Anda di halaman 1dari 13

Asuhan Keperawatan Pada An.

N dengan HepatitisA
di Ruang Perawatan Wanita dan Anak

RS Azra Bogor

Nurse Station 8

RS AZRA BOGOR

2019
1
Pengertian
Hepatitis adalah peradangan pada hati atau infeksi pada hati (Elizabeth J. Corwin, 2001).
Hepatitis ada yang akut dan ada juga yang kronik. Hepatitis akut adalah penyakit infeksi akut
dengan gejala utama yang berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada jaringan hati
(Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I).

Hepatitis kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi yang ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang
berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan dalam waktu palaing sedikit 6 bulan (Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3).

Etiologi dan Faktor Resiko


1. Hepatitis A (Hepatitis Infeksiosa)
a. Penyebab : Virus hepatitis A (HAV).
b. Cara penularan : Jalur fekal-oral, sanitasi yang jelek, kontak antar manusia, dibawa
oleh air & makanan.
c. Inkubasi (hari) : 15-49 hari, rata-rata 30 hari.
d. Tanda dan gejala : Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala, sakit mirip flu.
e. Fase pra-ikterik : Sakit kepala, malaise, fatique, anoreksia, febris.
f. Fase ikterik : Urine yang berwarna gelap, gejala ikterus pada sclera & kulit, nyeri
tekan pada hati.
g. Hasil akhir : Biasanya ringan dengan pemulihan, tidak terdapat status karier atau
meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis, atau kanker hati.
h. Faktor resiko : Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan
sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.

2
2. Hepatitis B (Hepatitis Serum)
a. Penyebab : Virus Hepatitis B (HBV).
b. Cara penularan : Parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut,
kontak seksual dan fekal-oral, penularan perinatal dari ibu kepada bayinya
c. Inkubasi : 28-160 hari. Rata-rata 70-80 hari.
d. Tanda & gejala : Dapat terjadi tanpa gejala, dapat timbul antralgia ruam.
e. Hasil akhir : Dapat berat. Status karier mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepatitis
kronis, sirosis, & kanker hati.
f. Faktor resiko : Bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan
terapis respiratorik,staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki
biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan dalam hubungan seksual
dan para pemakai obat-obat IV juga beresiko.

3. Hepatitis C (Hepatitis non- A, non-Ba)


a. Penyebab : Virus hepatitis C (HCV).
b. Cara penularan : Transfusi darah & produk darah, terkena darah yang
terkontaminasi lewat peralatan atau parafenalia obat
c. Inkubasi : 15-160 hari (rata-rata 50 hari).
d. Tanda & gejala : Serupa dengan HBV,tidak begitu berat & anikterik.
e. Hasil akhir : Sering terjadi status karier yang kronis & penyakit hati yang
kronis. Meningkatnya risiko kanker hati.
f. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B

4. Hepatitis D
a. Penyebab : Virus hepatitis D.
b. Cara penularan : Sama seperti HBV, antigen permulaan HBV diperlukan
untuk replikasi ; pola penularan serupa dengan pola penularan HBV.
c. Inkubasi : 21-140 hari. Rata-rata 35 hari.
d. Tanda & gejala : Serupa dengan HBV.
e. Hasil akhir : Serupa dengan HBV, tetapi kemungkinan status karier, hepatitis
aktif yang kronis & sirosis lebih besar.
f. Faktor resiko hepatitis $ hampir sama dengan hepatitis B

3
5. Hepatitis E
a. Penyebab : virus hepatitis E (HEV).
b. Cara penularan : Jalur fekal-oral, kontak antar manusia dimungkinkan
meskipun risikonya rendah.
c. Inkubasi : 15-65 hari. Rata-rata 42 hari.
d. Tanda & gejala : Serupa dengan HAV, kecuali sangat berat pada wanita hamil.
e. Hasil akhir : Serupa dengan HAV, kecuali sangat berat pada wanita hamil.
f. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan
makanan, minum minuman yang terkontaminasi.

