Anda di halaman 1dari 42

RESUME PBL

SKENARIO 4
“ Tubuh Lemas ”

NAMA           : Lugino
NPM               : 114170035
KELOMPOK: 1A
BLOK : 4.2
TUTOR          :  dr. Kati Sriwiyati, M.Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021

SKENARIO 4

Tubuh Lemas

Seorang laki-laki berusia 21 tahun datang ke poliklinik umum dengan keluhan


tubuh terasa lemas sejak ±6 bulan yang lalu. Keluhan disertai demam yang hilang
timbul, nyeri perut, nausea, penurunan nafsu makan, berat badan menurun, dan
BAK berwarna seperti teh pekat. Pasien mengaku pernah menderita sakit liver.
Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, tanda vital tekanan darah
110/70mmHg, nadi 68x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 39,1°C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik +/+, abdomen datar, soepel, nyeri
tekan epigastrium (+), ekstremitas jaundice (+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan SGPT 176 U/L, SGOT 148 U/L, HbsAg (+). Dokter lalu melakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan penatalaksanaan pada pasien.

STEP 1
1.SGOT : Serum glutamic oxaloacetic transaminase enzim golongan transaminase
yang dihubungkan dengan organ hati sgot tidak hanya pada organ hati,tetapi di
jantung,otot rangka dan ginjal. SGOT/ALT mengkatalisis transfer grup asam
amino,asam amino antar biokimia dalam tubuh.

2.Ekstremitas Jaundice : Suatu keadaan yang ditandai dengan kulit berwarna


kuning, yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin pada kulit dan membrana
mukosa, karena kadar bilirubin pada tubuh tinggi atau disebut juga
hiperbilirubinemia.

3.SGPT : Serum glutamic pyruvic transaminase enzim di paru dan hati fungsinya
untuk mencerna protein dalam tubuh,saat dilakukan pemeriksaan SGPT dicurigai
adanya masalah pada

4.HbsAg : Hepatitis B test yang dilakukan untuk mendeteksi hepatitis B. Produk


yang dihasilkan gen S virus hepatitis B yang bersirkulasi dengan konsentrasi
tinggi dalam serum

STEP 2

1.Mengapa pasien mengeluh tubuh lemas 6 bulan yang lalu serta demam,nyeri

perut,nausea,penurunan nafsu makan dan berat badan menurun?

2.Apakah hubungan riwayat sakit liver dengan keluhan pada pasien?

3.Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik,ekstremitas jaundice


dan adanya

nyeri tekan epigastrium?

4.Bagaimana makna atau interpretasi dari hasil laboratorium SGOT, SGPT dan
HbsAg ?

5.Bagaimana penegakan diagnosis dari pasien tersebut?


6.Bagaimana tatalaksana yang tepat pada keluhan pasien?

STEP 3

1.Kemungkinan pasien terinfeksi suatu virus,pasien termasuk virus hepatitis


nantinya akan menyebabkan respon inflamasi,apabila virus masuk akan
menyebabkan perut nyeri,meningkatnya kadar bilirubin inflamasi yang
menyebabkan kadar bilirubin naik,kulit akan menjadi kuning dan urin nya
menjadi pekat seperti teh.

Inflamasi,HbsAg posititf menunjukan hepatitis B disebabkan karna pengaruh


alcohol,virus nanti yang akan menyebabkan nyeri tekan, bilirubin naik, dan yang
lainnya pada keluhan tersebut.

Pasien mudah lelah dikarenakan adanya penurunan fungsi hati,karna proses


inflamasi hati terjadi hepatomegaly menyebabkan metabolisme lemak menurun
akibatnya akan mengganggu ATP maka dari itu pasien bisa merasa mudah lelah.

Nausea anoreksia dan penurunan berat badan ada penurunan garam


empedu,garam empedu tidak dikeluarkan konsentrasi dari duodenum dan gaster
akan semakin asam maka akan timbul nausea,anoreksia,penurunan berat badan.

