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................48


5.1 Kesimpulan.......................................................................................................48
5.2 Saran.................................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 : Analisis domain koordinasi...............................................................32

Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang


Tahun 2016........................................................................................33

Tabel 4.2 : Distribusi Penyebaran Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di


Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2016.........................33

Tabel 4.3 : Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Desa Lalang tahun 2016...........34

Tabel 4.4 : Karakteristik Informan.......................................................................34

x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Fokus Penelitian.................................................................................27

xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Mendalam......................................................52

Lampiran 2. Hasil Wawancara Mendalam............................................................57

xii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Andreas Tala Hilaga yang dilahirkan pada tanggal 16

Maret Tahun 1995 di Tarutung, beragama Kristen, tinggal di Jl. Gatot Subroto

Km 7,5 Komp. Disnak No. 22a Kota Medan. Penulis merupakan anak Keempat

dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda drh. Edward Daulay Tambunan

dan Ibunda Nursinta Rumintang br. Manalu

Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Swasta Santo Thomas

4 Medan pada tahun 2001 dan selesai tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama

Swasta Santo Thomas 3 Medan pada tahun 2007 dan selesai tahun 2010, Sekolah

Menengah Swasta Santo Thomas 3 Medan pada tahun 2010 dan selesai tahun

2013, pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan dan selesai di tahun 2018.

xiii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Berbagai program kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan hal tersebut.

Salah satu pokok program kesehatan yang dilaksanakan adalah pemberantasan

penyakit menular.Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah

kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi adalah

penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit yang ditularkan melalui

nyamuk Aedes aegypti ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lingkungan

domestik maupun iklim, demografi, sosial ekonomi dan perilaku (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat,2006).

Berdasarkan profil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2015, kasus DBD sudah menjadi masalah endemis 112

kabupaten, 605 kecamatan, dan 1.800 desa/kelurahan di Indonesia. Hal tersebut

menunjukan bahwa penyakit DBD hampir terjadi sepanjang waktu setiap tahun di

berbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 2012 sebanyak 90.245 kasus, dengan

angka kesakitan (Incidence Rate/IR) 37,27% per 100.000 penduduk. Pada tahun

2013 sebanyak 112.511 kasus, dengan angka kesakitan (IR) 45,85% per 100.000

penduduk dan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) 0,77%. Kemudian pada

tahun 2014 tercatat sebanyak 433 kabupaten/kota terjangkit DBD dari 514

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

kabupaten/kota yang ada, dengan jumlah kasus DBD sebanyak 100.347 kasus

(turun sebesar 10,8% dari tahun 2013). Adapun kasus DBD pada tahun 2015

sampai dengan bulan juni sebanyak 48.480 kasus, dengan kematian sebanyak 872

orang, diantaranya9 provinsi pada triwulan 1 tahun 2015 yang mengalami

peningkatan kasus DBD, dan bebagai wilayah mengalami KLD DBD, seperti

Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Jawa

Tengah, Kalimantan Barat dan Riau (Kemenkes RI, 2015)

Pada tahun 2013 terdapat jumlah kasus DBD yang dilaporkan oleh Dinas

Kesehatan Propinsi Sumatera Utara sebanyak 4.732 kasus kesakitan dengan

jumlah kasus meninggal sebanyak 45 orang. Jumlah ini mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 1.253 kasus dengan

jumlah kematian sebanyak 16 orang. (Dinkes Prov Sumut, 2014).

Kota Medan merupakan salah satu daerah yang dikategorikan endemis di

Provinsi Sumatera Utara. Data laporan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2014

terdapat kasus DBD sebanyak 1270 kasus DBD dengan kematian sebanyak 9

kasus. Pada tahun 2015 prevalensi kasus DBD sebanyak 1699 kasus dengan

kematian sebanyak 15 kasus. Kecamatan yang ada di Kota Medan semuanya

sudah diklasifikan menjadi daerah endemis DBD. Kecamatan Medan Helvetia,

Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Denai dan Medan Selayang merupakan lima

kecamatan yang paling tinggi kasusnya (Dinkes Kota Medan, 2016).

Berdasarkan data dari bidang P2P Dinkes Kota Medan tahun 2014 jumlah

kasus DBD sebesar 1270 kasus. Dimana Incidence Rate kasus DBD sebesar IR=

59,8 per 100.000 penduduk, sementara Case Fatality Rate (CFR) sebesar 23%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kemudian pada tahun 2015 terdapat 1.699 kasus DBD dengan Insiden Rate

IR=77,5 per 100.000 penduduk, sementara (CFR) 0,9 % (Profil Kesehatan Kota

Medan,2015).

Dari data tersebut bahwa setiap tahun terjadi kasus DBD yang cenderung

tinggi. Dimana jumlah penderita DBD pada tahun 2012 terdapat 2384 kasus

dengan angka kematian sebanyak 22, tahun 2013 jumlah kasus sebanyak 1201

kasus dan angka kematian 7, kemudian tahun 2014 jumlah kasus sebanyak 1270

dengan angka kematian 9, dan pada tahun 2015 terdapat sebanyak 1699 kasus

dengan jumlah kematian sebanyak 15 (Dinkes Kota Medan Tahun 2016).

Hasil laporan Dinas Kesehatan Kota Medan diketahui bahwa Kecamatan

Medan Sunggal merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kasus DBD

tertinggi di Kota Medan. Kecamatan Medan Sunggal memiliki 159 kasus DBD

sementara Kecamatan Medan Helvetia sebanyak 121 kasus DBD sedangkan untuk

kasus masyarakat yang meninggal akibat penyakit DBD di Kecamatan Medan

Sunggal terdapat 1 orang sedangkan Kecamatan Medan Helvetia terdapat 2 kasus

meninggal akibat DBD (Dinkes Kota Medan, 2016).

Berdasarkan laporan kajian kebijakan penanggulangan wabah penyakit

menular, yakni studi kasus DBD yang dilakukan di beberapa provinsi di

Indonesia, menyatakan bahwa kendala penting yang masih terjadi saat ini dalam

menangani DBD adalah kurang atau tidak adanya koordinasi dari instansi-instansi

yang seharusnya terkait dalam menangani DBD sehingga menimbulkan masalah

tersendiri di lapangan. Penanganan DBD tidak semata-mata tugas dinas kesehatan,

melainkan juga terkait dengan instansi lainnya. Instansi-instansi yang mengatur


tata kota dan pemukiman, kebersihan lingkungan hidup bahkan dinas pendidikan

(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan bertanggung

jawab atas masalah kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Tingginya beban

puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan juga menjadi kendala

utama yang dihadapi dalam implementasi kebijakan penanggulangan penyakit

menular dalam kasus DBD (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Survei awal yang saya lakukan pada tanggal 8 Agustus 2017 saya melihat

di lapangan menunjukkan bahwa puskesmas seolah-olah menjadi penanggung

jawab tunggal atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Masyarakat belum

mendapatkan informasi tentang akan diadakan nya pelaksanaan PSN pada jum’at

bersih, sehingga masyarakat tidak bersedia untuk diperiksa. Masyarakat belum

mengetahui prosedur pengaduan apabila ada penyakit DBD di sekitaran rumahnya

sehingga belum terlaksananya fogging. Belum adanya pemerintah setempat yang

ikut berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan

DBD.

Wawancara singkat yang saya lakukan tanggal 8 Agustus 2017 dengan

kepala puskesmas, menyatakan kendala-kendala tersebut terjadi karena koordinasi

dengan pemerintah setempat, seperti camat, lurah, dan kepling kurang berjalan

baik. Hal ini disebabkan informasi yang dibangun dalam pertemuan yang

dilaksanakan per 3 bulan sekali tidak dilaksanakan dengan baik hal ini terlihat

dengan adanya kurangnya responya warga dalam pemeriksaan jentik yang


dilakukan oleh puskesmas. Padahal masalah kesehatan khususnya DBD tidak

mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya kerjasama dari semua sektor.

Menurut Handoko (2003), koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-

tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau

bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien.

Koordinasi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: kesatuan tindakan,

komunikasi,pembagian kerja dan disiplin. Faktor-faktor tersebut sangat

menentukan berjalan atau tidaknya koordinasi (Hasibuan,2008).

Penelitian Sriwulandari (2009) tentang evaluasi pelaksanaan program

pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue Dinas

Kesehatan Kabupaten Magetan, menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam

pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu

karena susahnya koordinasi dengan beberapa pihak. Dinyatakan bahwa susahnya

koordinasi dengan masyarakat maupun pihak desa terlihat dari terkadang ada

perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus yang menimpa warga.

Penelitian Kurniawan (2011) tentang implementasi program pencegahan

dan penanggulangan DBD di Kota Surakarta, menyatakan bahwa koordinasi

sangat diperlukan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai tujuan

kebijakan yang akan dilakukan. Koordinasi antara dinas kesehatan dengan

puskesmas dan kelompok kerja operasional DBD dilakukan melalui surat dan

hambatannya terjadi karena pokjanal tidak aktif.


Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin

melakukan penelitian untuk menganalisis pelaksanaan fungsi koordinasidalam

program penanggulangan DBD di Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan

Sunggal

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan fungsi

koordinasi lintas sektoral dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas

Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal tahun 2017.”

1. 3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan bagaimana pelaksanaan fungsi koordinasi lintas sektoral

dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Desa lalang Kecamatan

Medan Sunggal tahun 2017

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan bagaimana komunikasi dalam pelaksanaan program

penanggulangan DBD di wilayah kerja puskesmas desa lalang kecamatan

medan sunggal

2. Menjelaskan bagaimana kesatuan tindakan dalam pelaksanaan program

penanggulangan DBD di wilayah kerja puskesmas desa lalang kecamatan

medan sunggal
3. Menjelaskan bagaimana pembagian kerja dalam pelaksanaan program

penanggulangan DBD di wilayah kerja puskesmas desa lalang kecamatan

medan sunggal

1. 4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi

mengenai pelaksanaan fungsi koordinasi dalam program penanggulangan

DBD, sehingga dapat meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan penanggulangan DBD.

2. Bagi Puskesmas Desa Lalang, penelitian ini diharapkan dapat memberi

sumbangan pemikiran mengenai pelaksanaan koordinasi dalam program

penanggulangan DBD, sehingga dapat meningkatkan koordinasi antarunit

yang ada di puskesmas dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas tersebut.

3. Bagi Universitas Sumatera Utara dapat menambah referensi bagi

perpustakaan dan menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koordinasi

2.1.1 Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-

kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang

fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan

pegangan atas peranan mereka dalam organisasi (Handoko, 2003).

Menurut James D. Mooney, koordinasi adalah pengaturan usaha

sekelompok orang secara teraur untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam

mengusahakan tercapainya suatu tujuan bersama (Winardi, 2000), sedangkan

menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of

Management yang dikutip Handayaningrat (2002), Koordinasi adalah

mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan

pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu

sendiri. Menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang

dikutip Handayaningrat (2002), koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau

teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan

pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada

sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut

Terry meliputi :

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif

2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut

3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut.

2.1.2 Syarat-syarat Koordinasi

Koordinasi memiliki syarat-syarat yakni :

1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per bagian.

2. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antarbagian agar

saling berlomba

3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai

4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin bersemangat

(Handayaningrat, 2002).

2.1.3 Sifat-sifat Koordinasi

Koordinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Koordinasi dinamis, tidak statis.

2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer

dalam kerangka mencapai sasaran.

3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan

(Handayaningrat, 2002).

2.1.4 Hal-hal yang Memengaruhi Koordinasi

Hasibuan (2008), berpendapat bahwa Hal-hal yang memengaruhi

koordinasi sebagai berikut:

1. Kesatuan Tindakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi

atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan

anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi

tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri.Oleh sebab itu konsep kesatuan tindakan

adalah inti dari pada koordinasi.Kesatuan dari pada usaha berarti bahwa pemimpin

harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu

sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil.Kesatuan tindakan

ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu

koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa

kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

2. Komunikasi

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi,

sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang

dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Dalam organisasi

komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan

semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus

dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara

komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam

menciptakan komunikasi.