Patofisiologi
HEPATITIS
Faktor resiko higiene &
sanitasi buruk

Rentan terhadap infeksi


virus hepatitis

Invasi virus ke dalam tubuh

Masuk sirkulasi

Masuk dalam aliran vena hepatikus

Virus berkembang biak


dalam sel hati

Kerusakan pada hepar

Produksi garam empedu


sel hati

4
Suasana duadenum menjadi
aktivitas asam

Aktivitas rutin mengiritasi duadenum

Pada impuls iritatif ke otak feses

Gejala GI menjadi keras

Rangsangan M.Oblongata
Konstipasi

Mual Muntah

Anoreksia

Intake kurang

Nutrisi kurang

Manifestasi Klinik
Terdapat tiga stadium :
a. Stadium pre ikterik
Berlangsung selama 4 – 7 hari, pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual,
muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri perut kanan atas, urine lebih coklat.
b. Stadium ikterik
Berlangsung selama 3 – 6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera,kemudian pada
kulit seluruh tubuh. Keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia danmuntah,
tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
c. Stadium pasca ikterik (rekonvalensensi)
Ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak
lebih cepatdaripada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua. Karena penyebab yang
biasa berbeda

5
Penatalaksanaan
a. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang
lazim.
b. Diet TKTP, pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasien
terus-menerus muntah.
c. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati
kembali normal.
d. Terapi sesuai instruksi dokter.
e. Jaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
f. Alat-alat makan disterilkan.
g. Alat-alat tenun sebelum dicuci direndam dahulu dengan antiseptik

Pemeriksaan penunjang
Terdapat 2 pemeriksaan penting untuk mendiagnosis hepatitis, yaitu tes awal untuk
mengkonfirmasi adanya peradangan akut pada hati dan tes yang bertujuan untuk mengetahui
etiologi dari peradangan akut tersebut.

Pemeriksaan tes fungsi hati, khususnya Alanin Amino Transferase (ALT = SGPT), Aspartat
Amino Transferase (AST = SGOT). Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan billirubin.

Kadar transaminase (SGOT/SGPT) mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus.


Peningkatan kadar SGOT & SGPT yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah
50-2.000 IU/mL. Terjadi peningkatan billirubin total serum (berkisar antara 5-20 mg/dL).

PEMERIKSAAN SERULOGI
Diagnosis mengenai jenis hepatitis merupakan hal yang penting karena akan menentukan
jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan hepatitis adalah pemeriksaan
serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.

a. Diagnosis hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tes serologi untuk
imunoglobulin M (lgM) terhadap virus hepatitis A. lgM antivirus hepatitis A positif pada saat
awal gejala dan biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase

6
(ALT/SGPT). Jika telah terjadi penyembuhan, antibodi lgM akan menghilang dan akan
muncul antibodi lgG. Adanya antibodi lgG menunjukkan bahwa penderita pernah terkena
hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A maka pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan beberapa diagnosis berikut.
1. Serum lgM anti-VHA positif.
2. Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT, dan AST meningkat ringan.
3. Kadar alkalin fosfatase, gamma glutamil transferase, dan total bilirubin meningkat pada
penderita yang kuning.

b. Diagnosis hepatitis B
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
1. HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material permukaan/kulit
VHB, mengandung protein yang dibuat oleh sel hati yang terinfeksi VHB. Jika hasil tes
HbsAg positif artinya individu tersebut terinfeksi VHB, menderita hepatitis B akut,
karier. atau pun hepatitis B kronis. HbsAg positif setelah 6 minggu terinfeksi virus
hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap setelah lebih dari 6 bulan
artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau karier.
2. Anti-HBsAg (antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg yang
menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan
terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes antiHBsAg positif artinya individu itu telah
mendapat vaksin VHB, atau pernah mendapat imunoglobulin, atau juga bayi yang
mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg yang positif pada individu yang tidak
pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan individu tersebut pernah terinfeksi
VHB.
3. HBeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di dalam darah. Bila
positif menunjukkan virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila hasil
positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu
yang positif HbeAg dalam keadaan infeksius dan dapat menularkan penyakitnya baik
terhadap orang lain, maupun ibu ke janinnya.
4. Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang
dibentuk oleh tubuh. Apabila anti-HBeAg positif artinya VHB dalam keadaan fase non-
replikatif.
5. HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa protein
dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukkan
keberadaan potein dari inti VHB.
7
6. Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap
HBcAg dan cenderung menetap sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Antibodi ini ada dua tipe yaitu IgM anti-HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi
artinya infeksi akut, IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif
menunjukkan infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB.

c. Diagnosis hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai antibodi
dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus dapat terlihat. Sekitar 30% pasien hepatitis
C tidak dijumpai anti-HCV (antibodi terhadap VHC) yang positif pada 4 minggu pertama
infeksi. Sementara sekitar 60% pasien positif anti-HCV setelah 5-8 minggu terinfeksi VHC
dan beberapa individu bisa positif setelah 5-12 bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis C
menjadi kronis dan pada hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanine
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).Pemeriksaan
molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri atas dua
jenis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase
Chain Reaction) dan dapat mendeteksi RNA VHC kurang dari 100 kopi per mililiter darah.
Tes kualitatif dilakukan untuk konfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga
menilai respon terapi.Selain itu, tes ini juga berguna untuk pasien yang anti-HCV-nya negatif,
tetapi dengan gejala klinis hepatitis C atau pasien hepatitis yang tidak teridentifikasi jenis
virus penyebabnya. Adapun tes kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode
dengan teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif
berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini dapat diketahui
derajat viremia. Biopsi (pengambilan sedikit jaringan suatu organ) dilakukan untuk
mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati.

Asuhan Keperawatan

1. Identitas

Nama Klien : An. N

Umur/Tempat Tgl.Lahir: 8 Tahun / Bogor, 10 september 2011

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

8
Status Perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan : Belum / tidak tamat SD

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Jl. Pangeran Sogiri Tanah Baru RT/RW 04/04 Tanah Baru

No. Rekam Medis : 146857

Diagnosa Medis : Hepatitis A

Tgl / jam masuk RS : 08 November 2019 / 11:18

Identitas Keluarga

Nama : Eka Firmansyah, Tn

Umur : 38 Tahun

Pendidikan : Perguruan Tinggi

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Hub. Dengan Klien : Ayah

Alamat : Jl. Pangeran Sogiri Tanah Baru RT/RW 04/04 Tanah Baru

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Ibu pasien mengatakan anaknya mual, tidak nafsu makan

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk ke ruang perawatan anak dan wanita Nurse station 8 pada tanggal 08

November 2019 dan pada saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya mual, muntah

tidak, tidak nafsu makan

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu pasien mengatakan anaknya pernah dirawat beberapa tahun yang lalu dengan

keluhan demam, batuk ada, tidak nafsu makan

9
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu pasien mengatakan hanya anaknya dari keseluruhan keluarga yang mengalami

penyakit tersebut, ibu pasien mengatakan anaknya alergi seafood, coklat dan

kacang-kacangan yang belum diolah

Diagnosa
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis
keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respons individu (klien dan masyarakat)
tentang masalah kesehatan aktual dan potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada An. N dengan Hepatitis A adalah sebagai
berikut :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual atau muntah

Intervensi
Intervensi meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau

mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini

dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi

(Lyer, Taptich, dan Bernocchi-Losey, 996) dikutip dari (Nursalam,2013)

No Nanda NOC NIC


1. Perubahan Nutritional Status : Food NIC : Nutrition Management
nutrisi and Fluid Intake 1. Observasi TTV dan keluhan
kurang dari Kriteria Hasil : 2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
kebutuhan 1. Adanya peningkatan selagi hangat
tubuh berat badan sesuai 3. Kaji adanya alergi makanan
berhubunga dengan tujuan 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
n dengan 2. Berat badan ideal sesuai menentukan jumlah kalori dan
mual atau dengan tinggi badan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Mampu mengidentifikasi 5. Anjurkan pasien untuk
muntah
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein danvitamin C
4. Tidak ada tanda tanda 6. Ajarkan pasien bagaimana membuat

10
malnutrisi catatan makanan harian.
5. Tidak terjadi penurunan 7. Monitor jumlah nutrisi dan
berat badan yang berarti kandungan kalori
8. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor kekeringan,rambut
kusam, dan mudah patah
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin,total
protein, Hb, dan kadar Ht
8. Monitor pucat,kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva

Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Adapun

hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi

dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukam validasi , penguasaan keterampilan

interpersoal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien

paa situasi yang tepat , keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi

keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Nursalam,2013).

Evaluasi

11
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

keberhasilan dari diagnosis keperawatan , rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap

evaluasi perencanaan, dan implementasi intervensi (Ignatavicus dan Bayne , 1994 dikutip dari

(Nursalam, 2013).

Menurut Griffith dan Chiristensen (1986), evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan

perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan

klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan

keperawatan. (Nursalam,2013).

Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien

dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan

dan pencapaian tujuan. (Nursalam,2013).

12
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E., Marilynn. et al. (1993). Nursing Care Plans. Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care. (3th ed). Philadelphia : F.A. Davis Company.
M.Black,Joy dan Jane Hokanson Hawks.2009.Keperawatan Medikal Bedah,Jakarta:Salemba
Medika
Nurarif,Amin Huda.Kusuma Khardi.2015,Nanda NIC-NOC.North American Nursing
Diagnosis Assosiation,Jogjakarta:Mediaction
.

13

Anda mungkin juga menyukai