2.pasien dapat mengalami kelainan pada hepar yang dapat dipengaruhi riwayat
penyakit dahulu,melibatkan .infeksi hepatitis b imunotoleran menyebabkan
hepatitis b akut,pada kasus infeksi virus hepatitis b kronis menetapnya 6 bulan
tidak bisa di eradikasi sepenuhnya permanen di nucleus hepatosit yang terinfeksi.

3.Nyeri karna masalah pada hepar,nyeri pada kanan atas terjadi karena di hepar
atau masalah pada sekresi dari apa yang diproduksi dari hepar,jaundice dan sclera
ikterik pre hepatic : kenaikan bilirubin dan sel darah merah pada hepar,konjugasi
dari bilirubin indirect menjadi direct maslaah pada sel hepar,post hepatic adanya
obstruksi bilirubin yang keluar ada obstruksi atau hambatan di saluran,hal tersebut
bisa menyebabkan nyeri epigastrium.

4.SGOT ,SGPT pada kasus 176,148U/L SGPT 5-40U/L terjadi kenaikan pada
SGOT dan SGPT disebabkan karna masalah pada sel sel hepar yang mengalami
inflamasi

Nilai HbsAg (+) hepatitis b surface secraa bentuk ada surface luar dan envelop
yang mengalami positi adalah surface nya artinya adanya virus hepatitis b pada
tubuhnya,sedangkan HbcAg di cor nya envelopnya replikasi ,Hepatitsi b
penularanya parenteral bisa dari darah, luka

SGOT SGPT meningkat karna sel hepatosit infeksi dimana akan menyebabkan sel
nya pecah,komponen akan keluar ada SGOT dan SGPT akan ke sirkulasi darah
pemeriksaan lab bisa didapatkan SGOT dan SGPT

5.Penegakan diagnosis hepatitis ini umumnya tidak menimbulkan gejala pada


anak anak,gejala timbul apabila telah terinfeksi 6 minggu : gangguan
gastrointestinal seperti malaise mual muntah, bia ftofobia,myalgia, gejala
prodromal akan menghilang sata timbul kuning kelemahan bisa menteap gejala
icterus didahului urin berwarna gelap ,dapat tmbul ketika icterus meningkat
diikuti pembesaran hati dan disertai rasa sakit

PF : konjungtiva ikterik,nyeri tekan hati,limfadenopati

Laboratorium urin,pemeriksaan darah didapatkaan bilirubin SGOT SGPT lebih


dari nilai normal,HbsAg.

6.Istirahat atau tirah baring,diet hati,medikamentosa : diberikan terapi


simptomatik sepeerti antiemetic domperidon 2x10mg untuk mual muntah,lalu bisa
diberikan curcuma tablet agar pasuen nafsu makan meningkat,
STEP 4

1.pasien terinfeksi virus hepatitis b karna sudah di test laboratorium,suatu proses


inflamasi pada hati,hepattis ini disebabkan banyak hal tetapi paling sering
disebabkan infeksi virus,transmisi virus hepatitis melalui darah saliva,air
mata,cairan vagina transmisi bisa lewat hubungan seksual,parenteral,ibu-anak sata
melahirkan,virus akan masuk ketubuh tubuh aka respon cedera inflamasi pada sel
hepatosit respon inflamasi local kuadran kanan atas,setelah virus masuk dalam
tubuh berhubungan dengan imunitas inate beberapa menit-jam pengenalan sel
hepatosit oleh natural kille sel kemudian memicu aktivasi sel tersebut dan
menginduksi interferon ,virus kemdian mncul alfa interferon yang mengaktifkan
NK sel,setelah aktif meningkatnya alfa interferon dan menyebabkan adany
malaise,demam.T heper cd4 muncul dan akan meningkat dan sensitisasi terhadap
peptid nucleid kerusakan sel helper yang terinfeksi disebabkan karna antigen pada
member hepatosit ,nhc class 1 sel t sitotoksik terjadi lisis pada hepatosit
tersebut.kemudia respon cideran inflamasi menyerang hepar akan mengganggu
biliaris yang meningkatkan kadar bilirubin yang menyebabkan kulit menjadi
kuning dan urinnya menjadi gelap.