Tujuan komunikasi itu sendiri adalah menghibur, memberikan informasi

dan mendidik, dengan tujuan tersebut berdampak pada peningkatan pengetahuan

atau kognitif, membangun kesadaran sikap dan mengubah perilaku seseorang atau

masyarakat dalam suatu proses komunikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

3. Pembagian Kerja

Secara teoretis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan

bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau

lebih orang yang bekerja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat

mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Dalam suatu organisasi,

tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip

pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk

dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuannya, maka hendaknya

lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi

dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah

perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung

jawab untuk melaksanakan kegiatan yang terbatas.

Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektivitas secara

dramatis, karena tidak seorang pun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan

aktivitas dalam tugas-tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki

semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas.Oleh

karena itu perlu diadakan pemilahan bagian-bagian tugas dan membagi-baginya

kepada sejumlah orang.

4. Disiplin

Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara

terkoordinasi, agar masing-masing dapat meghasilkan hasil yang diharapkan.

Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar

kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masing-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar diperoleh

hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin.

Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau anggota

organisasi dikelola oleh pimpinan.Pimpinan diharapkan mampu menerapkan

konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui kesadaran bawahannya.

Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu menerapkan konsep disiplin positif pada

dirinya sendiri tentu dia juga tidak mungkin mampu menerapkannya pada orang

lain termasuk kepada bawahannya. Dengan demikian disiplin itu sangat penting

artinya dalam proses pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat

menentukan dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.

2.1.5 Masalah-masalah Pencapaian Koordinasi yang Efektif

Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch telah mengemukakan empat tipe

perbedaan dalam sikap dan cara kerja di antara bermacam-macam individu dan

departemen-departemen dalam organisasi yang mempersulit tugas

pengoordinasian bagian-bagian organisasi secara aktif, yaitu:

1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota dari

departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang

baagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik.

2. Perbedaan dalam orientasi waktu.

3. Perbedaan dalam orientasi antarpribadi.

4. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi

mungkin mempunyai metode-metode dan standar-standar yang berbeda untuk

mengevaluasi program (Handoko, 2003).


2.1.6 Pendekatan-pendekatan untuk Pencapaian Koordinasi yang Efektif

Ada tiga pendekatan untuk pencapaian koordinasi yang efektif, yaitu :

1. Pendekatan pertama, hanya mempergunakan teknik-teknik manajemen dasar :

hirarki manajerial, aturan dan prosedur serta rencana dan penetapan tujuan.

2. Pendekatan kedua yaitu meningkatkan koordinasi potensial melalui investasi

dalam sistem informasi vertikal dan penciptaan hubungan-hubungan ke samping.

3. Pendekatan ketiga yaitu mengurangi kebutuhan akan koordinasi melalui

penciptaan sumber daya-sumber daya tambahan dan penciptaan tugas-tugas yang

dapat berdiri sendiri (Handoko, 2003).

2.1.7 Gejala Kurangnya Koordinasi

Kurangnya koordinasi dalam suatu organisasi akan terlihat dari adanya

gejala-gejala berikut:

1. Petugas atau satuan-satuan organisasi bertengkar menuntut suatu bidang kerja

atau wewenang yang masing-masing menganggap termasuk dalam lingkungan

tugasnya. Sering terjadi kekembaran dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang

memboroskan tenaga, waktu dan material.

2. Petugas-petugas atau satuan-satuan organisasi saling melemparkan tanggung

jawab kepada pihak lain karena masing-masing merasa bahwa suatu pekerjaan

tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya.

3. Pencapaian tujuan organisasi tidak berjalan secara lancar karena suasana

organisasi terasa serba kacau dan petugas tampak ragu dalam pelaksanaan

pekerjaan (Sutarto, 2002).


2.1.8 Manfaat Koordinasi

Manfaat dilakukannya koordinasi adalah:

1.Koordinasi dapat menghindarkan perasaan lepas satu sama lain antara satuan-

satuan organisasi atau antara para pejabat yang ada dalam organisasi.

2.Koordinasi dapat menghindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa satuan

organisasi atau jabatan merupakan yang paling penting.

3.Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan timbulnya pertentangan

antarsatuan organisasi atau antarpejabat.

4. Koordinasi menghindarkan timbulnya rebutan fasilitas.

5.Koordinasi dapat menghindarkan terjadinya peristiwa waktu menunggu yang

memakan waktu lama.

6.Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadi kekembaran pengerjaan

terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekembaran

pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.

7.Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan

pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan-satuan organisasi atau

kekosongan pengerjaan terhadap tugas oleh para pejabat.

8.Koordinasi dapat menumbuhkan kesadaran di antara para pejabat untuk saling

bantu satu sama lain terutama di antara pejabat yang ada dalam satuan organisasi

yang sama.

9.Koordinasi dapat menumbuhkan kesadaran di antara para pejabat untuk saling

memberitahu masalah yang dihadapi bersama sehingga dapat dihindarkan

kemungkinan kerugian atau kejatuhan sesama pejabat lainnya.


10.Koordinasi dapat menjamin kesatuan sikap antarpejabat.

11.Koordinasi dapat menjamin adanya kesatuan kebijaksanaan antarpejabat.

12.Koordinasi dapat menjamin adanya kesatuan langkah antarpara pejabat.

13.Koordinasi dapat menjamin adany kesatuan tindakan antarpejabat (Sutarto,

2002).

2.1.9 Tipe Koordinasi

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan

disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan

untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik.Tipe

koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan

koordinasi horizontal.Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi.

Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

1. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination} adalah kegiatan-kegiatan

penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit,

kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung

jawabnya secara langsung.Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan,

karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur (Wursanto,

2005). Menurut Winardi (2000) ada empat elemen fundamental pada koordinasi

vertikal, yaitu:

a. Rantai Komando (chain of command)


Rantai komando adalah garis yang tidak putus dari wewenang yang

menjulur dari puncak organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa

melapor kepada siapa.

b. Rentang Pengawasan (span of control)

Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan secara

efisien dan efektif oleh seorang manajer.

c. Pendelegasian (delegation)

Pendelegasian adalah hak-hak inheren dalam suatu posisi manajerial untuk

memberikan perintah dan mengharapkan dipatuhinya perintah itu.

d. Sentralisasi-Desentralisasi (centralization-decentralization)

Sentralisasi merujuk kepada pembatasan tanggung jawab dalam

pengambilan keputusan yang berada pada puncak hirarki organisasi. Hanya

pemilik yang dapat mengambil keputusan apa yang harus dijual, dan berapa jam

dibuka. Sentralisasi tidak memberikan izin kepada karyawan untuk membuat

keputusan utama.Desentralisasi merujuk kepada perluasan tanggung jawab dalam

pengambilan keputusan kepada setiap level organisasi.Desentralisasi berasumsi

bahwa orang-orang terdekat kepada masalah yang paling tahu tentang suatu hal

dan dapat membuat keputusan yang terbaik dalam menangani suatu masalah.

Maka, keputusan tidak akan terlambat, yang biasanya terjadi jika top eksekutif

yang harus menangani seluruh masalah.

2. Koordinasi Horizontal (Horizontal Coordination) adalah

mengoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan,

pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi


(aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan

interrelated.

a. Interdisciplinaryadalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,

menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara

unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-

unit yang sama tugasnya.

b. Interrelatedadalah koordinasi antar badan (instansi); unit-unit yang fungsinya

berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau

mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf.

Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak

dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab

kedudukannya setingkat (Wursanto, 2005).

Dalam koordinasi horizontal empat elemen yang dapat ditempuh untuk

melaksanakan koordinasi adalah:

a. Departementalisasi matriks

Departementalisasi matriks adalah mengelompokkan suatu struktur yang

menciptakan lini rangkap dari wewenang, menggabungkan departementalisasi

fungsional dan produk.

b. Pembentukan tim-tim fungsional silang

Pembentukan tim-tim fungsional silang adalah membentuk beberapa tim

yang saling memiliki keterkaitan antara satu tim fungsional dan tim fungsional

lainnya dengan cara bekerja sama.

c. Satuan-satuan tugas (taskforce)


Satuan-satuan (taskforce) dibentuk oleh manajemen berupa kelompok-

kelompok tugas atau unit-unit yang melakukan tugas yang spesifik pada masing-

masing satuan.

d. Personil penghubung (liason personnel)

Personil penghubung (liason personnel) adalah orang yang ditugaskan

untuk menjadi penghubung antara satu bagian dengan bagian lain atau suatu unit

dengan unit lain agar pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan baik (Winardi,

2000).

2.1.10 Cara Melakukan Koordinasi

Koordinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Empat cara utama

dalam usaha memelihara koordinasi adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan pertemuan resmi antara unsur-unsur atau unit yang harus

dikoordinasikan. Dalam pertemuan seperti ini, dibahas dan diadakan

pertukaran pkiran dari pihak-pihak yang bersangkutan dengan tuujuan mereka

akan berjalan seiring dan bergandengan dalam mencapai suatu tujuan.

2. Mengangkat seseorang, suatu tim atau panitia koordinator yang khusus

bertugas melakukan kegiatan-kegiatan koordinasi, seperti memberi penjelasan

atau bimbingan kepada unit-unit yang dikoordinasikan.

3. Membuat buku pedoman yang berisi penjelasan tugas dari masing-masing

unit. Buku pedoman seperti itu diberikan kepada setiap unit untuk

dipedomani dalam pelaksanaan tugas masing-masing.


4. Pimpinan atau atasan mengadakan pertemuan-pertemuan dengan bawahannya

dalam rangka pemberian bimbingan,, konsultasi dan pengarahan (Manullang,

2001).

2.2 Demam Berdarah Dengue

2.2.1 Pengertian DBD

Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan

Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,

berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan (petekie,

purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan

gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede)

positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/1), hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit ≥ 20 %) disertai atau tanpa pembesaran hati

(hepatomegali) (Depkes RI, 2005).

2.2.2 Etiologi dan Penularan

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok albovirus B,

yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini

termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan)

dan Aedes albopictus (di daerah perdesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti

adalah :

1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


20

2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

WC, tempayan, drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng,

barang bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dll.

3. Jarak terbang ± 100m

4. Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

5. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.

Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang terinfeksi

saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam

darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama

dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka

virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh

manusia virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan

mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri

dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu

(Widoyono, 2008).

2.2.3 Patogenesis

Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah

manusia untuk kemudian bereplikasi atau memperbanyak diri. Sebagai

perlawanan tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk

kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.

Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang

merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya

ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut

akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit.

Akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai

perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah),

saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), organ vital (jantung, hati, ginjal) yang

sering mengakibatkan kematian (Widoyono, 2008).

2.2.4 Gejala dan Tanda

Pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan tanda-tanda berikut :

1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas

2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+)

sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah

hitam

3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 µL),

hematokrit meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40)

4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar, (DSS, Dengue Shock Syndrome)

(Widoyono, 2008).

2.2.5 Kebijaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan DBD

Kebijaksanaan pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan

adalah:

1. Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap P2DBD

2. Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD

3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Memantapkan kerja sama lintas sektor/lintas program (Depkes RI, 2004).

2.2.6 Kegiatan Pokok Program

1. Kewaspadaan dini penyakit demam berdarah dengue

a. Penemuan dan pelaporan penderita

b. Penanggulangan fokus

1) Penyelidikan epidemiologi (PE)

2) Penyuluhan, 3M, abatisasi, pengasapan fokus

c. Pemberantasan vektor intensif (di desa endemis)

1) Penyuluhan, 3M, abatisasi

2) Pengasapan massal

d. Bulan kewaspadaan “gerakan endemis” pada saat sebelum penularan

1) Penyuluhan intensif

2) Kerja bakti 3M

3) Kunjungan rumah

e. Pemantauan jentik berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali.

f. Promosi kesehatan penyakit DBD berupa komunikasi perubahan perilaku

dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui pesan pokok “3M”.

