Disusun oleh :
Kelompok 4.1
1. Nenda Ayuwandari
2. Ananda Putri
3. Fakhri Danial
4. Fridzian Bima Saputra
5. Muhammad Syifa AS
6. Maisya Riyanto Putri
7. Ramadina SW
8. Silvy A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNGJATI
CIREBON
2020
2
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Farmakologi Blok 4.1.
“Kasus Digestive Disorders”
Disusun oleh
Kelompok 4.1
1. Nenda Ayuwandari
2. Ananda Putri
3. Fakhri Danial
4. Fridzian Bima Saputra
5. Muhammad Syifa AS
6. Maisya Putri Riyanto
7. Ramadina SW
8. Silvy A
Cirebon, ........................
Tutor:
A. KASUS
3
Identitas pasien
Nama : an. IR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 16 tahun
Alamat : Cirebon
Tanggal MRS : 3 mei 2020
Jaminan : BPJS
Diagnosis :-
Anamnesis:
Keluhan Utama : Demam dan diare
Keluhan tambahan
1. Mual
2. Muntah
3. Nyeri perut dan melilit
4. Lemas
5. Nafsu makan menurun
6. Pusing
Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada
Riwayat Penggunaan Obat : -
Alergi obat : Tidak ada
Alergi makanan : Ada
An.IR usia 16 tahun diantar oleh orang tuanya masuk ke IGD di salah
satu Rumah Sakit Swasta di Kota Cirebon pada tanggal 3 Mei 2020 pada pukul
20.00 WIB dengan keluhan demam 1 hari yang lalu dan diare sejak 4 hari yang
lalu. Orang tua IR mengatakan bahwa anaknya BAB cair sekitar 6x/hari setelah
sebelumnya makan di warung dekat rumahnya. Orang tua IR sudah memberi
obat antidiare yang dibelinya di warung. Namun tidak kunjung sembuh dan dari
2hari lalu badan anaknya demam tinggi. Pasien tampak merintih kesakitan dan
lemah. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut melilit, mual muntah tiap makan
dan nafsu makan menurun. BAK lancer.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : CM
B. DASAR TEORI
1. Gastroenteritis akut
A. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan
muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari
biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih
6
lembek atau cair (kandungan air dalam feses lebih banyak dari biasanya
yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam).1
B. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari
World Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa
menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-
infeksi. Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan
sekitar 10 % karena sebab lain yaitu2 :
1) Faktor infeksi
a) Virus
Rotavirus
Rotavirus terdapat lima spesies, yaitu A,B,C,D, dan E.
Rotavirus A dilaporkan 90% gastroenteritis rotavirus pada manusia.
Virus ditransmisikan fekal oral dan dapat bertahan pada feses
sampai 3 minggu pada infeksi berat. mekanisme patogenesis dan
imunitas rotavirus belum sepenuhnya dipahami. Virus menempel
pada reseptor host melalui VP4 dan dilakukan endositosis ke dalam
vesikel di sel inang, antibodi netral secara langsung bereaksi dengan
VP4 dan/ VP7 dapat mencegah penetrasi dan pengikatan virus,
mempengaruhi eksklusi virus. Apabila mekanisme ini gagal maka
terjadi replikasi rotavirus di dalam enterosit menyebabkan
perubahan metabolisme membran protein enterosit menyebabkan
perubahan metabolisme membran protein enterosit menginduksi
terjadinya diare malabsorbsi atau osmotik. 1
Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu
Norwalk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang
sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan
penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan
menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
7
b) Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus
gastroenteritis akut, bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah
Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera,
Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis
akut adalah2 :
Diarrheagenic Escherichia-coli
Penyebarannya berbeda-beda di setiap negara dan paling sering
terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis
ini tidak menimbulkan bahaya
Campylobacter
8
c) Parasitic agen
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica,
danCyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut
sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler
9
2) Non-infeksi
a. Malabsorpsi atau maldigesti
Suatu keadaaan terdapatnya gangguan pada pross absorpsi dan digesti
secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Malabsorbsi dan maldigesti
dapat disebabkan oleh karena defisiensi oleh enzim atau adanya gangguan
pada mukosa usus. 1
Gambar 1.1 Penyebab GEA Non-Infeksi
b. Imnunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu
hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
granulomatose kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA
heavycombination. 1
c. Terapi obat
10
C. Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi
yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor
agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak
sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah kemampuan
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau
lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas
usus, imunitas, dan lingkungan mikroflora usus. Patogenesis diare karena
infeksi bakteri/parasit terdiri atas :
IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti
histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas
sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan
(matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan
kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan
sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel)
yang mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di
usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar
(kolon).