Mengalami hepatitis b kronik karna waktunya lebih dari 6 bulan,virus masuk


kedalam hepar kemudian antoping diselimuti ketika masuk ke hepar materi
genetic masuk virus hepatitis b jenis DNA masuk menuju inti sel transkripsi
translasi mengeluarkan koloni virus yang bau,mengenai sel hepar kemudian yang
merusak dari sel hepar bukan dari sel hepar langsung,mengeliminasi sel hepar
melakukan mekanisme sitolitik virus akan mengaktifkan dari sel imun humoral
dan selular.dikatakan kronik ketika lebih dari 6 fase fase : 1.imun toleransi imun
clearance reaktivasi ketika hepatitis kronik terjadi imun toleransi dna yang di
replikasi fase akut sudah banyak terjadi imun tolranse,fase imun clearance terjadi
gelombang fluktuatif ALT dikatakan naik tetapi buakn normal ataupun rendah =
sejajar inaktiv carrier semua rendah ALT,HbsAg rendah tetapi karna terjadi
gelombang fluktuatif lagi.
2.penyakit liver merupkan penyakit peradangan organ hati,disebabkan karna pola
hidup tidak sehat,adanya gangguan metabolisme,bakteri,nutrisi,gizi zat adiktif dan
kecanduan merokok,kesehatan hati penting sebagai organ utama penetral racun
ditubuh dinetralisir oleh hepar.Hepar rusak akan mengganggu kemampuan tubuh
dalm memecah sel darah merah.rusaknya hepar bisa ditandai dengan kuningnya
warna kulit,membrane mukosa,naiknya konsentrasi bilirubin,SGOT,SGPT dalam
darah.

3.Ekstremitas jaundice adany peradangan dihepar akan menyebabkan suplai darah


hepar karna kerusakan selhati di empedu bisa menyebabkan obstruksi ,resistensi
bilirubin keruskan sel hati menyebabkan resistensi bilirubin meningkatkan kadar
bilirubin bia menyebabkan ikteris pada mata dan kulit,ekresikan ke ginjal yang
nantinya urinnya bisa berwarna seperti teh

Virus hepatitis b nantinya akan terjadi respon cidera inflamasi pada sel sle hati
nantinya terjadi sel ,terjadi respon inflamasi local dan terjadi ketidak nyamanan
pada epigastrium jaundice terjadi karna respon inflamasi nantinya terjadi
hiperbilirubinemia dan menyebabkan warna kuning pada kulit.

4.SGOT SGPT dalam kasus ini meningkat karna adanya suatu inflamasi atau
cidera pada hati,pada kasus adanya hepatitis b karna dari virus mengativasi
humoral dan seluler terjadi eliminasi sel sel hepatosit akan terjadi nekrosis SGOT
SGPT meningkat,HbsAg positif seseorang mengalami infeksi hepatitis b pada
tubuhnya maka tidak mungkin Hbc negative.

5.anamnesis : demam,nyeri perut bagian kanna atas,riwayat jarum suntik,obat


terlarang,mual,muntah,malaise,

PF : ekstremitas jaundice,nyeri tekan kuadran kanan atas

PP : laboratorium urin,darah, SGOT SGPT,HbsAg,biopsy hati,

Kriteria diagnosis : hepatitis b kronik hbs a + lebih dari 6blan,DNA serum


>20.000 persisten intermitten,hepatitis kronik inaktiv : hbsag+ >6buAN alt serum
dalam batas normal,hepatitis b : riwayat infeksi hepatitis b anti hbc dalam
darah ,ALT serum dalam batas normal