2. Pemberantasan vektor nyamuk penular

a. Nyamuk dewasa dengan pengasapan

b. Jentik dengan PSN:

1) Fisik : 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)

2) Larvasida : Bubuk Temephos (“abatisasi/altosid”)

3) Ikanisasi : ikan adu/cupang. Tempalo di Palembang


3. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

a. Penyuluhan

b. PSN (3M)

c. Abatisasi selektif

d. Fogging massal

4. Peningkatan SDM dan meningkatkan jenjang kemitraan

a. Pelatihan

b. Seminar

c. Diskusi

d. Penelitian (epidemiologi, vektor, sosio-budaya, manajemen program)

e. Kerja sama dengan LSM/swasta (Depkes RI, 2004).

2.2.7 Tata Laksana Penanggulangan DBD

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti

dengankagiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus,

sehinggakemungkinan penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat

dicegah.Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat

diperlukanperan serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan

kegiatanpemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.

1. Penyelidikan Epidemiologis(PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD

atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di

tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-

tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah

untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan
penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE

juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD

lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan

menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.

2. Penanggulangan Fokusadalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD

yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam

berdarah dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan dan penyemprotan

(pengasapan) menggunakan insektisisda sesuai kriteria. Tujuannya adalah

membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat

tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat

umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)adalah upaya penanggulangan

yang meliputi : pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor

penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian

penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB.

Tujuannya adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di

suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Penilaian Penanggulangan

KLB meliputi penilaian operasional dan penilaianepidemiologi. Penilaian

operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage)

pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan

melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang

direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan

penilaian epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya


penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD dengan cara

membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah

penanggulangan KLB.

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)adalah

kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD

(Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah

mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat dicegah dan

dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ).

Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat

dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan dengan ”3M”, yaitu (1)

menguras dan menyikat tempat-trempat penampungan air, (2) menutup rapat-

arapat tempat penampungan air, dan (3) mengubur atau menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan.

5. Pemeriksaan Jentik Berkalaadalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh

petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik).

Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular demam

berdarah dengue termasuk memotivasi keluarga/masyarakat dalam

melaksanakan PSN DBD (Depkes RI, 2004).

2.2.8 Tindakan Pengendalian dan Pencegahan

Tindakan pengendalian dan pencegahan DBD adalah:

a. Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat didefenisikan sebagai sebuah proses yang

melibatkan setiap individu, keluarga dan masyarakat didalam perencanaan dan

pelaksanaan aktivitas pengendalian vektor di tingkat lokal untuk memastikan

bahwa kegiatan tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan prioritas

penduduk yang tinggal di masyarakat, serta mempromosikan kemandirian

masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan itu sendiri.

b. Koordinasi antarsektor

Perkembangan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara telah memuculkan

berbagai masalah di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan yang dapat

meningkatkan penyebaran nyamuk. Dengan demikian, masalah penyakit DBD

mungkin melebihi kemampuan kementrian kesehatan. Kegiatan pencegahan dan

pengendalian penyakit DBD memerlukan koordinasi dan kerja sama yang erat

antara sektor kesehatan dan sektor non kesehatan (baik dari pemerintah maupun

swasta), lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat setempat.

c. Pengembangan metode

Pengembangan metode untuk pengendalian penyakit DBD melalui

pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai untuk menetapkan penggerak

utama yang potensial di dalam masyarakat dan untuk mengkaji cara yang dapat

membujuk mereka agar mau berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor.

Faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang dapat meningkatkan atau

menurunkan partisipasi masyarakat harus dikaji secara mendalam guna

mendapatkan lebih banyak partisipasi dari masyarakat.

d. Mobilisasi sosial
Pertemuan curah pendapat harus diadakan bagi pembuat kebijakan untuk

mencapai komitmen politis di dalam pelasanaan kampanye kerja bakti dan sanitasi

lingkungan. Pertemuan koordinasi antarsektor harus dilakukan untuk mengkaji

donor potensial pendukung pelaksanaan kegiatan dan kampanye massal

pengendalian larva dan untuk membantu pendanaan program ini. pelatihan

orientasi ulang bagi tenaga kesehatan harus dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan teknis dan kemampuan mereka di dalam mengawasi jalannya

kegiatan pencegahan dan pengendalian.

e. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting untuk mendapat partisipasi

masyarakat. Untuk bisa mengubah perilaku masyarakat dibutuhkan waktu yang

panjang, sehingga pendidikan keseahtan harus dilakukan secara

berkesinambungan. Walaupun negara mungkin memiliki sumber daya yang

terbatas, pendidikan kesehatan harus dijadikan prioritas di wilayah yang endemik

dan di wilayah yang berisiko tinggi terhadap demam berdarah (WHO, 2004).

2.3 Fokus Penelitian

Berdasrkan landasan teori yang ada maka fokus penelitian untuk penelitian

ini ditunjukkan pada gambar berikut ini:

Kesatuan Tindakan
Pelaksanaan program penanggulangan DBD

Komunikasi

Pembagian kerja

Gambar 2.1 Fokus Penelitian


Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian

sebagai berikut:

1. Kesatuan tindakan adalah kerjasama yang dilakukan pihak-pihak terkait

dalam penanggulangan DBD

2. Komunikasi adalah penyampaian pesan dua arah baik secara formal maupun

informal oleh pihak-pihak terkait mengenai penanggulangan DBD

(komunikasi kepala puskesmas dengan penanggungjawab program

puskesmas, komunikasi kepala puskesmas dan atau penanggungjawab

program dengan pemerintahan setempat (camat, lurah, kepala lingkungan.),

komunikasi pemerintahan setempat.

3. Pembagian kerja adalah perincian tugas sesuai jabatan bagi pihak-pihak

terkait dalam penanggulangan DBD

4. Pelaksanaan program penanggulangan DBD adalah proses berjalannya

program penanggulangan DBD(fogging,PSN,Abatisasi)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

dengan rancangan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini dipilih dengan

pertimbangan untuk dapat memperoleh data dan informasi secara lebih lengkap,

lebih mendalam dan bermakna serta dapat mendeskripsikan suatu situasi secara

komprehensif dalam konteks yang sesungguhnya. Melalui metode ini dapat

ditemukan data yang bersifat proses suatu kegiatan atau program, perkembangan

program, masalah-masalah yang di hadapi dalam suatu kegiatan serta hal lain

yang memerlukan pendeskripsian dalam bentuk kata-kata bukan hanya

angka(Sugiyono,2012).

Peneliti memilih bentuk penelitian deksriptif dengan pendekatan kualitatif

karena peneliti ingin memaparkan/mendekripsikan bagaimana pelaksanaan fungsi

koordinasi dalam program pencegahan dan penanggulangan demam berdarah

dengue(DBD) di wilayah kerja puskesmas desa lalang kecamatan medan sunggal

dan kendala yang terjadi dalam koordinasi pada pelaksanaan program tersebut.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Desa lalang,

denganpertimbangan bahwa berdasarkan data Puskesmas Desa Lalang Tahun

2016 diketahui terdapat 98 kasus dan di wilayah Medan Sunggal terdapat 159

kasus dan 1 meninggal dunia. Penulis ingin menelitibagaimana koordinasi lintas

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30

sektoral dalam melaksanakan program penanggulangan dan pencegahan demam

berdarah dengue (DBD).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu Agustus 2017 hingga Mei

2018. Penelitian ini dimulai dari pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar

pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, konsultasi dengan

dosen pembimbing, pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan laporan

akhir.

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini Informan diambil dengan menggunakan teknik

purposive, yaitu teknik dimana peneliti mempunyai atau memiliki kecenderungan

untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan

permasalahannya secara mendalam berkaitan dengan topik penelitian, yaitu

koordinasi antar unit yang ada di puskesmas dan lintas sektoral di wilayah kerja

puskesmas, berjumlah delapan informan, yang terdiri dari satu informan kepala

puskesmas, satu informan petugas DBD puskesmas, satu informan camat Medan

Sunggal, satu informan lurah,satu informan kepala lingkungan, satu informan

kader DBD dan dua informan masyarakat (yang pernah menderita penyakit DBD

dan yang tidak pernah menderita penyakit DBD).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

1. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in-depth interview)

kepada informan dengan berpedoman pada panduan wawancara yang

telahdipersiapkan.

2. Data sekunder diperoleh dari data Puskesmas MedanDesa Lalang dan instansi

yang terkait dengan penelitian ini.

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukakn dalam penelitian ini adalah dengan

triangulasi sumber, yaitu dengan melakukan pengecekan kembali data-data yang

diperoleh dari informasi dengan cara menanyakan kebenaran data atau informasi

kepada informan yang satu dengan informan yang lainnya(Sugiyono,2012)

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain:

1. Pedoman Wawancara Mendalam

2. Perekam Suara

3. Kamera

4. Buku Tulis dan Alat Pencatat

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

domain. Menurut Spradley dalam Sugiyono (2012) analisis domain dilakukan

untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang diteliti atau obyek penelitian. Untuk menemukan domain dari obyek yang

diteliti, maka dilakukan analisis hubungan semantik antar kategori dengan tipe

sebab akibat. Model analisis domain dengan hubungan semantik pada penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Analisis domain koordinasi


Rincian Domain Hubungan Domain
Semantik
1. Komunikasi

2. Pembagian kerja
Terlaksananya fungsi
3. Kesatuan tindakan Adalah sebab dari koordinasi
BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Desa lalang terletak di Jalan Binjai km 7,5 pasar II kecamatan

Medan Sunggal dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kelurahan Cinta Damai

2. Sebelah Selatan : Kelurahan Sei Sikambing B

3. Sebelah Barat : Kelurahan Lalang

4. Sebelah Timur : Simpang Tanjung

Puskesmas ini mencakup 2 kelurahan, 35 lingkungan, 10396 Kepala

Keluarga, dengan 51708 jumlah penduduk jiwa.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desa lalang

Tahun 2016

Jumlah Jumlah Luas


NO. Kelurahan KK
Penduduk Lingkungan Wilayah/Ha
1. Lalang 4488 21551 13 114
2. Sei Sikambing B 5908 30157 22 120,5
Jumlah 10396 51708 35 334,5
Sumber : Data Puskesmas Desa Lalang 2016

Tabel 4.2 Distribusi Penyebaran Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2016

NO. Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah


1. Lalang 10978 10573 21551
2. Sei Sikambing B 15149 14738 30157
Jumlah 26127 25311 51708
Sumber : Data Puskesmas Desa Lalang 2016

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34

Tabel 4.3 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Desa Lalang Tahun 2016

Tenaga Kesehatan Jumlah


Dokter Umum 8
Dokter Gigi 5
Sarjana Kesehatan Masyarakat 8
Perawat 11
Bidan 15
Perawat Gigi 1
Analis 2
Asisten Apoteker 2
Pelaksana Gizi 2

Sumber : Puskesmas Desa lalang 2012

4.2 Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Karakteristik Informan

Jenis Umur Pendi


No. Informan Jabatan
Kelamin (tahun) dikan
1. dr.Hj. Rafidah, Perempuan 48 S1 Kepala
Sp.Ak Puskesmas
2. Hariani Abriana Perempuan 51 S1 Penanggungjawab
Saragih SKM program DBD
Puskesmas Desa
Lalang
3. Baharuddin Laki-laki 50 S1 Camat Medan
Ritonga SSTP Sunggal
4. Subhan Fajri Laki-laki 51 S1 Lurah Desa
Harahap Lalang
5. Ismansyah Laki-laki 51 SMA Kepala
Lingkungan
6. Neneng Perempuan 44 SMA Kader Jumantik
7. Tumbur Sagala Laki-laki 48 SMA Masyarakat
penderita DBD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jenis
No. Informan Umur Pendi
Kelamin Jabatan
(tahun) dikan
8. Tioliza Sihotang Perempuan 50 SMA Masyarakat bukan
penderita DBD

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah informan dalam penelitian

ini adalah 8 informan, yang terdiri dari , 1 informan Kepala Puskesmas Desa

lalang yang berusia 48 tahun dengan pendidikan S2 (informan 1), 1 informan

penanggung jawab program DBD Puskesmas Desa lalang yang berusia 51 tahun

dengan pendidikan S1(Informan 2), 1 informan Sekretaris Camat Medan Sunggal

yang berusia 50 tahun dengan pendidikan S1(Informan 3), 1 informan Lurah

Lalang yang berusia 51 tahun dengan pendidikan S1(Informan 4), 1 informan

Kepala Lingkungan yang berusia 52 tahun dengan pendidikan SMA(Informan5),

1 informan kader Jumantik yang berusia 44 tahun dengan pendidikan

SMA(Informan 6), 1 informan masyarakat yang menderita DBD berusia 48 tahun

dengan pendidikan SMA (Informan 7) dan 1 informan masyarakat yang tidak

menderita DBD berusia 50 tahun dengan pendidikan SMA(Informan 8).