13
yang berat, maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan
terhadap terjadinya diare.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi.
dari salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual
(93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya
merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti
membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status
mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan,
yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar
10%.
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung
atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery
diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses
lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa
jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi.
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu
tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan
16
2. ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah keadaan yang ditandai dengan berkurangnya
hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin adalah suatu metaloprotein yaitu
protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan besi yang
digunakan untuk sintesis hemoglobin (Hb).3
B. Etiologi
Penyebab anemia pada orang dewasa yang lebih tua termasuk
kekurangan nutrisi, penyakit ginjal kronis, peradangan kronis, dan
kehilangan darah okultisme dari keganasan gastrointestinal, walaupun pada
banyak pasien etiologinya tidak diketahui. 4
C. Faktor Resiko
Selain manifestasi klinis, faktor risiko anemia harus memandu
evaluasi. Faktor risiko yang lebih umum pada pasien yang lebih tua
termasuk penggunaan alkohol kronis, malnutrisi, CKD, penyakit hati,
gangguan myelodysplastic, perdarahan gastrointestinal, defisiensi androgen,
dan penurunan terkait proliferasi sel induk yang berkaitan dengan usia.
Riwayat klinis harus fokus pada pengidentifikasian faktor-faktor risiko ini,
serta gejala-gejala yang mungkin menunjukkan kondisi tertentu. 3
Melena, hematochezia, dan penurunan berat badan yang tidak
disengaja dapat mengindikasikan perdarahan gastrointestinal. Infeksi kulit
berulang dapat menjadi tanda immunocompromise yang menunjukkan
sindrom myelodysplastic. Ada atau tidak adanya faktor-faktor risiko ini
harus memandu evaluasi dan pengobatan lebih lanjut. 4
Anemia defisiensi besi telah ditemukan untuk meningkatkan
kemungkinan persalinan prematur, berat lahir rendah yang tidak normal, dan
20
kematian ibu saat parah. Dengan demikian, kelompok yang berisiko adalah
anak-anak, wanita hamil, wanita usia reproduksi, dan orang tua. 3
Faktor risiko potensial lainnya adalah ras / etnis. Studi telah
menemukan bahwa anemia adalah 3 kali lebih umum di Afrika Amerika.
Sementara kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia,
berkurangnya jumlah merah sel-sel darah dapat timbul dari penyebab lain
seperti penyakit kronis, yang semakin mengkhawatirkan untuk kesehatan
masyarakat. 3
D. Epidemiologi
Meskipun anemia adalah masalah kesehatan masyarakat global, data
terbaru tentang prevalensi anemia. Pada umumnya populasi Amerika Serikat
(AS) belum tersedia. 3
Karena itu, anemia tetap menjadi masalah kesehatan yang relevan
yang membutuhkan lebih banyak pemahaman komprehensif tentang
dampaknya di AS. Untuk memperbarui pengetahuan saat ini pada
epidemiologi anemia, penelitian ini menguji prevalensi anemia secara
keseluruhan dan oleh tingkat keparahan pada populasi umum AS antara
tahun 2003 dan 2012. Analisis ini menyelidiki lebih lanjut tren dan
prevalensi berkala dalam subkelompok tertentu: usia, jenis kelamin, dan ras /
etnisitas. 4
E. Klasifikasi
Klafisikasi Anemia yang mengelompokkan berbagai macam anemia, secara
garis besar didasarkan pada penyebab dan mekanisme terjadinya anemia,
yaitu:
3. Sel darah merah memecah atau mati lebih cepat sementera belum
terbentuk sel sel darah merah yang baru sebagai penggantinya.5
b. Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
3) Perdarahan
27
4) Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan
menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5) Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan
besi melaui urin rata-rata 1,8 – 7,8 mg/hari.
Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar
40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya
< 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat
iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada
50% pelari.
c. Patofiosolgi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif
besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif
ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel
berikut tahap defisiensi besi, yaitu :
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency,
ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan
29
besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi
yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin
(FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia.
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak
cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi
darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap
ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Symptoms
Gejala yang menunjukkan ID umumnya tidak jelas dan dapat dikaitkan
dengan sejumlah kondisi klinis. Gejala yang sangat menunjukkan ID
termasuk kelelahan umum, sering tidak tergantung pada anemia, dan
konsumsi bahan non-gizi seperti tanah liat, kotoran, kertas, pati cucian, dan
6
lainnya (Pica). Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang
tidak dapat dicerna, atau pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu
merupakan gejala sistemik lain dari defisiensi besi. Pica dapat menyebabkan
pengkonsumsian bahan-bahan mengandung timah sehingga akan
menyebabkan plumbisme. 5
30
1) Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan
bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan
sendok.
2) Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak
licin dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah.
3) Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4) Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.
Penegakkan Diagnosis
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar hemoglobin
(Hb) dan atau Packed Cell Volume (PCV) merupakan hal pertama yang
penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH menurun,
32
tes yang ditunjukkan pada Tabel. Setiap tes ini memberikan informasi
penting tetapi harus ditafsirkan dalam konteks klinis di mana mereka
ditemukan dan tidak semua tersedia, tergantung pada instrumentasi di
laboratorium klinis menghasilkan hasilnya. 6
Tatalaksana
Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas:
(1)Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental diberikan
dibagi dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua dosis, 30
menit sebelum sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat besi diberikan
selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5 bulan. Enam bulan
setelah pengobatan selesai harus dilakukan kembali pemeriksaan kadar
Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
(2)Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat dipertimbangkan bila
respon pengobatan oral tidak berjalan baik, efek samping dapat berupa
demam, mual, urtikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artragia,
bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
(3)Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko terjadinya
gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang
diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara serial dengan
tetesan lambat.
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada
orang dewasa diabndingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi berifat
sementara dapat dihindari meletakkan larutan kebagian belakang lidah
dengan cara tetesan. 5
36
c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan
pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang
dpaat mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan
transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat
menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC
dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.
Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl
hanya diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian
37
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn
besi saja dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu
dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut : 5
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlansgung menetap
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti : infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan
terhadap besi).
Manifestassi Klinis
Karena berkurangnya kapasitas oksigen, anemia memiliki
implikasi kesehatan yang serius yang mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas. Gejala anemia berkisar dari kelelahan dan kelemahan hingga
penurunan kognitif kinerja. Anemia seringkali asimptomatik dan ditemukan
secara tidak sengaja pada pengujian laboratorium. Pasien mungkin
mengalami gejala yang berkaitan dengan kondisi terkait, seperti kehilangan
38
Penegakan Diagnosis
Evaluasi tersebut mencakup riwayat rinci dan pemeriksaan
fisik, penilaian faktor risiko untuk kondisi yang mendasarinya, dan penilaian
volume sel rata-rata. Kadar ferritin serum harus diperoleh untuk pasien
dengan anemia normositik atau mikrositik. Kadar feritin serum yang rendah
pada pasien dengan anemia normositik atau mikrositik dikaitkan dengan
anemia defisiensi besi. 5
Pada pasien yang lebih tua dengan dugaan anemia defisiensi
besi, endoskopi dibenarkan untuk mengevaluasi keganasan gastrointestinal.