6.Tirah baring,nutrisi yang cukup dan perlu banyak cairan

Obat antivirus : PEG – IFN dosis 180mikrogram,entecavir dosis harian 0,5 mg

SGPT naik bisa diberikan interferon +

HbeAg – anti Hbe + diberiksan terapi spesifik lamifudin + pengawasan hcc

USG hati
MIND MAP

Hepatitis B

Penegakan Diagnosi
Definisi Etiologi Faktor resiko Klasifikasi Patofisiologi Tatalaksana
diagnosis banding

Pemeriksaan Pemeriksaan
Akut Kronis Anamnesis
fisik penunjang
STEP 5

1.Klasifikasi penyakit hepatitis A,B,C,D,E , Abses hepar,Sirosis hepar,Fatty liver

a) Etiologi
b) Faktor resiko
c) Patofisiologi
d) Manifestasi klinis
e) Penegakan diagnosis
f) Tatalaksana
g) Komplikasi

Refleksi Diri

Alhamdulilah PBL berjalan ckup lancar tapi masih banyak yang harus dipelajari

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1) HEPATITIS 
 Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol.
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus
disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan
perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas.
 
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis
dalam bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal
definisi lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ
hati,bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat
mengartikan lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning
sebenarnya dapat menimbulkan keracunan, karena tidak semua penyakit kuning
disebabkan oleh radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu.
Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di
sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat – obatan serta
bahan – bahan kimia.

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan
klinis, biokimia serta seluler yang khas.
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah suatu
penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
 
Jenis-jenis Hepatitis
Hepatitis A
Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui
kontaminasi oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang
terkontaminasi. Potensi penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret saluran
cerna. Umumnya terjadi didaerah kumuh berupa endemik. Masa inkubasi : 2-6
minggu, kemudian menunjukkan gejala klinis. Populasi paling sering terinfeksi
adalah anak-anak dan dewasa muda.
        

  
Hepatitis B
Penularan virus ini melalui rute trnfusi darah/produk darah, jarum suntik,
atau hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka yang sering
tranfusi darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan kesehatan dan keamanan
masyrakat yang terpajan terhadap darah; klien dan staf institusi untuk kecatatan
perkembangan, pria homoseksual, pria dan wanita dengan pasangan
heteroseksual, anak kecil yang terinfeksi ibunya, resipien produk darah tertentu
dan pasien hemodialisa. Masa inkubasi  mulai 6 minggu sampai dengan 6 bulan
sampai timbul gejala klinis.
            

Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering
infeksi hepatitis yang ditularkan  melalui suplai darah komersial. HCV ditularkan
dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui tranfusi darah.
Populasi yang paling sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, individu yang
menerima produk darah, potensial risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan 
dan keamanan masyarakat yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah
selama 18-180 hari.
 
Hepatitis D
Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV
bertambah parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu
yang mengedap infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan infeksi  hanya bila
individu telah mempunyai HBV, dan darah infeksius melalui infeksi HDV.
Populasi yang sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, hemofili, resipien
tranfusi darah multipel (infeksi hanya individu yang telah mempunyai HBV).
Masa inkubasinya belum diketahui secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko
timbulnya hepatitis fulminan, kegagalan hati, dan kematian.

Hepatitis E
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingeti air
yan tercemar. populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang yang hidup pada
atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko dimana sanitasi buruk, dan
paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan.
  
 
Penyebab dan Cara Penularan Hepatitis
Hepatitis A
Hepatitis A pada umumnya dapat di tulari melalui mulut, misalnya melalaui
gelas atau sendok bekas yang di pakai penderita hepatitis A. Kadang – kadang
dapat juga melalui keringat penderita atau melalui jarum suntik bekas yang di
pakai pada penderita pengdapa hepatitis A.