4.3 Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Dalam Program Penanggulangan

DBD

4.3.1 Kesatuan Tindakan

Koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota nya organisasi atau

satuan untuk saling menyesuaikan diri atau tugas nya dengan anggota atau satuan

organisasi lainnya agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Berdasarkan hasil penelitian

di Puskesmas Desa lalang di Wilayah kecamatan Medan Sunggal Semua informan


mengatakan pentingnya kesatuan tindakan, adapun salah satu kutipan informan

yang menjelaskan hal tersebut :

“Penting la. Semua yang berhubungan dengan DBD harus bekerjasama.

Semuanya kepling, lurah, camat, puskesmas dan masyarakat harus bekerja

sama.”

(Informan 3)

Penting la. Itu semua terlibat. Kalau hubungan kasusnya banyak, kan pemko

nanya kenapa begini kecamatannya. Kalau seperti itu camatnya tekankan

bawahannya, Dan bekerjasama dengan puskesmas kelapangan.

(Informan 5)

Penting la. Ya kayak ada masyarakat yang gak mau buka kan rumahnya kalau

PSN kalau sudah seperti itu kita bilang kepling agar mendampingi

(Informan 1)

Menurut informan tersebut semua pihak yang terkait harus ikut bekerja

sama untuk menanggunglangi masalah penyakit DBD. Informan lain juga

menambahkan pendapatnya mengenai pentingnya kesatuan tindakan. Berikut

kutipan dari informan:

“perlu la perlu tanpa adanya kerjasama dengan kepling, kelurahan, puskesmas

gak bisa. Apalagi pas fogging harus ada keplingnya yang mendampingi

puskesmas.”

(Informan 6)

Meskipun Seluruh informan menyadari pentingnya kesatuan tindakan

dalam penanggulangan DBD, belum adanya jadwal rutin untuk rapat tersebut
mengakibatkan pada pertemuan tersebut tidak semua sektor-sektor lainnya dapat

menghadirinya. Berikut kutipan dari informan:

“kalau rapat lintas sektoral pun. Tapi ya gak rutin la. Makanya liat kasus

DBDnya tadi. Kalau sudah banyak baru kita buat rapat. Pertemuan terakhir

dihadiri oleh pak camat, pak lurah, ibu pkk dan kepala lingkungan.”

(Informan 1)

Kalau rapat lintas sektoral ada minimal sekali dalam tiga bulan, tapi tidak pake

jadwal. Kebanyakan pas mau ada kegiatan baru ada rapat.

(Informan 3)

Menurut kutipan diatas belum ada nya jadwal rutin yang dijadwalkan

untuk membahas masalah ini. Hanya waktu ada kasus yang banyak baru diadakan

rapat. Menurut informan tersebut rapat dilaksanakan sewaktu akan melaksanakan

kegiatan dengan puskesmas. Belum ada jadwal yang terjadwal. Sehingga belum

ada kesamaan persepsi yang ditimbulkan dalam pelaksanaan penanggulangan

demam berdarah dengue (DBD) di lingkungan masyarakat.

Pembahasan

Dalam penelitian ini, seluruh informan yang ada sangat menyadari

pentingnya keterlibatan seluruh pihak dalam penanggulangan DBD.Walaupun

seluruh informan menyadari pentingnya keterlibatan seluruh pihak dalam

penanggulangan DBD, pada kenyataannya, pemerintah setempat belum terlibat

langsung untuk mengatur kegiatan penanggulangan DBD, Serta belum adanya

pengawasan langsung dari pemerintah setempat terhadap keterlibatan masyarakat

dalam penanggulangan DBD. Padahal sangat dibutuhkan pengawasan dari


pemerintah setempat agar warganya turut serta dalam kegiatan penanggulangan

DBD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dalimunthe (2012) yang

mengemukakan dalam upaya penanggulangan DBD Puskesmas Pembantu

Sidorejo Hilir melaksanakan kerjasama dengan pihak kecamatan, kelurahan dan

kepala lingkungan yang ada di wilayah kerjanya. Terutama dengan kepala

lingkungan yang sangat diharapkan bantuannya dalam mengawasi warganya

dalam pelaksanaan PSN dan gotong royong.

Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini, kegiatan-kegiatan yang

dilakukan untuk menanggulangi DBD seperti PSN masih saja terdapat kendala

yaitu masyarakat menolak saat akan dilaksanakan PSN di rumahnya. Kurangnya

partisipasi masyarakat bukan semata salah masyarakat itu sendiri. Melainkan juga

diasumsikan karena kurangnya tindakan promotif yang dilakukan puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini, kegiatan promotif

seperti penyuluhan terlihat kurang maksimal dikarenakan dilakukan di posyandu

sehingga hanya yang memiliki bayi saja yang mendapatkan informasi, sama

halnya dengan apabila penyuluhan pada pasien yang berobat di puskesmas, maka

hanya pasien yang berobat ke puskesmas saja yang mendapatkan informasi

tentang DBD.

Berdasarkan hasil penelitian Anita (2012), kurangnya partisipasi dan

kerjasama antara anggota masyarakat menjadi faktor utama sulitnya

penanggulangan DBD. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi timbul apabila

masyarakat mengetahui dampak buruk DBD. Kurangnya pengetahuan masyarakat

disebabkan oleh kurangnya penyuluhan yang diberikan pada mayarakat.


Di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang, program penanggulangan DBD

merupakan program puskesmas dan belum mendapatkan perhatian dari pihak

kelurahan. Itulah sebabnya belum ada kesatuan tindakan dari pemerintah setempat

dalam kegiatan penanggulangan DBD.Berdasarkan hasil penelitian Putri (2012),

keberhasilan Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang

dalam menekankasus DBD disebabkankarena program penanggulangan DBD

sudah menjadi program rutin dari kelurahan.Setiap minggunya pelaksanaan PSN

di bawah pantauan lurah dan kasikesos. Selain itu, dalam penelitian ini disebutkan

keberhasilan menurunkan angka DBD karena sudah adanya Peraturan Daerah

Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam

Berdarah Dengue di Kota Semarang, pemerintah dituntut berperanaktif dalam

pengendalian DBD, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak

terkecuali kelurahan. Bahkan, ada peraturan baru berupa peraturan tidak tertulis

dari pemerintah Kota Semarang yang menyebutkan bahwa camat dan lurah akan

dicabut jabatannya apabila tidak berhasil menurunkan angka DBD di wilayah

masing-masing.

Belum adanya keterlibatan langsung pemerintah setempat terhadap

kegiatan penanggulangan DBD serta perhatian yang kurang diberikan oleh

pemerintah setempat dalam kegiatan penanggulangan DBD menunjukkan bahwa

kesatuan tindakan belum maksimal. Hal ini tentu berdampak pada belum

maksimalnya koordinasi lintas sektor yang dilakukan.

4.3.2 Komunikasi
40

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi

sejumlah unit dalam organisasi akan dapat berkoordinasi sebagaimana deengan

adanya komunikasi yang mereka adakan. Komunikasi yang diteliti dalam

penelitian ini adalah komunikasi antara kepala puskesmas dengan

penanggungjawab program DBD, kepala puskesmas dan atau penanggungjawab

program DBD dengan pemerintahan setempat (camat, lurah, kepala lingkungan)

serta pemerintahan setempat ( camat dengan lurah, lurah dengan kepala

lingkungan). Hasil penelitian menemukan bagaimana cara komunikasi yang

dilakukan informan. Berikut adalah kutipan informan:

”koordinasinya ya melalui surat, kadang kita langsung datang kesana.

Apabila waktunya mepet kita langsung datang kesana atau kadang menelepon

pak camat.”

(Informan 1)

Menurut informan tersebut komunikasi yang dilakukan dengan cara

informal melalui telepon dan cara formal melalui surat untuk berkoordinasi.

Dalam hal kesinambungan komunikasi yang disampaikan dalam penelitian ini

ditemukan komunikasi yang disampaikan antara puskesmas dengan pemerintahan

setempat. Berikut kutipan dari informan:

“jadi kita kan minta kerjasama dari kecamatan untuk melakukan pencanangan,

tentunya harus menghayo-hayokan masyarakat untuk melaksanakan PSN jadi kita

meminta biar camat yang menginstrusksikan lurah, lurah menginstruksikan

kepling karena itu kan bawahan nya.

(Infoman 1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Menurut informan diatas jenis komunikasi lintas sektoral yang dilakukan

adalah jenis komunikasi searah lebih bersifat instruksi, puskesmas menyampaikan

informasi kepada camat dan kemudian diteruskan oleh camat kepada

bawahannyayang diharapkan informasi tersebut disampaikan dengan baik kepada

bawahan nya, hasil dari komunikasi diatas belum tersampaikan dengan baik,

dikarenakan kadang informasi yang diberikan putus ditengah jalan. Informasi

yang disampaikan ke masyarakat belum sampai sebagai mana mestinya hal ini

dilihat dari kutipan berikut ini:

“masyarakat itu harus ada instruksi baru bergerak.”

(Informan 3)

“itulah kadang ada masyarakat yang tidak mau difogging rumahnya,

kalau sakit ya sakit nya itu, katanya.

(Informan 2)

Berdasarkan kutipan diatas menyatakan bahwa komunikasi yang ada

masih belum sampai sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan

tanggapan yang baik dari penerima informasi terhadap informasi yang

disampaikan dan kesinambungan komunikasi yang terus menerus mengingatkan

pihak pihak terkait dalam pelaksanaan penanggulangan demam berdarah dengue.

Pembahasan

Dalam penelitian ini, komunikasi dilakukan secara berjenjang di instansi

masing-masing. Dalam organisasi, terdapat dua jenis komunikasi vertikal yaitu

komunikasi vertikal ke bawah (Downward Communication) dan komunikasi

vertikal ke atas (Upward Communication). Pada komunikasi vertikal ke bawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


arus pesan dan informasi dari pimpinan yang berada pada struktur lapisan atas

organisasi mengalir ke seluruh lapisan bawah organisasi. Aktivitas komunikasi

pada tingkat ini, para pimpinan memberikan berbagai informasi yang relevan

dengan pekerjaan dan organisasi, seperti instruksi, pengarahan dan penjelasan

tentang berbagai hal yang diperlukan, persuasi atau motivasi dan bahkan juga

hukuman apabila tidak dapat melakukan tugas yang diberikan dengan baik.

Dalam penelitian ini, bentuk komunikasi vertikal kebawah dilakukan oleh

kepala puskesmas kepada penanggungjawab program DBD, serta camat kepada

lurah dan selanjutnya kepada kepala lingkungan. Pelaksanaan komunikasi vertikal

dilakukan dengan memberikan arahan dan instruksi.

Pelaksanaan rapat di tingkat puskesmas juga dilakukan dalam bentuk

minilok puskesmas yang dilakukan setiap sebulan sekali.Dalam rapat tersebut

kepala puskesmas selalu memberikan arahan terkait kasus DBD yang terjadi.

Selain itu, kepala puskesmas juga mengevaluasi program DBD dalam rapat yang

dilakukan per triwulan dan per tahun. Dalam hal tersebut akan dievaluasi

mengenai pelaksanaan PSN dan juga jumlah kasus DBD yang ada dalam tiga

bulan terakhir.