Pasien dengan peningkatan kadar feritin serum atau anemia makrositik harus
dievaluasi untuk kondisi yang mendasarinya, termasuk kekurangan vitamin
B12 atau folat, sindrom myelodysplastic, dan keganasan. 5
Setelah anemia diduga, hitung darah lengkap dengan
diferensial harus diperoleh. Jika hasilnya menunjukkan anemia, studi lebih
39
Tatalaksana
Pengobatan diarahkan pada penyebab yang mendasarinya. Pasien
simtomatik dengan kadar hemoglobin serum 8 g per dL atau kurang
mungkin memerlukan transfusi darah. Pasien dengan dugaan anemia
defisiensi besi harus diberikan uji coba pengganti zat besi oral. Formulasi
dosis rendah mungkin sama efektif dan memiliki risiko efek samping yang
lebih rendah. Normalisasi hemoglobin biasanya terjadi delapan minggu
setelah perawatan pada kebanyakan pasien. Infus besi parenteral
dicadangkan untuk pasien yang belum menanggapi atau tidak dapat
mentolerir terapi zat besi oral. 5
Prognosis
Anemia dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
orang dewasa yang lebih tua. Orang dewasa lanjut usia yang anemia
mengalami peningkatan rawat inap dan angka kematian. Pada pasien gagal
jantung-kongestif, anemia adalah kondisi umum (17%) dan menghasilkan
kapasitas fungsi yang secara signifikan lebih buruk dan tingkat kelangsungan
hidup. Terlebih lagi, anemia telah menunjukkan perusakan perkembangan
kognitif dan psikomotorik pada anak-anak.
40
C. PENATALAKSANAAN KASUS
SOAP
D. PEMBAHASAN
1. Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air disertai
“output” yang melebihi “intek” sehingga jumlah air pada tubuh berkurang .
meskipun yang hilang terutama cairan, tetapi dehidrasi juga di sertai gangguan
elektrolit.
a. Peneybab dehidrasi
Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan
yang buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss
(IWL), atau kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi volume
intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan identifi kasi penyakit yang
mendasari kondisi dehidrasi.
Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering:
Gastroenteritis Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang
disertai muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena
diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia.
Stomatitis dan faringitisRasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat
membatasi asupan makanan dan minuman lewat mulut.
Ketoasidosis diabetes (KAD) KAD disebabkan karena adanya diuresis
osmotik. Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme
jaringan.
Demam Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu
makan. Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi
heat stroke, tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fi brosis sistik,
diabetes insipidus, dan luka bakar.
43
b. Derajat dehidrasi
c. Tatalaksana
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti
cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga
keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat
dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas
pasien. Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth
subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak,
karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan
berbagai efek samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron
efektif membantu asupan cairan melalui oral dan Gambar 2 Distribusi cairan
pada 3 tipe dehidrasi mengatasi kedaruratan. Pemberian makan segera saat
asupan oral memungkinkan pada anak-anak yang dehidrasi karena diare,
dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu diencerkan, pemberian
44
Dehidrasi Isotonik
Pada kondisi isonatremia, defi sit natrium secara umum dapat
dikoreksi dengan mengganti defi sit cairan ditambah dengan cairan
pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L
kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat
produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang
aman.
Dehidrasi Hipotonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl
0,9% atau RL 20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada
hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan
penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defi sit natrium
melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut) x
volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah
memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9% sebagai cairan pengganti.
Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan disesuaikan
untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam).
Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk
mencegah mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya
koreksi cepat secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%;
0,5 mEq/L) direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.
Dehidrasi Hipertonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9%
20 mL/ kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap
kedua, tujuan utama adalah memulihkan volume intravaskuler dan
mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, akan tetapi
jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi hipernatremia
terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema
serebral dan kematian. Pemberian cairan harus secara perlahan dalam
lebih dari 48 jam menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila
47
Metode Pierce 3
48
BB: 50kg
Total kebutuhan cairan yang dibutuhakn 100cc + 500cc+ 600cc = 2100cc, 2,1 liter
Keterangan :
Faktor tetes
8x 6
88 tetes/menit
Rumatan-200x20
____________________________________________________________________
__
18 jam x 6 = 44 tetes/menit
3. ZINC
Suplementasi Zinc pada GEA telah terbukti mengurangi durasi dan
beratnya episode GEA, serta berhasil menurunkan insiden diare dalam waktu 2
– 3 minggu ke depan. Oleh karena itu, semua pasien diare sebaiknya diberi Zinc
segera seketika anak mengalami diare. ]
Dosis : - Anak < 6 bulan : ½ tablet (10 mg), 1x sehari selama 10-14
hari. - Anak > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) sehari selama 10-14 hari.