Hepatitis B
Hampir semua jenis virus hepatitis dapat menyerang manusia. Pada ibu
hamil bila terserang virus ini dapat menularkan pada bayinya yang ada dalam
kandungan atau waktu menyusui bayi itu. Bentuk penularan seperti inilah yang
banyak di jumpai pada  penyakit hepatitis B. Pada saat ini jenis hepatitis yang
paling banyak di pelajari ialah hepatitis B dan telah dapat pula di cegah melalui
vaksinasi. Walaupun infeksi virus ini jarang terjadi pada populasi orang dewasa,
kelompok tertentu dan orang yang memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi.
Kelompok ini mencakup:

- Imigran dari daerah endemis hepatitis b


- Pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik
- Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang
terinfeksi
- Pria homoseksual yaang secara seksual aktif
- Pasien rumah sakit jiwa
- Narapidana pria
- Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk
tertentu dari plasma
- Kontak serumah denag karier hepatitis
- Pekerja sossial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak
dengan darah

Hepatitis C
Penularan hepatitis C dan Delta pada orang dewasa bisa terjadi melalui
kontak seksual dan bisa pula melalui makanan dan minuman, suntikan ataupun
transfusi darah. Virus hepatitis C juga berbahaya karena sebagian besar penyakit
Hepatitis C dapat berkembang menjadi kronis/menahun dan menjadi pengidap
yang selanjutnya akan menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya.

Hepatitis D dan E
Hepatitis delata dan hepatitis e didduga penularannya melalui mulut, tetapi
belum ada penelitian yang lebih mendalam.

Tanda dan Gejala


Semua Hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga
secara klinis hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Dokter hanya dapat
memperkirakan saja jenis hepatitis apa yang di derita pasiennya dan untuk
membedakannya secara pasyi masih diperlukan bantuan melalui pemeriksaan
darah penderita.gejala penderita hepatitis virus mula mula badanya terasa panas,
mual dan kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari air seninya berwarna
seperti teh tua, kemudian matanya terlihat kuning, dan akhirnya seluruh kulit
tubuh menjadi kuning. Pasien hepatitis virus biasanya dapat sembuh setelah satu
bulan. Hampir semua penderita hepatitis A dapat sembuh dengan sempurna,
sedangkan penderita hepatitis C dapat menjadi kronis. Mengenai hepatitis delta
dan E belum dapat di ketahui  sevara pasti bagaimana perjalanan penyakitnya.
Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna, tetapi sebagian
kecil (kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau meninggal.penderita
hepatitis B yang menahun setelah 20-40 tahun kemudian ada kemungkinan
hatinya mengeras(sirosis), dan ada pula yang berubah menjadi kanker hati.
Gambaran klinis hepatitis virus dapat  berkisar dari asimtomatik sampai penyakit
yang mencolok, kegagalan hati, dan kematian. Terdapat tiga stadium pada semua
jenis hepatitis yaitu :

a. Stadium Prodromal.
Disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas virus selesai
dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium ini disebut
praikterus karena ikterus belu muncul. Antibodi terhadap virus biasanya belum
dijumpai, stdium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh :
  - Malese umum
- Anoreksia
- Sakit kepala
- Rasa malas
- Rasa lelah
- Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas
- Mialgia (nyeri otot)
 
b. Stadium Ikterus.
Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar orang stadium
ini ditandai oleh timbulnya ikterus, manifestasi lainnya adalah:
- Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal
- Pembesaran dan nyeri hati
- Splenomegali
- Mungkin gatal (pruritus) dikulit
 
c. Stadium Pemulihan.
Biasanya timbul dalam 2-4 bulan, selama periode ini:
- Gejala-gejala mereda termasuk ikterus
- Nafsu makan pulih
- Apabila tedapat  splenomegali, akan segera mengecil
 
Pencegahan
Pencegahan terhadap hepatitis virus ini adalah sangat penting karena 
sampai saat ini belum ada  obat yang dapat membunuh virus, sehingga satu-
satunya jalan  untuk mencegah hepatitis virus adalah dengan vaksinasi, tetapi pada
saat ini baru ada vaksin hepatitis B saja, karena memang Hepatitis B sajalah yang
paling banyak diselidiki  baik mengenai perjalanan penyakitnya maupun
komplikasinya.
Saat ini di seluruh dunia terdapat 200 juta orang pengidap hepatitis B yang tidak
menampakkan gejala, tetapi merupakan sumber penularan bagi manusia sehat.
Agarc tubuh menjadi kebal diperlukan vaksinassi dasar mengenai dasar sebanyak
tiga kali vaksinasi hepatitis B. Mengenai jarak waktu pemberian vaksinasi dasar
tergantung dari jenis vaksinasi yang dipakai.
Ada dua vaksin hepatitis B yaitu vaksin yang dibuat dari darah manusia
yang telah kebal Hepatitis B dan vaksin hepatitis yang dibuat dari perekayasaan
sel ragi. Vaksin hepatitis yang di buat dari darah manusia kebal hepatitis di
suntikkan kepada orang sehat sekali sebulan sebanyak tiga kali, sedangan vaksin
hepatitis b yang di rekayasa dari sel ragi diberi kepada penderita sebulan sekali
sebanyak dua kali,  lalu suntikan ke tiga baru di beri 5 bulan kemudian.
Untuk memperkuat kekbalan yang telah ada, perllu diberi vaksinasi penguat.
Caranya bermacam-macam ada vaksin yang perlu di ulang setahun kemudian satu
kali, lalu 4 tahun kemudian diberi sekali lagi, selanjutnya setiap 5 tahun sekali.
Ada pula jenis vaksin yang perlu diberikan hanya setiap 5 tahun sekali saja.
Vaksinasi  hepatitis B sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Bayi yang lahir
dari ibu yang mengidap penyakit hpatitis B, harus di vaksinasi hepatitis B segera
setelah lahir, sedangkan bayi lainnya boleh diberi setelah berumur sebulan.
Secara keseluruhan tindakan pencegahan terhadap hepatitis adalah dengan
memakai sarung tangan bila berkontak dengan darah /cairan tubuh lainnya, dan
harus hati-hati memasang kembali tutup jarum suntik. Perhatikan cara
pembuangan bahan-bahan terkontaminasi dan pembersihan alat-alat  dan
permukaan yang terkontaminasi. Bahan pemeriksaan untuk laboratorium harus
diberi label jelas bahwa bahan berasal dari pasien hepatitis. Perlu juga
menjelaskan pentingnya mencuci tangan kepada pasien, keluarga, dan lainnya.

2) ABSES HEPAR

  PENGERTIAN ABSES HEPAR.

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat
terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak,
area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat
sensasi nyeri dan panas setempat.
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat
kerusakan jaringan, Hepar adalah hati
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan
oleh infeksi.

   ETIOLOGI.
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses
hati pyogenik.
a.              Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba
histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E.
Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif
atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam.
Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi
jaringan.

b.             Abses hati piogenik


Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus
faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob
seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk
penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara
anaerob maupun aerob

PATOFISIOLOGI.

a.              Amoebiasis Hepar


Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala
amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis
amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang
telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :


a. strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
b. secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi    tergantung
pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran
cerna terutama pada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amebiasis hati:


1) penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2) pengerusakan sawar intestinal.
3) lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun
cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat
karena penyakit  tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4) penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian
besar  melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal
yang disertai nekrosis  dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu dan granuloma diganti dengan  jaringan nekrotik. Bagian nekrotik
ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah


terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)
Skema bagan Terjadinya Amoebiasis hepar :
(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar
Patofisiologi,
PATHWAY ABSES HEPAR

Skema bagan Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah :


Penjelasan
Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan
infeksi
Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur
atas pola tidur.
Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun
sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis

b.             Abses hati piogenik


Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septik.
b. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis
septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu
empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran
empedu kongenital.
c. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
d. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
e. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ
lanjut usia.

       TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS.

Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,


mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam      (T >
38°), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)

Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan
dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata merah.
e.     Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f.   Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan

      PENATALAKSANAAN.

1.      Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit
intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1.      Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2.      Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3.      Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.

2.       Tindakan aspirasi terapeutik


Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
1.      Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
2.      Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau
peritoneum.
3.      indakan pembedahan

3.      Pembedahan dilakukan bila :


1.      Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2.      Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3.      Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4.      Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.

Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan
reseksi misalnya lobektomi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.

Pemeriksaan penunjang antara lain


a.              Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
b.             Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma,
efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c.              Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas
diatas hati.
d.             Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e.              Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma.
f.              Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.

Pengobatan dilakukan tiga cara :


a.  Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk
gram negatif diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.

b.  Aspirasi Jarum


Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi.
Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif.
Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG

PROGNOSIS.

1.             Virulensi parasit


2.             Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3.             Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4.             Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan
jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak
digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin,
mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau
sindrom hepatorenal.

KOMPLIKASI.

Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar      5 –


15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
Dapat juga komplikasi seperti:
1.       Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2.       Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum,
selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
3.       Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi.
4.       Parasitemia, amoebiasis serebral
 E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ
lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.
3) SIROSIS HEPATIS

Definisi Sirosis Hepatis


Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodul- nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.1,2
Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif,
ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses keradangan difus menahun pada
hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus
(fibrosis) di mana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentukan-
bentukan regenerasi nodul.6,8,9,13,14 Sirosis hepatis pada akhirnya dapat
mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus lanjut, menyebabkan
kegagalan fungsi hati secara bertahap.7
Etiologi
Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang
dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]

Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan


morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik),
biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]

Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan


di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan
hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non
B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya
sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]

Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan


adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]
Gambar 1. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]
Pemeriksaan Fisis

Gambar 2. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 3. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau


spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan
rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang
sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan


dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati


hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan


kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,
distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan


glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda


ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau


mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya


nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. [2]

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi


porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
[2]

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila


konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap,
seperti air teh. [2]

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-


ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]

 Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar


 Batu pada vesika felea akibat hemolisis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]

Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat


transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengeyampingkan adanya sirosis. [2]

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer. [2]
Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi


bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan
hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari


pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin. [2]

Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,


sehingga pada sirosis memanjang. [2]

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan


dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,


anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme. [2]
Gambar 4. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [8]a
a
Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati,
pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin,
albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline
pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase ,
GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau
campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit
tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan
laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah
yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat
bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging
perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan
kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau
transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik
(adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi
imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus,
HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA,
antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP;
cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic
retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG
Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan
mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,
permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran
vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin


digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]

Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis


sirosis selain mahal biayanya. [2]

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. [2]

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa


oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. [2]

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai


40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan berbagai cara. [2]

antineutrofil perifer. [8]


Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]

Tabel 1. Grade ensefalopati hepatik [8]

Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]

a. Penatalaksanaan sirosis kompensata


Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa
diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan
berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)


merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan


terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan. [2]

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian. [2]

Penatalaksanaan sirosis dekompensata


Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. [2]

Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan


ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]

Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan


obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]

Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim


intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]

Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur


keseimbangan garam dan air. [2]

Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.


Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu. [2]

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]

Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang


akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan
hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun
untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-
masing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [8]b


Faktor Unit 1 2 3
Serum µmol/L < 34 34−51 > 51
bilirubin mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0
Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30
b
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas
A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]
g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0
Prothrombin Detik 0−4 4−6 >6
time pemanjangan
INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3
Ascites Tidak ada Dapat Tidak dapat
dikontrol dikontrol
Hepatic Tidak ada Minimal Berat
encephalopath
y

Anda mungkin juga menyukai