Selain komunikasi vertikal ke bawah, adajuga yang disebut dengan

Komunikasi Vertikal ke Atas (Upward Communication). Arus pesan yang

mengalir pada tingkat ini, adalah arus pesan dari karyawan kepada pimpinan

mereka, baik kepada kepala bagian, kepada kepala divisi, kepada kepala

departemen maupun pimpinan puncak. Arus pesan kepada atasan ini berisikan

tentang laporan (harian, mingguan, bulanan, dan tahunan), tugas-tugas yang telah
diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau kurang jelas mengenai metode dan

prosedur kerja. Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa puskesmas selalu

melaporkan kasus DBD kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Laporan tersebut

berupa laporan mingguan, bulanan dan tahunan.

Dalam penelitian ini, puskesmas juga melakukan komunikasi dengan

pihak lintas sektoral. Media yang digunakan dalam komunikasi untuk

melaksanakan koordinasi adalah melalui surat, telepon seluler maupun tatap muka

secara langsung.

Berdasarkan yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa komunikasi

sudah dilakukan. Namun, komunikasi tersebut masih bersifat satu arah. Dalam

pelaksanaan rapat lebih dominan pemberian arahan dan instruksi, belum diikuti

penjelasan yang rinci mengenai informasi penting terkait DBD.

Selain itu, kesinambungan komunikasi dengan pihak lintas sektoral harus

ditingkatkan dengan berbagi informasi dalam setiap pertemuan lintas sektoral

sehingga informasi penting terkait tentang DBD baik sebelum maupun sesudah

terjadinya kasus DBD diterima oleh semua pihak. Komunikasi yang belum

memiliki kesinambungan menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan belum

cukup baik juga. Komunikasi merupakan elemen penting yang harus berjalan

dengan baik agar koordinasi juga lancar. Oleh karena itu, sangat diperlukan

peningkatan kualitas komunikasi yang dilakukan.

4.3.3 Pembagian Kerja

Penanggulangan DBD terdiri dari 2 kegiatan utama yaitu pencegahan dan

pengobatan. Untuk menanggulangi DBD di wilayah kerja puskesmas sangat di


butuhkan kerjasama lintas sektoral antara puskesmas dengan pihak pemerintahan

setempat seperti camat, lurah, maupun kepala lingkungan. Dalam penelitian ini

peran kepala lingkungan sangat tinggi. Berikut kutipan dari informan:

“kalau ada yang terkena DBD masyarakat dapat melaporkan kepada

kepling. Kepling melaporkan kepada lurah ataupun langsung ke puskesmas.”

(Informan 4)

Berdasarkan informan diatas kepling sangat memiliki peran penting dalam

melaporkan atau memperhatikan masyarakat dalam penanggulangan DBD. Hal ini

dikarenakan kepling memiliki kedekatan dan juga mengetahui pembagian kerja

nya. Hal ini diperkuat berdasarkan kutipan informan beikut:

“apabila ada masyarakat yang ngelapor kepada kepling. Kami ada yang

kena DBD pak. Nanti keplingnya itu uda tahu, minta labnya dan pak kepling

mengantarkan nya kepada puskesmas.”

(Informan 1)

Informan tersebut mengatakan bahwa kepling sudah tahu pembagian kerja

nya sehingga tidak ada kesimpang siuran dalam pelaporan masyarakat apabila

terkena DBD. Kesalahpahaman dalam pembagian kerja telihat dalam kutipan

berikut ini :

“kita kan pemerintah, secara administrasi puskesmas lah yang melapor ke

kelurahan kan data nya aada di puskesmas.”

(Informan 4)
Berdasarkan kutipan diatas pihak kelurahan yang menganggap bahwa

puskesmas harus melaporkan secara rutin kasus DBD, hal ini berbeda dengan

tanggapan informan berikut ini:

“kepling yang seharusnya melaporkan kepada kelurahan. Tapi gak

dilaporkan. Kadang kelurahan meminta laporan kepada saya. Saya jawab gak

ada urusanku laporan ke kelurahan.”

(Informan 2)

Berdasarkan kutipan diatas menjawab permintaan laporan oleh kelurahan

yang tidak mengetahui pembagian kerja sehingga puskesmas harus melaporkan

hasil kegiatan DBD. Hal ini dipertegas dengan kutipan berikut ini:

“kalau sama puskesmas kita kerjasamanya koordinasi lah dek. Ya macam

untuk kegiatan kesehatan kita koordinasikan dengan mereka. Kalau koordinasi

itu, puskesmas bukan melaporkan langsung pada kita. Kan lintas sektoral. Kami

tidak bertanggungjawab dengan puskesmas, begitu sebaliknya.”

(Informan 3)

Berdasarkan informan diatas diketahui bahwa tidak ada administrasi yang

mengatur bahwa puskesmas melaporkan langsung kepada pemerintahan karena itu

merupakan lintas sektor.

Pembahasan

Penanggulangan DBD terdiri dari dua kegiatan utama yaitu pencegahan

dan pengobatan. Untuk menanggulangi DBD di wilayah kerja puskesmas sangat

dibutuhkan kerjasama lintas sektoral antara puskesmas dengan pihak kecamatan,

kelurahan maupun kepala lingkungan.


Berdasarkan hasil wawancara, apabila terjadi kasus DBD, masyarakat

dapat melapor kepada kepala lingkungan ataupun langsung kepada puskesmas.

Apabila masyarakat melapor pada kepala lingkungan maka kepala lingkungan

harus melapor pada puskesmas untuk ditindak lanjuti. Jika puskesmas telah

menerima laporan kasus DBD dari kepala lingkungan ataupun masyarakat secara

langsung, puskesmas melakukan PE, jika hasilnya positif, maka dilanjutkan

dengan pelaksanaan fogging.

Dalam hal ini, peran kepala lingkungan sangat tinggi yakni untuk

memperhatikan warganya, jika ada yang terkena DBD agar langsung dilaporkan

pada puskesmas. Kepala lingkungan juga harus melaporkan kasus DBD kepada

pihak kelurahan untuk kemudian laporan tersebut diteruskan ke pihak kecamatan,

sehingga pihak kecamatan dapat mengoordinir segala kegiatan penanggulangan

DBD di wilayah kerjanya.

Dalam penelitian ini pembagian kerja dalam penanggulangan DBD sudah

ada, namun masih saja ada pihak yang kurang bertanggung jawab dengan apa

yang telah ditetapkan, semua hanya sibuk dengan kepentingan pribadi masing-

masing dan belum merasa bahwa penanggulangan DBD ini adalah kewajiban

bersama sehingga harus bekerja sama.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, bahwa dalam rapat atau

pertemuan lintas sektoral maupun program sudah ditetapkan apa saja kesepakatan

dan komitmen dalam penanggulangan DBD. Komitmen yang disepakati yaitu

diharapkan setiap kelurahan beserta lurah dan kepala lingkungannya ikut berperan

aktif dalam menangani demam berdarah. Dalam pencegahan dibuat dengan cara
promosi kesehatan sedangkan dalam pemberantasan dibuat dengan cara

pelaksanaan fogging. Namun walaupuns udah ditetapkan pembagian kerja

tersebut, masih saja ada pihak yang tidak menjalankan kewajibannya

Pemberantasan demam berdarah akan dapat diselesaikan apabila semua

pemangku kepentingan, khususnya para pimpinan daerah memberi prioritas pada

penanggulangan demam berdarah. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Kesehatan

bahwa, pembangunan kesehatan akan berhasil guna bila pemerintah daerah

memberikan komitmen yang kuat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

yang merupakan tujuan utama otonomi daerah (Kementerian Kesehatan, 2011).

Rapat lintas sektor memang sudah dilakukan, namun, adanya perbedaan

pemahaman tersebut menunjukkan bahwa masih ada pihak-pihak yang belum

memahami perannya secara utuh dalam penanggulangan DBD. Oleh karena itu,

perlu penegasan ketika mengadakan rapat lintas sektoral terkait peran dari masing-

masing pihak dalam penanggulangan DBD.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian, koordinasi dalam penanggulangan DBD masih

belum baik. Hal tersebut dapat terlihat dari :

a. Kesatuan tindakan dalam kegiatan penanggulangan DBD belum

maksimal, masih ada yang beranggapan bahwa kasus DBD hanya

tanggung jawab petugas kesehatan saja. Selain itu petugas kesehatan juga

belum maksima dalam hal promkes.

b. Komunikasi yang dilakukakan antara pimpinan dan bawahan sudah

cukup baik, tetapi komunikasi yang dilakukan dengan masyarakat masih

belum menunjukkan kesinambungan informasi yang dilakukan belum

cukup baik juga. Padahal, komunikasi merupakan elemen penting yang

harus berjalan dengan baik agar koordinasi juga lancar.

c. Pembagian kerja memang sudah ada dalam menanggulangi DBD, namun

masih ada saja yang tidak menjalankan tanggung jawabnya masing-

masing dalam menanggulangi kasus DBD.

2. Kesepakatan lintas sektoral belum dilaksanakan dengan baik, seperti kegiatan

penanggulangan DBD lebih dititik beratkan kepada puskesmas saja,

pemerintahan setempat belum ikut serta aktif dalam penanggulangan DBD.

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49

5.2 Saran

1. Pelaksanaan fungsi koordinasi perlu ditingkatkan dengan:

a. Menegaskan peran yang dimiliki dalam menanggulangi DBD kepada

pihak-pihak saat pertemuan lintas sektoral

b. Melaksanakan komunikasi yang intensifagar ada kesinambungan dalam

pelaksanaan program DBD antar lintas sektoral.

c. Menjadikan program penanggulangan DBD sebagai program rutin

puskesmas dan kelurahan.

2. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan pengawasan

terhadap puskesmas terkait koordinasi lintas sektoral yang dilakukan oleh

puskesmas, serta mengusulkan kepada Pemerintah Kota Medan agar

memberikan instruksi tegas kepada camat untuk mengoordinir kegiatan

penanggulangan DBD di wilayah kerjanya.

3. Kepada Puskesmas Desa Lalang agar meningkatkan kemapuan manajerial

dan fungsi puskesmas serta memaksimalkan koordinasi vertikal maupun

horizontal yang dilakukan dengan memperhatikan aspek kesatuan tindakan,

komunikasi serta pembagian kerja dalam penanggulangan DBD.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Anita. F. 2012. Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan


Pemberantasan DBD di Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah.
Jurnal Keperawatan. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Medan

Dalimunthe, M. 2012. Peranan puskesmas dalam upaya penanggulangan


Demam Berdarah Dengue (studi pada puskesmas pembantu sidorejo
hilir medan). Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Medan

Depkes RI. 2004. Kebijaksanaan P2-DBD dan Situasi DBD Terkini di


Indonesia. Jakarta.

. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


di Indonesia. Jakarta

Dinas Kesehatan Kota Medan 2015. Profil Kesehatan Kota Medan 2014.

2016. Profil Kesehatan Kota Medan 2015.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Profil Kesehatan Provinsi


Sumatera Utara Tahun 2013. Medan.

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan


Nasional. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah)
Penyakit Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta.

Handayaningrat, S, 2002, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.


Jakarta : Haji Masagung

Handoko, T.H. 2003. Manajemen. Penerbit BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Hasibuan,M.S.P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara.


Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


Membutuhkan Komitmen Semua Pihak. Jakarta

. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta.

Kurniawan, A. 2011. Implementasi Program Pencegahan Dan


Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Kota Surakarta Tahun
2010. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51

Manullang, M. 2001. Dasar-dasar Manajemen. Penerbit Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Putri, R. 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Pengendalian Demam


Berdarah Dengue di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1
Nomor 2 Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. Semarang

Profil Puskesmas Desa Lalang, 2016

Sutarto. 2002. Dasar-dasar Organisasi. Penerbit Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Sugiyono. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Sriwulandari, W. 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan


Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas Kesehatan
Kabupaten Magetan Tahun 2008. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta

WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan


Demam Berdarah Dengue. Penerbit EGC. Jakarta.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Penerbit Erlangga. Semarang.