Cara Pemberian : - Bayi : larutkan tablet dengan sedikit (5 mL) ASI
perah, CRO atau air minum bersih di sendok kecil. - Anak: tablet
dikunyah atau dilarutkan dengan sedikit air di sendok.
51
4. Ciprofloxacin
a. Mekanisme kerja
Ciprofloxacin merupakan antibiotic golongan fluorokuinolon.
Fluorokuinolon bekerja menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) dan
topoisomerase IV yang diperlukan oleh bakteri untuk replikasi DNA. Obat
ini membentuk ikatan kompleks dengan masing-masing enzim ini dan DNA
bakteri. Hambatan ini menghasilkan efek sitotoksik dalam sel target.
b. Indikasi
Pengobatan pada infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Dapat
diberikan untuk profilaksis pada bedah saluran cerna bagian atas.
c. Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap quinolone, wanita hamil dan
menyusui.
d. Interaksi obat :
k. ADME obat
5. Antipiretik
Antipiretik adalah golongan obat-obatan untuk demam. Demam
sebenarnya adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman infeksi. Saat
terjadi infeksi, otak kita akan menaikkan standar suhu tubuh di atas nilai normal
sehingga tubuh menjadi demam. Obat antipiretik bekerja dengan cara
menurunkan standar suhu tersebut ke nilai normal.
Obat antipiretik diindikasikan untuk segala penyakit yang menghasilkan gejala
demam. Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik sebaiknya
diberikan jika demam lebih dari 38,5 oC. Demam yang kurang dari 38,50C
sebaiknya jangan cepat-cepat diberi obat. Selain untuk menurunkan demam,
sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga memiliki khasiat untuk
mengurangi nyeri.
A. Paracetamol
a. Indikasi dan Kontraindikasi
Parasetamol atau asetaminofen diindikasikan untuk
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala, sakit
gigi, nyeri otot, dan nyeri setelah pencabutan gigi serta menurunkan
demam. Selain itu, parasetamol juga mempunyai efek anti-radang
yang lemah. Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi
terhadap obat anti-inflamasi non-steroid (AINS), menderita hepatitis,
gangguan hati atau ginjal, dan alkoholisme. Pemberian parasetamol
juga tidak boleh diberikan berulang kali kepada penderita anemia dan
gangguan jantung, paru, dan ginjal. Parasetamol terdapat dalam
berbagai bentuk dan dalam berbagai campuran obat sehingga perlu
diteliti jumlahnya untuk menghindari overdosis. Risiko kerusakan hati
lebih tinggi pada peminum alkohol, pemakai parasetamol dosis tinggi
yang lama atau pemakai lebih dari satu produk yang parasetamol.
b. Efek samping
Efek samping parasetamol jarang ditemukan. Efek samping
dapat berupa gejala ringan seperti pusing sampai efek samping berat
seperti gangguan ginjal, gangguan hati, reaksi alergi dan gangguan
darah. Reaksi alergi dapat berupa bintik – bintik merah pada kulit,
biduran, sampai reaksi alergi berat yang mengancam nyawa.
Gangguan darah dapat berupa perdarahan saluran cerna, penurunan
kadar trombosit dan leukosit, serta gangguan sel darah putih.
Penggunaan parasetamol jangka pendek aman pada ibu hamil pada
semua trimester dan ibu menyusui.
c. Mekanisme kerja obat
Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi
prostaglandins dengan mengganggu enzim cyclooksigenase (COX).
Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang
56
tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan
peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang
dihasilkan otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi
rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa menyebabkan
efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya
DOSIS ;
Untuk nyeri dan demam
a. Oral 2-3x sehari 0,5-1 gram, maximum 4 gram per hari, pada
gangguan kronis
maksimum 2,5 gram per hari, anak-anak 4-6x 10mg/kg BB, yakni rata-
rata usia 3-12 bulan 60mg, 1-4 tahun 120-180mg,4-6 th 180mg, 7-12
th 240-360mg, 4-6x sehari.
b. Rectal 20mg/kg setiap kali, dewasa 4x sehari 0,5-1 gram. Anak-anak
usia 3-12 bulan 2-3x 120mg, 1-4 th 2-3x 240mg, 4-6 th 4x 240mg, dan
7-12th 2-3x 0,5 g.
C. ANTALGIN
a. Indikasi
Nyeri akut hebat sesudah luka atau pembedahan.
Nyeri karena tumor atau kolik.
Nyeri hebat akut atau kronik bila analgesik lain tidak menolong.
Demam tinggi yang tidak bisa diatasi antipiretik lain.
b. Kontraindikasi
Alergi dipiron, granulositopenia, porfiria intermiten, defisiensi G6PD,
payah jantung, bayi < 3 bulan, hamil trisemester pertama dan 6 minggu
terakhir.
KOMPOSISI :
Tiap tablet mengandung Antalgin 500 mg.
DOSIS :
58
Oral
Dewasa: 500 - 1000 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).
Anak-anak: 250 - 500 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk < 6
tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).
Parental
500 - 1000 mg sekali suntik. Jangan lebih dari 1 gram karena dapat
menimbulkansyok.
PERHATIAN :
Pengobatan harus segera dihentikan bila timbul gejala pertama turunnya
jumlah sel darah atau granulositopenia atau sakit tenggorokan atau tanda
infeksilain.
Hati-hati pada penderita yang pernah memiliki penyakit darah.
c. Efek samping:
Infeksi lambung, hiperhidrosis. Retensi cairan dan garam. Reaksi elaergi
cukup sering: reaksi kulit dan edema angioneurotik. Efek samping yang
berat: agranulositosis, pansitopenia dan nefrosis.
d. Interaksi obat
Bila digunakan bersama dengan klorpromazine, dapat menimbulkan
hipotermia yang berat. Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui: Jangan
diberikan pada wanita hamil karena potensi karsigonik dari metabolit
nitrosamin.
Penggunaan pada anak: Jangan diberikan pada bayi kurang dari 3 bulan
(atau BB < 5 kg).
e. Mekanisme kerja obat
bekerja secara sentral pada otak untuk menghlangkan nyeri, menurunkan
demam, dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin memengaruhi
hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan
termostat yang mengatur suhu tubuh. Obat ini hanya efektif terhadap nyeri
59
dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala. Obat ini
juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
PATOFISIOLOGI
6. Antidiare (Loperramide)
a. Definisi dan mekanisme
Mengurangi peristaltic dan sekresi cairan serta meningkatkan tonus
sfingter sehingga waktu transit gastrointestinal lebih lama sehingga
meningkatkan penyerapan cairan dan elektrolit dari saluran pencernaan.
Mengaktivasi reseptor pada pleksus myenterik usus besar, sehingga akan
mneghambat pelepasan asetilkolin sehingga terjadi relaksasi otot saluran
cerna, disamping itu penghambatan terhadap asetilkolin juga menimbulkan
efek anti sekretorik sehingga mengurangi sekresi air dan dapat mencegah
kekurangan cairan dan elektrolit.Loperamide juga bekerja pada otot polos
untuk menurunkan motilitas yang memungkinkan air dan elektrolit terserap.
b. Indikasi obat
mg, diikuti 2 mg setiap buang air besar. Dosis tidak melebihi dari 16 mg
sehari. Pemberian harus dihentikan bila tidak ada perbaikan selama 48 jam.
k. Kontraindikasi
Kondisi di mana penghambatan peristaltik harus dihindari, terjadi kejang
perut, atau pada kondisi seperti kolitis ulseratif akut atau kolitis karena
antibiotik.
7. Antiemetik (ondansetron)
a. Definisi dan mekanisme
Ondansetron adalah suatu obat antagonis 5-HT3 yang sanagat selektif
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
Mekanisme kejranya diduga langsung dengan mengantagonisasi reseptor
5HT3 yang terdapat di kemooreseptro trigger zone di area postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.1
Antagonis 5HT3 menginhibisi reseptor 5HT3 aferen disaluran cerba
mungkin mengurangi rasa tak nyaman visceral,mencakup mual, kembung
dan nyeri. Selain itu, blockade reseptor 5HT3 di ujung ujung neuron
kolinergik usus menghambat motilitas kolon khususnya kolon kiri, sehingga
waktu total transit di kolon meningkat. Empat antagonis 5HT 3 yaitu
ondansetron, granisetron, dolasetron dan palanosetron telah disetujui unutk
mencegah mual dan mengobati mual dan muntah.2
Antagonis 5HT3 tidak menghambat reseptor dopamine atau
muskarinik. Merekka tidak berefek pada motilitas esofagus ataupun lambung
tetapi dapat memperlambat transit kolon.2
b. Indikasi obat
63
d. Dosis obat
Dosis ondansetron yang diberikan pada pasien ini yaitu 1x 0,1
mg/KgBB sevara intravena,karena berdasarkan data klinik pasien pasien
mengalami mual dan muntah apabila melakukan makan.
j. ADME
k. Kontraindikasi
Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan ibu masa
menyusui karena mungkin disekresi dalam ASI. Pasien dengan penyakit hati
mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufisiensi ginjal agaknya dapat
digunakan dengan aman.1
R/ Ondansentron 4mg IV NO. V
∫ 1 dd 1
8. Ferrous Sulfate
65
b. Indikasi :
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri. Preparat terseda berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Obat
yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah.
Ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama
baiknya.
Dari 80 bayi dan anak-anak secara acak (usia rata-rata, 22 bulan; 55%
laki-laki; 61% Hispanik kulit putih; 40 per kelompok), 59 menyelesaikan
percobaan (28 [70%] dalam kelompok besi sulfat; 31 [78%] dalam
polisakarida besi) kelompok kompleks). Dari awal hingga 12 minggu, rata-
rata hemoglobin meningkat dari 7,9 menjadi 11,9 g / dL (kelompok besi
sulfat) vs 7,7 hingga 11,1 g / dL (kelompok kompleks besi), perbedaan yang
lebih besar dari 1,0 g / dL (95% CI, 0,4 hingga 1,6 g / dL; P <.001) dengan
ferro sulfat (berdasarkan model campuran linier). Proporsi dengan resolusi
lengkap IDA lebih tinggi pada kelompok besi sulfat (29% vs 6%; P = 0,04).
Tingkat ferritin serum rata-rata meningkat dari 3,0 menjadi 15,6 ng / mL
(ferrous sulfate) vs 2,0 hingga 7,5 ng / mL (kompleks besi) selama 12
minggu, perbedaan yang lebih besar dari 10,2 ng / mL (95% CI, 6,2 hingga
14,1 ng / mL ; P <.001) dengan ferro sulfat. Rata-rata total kapasitas
pengikatan besi menurun dari 501 menjadi 389 μg / dL (ferrous sulfate) vs
506 hingga 417 μg / dL (kompleks besi) (perbedaan yang lebih besar dari
−50 μg / dL [95% CI, −86 hingga −14 μg / dL] dengan ferrous sulfate; P
66
<.001). Ada lebih banyak laporan diare pada kelompok kompleks besi
daripada pada kelompok sulfat besi (masing-masing 58% vs 35%; P = 0,04).
c. Kontra indikasi :
Pada wanita hamil, yang sudah menderita sembelit karena peningkatan
kadar progesteron yang memperlambat transit usus dan tekanan dari rahim
yang membesar pada dubur, zat besi oral dapat memperburuk gejal. Namun,
bagi mereka yang mentolerir zat besi oral, bentuk perawatan ini memberikan
solusi yang tidak mahal. Ferrous sulfate dapat dikontra indikasikan juga
dengan pasien yang memiliki hypersensitivitas terhadap zat besi dan juga
pada pasien hemochromatosis, dan hemolytic anemia.
d. Interaksi obat :
Interaksi obat yang tidak dapat digunakan bersamaan adalah
eltrombopag. Ferrous sulfate akan menurunkan levels dari eltrombopag
dengan inhibisi dari GI absorpsi karena penggunaan oral form dari kedua
obat tersebut. Dapat diberi jarak sekurang-kurangnya 4 jam antar meminum
obat.
