Anda di halaman 1dari 16

RESUME PBL

SKENARIO 2
“ BERCAK PADA KULIT YANG TERASA BAAL ’’

NAMA :
NPM :
KELOMPOK: 1A
TUTOR : dr. KARTIKA DWI APRISIA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
SKENARIO 2

Bercak pada kulit yang terasa baal

Seorang wanita berusia 30 tahun datang dengan keluhan bercak kemerahan pada lengan kanan
sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya bercak kecil dan lama kelamaan semakin banyak. Pasien
juga mengeluhkan muncul benjolan di leher yang terasa nyeri. Keluhan demam, gatal maupun
rasa terbakar disangkal. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum dalam batas normal. Status
dermatologikus ditemukan macula eritematosa tersebar diskret pada lengan kanan hingga
punggung, berukuran nummular sampai plakat, tepi lesi sebagian tegas dan Sebagian lagi tidak
tegas. Pada leher didapatkan nodul multiple dokter mengusullkan untuk dilakukan pemeriksaan
BTA. Dokter lalu memberikan tatalaksana dan edukasi terkait penyakit pasien.

STEP 1 - Klarifikasi Istilah

1. Macula eritematosa: bercak, bintik, atau oenebalan terutamaa yang dapat dibedakan dari
sekelilingnya karena warna atau karakteristik lainnya.
2. Diskret: penyebaran dari lesi pada kulit yang terpisah satu dengan yang lain
3. Nummular: suatu peradangan pada kulit berbentuk koin atau oval disertain dengan kulit
yang gatal dan lepuhan-lepuhan kecil
4. Plakat: suatu peninggian diatas permukaan kulit seperti dataran tinggi atau mendatar yang
berbentuk >0.5
5. Pemeriksaan BTA: pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi bakteri dari penyebab
tuberculosis
6. Nodul: penonjolan padat diatas permukaan kulit, diatemeter>0.5 cm

STEP 2 - Rumusan Masalah

1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan muncul bercak kemerahan pada lengan kanan?
2. Mengapa bercak menjadi semakin banyak dan muncul benjolan pada leher?
3. Mengapa dokter mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan BTA?
4. Bagaimana penegakan diagnosis yang tepat pada kasus tersebut?
5. Bagaimana tatalaksana dan edukasi pada kasus tersebut?

STEP 3 - Analisis Masalah


1. Pada pasien Kemungkinan mengalami infeksi. Sesuai dengan status dermatologi terdapat
maculla eritem tersebar diskret pada lengan kanan hingga punggung, berukuran
nummular sampai plakat. Bercak merah dapat disebabkan berbagai macam etiologi:
alergi, serangga, dermatitis, bakteri: myobacterium, stapilococcus.
2. Kemungkinan disebabkan oleh myobacterium leprae, myobacterium tersebut bakal
menyebabkan reaksi kusta tipe 2, yang nanti jika berat akan menyebabkan kerah limfe .
ketika patogen masuk lalu penetrasi ke tubuh, menyerang kulit dan saraf perifer, semakin
banyak lesi maka akan menyebabkan benjolan pada leher. Biasanya akan terjadi
gangguan saraf, dan fibrosis, dan adanya penebalan, yang merangsang mediator
inflamasi, yang nanti bisa menyebabkan benjolan
3. Tadikan ada myobacterium lepra yang merupakan basil tahan asam. Yang bertahan baik
pada suatu jaringan contohnya dikulit. Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit yang
merupakan pemeriksaan sediaan yang dilakukan sayatan pada kulit, yang nanti diberi
cairan asam, untuk mengetahui myobacterium leprae nya.
4. Ektremitas: sensori neurophaty, plantar ulcers. Pada hidung kongesti nasal kronis,
epitaksis.mata : lagoftalmus, insesitiftas kornea. Ciri khas lesi: nodul multiple, xerotic
skin, plakat. Muliple anesthetic ulcers (berbahaya karena bisa terjadi hilang sensasi).
Lepra merupakan infeski granulomatosa kronik. Penegakan diagnois nya melalui 3 aspek:
gejala klinis. Dari pemeriksaan bta denganpewarnaan ziehl neelsen.
5. Lepra ada yang pausibaciller dan multibasiler: kalau yang pausibasiler diberi rifampicin
dan dapsone. Kalau yang multicbasiler diberikan rifamficin, dapsone, dan clofazimine

STEP 4 - Sistematika Masalah

1. Pasien kemungkinan terkena myobacterium leprae. Myobactreium lepra ini masuk nya
lewat droplet atau kontak dengan kulit, yang bakal masuk ke dermis sel saraf schwan,
yang akan menyebabkan sist imun seluler mengikat, lalu fagositosis dan pembentukan
tubercel, akan menyebabkan morbus hensen, ada yang pausibasiler dan multisabiler.
Saraf otonom lalu ke kelenjar minyak, lalu kulit nya akan kering bersisik, lalu gangguan
fungsi kulit dan menyebabkan gangguan integritas kulit. Disebabkan oleh myobacterium
lepra, melalui droplet, masa inkubasi nya lama. Patof: masuk melalui droplet, terinhalasi,
masuk ke saluran pernafasan, aktivasi sel t dan makrofag, ke sirkulasi dan ke kulit lalu ke
saraf di sel schwan. Suhu sel schwaan 27 derajat. Nanti stimulasi nya akan menjadi
sensasi saraf menurun. Lepra kaitannya dengan sist imun seluler individunya, kalau sel
imun nya lemah terjadi yang multibasiler, kalau imunnya kuat terjadi nya pausibasiler.
2. Karena adanya penyerangan pada saraf perifer sehingga bisa penonjolan di leher. Stage
of involment: stage of damage: tingkatan saraf yang lebh rusak, stage of destruction:
kerusakan saraf yang lengkap. Type kusta yang PB dan MB, kalau yang penonjolan
masuk nya ke tipe yang MB.
3. Pemeriksaan hapusan kulit sensitivitas nya rendah, disebebkan karena pemeriksaan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada pemeriksaan tersebut setelah specimen
diambil lalu dilakukan pewarnaan zeihl neelsen dan di lihat di mikroskop lalu dihitung
lapang pandang, menurut skala logaritma ridley. Myobacterium lepra merupakan bakteri
yang tahan asam. Kalau pemeriksaan bta negatif itu belum tentu tidak adanya kuman,
bisa ada nya yang tipe pausibasiler, kalau bta positif itu tipe yang multibasiler.
Pemeriksaan dilihat dari indeks bakterinya yang tujuannya melihat apakah terajdi
resistensi kumah bta nya terlihat atau tidak, dan untuk terapi nya. Untuk melihat
ingfeksiusitas dari penyakit nya. Skala logaritma ridley: +1 1-10 bta dalam 100 lapang
pandang. +2 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang.
4. Anamnesis: keluhan lesi pada kulit, bercak merah atau putih di kulit dan mati rasa, kulit
mengilap dan bersisik, ada bagian kulit yang tidak berambut dan berkeringat, adanya rasa
kesemutan atau ditusuk-tusuk, kelemahan anggota gerak, deformitas, lahir dan tinggal di
tempat endemis. PF: perahatikan setiap jaringan kulit, deformitas wajah, tangan kaki.
Palpasi: penebalan saraf. Pemeriksaan fungsi sensorik untuk menentukan apakah
sentuhan tersebut terasa atau tidak. Pp: BTA. Klasifikasi tanda utama: bercak lepra, PB=5
MB=lebih dari 5. Penebalan saraf tepi, PB= 1 saraf, MB=lebih dari 1 saraf. BTA, PB= -
Mb=+. Perbedaan barat dan ringan: reaksi tipe 1 dan 2, ringan: terdapat bercak putih
merah, tidak ada edema ekstremitas. Tipe 2: bercak putih merah jadi merah, nodus merah
tebal panas dan nyeri sering jadi ulkus dan jml nya banyak. Reaksi sraf tepi: membesar
dan tidak nyeri, yang berat: mebesar nyeri, tipe 2: membesar tidak nyeri, berat: membesar
nyeri dan reaksi daraf terganggu. Tipe 1 tidak ada demam kalo yang ringan kalo berat ada
demam. Kali yang tip2 ada demam. Reaksi organ lain: tidak ad hanya terdapat di reaksi
tipe 2 yang berat. 3 aspek: gejala klinis, bakteriostatik, histopatologi. Gejala klinis:
deformitas; perubahan yang ringan dan sekunder, kalo ringan merusak disekitar nya, kalo
yang sekunder berkaitan dengan sistem saraf. Pemeriksaan Lab atau BTA: untuk melihat
apakah negatif atau positif, untuk melihat sediaan mengambil di 6 tempat: 2 cuping
telinga, 2 distal jari telunjuk, tengah dan 2 lagi dari lesi. Pemeriksaan histopatologis:
melihat tpye yan PB akan tampak gambaran tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih
nyata, basil sedikit dan Non solid. Kalau yang Mb: terdapat suatu daerah langsung
dibawah epidermis, banyak bakteri myobacteriumlepra nya.
5. Tatalaksana: dapsone bersifat bakteristatik. Efek samping: insomnia, hepatitis, anemia
hemolitik. Rimpaficin; gangguan gi, erupsi kulit, hepato toksik. Nonn farmako: pasien
secara rutin menjaga kebersian diri, tangan atau kaki dapat direndam 10-15m enit, lesi
paling baik dilakukan abrasi dengan bilas kapa, menjanga kelembapan dapat diberikan
pelembab topikal, menghindari tekanan yang berlebih terutama pada regio yang ada lesi
nya. tatalaksana ketika terjadi reaksi kusta: tipe 1: obat utama dilanjutkan, kalau Mb
lanjutkan Mb dan begitu juga yang pb, obat kedua dari symptom gejala nya, diberikan
kortikostreoid: prednison. Tip2 : obat utama dilanjutkan, symptom, prednosin, clofamisin
ditingkatkan dosis nya. Lepra pb: dewasa lama pengobatan 6-9 bulan ada obat bulanan
dan harian, obat bulanan diminum di depan petugas, anak-anak: minu depan petugas 2
kapsul ripamficin 150mg 2 kapsul, harian dapsone 1 tablet 50mg. Lepra Mb: 12- 18
bulan. Pengobatan 2 kapsul ripamficin di depan petugas, 1 tablet clofaizimindan dapsone
yang per hari. Anak-anak: 2 kapsul ripamficin, dapsone 1 tablet 50 mg. Pengobatan
kedua sampai seterusnya clofazimine selang sehari dan dapsone 50 mg. Pasien iibu
hamil: regimen mdt aman dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusi, obat anti tb daoat di
berikan berbarengan dengan anti lepra, dosis pb menebmahkan 100 mg, mb diberi
dapsone dan clofazimine. Untuk pasien tb alergi dapson diganti clofazmine, yang
diberikan hanya ripamficin dan clofazimin.

MIND MAP
kelainan kulit
akibat
mycobacterium

penegakan
diagnosis: diagnosis
etiologi faktor risiko patofisiologi anamnesis, pf, tatalaksana banding: -
pp Morbus Hansen
(PB&MB)
- Reaksi Lepra
- Eritema
nodosum leprae
- Skrofuloderma

TB cutis: -
exogenous
infection
- endogenous
spread
- tuberculosis due
to BCG
tuberculids

STEP 5 – Sasaran Belajar

1. Bagaimana etiologi, faktor risiko, patofisiologi, penegakan diagnosis, dan tatalaksana


dari lepra?
2. Apa saja diagnosis banding dan bagaimana etiologi, faktor risiko, patofisiologi,
penegakan diagnosis, dan tatalaksana:
a. Reaksi lepra
b. Eritema nodosum leprae
c. skrofuloderma
3. Bagaimana Casification of cutaneus Tuberculosis:
a. Exogenous infection
b. Endogenous spread
c. Tuberculosis duet o BCG
d. Tuberculids

REFLEKSI DIRI

Alhamdulilah PBL 1 berjalan lancar semoga pertemuan selanjutnya lebih baik

STEP 6 – Belajar Mandiri

- BELAJAR MANDIRI

STEP 7 – Penjelasan

1) MORBUS HANSEN

Definisi Kusta
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit
Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae
dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi
klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang
menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-
Dictionary of the English language).
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum.. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa
dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila
tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf,
anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebegitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang
digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.(Pusdatin,2015)

Penyebab Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta ( mycobacterium leprae), yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam
(BTA).
Gambar .Mycobacterium Leprae
Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu
penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun. Pertumbuhan optimal dari kuman
kusta adalah pada suhu 27°-30°C.

Klasifikasi dan Kriteria Kusta


Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu
menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di
Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :
a. Tipe PB (Pausi basiler).
b. Tipe MB (Multi basiler).
Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria seperti
tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya salah satu dari kriteria,
akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria.

Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman pemberantasan
kusta, 2007)
Kelainan kulit dan hasil
PB MB
pemeriksaan bakteriologis
1. Bercak (makula)
1-5 Banyak
a. Jumlah
b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
c. Distribusi Unilateral atau bilateral
Bilateral, simetris
asimetris
d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat
e. Batas Tegas Kurang tegas
f. Kehilangan rasa
Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada,
pada bercak terjadi pada yang sudah usia
lanjut.
g. Kehilangan
Bercak tidak
kemampuan Bercak masih berkeringat, bulu
berkeringat, ada bulu
berkeringat, bulu tidak rontok.
rontok pada bercak.
rontok pada bercak
2. Infiltrat :
Tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada
a. Kulit
b. Membran mukosa
(hidung tersumbat
Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada.
perdarahan di
hidung)
3. Ciri-ciri khusus 1. Punched out lession **
“central healing” 2. Madarosis
penyembuhan di 3. Ginekomastia
tengah 4. Hidung pelana
5. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan syaraf Terjadi pada yang
Lebih sering terjadi
lanjut, biasanya lebih
dini, asimetris
dari satu dan simetris.
6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif

Tanda dan Gejala


Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau
“cardinal signs” pada badan yaitu :
1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa
yang jelas.
2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot
tangan, kaki, atau muka.
3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).
Gambar . Lesi kulit pada paha
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-
tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai
(suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan kusta atau
penyakit lain.

Cara Penularan
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum
diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat bahwa penyakit kusta dapat
ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit (Depkes RI, 2007). Timbulnya penyakit
kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor
antara lain :
1. Faktor Sumber Penularan.
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan
menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta.
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu
atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat
menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh.
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian
menunjukkan gambaran sebagai berikut :
Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit, 2 orang sembuh sendiri
tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh
pengobatan.

Pemeriksaan Klinis
A. Pemeriksaan kulit
1. Persiapan
a. Tempat.
Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh
langsung dibawah sinar matahari.
b. Waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar matahari).
c. Yang diperiksa :
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya tentang cara
pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang dewasa
(laki-laki dan wanita) memakai kain sarung tanpa baju.
2. Pelaksanaan pemeriksaan :
Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari :
a. Pemeriksaan pandang,
b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan
c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.
a. Pemeriksaan Pandang.
Tahap pemeriksaan.
1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas dan
dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan, pipi
kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk
memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit
diperhatikan.
2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita diminta
meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap kebawah,
kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas), telapak
tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri
dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke sisi yang
lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada dan perut).
3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke atas,
tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara
yang sama.
4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan
dimulai lagi dari :
5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai bagian
belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil
(nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit. Bilamana
meragukan, putarlah penderita pelan pelan dan periksa pada jarak kira-kira ½
meter.
b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit.
Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba. Periksalah
dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan kulit yang
dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih
dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya
dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya
atau dengan menghitung sentuhan untuk bagian yang sulit dijangkau, ini
dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta
menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain/karton.
Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anaesthesi.
c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi.
Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis
magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior.
Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut nyeri tekan atau tidak dan menebal
atau tidak. Ia harus memperhatikan raut muka penderita apakah ia kesakitan atau
tidak pada waktu syaraf diraba.
d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah kelainan-
kelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai tandatanda, jumlahnya,
besarnya, dan letaknya.

Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta
dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin,
dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson
yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus
obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995) sebagai
berikut:

1. Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun
secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi
menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB

Obat & Dosis MDT Dewasa Anak


– Kusta PB BB < 35 kg BB > 10-14 thn
35 kg
Rifampisin(diawasi 450 mg/bln   600 450
petugas) mg/bln mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 100 50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr) mg/hr mg/kgBB/hr)

2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan
klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.
c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah
selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan untuk 12
dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
Dosis untuk anak :
Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2 kali/minggu
Umur 11-14 tahun :  bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3  kali/minggu
DDS   : 1 - 2 mg/kg berat badan
Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB

Obat & Dosis MDT Dewasa Anak


– Kusta MB BB < 35 kg BB > 10-14 thn
35 kg
Rifampisin(diawasi 450 mg/bln   600 450
petugas) mg/bln mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Klofazimin  300 mg/bln (diawasi 200 mg/bln
petugas)dan dilanjutkan esok (diawasi)dan
dilanjutkan
esok
50 mg/hr (swakelola)
50 mg/hr
(swakelola)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 100 50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr) mg/hr mg/kgBB/hr)

1. Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien
kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satu) cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600
mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,
sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB
diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24
bulan.

Putus Obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila
tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta
Depkes  ( 1999) adalah sebagai berikut:
a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai 9
bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36
bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register
pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.
Masa Pengamatan.
Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif    :
a)      Tipe PB selama 2 tahun.
b)  Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Hilang/Out of Control (OOC)
Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak
mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.
a. Relaps (kambuh)
Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT.
Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan
fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.

Anda mungkin juga menyukai