Winardi. 2000. Asas-asas Manajemen. Penerbit Mandar Maju. Bandung.

Wursanto. 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1.

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PELAKSANAAN


KOORDINASI DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN
DBD DI PUSKESMAS DESA LALANG
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
TAHUN 2017
I. Identitas Informan

Nama :

Umur : Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Pendidikan Terakhir :

Asal Instansi :

Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Desa Lalang :

1. Apa saja program penanggulangan DBD yang ada di puskesmas desa lalang?

2. Bagaimana pelaksanaan program tersebut?

3. Petugas puskesmas bagian apa yang menjadi pemegang program

penanggulangan DBD?

4. Jika ada laporan yang diterima tentang kasus DBD apa yang dilakukan

puskesmas?

5. Apakah ada keterlibatan dari sektor lain akan pelaksanaan DBD?

6. Bagaimana bentuk keterlibatannya?

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53

7. Dalam pelaksanaan program tersebut apakah membutuhkan sektor lainnya?

apakah diadakan rapat? Kapan dilaksanakan rapat tersebut? Siapa saja yang

diundang dalam rapat tersebut? Apa saja yang dihasilkan dalam pertemuan

tersebut?

8. Adakah laporan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program tersebut?

Kepada siapa dilaporkan?

9. Apakah koordinasi diperlukan dalam penanggulangan DBD? Mengapa?

Pertanyaan untuk Petugas DBD Puskesmas

1. Apa saja program penanggulangan DBD di puskesmas Desa Lalang?

2. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan DBD di puskesmas Desa

Lalang?

3. Apakah perlu adanya sektor-sektor lain dalam pelaksanaan program

penanggulangan DBD? Siapa saja yang terlibat?

4. Bagaimana bentuk keterlibatan sektor lainnya?

5. Jika ada laporan yang diterima tentang kasus DBD apa yang dilakukan

puskesmas?

6. Adakah laporan puskesmas tentang DBD secara khusus? Kepada siapa

dilaporkan? Kapan dilapor?

7. Apakah ada pertemuan yang diadakan secara rutin dengan sektor lain

membahas tentang masalah DBD? Kapan dilaksanakan? Pada pertemuan

terakhir siapa saja yang hadir? Apa yang dihasilkan dalam pertemuan

tersebut?

8. Apakah koordinasi diperlukan dalam penanggulangan DBD? Mengapa?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pertanyaan untuk Petugas Kecamatan Medan Sunggal

1. Adakah kegiatan kecamatan yang membantu penanggulangan DBD di

wilayah Medan Sunggal? Apa saja kegiatannya?

2. Apakah ada kebijakan pemerintah kota medan yang membantu kesehatan?

Apa kebijakannya? Untuk penanggulangan DBD adakah kebijakan khusus?

3. Apakah ada ajakan dari kecamatan untuk melaksanakan atau melancarkan

program penanggulangan DBD ke masyarakat? Bagaimana prosesnya?

4. Apakah ada petugas khusus yang melakukan kegiatan DBD? Siapa

petugasnya?

5. Apakah petugas yang melakukan kegiatan tersebut melaporkan hasil

kegiatannya? Kepada siapa dilaporkan?

6. Apakah ada undangan pertemuan dari puskesmas Desa Lalang melakukan

kegiatan penanggulangan DBD? Apakah dihadiri dari pihak kecamatan? Apa

hasil dari pertemuan terakhir?

7. Dalam penanggulangan DBD menurut bapak apakah diperlukan koordinasi

antar sektor yang terkait? Mengapa?

Pertanyaan untuk Lurah

1. Di wilayah kecamatan Medan Sunggal apakah ada kegiatan yang mendorong

kesehatan? Apa saja kegiatannya?

2. Apakah ada kegiatan di kelurahan Lalang yang membantu penanggulangan

DBD? Apa kegiatanya?

3. Apakah ajakan dari kelurahan yang membantu kegiatan puskesmas dalam

penanggulangan DBD ke masyarakat? Bagaimana pelaksanaannya?


4. Apakah ada petugas yang ditugas Lurah dalam membantu pelaksanaan DBD?

Siapa?

5. Apakah petugas kelurahan tersebut melaporkan kegiatan yang dilakukan?

6. Apakah ada undangan pertemuan yang diterima dari puskesmas untuk

pertemuan membahas penanggulangan DBD? Apakah dihadiri pihak

kelurahan? Apa hasil yang dari pertemuan terakhir?

7. Dalam penanggulangan DBD apakah diperlukan koordinasi lintas sektor?

Mengapa?

Pertanyaan untuk Kepala Lingkungan

1. Apakah ada kegiatan yang dilakukan untuk membantu program

penanggulangan DBD?

2. Apakah bapak pernah menerima undangan/ajakan untuk melakukan kegiatan

penanggulangan DBD yang diadakan Puskesmas Desa Lalang?

3. Apakah bapak pernah menerima laporan tentang kasus DBD di lingkungan

bapak? Apa yang bapak lakukan?

4. apakah bapak pernah melaporkan kegiatan penanggulangan DBD yang

dilaksanakan? Kepada siapa bapak melapor?

5. Apakah bapak pernah menerima undangan pertemuan yang membahas

program penanggulangan DBD dari puskesmas? Apakah bapak menghadiri

nya? Apa yang menjadi hasil dari pertemuan tersebut?

6. Menurut bapak apakah perlu koordinasi dalam pelaksanaan penanggulangan

DBD? Mengapa?
Pertanyaan untuk Kader

Apa saja kegiatan penanggulangan DBD ? bagaimana kegiatannya?

1. Apakah ibu mendapatkan pelatihan khusus dalam melaksanakan kegiatan

ibu? Siapa yang melatih?

2. Bagaimana pelaksanaan penanggulangan DBD dilingkungan ibu?

3. Apakah ibu pernah mendapatkan laporan kasus DBD? dari siapa ? kepada

siapa ibu melaporkan selanjutnya?

4. Apakah menurut ibu perlu adanya koordinasi dalam pelaksanaan

penanggulangan DBD? Mengapa?

5. Dalam kegiatan penanggulangan DBD apakah anda melaporkan hasil

kegiatan anda? Kepada siapa dilaporkan?

Pertanyaan untuk Masyarakat

1. Apakah anda pernah terkena DBD? Apa yang anda lakukan setelah

mendapatkan hasil dari positif DBD? Kepada siapa anda melapor?

2. Apakah setelah anda melapor dan pemeriksaan dari puskesmas sekitaran

rumah anda mendapat fogging? Setelah berapa lama diadakan fogging?

3. Apakah rumah anda pernah didatangi puskesmas untuk memeriksa jentik?

4. Siapa saja yang anda ketahui ikut dalam kegiatan tersebut?

5. Apakah ada ajakan dari pihak puskesmas atau pemerintahan setempat untuk

membantu pelaksanaan penanggulangan DBD? Apakah anda pernah terlibat?

Apa keterlibatan anda?

6. Menurut anda apakah perlu ada nya koordinasi dalam pelaksanaan

penanggulangan DBD? Mengapa?


Lampiran 2.

HASIL WAWANCARA MENDALAM


(IN-DEPTH INERVIEW)

ANALISIS PELAKSANAAN FUNGSI KOORDINASI DALAM PROGRAM


PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE(DBD)
di WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA LALANG
KECAMATAN MEDAN SUNGGAL
TAHUN 2017

Matriks 1. Pernyataan informan tentang langkah-langkah yang dilakukan


jika ada kasus DBD
Informan Pernyataan
Informan 1 Kalau ada kasus DBD, si pasien tadi kan dirawat di rumah
sakit. Dia kan periksa laboratorium. Hasil pemeriksaan
laboratorium menyatakan bahwa dia DBD dengan melihat
hasil trombosit. Maka si pasien tadi mengantarkan laporannya
kemari. Berdasarkan hasil laboratorium tadi kita melaksanakan
fogging. Sekalian kita melaksanakan PSN. Sekali kita
foggingnya. 100 meter kiri kanan muka belakang dari rumah
yang terkena.
Tahunya ada DBD itu, kalau di wilayah kerja kita, kalau
masyarakat melaporkan ataupun kepling melaporkan. Kalau
dari rumah sakit, haa, misalnya biasanya rumah sakit duluan
melapor ke dinas. Dinas yang menelepon kita. Karena kan
rumah sakit itu langsung kepada dinas kesehatan. Jadi kadang
kan rumah sakit itu lebih cepat menelepon ke dinas kesehatan.
Jadi, dinas yang nelpon kita bahwa heei, puskesmas Desa
lalang, kamu punya kasus DBD, ini namanya, alamatnya di
sini,dirawat di sini.
Sekarang kita sudah punya mesin fogging sendiri. Sejak itu,
kok misalnya pak kepling atau masyarakat menderita DBD,
mereka lapor ke kepling. Kami ada yang kena DBD pak
kepling, gitu. Keplingnya nanti beritahu kita, atau kalau tidak,
pak kepling itu udah tahu, minta labnya, tinggal pak kepling
yang ngantar kemari. Kadang dia bawa pasiennya. Kadang pak
kepling itu langsung yang bawa labnya.
Informan 2 Kalau ada kasus, kita PE. Baru lah fogging kita. Kita kan udah
punya fogging. Tinggal laporannya aja. Kalau ada yang
berobat pun kalau positif kita fogging, biarpun dia opname.
Tapi kami langsung datang ke rumahnya untuk fogging.
Kalau pun ada yang dirujuk ke rumah sakit, ya kita lihat hasil
labnya. Kok udah tertegak diagnosanya, hasil labnya dikirim
ke sini. Besoknya langsung kita fogging.
Kita foggingnya sekali aja. Kalau ada yang meninggal, sekali
58

Informan Pernyataan
juga. 100 meter kiri kanan muka belakang.
Informan 3 DBD ini kan kok ada yang kena, lapor ke puskesmas. Kan
melapor la, pak ada kasus DBD di lokasi ini. Baru minta
fogging.
Informan 4 Kadang kalau ada yang terkena DBD, masyarakat lapor ke
kepling. Kepala lingkungan lapor ke lurah. Pak cemana ni ada
yang kena DBD. Wilayah mana, lingkungan mana, yaudah,
langsung bawa ke puskesmas terus.
Kalau ada apa-apa kita cepat lapor. Karena DBD ini gak bisa
main-main harus cepat ditangani.
Informan 5 Kalau ada yang kena DBD masyarakat melapor ke kepling.
Nanti kepling melapor ke puskesmas. Atau boleh juga dia
melapor ke puskesmas langsung. Nanti habis itu, ada itu dari
dinas kesehatan yang menyemprot.
Informan 6 Setelah dilapor ke puskesmas, biasanya siangnya langsung
datang dari dinas kesehatan untuk menyemprot.
Tapi sebelumnya orang puskesmas minta dulu hasil lab dari
rumah sakit dari orang yang bersangkutan. Baru setelah itu
difogging.
Informan 7 Iya hari tu saya kena. Saya demam, terus berobat ke bidan,
belum sembuh juga. Habis dari bidan ke puskesmas. Belum
sembuh juga demamnya. Hari tu pagi-pagi habis sarapan mau
pingsan, langsung dibawa istri ke rumah sakit. Di situ baru
saya bilang juga, ini kok merah-merah dok... periksa lagi di
tangan, ditensi, baru lah,, oh iya, DBD ini katanya. Langsung
saya diopname di rumah sakit. Beberapa hari saya di rumah
sakit istri kan pulang. Waktu hari apa gitu, ada penyemprotan
gitu. Saya dikasih tahu tetangga, namanya juga saya di rumah
sakit, gak tahu ya kan...
Keknya yang nyemprot itu dari puskesmas. Mungkin ntah
keplingnya gitu yang ngasi tahu, karena kan keplingnya tahu,
denger kan warganya ada yang sakit, kan udah beberapa hari tu
saya sakit. Udah gitu tetangga pun kena. Baru mungkin
dibilang keplingnya juga kan ke puskesmas.
Tapi kok apa ya, penyemprotan sekarang ini apa ya, gak ini,
kurang efektif. Ntah mungkin bahannya ya, ntah mungkin
obatnya ya, campuran apanya ntah kebanyakan apanya gitu.
Kita kan gak tahu juga ya.
Informan 8 Iya, hari tu kan ada tetangga kena DBD, dibawa ke rumah
sakit. Udah berobat juga dia hari tu ke bidan. Gak baek-baek
demamnya dibawa ke rumah sakit. Terus beberapa hari
kemudian ada datang yang nyemprot. Kok gak salah dari
kantor lurah ya, lurah tahunya dari kepling la, kan keplingnya
tahu ada yang kena demam berdarah. Keplingnya kan bilang
ke kantor lurah. Keplingnya kan tahu ada laporan dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Informan Pernyataan
masyarakat, dari omongan orang-orang gitu ya kan.
Keplingnya kan tahu ada laporan dari masyarakat, dari
omongan orang-orang gitu ya kan.
Itu yang disemprot hanya yang kena itu aja. Sama rumah yang
disampingnya. rumah saya gak ikut disemprot. gak ada
disemprot.