e. Efek samping :
Sediaan besi oral saat ini umumnya tidak mahal, efektif bila
dikonsumsi dan mudah diperoleh. Ferrous sulfate, gluconate, dan fumarate
adalah formulasi zat besi oral yang paling banyak tersedia dan murah dan
pasien-pasien yang mentoleransi sediaan ini akan memperbaiki anemia
mereka dan gejala-gejalanya. Namun, seperti dalam kasus yang dijelaskan,
hingga 70% dari pasien yang menggunakan zat besi oral melaporkan efek
samping gastrointestinal yang signifikan, secara nyata merusak kepatuhan
terhadap pengobatan. Selain itu, zat besi oral menyebabkan sembelit dan
kadang-kadang diare, rasa logam, kram lambung dan tinja yang tebal, hijau,
dan ulet.
f. Hubungan obat dengan data klinik dan data lab pasien:
Hasil primer adalah perubahan hemoglobin selama 12 minggu. Hasil
sekunder termasuk resolusi lengkap IDA (didefinisikan sebagai konsentrasi
67
9. Vitamin C
a. Mekanisme Kerja Vitamin C
Vitamin C, zat pereduksi yang sangat baik, membantu meningkatkan
zat besi yang dapat diserap pada anemia defisiensi besi. Sebagai antioksidan
yang efisien, masih belum diketahui apakah vitamin C memberikan efek
perlindungan terhadap kerusakan hati yang disebabkan oleh kelebihan zat
besi dan apakah mitokondria adalah target efektor dari efek di atas.
Dalam penelitian ditemukan bahwa vitamin C secara signifikan
melemahkan gangguan fungsi hati yang diinduksi oleh kelebihan zat besi
melalui antioksidan, sedangkan tidak ada efek signifikan pada penyerapan
zat besi yang diamati. Vitamin C menargetkan mitokondria, mencegah
pembengkakan mitokondria, disipasi MMP, dan pecahnya ROS, sehingga
menghambat apoptosis hati.
Secara kolektif, hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin C
bertindak sebagai "agen ganda" dalam terapi suplementasi zat besi untuk
anemia defisiensi besi, meningkatkan penyerapan zat besi untuk mencegah
defisiensi zat besi dan mencegah kerusakan hati akibat asupan zat besi yang
berlebihan selama pengobatan.
a. Indikasi :
Pemberian terapi besi oral dengan praparat besi seperti ferrous sulphat
diminum setelah makan dengan dosis dikurangi dapat mengurangi efek
samping. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan diet makanan
69
bergizi, tranfusi darah dengan indikasi tertentu, dan penambahan pada pola
makan dengan pemberian vitamin c untuk membantu penyerapan besi.
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa
buah pisang mengandung zat besi yang akan menstimulus produksi
hemoglobin dalam darah dan juga membantu mencegah anemia. Vitamin c
yang terkandung dalam pisang juga bagus untuk kesehatan untuk membantu
membangun kembali sistem kekebalan tubuh.
b. Kontra indikasi :
Hypersensitivitas terhadap vitamin C dapat menjadi kontra indikasi.
c. Interaksi obat :
Levonorgestrel oral harus di monitoring jika digunakan bersamaan
dengan vitamin C. Ascorbic acid meningkatkan levels dari Levonorgestrel
oral / ethinyletardiol / ferrous bisglycinate dengan menurunkan hepatic
clearance.
d. Efek samping :
Penggunaan vitamin dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan
gejala keracunan. Konsumsi berlebih dari vitamin C > 1g/ hari dapat
menyebabkan diare. Hal ini karena peningkatan iritasi langsung pada
mukosa usus sehingga meningkatkan dari motalitas.
Vitamin C berlebih dalam suntik vitamin C tidak hanya bekerja pada
kulit saja, tetapi untuk seluruh tubuh. Ini berarti organ – organ lain seperti
lambung, hati dan ginjal pun akan terkena dampak dari kelebihan vitamin C
ini.
e. Hubungan obat dengan data klinik dan data lab pasien:
Pasien mengalami anemia defisien besi sehingga membutuhkan terapi
menggunakan vitamin C untuk mengikat/meningkatkan absorbs dari zat besi
dan juga menjaga dari fungsi hepar.
f. Hubungan obat dengan umur pasien:
Kebutuhan untuk konsumsi vitamin C pada bayi adalah 35 mg dan
meningkat sampai kira-kira 60 mg pada dewasa.
70
DAFTAR PUSTAKA