Matriks 2. Pernyataan Informan tentang Program Penanggulangan DBD


yang Ada di Puskesmas

Informan Pernyataan
Informan 1 Kalau puskesmas sendiri ada PSN dia setiap hari jumat. Ya,
setiap hari jumat turunkan pegawai. Kalau ada mahasiswa
yang lagi PKL juga diturunkan. Petugas, kita turunkan 4
orang sekali turun. 1 orang 10-20 rumah.
Kalau penyuluhan, tiap pasien yang berobat, langsung kita
suluh. Face to face penyuluhannya. Kalau penyuluhan di
posyandu, tiap petugas yang turun ke posyandu dia kan
mengadakan penyuluhan. Kalau dia jumpa anak yang demam
langsung dikasih tahu. Tentang semua penyakit, gak hanya
DBD ini. Yaa, ujung-ujungnya kan ke perilaku hidup bersih
dan sehat.
Kalau pos DBD di sini lah. Kalau kader DBD bukan kader
DBD namanya. Kader pemantau jentik gitu. Itu sukarelawan.
Informan 2 PSN. Sekali seminggu. Yang turun petugas puskesmas, 4
orang 1 minggu. 1 orang 10 rumah. Bergiliran, terlibat semua
pegawai. Itu hanya dari petugas puskesmas aja. Dananya dari
BOK.
Itu semua pegawai itu terlibat.
Kerjasama semua bidang di puskesmas ini, kalau gak
kerjasama mana mungkin bisa kita buat PSN sama-sama gitu.
Kalau dari kelurahan gak tentu, itu kalau udah gabungan lah.
Baru terlibat semua kelurahan 1 kecamatan.
Udah gitu penyuluhan. Kok penyuluhan itu, kok kita
kumpulkan di satu tempat, butuh dana. Kalau umpamanya
penyuluhan DBD ini pas sekalian PSN kan menyuluh juga itu
namanya. Kadang, kok ada anak yang PKL di sini, itu pun
diajak PSN tiap jumat.
Penyuluhan ke sekolah-sekolah pun ada kita. Langsung aku
yang turun. Hampir semua sekolah lah udah kita suluh tentang
DBD ini. Bekerja sama UKS sama petugas DBDnya.
Kalau Pos DBD itu kalau udah KLB. Baru lah buat Pos DBD.
Itu kalau misalnya udah lebih 4 orang yang kena di
lingkungan itu. Kalau udah berderet-deret yang kena 1 hari,
udah KLB lah itu namanya. Tapi di sini belum pernah KLB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Informan Pernyataan
kok DBD ini.
Informan 3 Itu kayak 3M itu. PSN, pemberantasan sarang nyamuk.
Informan 4 Itu la tadi, PSN, fogging kalau ada kasus, terus juga
sosialisasi. Hari tu pernah sosialisasi, ada sekitar dua kali. Itu
kepala lingkungan itu. Selain itu juga yang terlibat ibu PKK,
kader PKKnya. Itu langsung itu sosialisasinya ke rumah-
rumah.
Informan 5 Ada kegiatan setiap hari jumat kita membersihkan yang apa
itu, kaleng-kaleng, apa itu namanya, hmm, PSN.
Itu yang ikut puskesmas, warga, termasuklah ibu keplingnya.
Kadang saya pun ikut. Waktu PSN itu ya kita tengok di
samping rumahnya ada atau gak air yang tergenang. Jentik-
jentiknya kita periksa. Itu door to door. Jumlah rumahnya gak
tentu. Kadang-kadang bisa 30, kadang-kadang 40. Tapi
umumnya lebih itu 40 tiap jumat.
Kalau dari warga yang ikut sukarelawan la.
Kalau penyuluhan ya ibu-ibu tadi itu. Yang PSN sekalian
penyuluhannya. Dikasih tahunya lah dirumah itu kekmana
biar gak kena DBD.
Informan 6 PSN iya… pemeriksaan jentik-jentik itu setiap hari jumat.
Tapi orang puskesmas aja saya lihat. Saya ikut juga dalam
kegiatan tersebut mendampingi petugas puskeesmas
mengecek jentik kerumah warga, kadang warga gamau buka
pintu kalo petugas puskesmas saja. Penyuluhan nya dilakukan
disela-sela memeriksa jentik dirumah.
Informan 7 Hari tu ada, 2015 apa 2016 gitu. Ada orang datang keliling
semprot-semprot, banyak orangnya. Keknya itu la dari
puskesmas. Hari tu ada juga pemeriksaan jentik. Ada datang.
Itu kapan ya, sebelum saya sakit keknya. Itu periksa jentik
gitu,,, periksa air, periksa sumur lah ya, terus apa lagi ya,
periksa-periksa ini la, pokoknya genangan-genangan air gitu.
Seingat saya itu mereka Ibu Kepling, terus dari tim
puskesmasnya, seingatnya gitu.
Informan 8 Ada pemeriksaan jentik-jentik gitu. Terus nanti dikasih
bubuk-bubuk gitu. Itu kalau gak salah dari puskesmas itu.
Tapi kalau rumah saya gak pernah didatangi. Kalau
penyuluhan gitu gak pernah, kurang tahu saya. Tapi biasanya
sambil diperiksa jentik gitu sambil dikasih tahu juga. Ini kalau
ada genangan air jangan lama, langsung dibersihkan. Macem
saya kan di sumur sering ditaruh abate gitu. Kita kan pake
ember, air tampungan di embernya itu pun ditaruh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Matriks 3. Pernyataan Informan tentang Koordinasi Lintas Sektoral yang


Dilakukan

Informan Pernyataan
Informan 1 Ya itu tadi la, sama kepling tadi kan lintas sektoral. Ha, jadi
kita beri sosialisasi, beritahu bahwasanya kita punya fogging,
itu kan lintas sektoral. Ataupun mereka mau mengantar hasil
labnya kemari, itu kan lintas sektoral. Selain sama kepling,
sama kecamatan, kita ke kelurahan, ke sekolah, rumah sakit,
PKK kecamatan, PKK kelurahan, semua itu lintas sektoral.
Kalau dengan PKK ya kerjasama juga. Kek misalnya
posyandu itu kan sebenarnya kelurahan yang punya. Tentu
milik PKK.
Kalau ke kecamatan dan kelurahan misalnya kita mengadakan
PSN, ya kan, kayak kapan itu kita kan pernah menjadi tempat
pencanangan PSN di kelurahan. Jadi kita kan minta kerjasama
la dari kecamatan, untuk bagaimana caranya. Namanya mau
mengadakan pencanangan, tentu kan harus rame menghayo-
hayokan masyarakat agar bersama-sama melaksanakan PSN.
Jadi, biar kecamatan itu biar bisa menginstruksikan lurah
sama keplingnya. Karena itu kan bawahan dia.
Koordinasinya ya melalui surat, kadang kita langsung datang
kesana. Kalau waktunya udah mepet, kita langsung ke sana
jumpai Pak Camat atau terkadang menelpon pak camat.
Dah gitu, untuk menggerakkan masyarakat ini kan, perlu
instruksi dari Camat sama Lurah. Dari Lurah ke Kepling.
Kadang masyarakat kalau gak ada instruksi gak mau dia. Ya
harusnya camat, lurah sama keplingnya la yang menghayo-
hayokan masyarakat. Tapi yaa, gak mungkin terus-terusan ya
kan, bukan itu aja kerja mereka. Maunya masyarakat la yang
punya kesadaran sendiri.
Kalau rapat lintas sektoral pun ada. Tapi ya gak rutin la.
Makanya lihat kasus DBDnya tadi. Kalau sudah banyak, ada
kendala, baru kita buat rapat.
Informan 2 Kalau PSN, gak pernah la terlibat orang kelurahan. Kok ada
kasus, kok gak mau orang tu ngelapor ke sini, paling
dilaporkannya ke keplingnya. Nanti keplingnya yang melapor
ke sini. Karena keplingnya udah tahu semua itu. Kok ada hasil
labnya diantar ke puskesmas.
Udah gitu sebenarnya masyarakatnya lah ya kan yang harus
melapor kok ada kasus. Harusnya habis tu kepling melapor ke
kelurahan. Tapi, mana dilaporkannya itu ke kelurahan.
Kadang, orang lurah ini minta aku yang melaporkan. Oo, gak
ada urusanku dengan dia ya kan. Orang lurah bilang, bu,
mana laporan ibu tiap bulan? Ku bilang, kita gak ada
hubungan pak. Kalau bapak mau, suruh aja kepling itu. Kan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Informan Pernyataan
tau dia itu. Kalau fogging pasti tahu la dia di mana di
lingkungannya yang kena. Dia la maunya yang melapor. Oo,
saya nggak.
Jadi kan aturannya, kepling ke lurah, lurah ke camat, kan gitu
ya kan.
Kalau lintas sektoral itu pun ada itu rapatnya. Makanya
kadang, kok orang itu rapat, barulah dikasih tahu kasusnya ya
kan. Biasanya sekali sebulan itu. Tapi gak tahu lah ya kan
ntah ada ntah gak rapatnya. Semua lah itu rapat, lurah,
kepling, semua lah.
Informan 3 Kalau sama puskesmas kita kerjasamanya koordinasi lah dek.
Ya macam untuk kegiatan kesehatan kita koordinasinya sama
mereka. Apakah itu gizi buruk, HIV, termasuk DBD.
Kalau koordinasinya, puskesmas ini kan bukan langsung
melapor pada kita. Kan lintas sektoral. Kami tidak
bertanggung jawab pada puskesmas, puskesmas pun tidak
bertanggung jawab pada kita. ya artinya koordinasi.
Kalau rapat lintas sektoral ada. minimal sebulan sekali. tapi
tidak pake jadwal dia. Apabila mau buat kegiatan ya kita
koordinasi, kita rapat. Yang hadir itu kalau rapat seperti itu ya
pak camat juga hadir. Kepala puskesmasnya pun kok
diundang rapat datang.
Kalau ada rapat, puskesmas bilang ke camat, camat tinggal
merintahkan bawahannya, lurah, kepling.
Informan 4 Kita kan pemerintah, secara administrasi lah puskesmas lapor
ke kelurahan. Kan data yang jelas adanya dipuskesmas. Ini
sebenarnya harusnya timbal balik, puskesmas lapor ke
kelurahan, kelurahan pun ngelapor ke puskesmas juga. Ada
kadang-kadang puskesmas lapor tentang DBD. Tapi datanya
gak ada. Datanya di puskesmas. Tapi kadang-kadang kok
perlu kali nanti dikirim orang tu datanya kemari. Itu perlunya
untuk laporan ke pemko, kalau diminta. Laporannya itu gak
rutin dia, tergantung. Kok ada kasus banyak kali kadang baru
diminta. Apakah itu dari dinas kesehatan atau dari bagian
pemerintahan umum di kantor walikota.
Kalau laporan DBD ini, kalau ada kasus aja. Kalau gak ada
ngapain kita lapor kan gitu. Kalau ada laporan dari kepling
baru langsung lapor ke puskesmas supaya langsung ditangani.
Untuk PSN, pemeriksaan jentik ke rumah-rumah itu juga
kadang ada dengan puskesmas.
Informan 5 Kalau kordinasi lintas sektoral itu lah,, dengan puskesmas.
Kami hanya melapor aja, Lurah supaya tahu aja. Nanti
kelurahan yang sampaikan sama puskesmas. Yang penting di
sini yang kerja itu puskesmas. Pokoknya kami kok ada kasus
melapor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan Pernyataan
Kalau untuk PSN kelurahan gak ada ikut. Dari puskesmas
semua. Lebih kurang 4 orang atau 5 orang.
Kalau rapat dengan orang puskesmas ada juga. Saya pernah
diundang, tapi udah lama.
Puskesmas ada juga nanya apa kendalanya. Pokoknya ada la
ditanya.
Informan 6 Perlu la, puskesmas,camat,lurah,kepling kalau diadakanya
kerjasama semuanya berjalan baik-baik aja. Ya saya
menjalankan tugas saja apabila ada PSN saya siap ikut
membantu door to door
Informan 7 Kalau dalam DBD ini ya yang pemerintahan setempatnya ya
kerjasama juga. Ya keplingnya, ya lurahnya, camatnya.
Karena untuk kesehatan ya puskesmasnya juga. Kek ada
kegiatan periksa-periksa jentik itu kan puskesmas.
Informan 8 Itu la kerja samanya ya antara puskesmas, kepling. nanti kan
kepling bilang ke lurah, terus bilang puskesmas. Ya gitu.

Matriks 4. Pernyataan Informan tentang Pengawasan yang Dilakukan Dinas


Kesehatan

Informan Pernyataan
Informan 1 Yaa, memang selama ini tiap kita rapat dia kasih arahan terus.
Misalnya, musim penghujan, hati-hati ya kepala puskesmas, ini
musim penghujan, DBD agak tinggi, waspada, haa, daerah
endemis.
Yang berikan pengarahan itu kepala bidangnya la. Kalau dia
berhalangan hadir ya kepala seksinya.
Atau terkadang, puskesmas Desa Lalang laporannya minggu
ke sekian belum masuk. Kadang kok waktunya rapat belum
datang, dia telepon.
Ada juga monev dari dinas per 6 bulan.
Informan 2 Ngapain dipantau-pantau, orang udah adanya rapat bulanan
rutin. Di situ lah diapain semuanya.

Matriks 5. Pernyataan Informan tentang Laporan Puskesmas Terkait Kasus


DBD

Informan Pernyataan
Informan 1 Kalau setiap ada kasus, kita gak lapor ke dinkes. Setiap
minggu ada laporan. Kita punya laporan perminggu. Jadi
nanti kita ngelapor setiap minggu la. Setiap tahun pun ada
rekapannya.
Informan 2 Laporan DBD setiap minggu ada, setiap bulan pun ada. setiap
hari senin kita ngelapor ke dinkes untuk laporan mingguan.
Saya yang ngelapor ke dinas langsung yang diketahui oleh
64

kapus.
Ke dinkes pun ada rapatnya. Setiap selasa minggu kedua.
Udah rapat DBD lah itu. Udah rutin itu. Kalau tahunannya ya
tinggal direkap.
Laporan PE pun ada. PE kan setiap ada kasus, jadi ada juga
laporannya tiap minggu.

Matriks 6. Pernyataan Informan tentang Evaluasi yang Dilakukan Terhadap


Program DBD

Informan Pernyataan
Informan 1 Ada. Itu per tiga bulan. Sama pertahun. Kalau per tiga bulan,
kita kan punya target. Ya kan, tiap 3 bulan kita evaluasi.
Misalnya kalau DBD kan harus nol. Ya kan, kita evaluasi lah
sama petugas DBD. Apakah ibu sudah fogging, apakah ibu
tahu pasiennya di mana dirawat. Harus tahu itu petugas.
Petugas DBD tu harus tahu berapa trombositnya. Di mana dia
dirawat, di mana alamatnya. Harus tahu. Jadi kok belum
difogging ya harus difogging. Kalau pertahun, kita hitung lah
yang triwulan tadi. Apakah ada penurunan kasus atau gak.
Informan 2 Gak perlu dievaluasi itu. Orang tiap minggu ada laporan kita.
Tiap bulan pun ada laporan kita. Paling, tiap akhir tahun
diminta dokter semua ini rekapannya sama aku.
Udah gitu kalau di puskes rapatnya jadwalnya satu kali
sebulan. Tergantung kapus la kapan ada waktunya. Minilok itu
namanya. Sebulan sekali.

Matriks 7. Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi dalam


Penaggulangan DBD

Informan Pernyataan
Informan 1 Penting la. Ya kayak ada masyarakat yang gak mau buka
rumahnya kalau PSN. Kalau udah gitu, kita bilang ke kepling.
Baru mau dia.
Informan 2 Iya lah, penting. Kerjasama la pula. Kita butuh dia, dia butuh
kita ya kan.
Informan 3 Penting la. Semua yang berhubungan dengan DBD harus
bekerja sama. Semuanya, kepling, lurah, camat, puskesmas,
semua harus bekerja sama.
Informan 4 Kerjasama lintas sektor memang perlu. Kepala lingkungan,
kelurahan, kecamatan. Karena kok di masyarakat kan kepala
lingkungan yang lebih tahu di masyarakat.
Informan 5 Penting la. Itu semua terlibat. Terlibat semua. Kalau
hubungannya kasusnya banyak, kan pemko nanya kenapa
begini kecamatan. Kalau ada seperti itu, camatnya tekankan
semua. Dan melalui puskesmas la.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Informan Pernyataan
kita aja sering diingatkan camat kok baris hari senin tentang
DBD ini. harus waspada, apalagi musim penghujan.
Informan 6 Perlu la perlu. Tanpa adanya kerjasama dengan kepling,
kelurahan, puskesmas gak bisa. Kita kan gak bisa kerja
sendiri. Masyarakat pun gak bisa apa gitu. Karena kan kalau
fogging itu dari kelurahan gt, dari puskesmasnya. Jadi
memang lah harus kerja sama.
Informan 7 Perlu kerjasama semua baik masyarakat maupun keluarga kita
sendiri kan. Penting kali kerjasama semuanya. Kalau
kesehatan untuk masyarakat ini ya, mana-mana
masyarakatnya ada yang sakit, kek DBD ini kan perlu
penanganan cepat kok terlambat kan bisa nyawa ya kan.. ya
itu perlu sekali apa, keplingnya bertindak, ataupun kok gak
sempat warganya lapor, keplingnya lah, biar cepat diatasi.
Kadang-kadang kan itu sakit, demam gitu. Setidaknya kan ada
dari kepling, kita kan kok udah sakit mana ada kepikiran ke
sana, untuk melapor. Kok udah sakit kan gak kepikiran ke situ
kan. Istilahnya yang cepat la kemana. istilahnya dari
keplingnya ya yang apain gitu. Harus sama-sama saling
mendukung la untuk pecegahan penyakit ini.
Informan 8 Penting la. Ya memang harus kerjasama semuanya ya kan.
Kalau gak mana bisa. DBD ini kan bahaya dia. Hari tu ada
yang sampe meninggal. Jadi memang harus kerjasama la
semuanya, kepling, puskesmas, masyarakatnya juga.

Matriks 8. Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam


Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan
Informan 1 DBD itu kan, satu karna kepadatan penduduk. Yang kedua ya
karena kurang ber PHBS tadi. Masyarakat tidak mau
melaksanakan PHBS.
Biar tahu kamu, kita PSN, tiap hari jumat itu, tantangannya
apa. Tantangannya, masyarakat tidak mau membuka
rumahnya. Pikirnya kita meminta-minta. Padahal petugas.
Apalagi rumah yang besar-besar itu. Padahal rumah besar-
besar itu kamar mandinya mungkin 4. Padahal cuma 1 yang
dipake. Mungkin berbulan-bulan di baknya itu gak diganti-
gantinya. Kan di situ yang banyak jentiknya. Pernah sangkin
geremnya, petugas saya dia foto rumahnya. Dia kasih tahu
sama saya, dokter ini rumah yang tidak mau membuka
rumahnya. Kok udah kekgitu, kita bilang ke kepling. Yang
sakit bukan dia, tetangganya.
Informan 2 Itu lah masyarakat, kadang ada 1-1 yang gak mau
difogging rumahnya. Gak ada gunanya itu katanya. Sakit ya
sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Informan Pernyataan
katanya.
Informan 3 Masyarakat itu harus ada instruksi baru bergerak. Ada
masyarakat yang mau berpartisipasi aktif tanpa instruksi, tapi
sebagian besar harus ada instruksi dulu baru bergerak.
Informan 4 Kalau ada kegiatan PSN itu, dari puskesmas, masyarakat
biasanya tidak ikut.
Informan 5 Masyarakat sini kok ada PSN mau rumahnya diperiksa.
Terbuka masyarakat sini. Mau la pokoknya.
Informan 6 Ha, masyarakat itu gini, kalau misalnya di tempat saya tu ya
bu ya,waktu PSN gak semua mau membuka kan pintu nya
untuk diperiksa terkadang menganggap kalau yang ngetok
minta sumbangan.
Informan 7 Kalau waktu pemeriksaan jentik kurang tahu saya, tapi
kayaknya gak ada masyarakat ikut. Masyarakat sini saya
kurang tahu ya, karna ya, kita udah ngerasain gitu DBD,
memang sebelumnya mencegah. Apa lagi kan waktu cuaca
gak bagus. Banyak jentik-jentik keluar, nyamuk kan banyak
kali. Jadi ya penting la kita minimal untuk diri kita sendiri,
untuk keluarga, supaya anak juga jangan kena. Kalau yang
periksa jentik itu, jarang warga sini cerita gitu. Tapi kok saya,
ya semalam itu ya saya suruh masuk. Istilahnya ya gakpapa,
setidaknya kan dikasih tahu sama mereka itu kan dikasih juga
abate, walaupun ya, gak gitu banyak sih.
Informan 8 Kalau masyarakat gitu ikut-ikut periksa jentik gitu keknya gak
ada. orang puskesmas aja la saya rasa. Kalau misalnya rumah
saya didatangi untuk periksa jentik ya boleh-boleh aja ya kan,
namanya untuk kesehatan.
Masyarakat perlu juga dilibatkan ya untuk gotong royong,
bersih-bersih, udah gitu kan di rumahnya kan harus masing-
masing juga, harus dibersihkan juga.

Matriks 9. Peryataan Informan tentang Kebijakan Pemerintah Mengenai


DBD

Informan Pernyataan
Informan 1 Itu pernah pemko ngasih surat instruksi untuk kecamatan.
Rutin gak nya, itu saya kurang tahu. Tapi biasanya kalau pak
wali udah turun mereka instruksikan kecamatan. Kecamatan
baru hubungi lintas sektor ke kita. Ya saling timbal balik la.
Ada la instruksi gitu juga dulu untuk PSN massal.
Kemaren itu kan diminta supaya dibuat perda. Karena sangkin
sulitnya la menuntaskan DBD ini ya kan. Karena sebenarnya
bersih-bersih lingkungan itu yang penting. Jadi maunya dalam
perda itu diberi sanksi kepada masyarakat yang ada jentik di
rumahnya. Kan di Malaysia udah ada gitu. Tapi belum ada.
67

Untuk menuju ke situ saya lihat belum.


Informan 2 Adanya itu surat dari Pemko untuk kecamatan untuk buat
kegiatan PSN, gitu.
Informan 3 Saya rasa tanpa harus ada peraturan pun ya memang harus
berkoordinasi. Harus kerja sama lintas sektoral dalam
menanggulangi DBD ini. Kalau untuk suratnya saya lupa
Informan 4 Kalau dari pemko ada itu suratnya. Dari pemko dikasih ke
camat. Baru dikasih ke lurah. Kalau dari pemko,instruksinya
sekali aja, tapi kerjanya terus itu.
Informan 5 Kurang tahu saya kalau itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai