Anda di halaman 1dari 39

RESUME PBL

SKENARIO 4

“ LEMAS”

NAMA : Alvin Pratiwi Rinaldi

NPM : 119170010

KELOMPOK : 2B

BLOK : 4.3

TUTOR : dr. Muhammad Hasbi Trijati

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2021
SKENARIO 4

Lemas

Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak ± 1 minggu
yang lalu. Keluhan disertai mual, nyeri perut dan oliguria. Pasien mengaku sebelumnya BAB
cair >10x/hari selama 5 hari dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD 140/90 mmHg, N 116 x/m, RR 25x/m, S 36,9
C. Bibir tampak kering, nyeri tekan pada epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 10 g/dl, Leukosit 16.200 /uL, Trombosit 472.000/uL, Ureum 111.7 mg/dl,
Kreatinin 1,99 mg/dl. Dokter mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan AGD. Dokter
memberikan tatalaksana lebih lanjut

STEP 1

1. Oliguria : ekskresi urin yang berkurang yang dibandingkan dengan asupan


cairan, Menurut KDIGO, volume urin <0,5 mg/Kg/jam.
2. AGD : Analisis gas darah, test untuk mengukur kadar O 2, CO2, tingkat asam
basa atau pH di dalam darah. Dilakukan pada pembuluh arteri untuk melihat pH, PO2,
dan PCO2.
3. Ureum : hasil katabolisme dari protein dan asam amino yang diproduksi di
hati dan didistribusikan ke cairan intraseluler dan ekstraseluler ke glomerulus untuk
difiltrasi dan akan direabsorpsi apabila ada gangguan dalam urinnya.
4. Kreatinin : produk hasil reaksi hidrolisis fosfokreatina di organ.

STEP 2

1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut, oliguria,
BAB >10x/hari, dan muntah?
2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat nyeri
tekan epigastrium?
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan keluhan
pada pasien?
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
6. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut?
STEP 3

1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut,
oliguria, BAB >10x/hari, dan muntah?
Dimana kemungkinan pasien mengakami penurunan fungsi dari hitungan jam-
beberapa minggu, dapat menyebabkan kegagalan ginjal dalam mengekresi hasil ginjal
dengan dapat mneyebabkan gangguan pada cairan dan elektrolit. Terdapat
peningkatan ureum sebagai hasil katabolisme protein dan asam amino di dalam darah
yang akan di filtrasi di glomerulus dan apabila terdapat gangguan urin akan
direabsorpsi kembali ke dalam darah sehingga terdapat penumpukan protein yang
mneyeybabkan adanya syndrome uremia, salah satunya dapay menganggu
keseimbangan asam basa dimana elektrolitnya akan menurun dalam tubuh dan dapat
menyebabkan ada pusing dan lemas sebagai dampak dari dehidrasi.
2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat
nyeri tekan epigastrium?
Pasien mengalami dehidrasi karena pengeluaran caoran dan elketrolit secara terus-
menerus, untuk nyeri tekan epigastrium terdapat gangguan dalam ginjalnya yang
mnetrigger saraf nyeri.
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan
keluhan pada pasien?
Kreatinin yang berasal dari fosfokreatinin dan dieksresikan di ginjal 0,3-0,6 mg/dl
Hb 10gr g/dl, nilai normalnya >12g/dl, karena terdapat gangguan ginjal yaitu acute
kidney injury dimana terdapat gangguan sirkulasi dalam darah yang berpengaruh ke
dalam hemoglobin
Leukosit 16.200 /uL, normalnya 5.000-10.000/uL
Ureum 111,7 mg/dl, meningkat
Trombosit 472.000/uL, meningkat normal; 150.000-400.000/uL
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
Untuk mengukur kadar O2 dan CO2 dan untuk mngukur pH darah, jika terjadi
ketidakseimbangan antara O2, CO2, dan pH darah makan diperlukn pemeriksaan AGD.
Untuk menilai juga kerja dari paru-paru dan ginjal.
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
Penegakkan diagnosis dari Acute Kidney Injury
- Kenaikan kretainin serum 0,3 mg/dl dalam 48 jam atau’
- Kenaikan kreatinin serum 1,5 kali dari nilai dasar
- Turunnya produksi urin <0,5 cc/KgBB/jam (oliguria), dehihdrasi kurang lebih dari
6 jam
6. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut?
Asupan nutrisi, kalori 20-30 kalori/KgBB, hindari restrikri protein
Asupan cairan
Menentukan status dehidrasi dari pasien, untuk pasien dengan syok diberikan
vasopressor
Intervensi dialysis, pada gangguan cairan, elektrolit, dan asam basa
Dicari tahu etiologinya terlebih dahulu
- Prerenal
- Renal
- Postrenal

STEP 4

1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut,
oliguria, BAB >10x/hari, dan muntah?
Dimana kemungkinan pasien mengakami penurunan fungsi dari hitungan jam-
beberapa minggu, dapat menyebabkan kegagalan ginjal dalam mengekresi hasil ginjal
dengan dapat mneyebabkan gangguan pada cairan dan elektrolit. Terdapat
peningkatan ureum sebagai hasil katabolisme protein dan asam amino di dalam darah
yang akan di filtrasi di glomerulus dan apabila terdapat gangguan urin akan
direabsorpsi kembali ke dalam darah sehingga terdapat penumpukan protein yang
mneyeybabkan adanya syndrome uremia, salah satunya dapay menganggu
keseimbangan asam basa dimana elektrolitnya akan menurun dalam tubuh dan dapat
menyebabkan ada pusing dan lemas sebagai dampak dari dehidrasi.
Pasien mengalami gangguan kseiembangan cairan dan elektrolit, yang mendimana
pasien mangalami diare BAB >10x/hari yang menyebabkan penurunan perufsi ke
bebragai jaringan salah satunya dalah ginjal yang bisa mneyebabkan gangguan ginjal
bagian prerenal. Hubungannya juga dapat menurunkan cairan tubu terutama elektrolit
sehingga volume intravascular juga turun termasuk salah satuny adalah ginjal, ketika
aliran darh turun maka ginjal akan kekurangan O2+, menyebabkan nekrosis pada
parenkim ginjal yang dapat menyeyebabkan Acute kidney injury.
- Keadaan prerenal, terdapat etiologi intrinsic yang diebabkan di dalam ginjal,
untuk penyebab paling sering nekrosis tubular akut, hipovelemia.
- Renal, hipertensi maligna, glomerunefritis akut, obstruksi intrarenal, adanya
kristal.
- Post renal akibat obstruksi saluran kemih, bisa dari uretra, urteterm yang menekan
kapsula bowman dan menekan dari elektrolit. Terbagi dari tingkat bawan di buli-
buli, untuk tingkat atas dipelvis ginjal dan uretra. Dapat adanya tumor/batu.

RAAS, sebagai kompensasi dari perfusi jaringan, dapat dipertahankan oleh


angiotensin II yang akan menimbulkan vasikonstriksi jaringan efferent.

2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat
nyeri tekan epigastrium?
Pasien mengalami dehidrasi karena pengeluaran cairan dan elektrolit secara terus-
menerus, untuk nyeri tekan epigastrium terdapat gangguan dalam ginjalnya yang
mnetrigger saraf nyeri.
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan
keluhan pada pasien?
Kreatinin yang berasal dari fosfokreatinin dan dieksresikan di ginjal 0,3-0,6 mg/dl,
dapat dijadikan indicator dalam fungsi ginjal, pada keadaan penurunan ginjal,
penurunan kreatinin dapat terjadi karena penurunan masa otot, distrofi otot.
Hb 10gr g/dl, nilai normalnya >12g/dl, karena terdapat gangguan ginjal yaitu acute
kidney injury dimana terdapat gangguan sirkulasi dalam darah yang berpengaruh ke
dalam hemoglobin
Leukosit 16.200 /uL, normalnya 5.000-10.000/uL, dapat disebebakan oleh karena
infeksi juga dapat disebabkan oleh sepsis karena kehilangan cairan dan elektrolit yang
berhubungan dengan fungsi ginjal.
Ureum 111,7 mg/dl, meningkat, tidak dapat dieksresikan dehingga direabsorpsi
kembali ke dalam tubuh
Trombosit 472.000/uL, meningkat normal; 150.000-400.000/uL
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
Untuk mengukur kadar O2 dan CO2 dan untuk mngukur pH darah, jika terjadi
ketidakseimbangan antara O2, CO2, dan pH darah makan diperlukn pemeriksaan AGD.
Untuk menilai juga kerja dari paru-paru dan ginjal.
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
Penegakkan diagnosis dari Acute Kidney Injury
- Kenaikan kretainin serum 0,3 mg/dl dalam 48 jam atau’
- Kenaikan kreatinin serum 1,5 kali dari nilai dasar
- Turunnya produksi urin <0,5 cc/KgBB/jam (oliguria), dehihdrasi kurang lebih dari
6 jam

Anamnesis

- Lemas 1 minggu yang lalu


- Mual, muntah
- Nyeri perut
- Oliguria
- Dehidrasi, BAB >10x/hari

Pemeriksaan Fisik

- Peningkatan Tekanan darah, nadi, respirasi


- Bibir kering
- Nyeri tekan epigastrium

Pemeriksaan Penunjang

- Peningkatan Hb
- Leukositosis
- Peningkatan ureum dan kreatinin
- Trombositosis

Diagnosis : Acute Kidney Injury e.c Dehidrasi ec. Diare Akut

Diagnosis Banding : Chronic Kidney Disease,

6. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut?


Terapi Suportif
Asupan nutrisi, diet tinggi kalori 20-30 kalori/KgBB, hindari restrikri protein
Asupan cairan
Menentukan status dehidrasi dari pasien, untuk pasien dengan syok diberikan
vasopressor
Intervensi dialysis, pada gangguan cairan, elektrolit, dan asam basa
Dicari tahu etiologinya terlebih dahulu
- Prerenal
- Renal
- Postrenal
MIND MAP

Gangguan
Fungsi Ginjal

Definisi dan Manifestasi Penegakkan Diagnosis


Etiologi Patofisiologi Tatalaksana
Klasifikasi Klinis Diagnosis Banding

Pemeriksaan Pemeriksaan Non


Anamnesis Farmakologi
Fisik Penunjang farmakologi

STEP 5

1. Acute Kidney Injury


a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
a) Keseimbangan Asam Basa
d. Manifestasi Klinis
e. Penegakkan Diagnosis
f. Tatalaksana
g. Komplikasi
2. Chronic Kidney Disease
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
a) Keseimbangan Asam Basa
d. Manifestasi Klinis
e. Penegakkan Diagnosis
f. Tatalaksana
g. Komplikasi
STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

GAGAL GINJAL AKUT/ACUTE KIDNEY INJURY


A. Etiologi AKI
1) Prerenal (55%).
Pada umumnya, disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal.
 Hipovolemia: perdarahan. muntah-muntah, diare, penggunaan diuretik,
Iuka bakar, hipoalbuminemia berat. dehidrasi akibat kurang asupan
cairan, diabetes insipidus, dan lain-lain;
 Gangguan hemodinamik ginjal yang menye-babkan hipoperfusi renal,
antara lain:
a. Penurunan curah jantung: penyakit miokardium, katup jantung, dan
perikardium, hipertensi pulmonal, gaga! jantung, atau gangguan
aliran balik ke jantung;
b. Vasodilatasi sistemik: sepsis, antihipertensi, anafilaksis;
c. Obstruksi renovaskular: aterosklerosis, trombosis, emboli, vaskulitis;
2) Renal/Intrinsik (40%)
a. Penyakit glomerulus: glomerulonefritis. vaskulitis, lupus eritematosus
sistemik,
koagulasi intravaskular diseminata, skleroderma;
b. Nekrosis tubular akut: iskemia, infeksi, toksin;
c. Nefritis interstisial: reaksi alergi obat, pielonefritis, limfoma, leukemia,
sindrom Sjogren;
d. Obstruksi intratubular: asam urat akibat sindrom lisis tumor, obat-obatan.

Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akur (TNA).


Penyebab kerusakan ginjal pada TNAdapat dibagi menjadi dua yaitu: proses
iskemik dan proses nefrotoksik. Walaupun demikian, TNA umumunya
diakibatkan oleh etiologi multifaktorial yang biasanya terjadi pada
keadaanpenyakit akut dengan sepsis, hipotensi, atau penggunaan obat-obatan
yang nefrotoksik.

3) Postrenal (obstruksi} pada ureter, leher kandung kemih, atau uretra (5%).
Gangguan ginjal akutpost-renal terjadi akibat sumbatan dari sistem traktus
urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau disebut
juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis ginjal yang
disebut dengan sumbatan tingkat atas. Apabila terjadi pada tingkat atas, maka
sumbatannya harus bilateral atau terjadi pada hanya 1 buah ginjal yang berfungsi
dimana ginjal satunya sudah tak berfungsi. Pada anak-anak, sumbatan tingkat
atas umumnya diakibatkan oleh striktur ureter kongenital, atau striktur katup
ureter. Pada wanitadewasa, sumbatan tingkat atas umumnya disebabkan oleh
keganasan di daerah retroperitoneal atau pada panggul, sedangkan pada laki-laki
biasanya diakibatkan oleh pembesaran atau keganasan prostat. Sumbatan dapat
bersifat total dan disertai anuria, atau parsial yang biasanya tidak memiliki
manifestasi klinik.

B. Patofisiologi AKI
PATOFISIOLOGI PRE RENAL
Gangguan ginjal akut pre-renal menggambarkan reaksi ginjal akibat kekurangan
cairan. Pada keadaan ini, fungsi ginjal sebelumnya adalah normal.
1) Berkurangnya perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan menstimulasi
aktivitas sistem saraf simpatis dan renin- angiotensin- aldosteron.
2) Stimulasisistem renin- angiotensin- aldosterone akan mengakibatkan
peningkatan kadar angiotensin II yang akan menimbulkan vasokonstriksi
arteriol efferent glomerulus ginjal (post-glomerulus).
3) Angiotensin Il juga berperan pada arteriol afferent glomerulus ginjal (pre-
glomerulus) tetapi efeknya akan meningkatkan hormon vasodilator
prostaglandin sebagai upaya kontra-regulasi.
4) Vasokonstriksi pada post-glomerulus dilakukan untuk mempertahankan tekanan
kapiler intra-gomerulus serta laju filtrasi glomerulus (LFG) agar tetap normal.
5) Beberapa faktor gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar
angiotensin II, akan merangsang pula sistim saraf simpatis sehingga terjadi
reabsorbsi air dan garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut
terjadi perangsangan sekresi dari hormon aldosteron dan vasopresin (hormon
antidiuretik) sehingga mengakibatkan peningkatan reabsorbsi natrium, urea dan
air pada segmen distal nefron.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : sebagai respons fisiologis


terhadap gangguan hipoperfusi ginjal yang ringan, maka untuk mempertahankan
LFG terjadi retensi urin dan natrium sehingga urin menjadi pekat dengan kadar
natrium yang rendah. Profil urine Klasik pada pasien dengan azotemia prerenal
adalah: kadar natrium dalam urine rendah (<20 meq/L), ekskresi fraksional Natrium
(fractional excretion of Natrium) rendah (<1), ekskresi fraksional urea (fractional
excretion of) urea rendah (<35%) dan osmolalitas urin tinggi. Mekanisme
autoregulasi diatas dapat terganggu atau tidak dapat lagi dipertahankam apabila
pasien GgGA prerenal mengalami gangguan hipoperfusi ginjal yang berat atau
berlangsung lama
PATOFISIOLOGI RENAL

Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akur (TNA). Penyebab
kerusakan ginjal pada TNAdapat dibagi menjadi dua yaitu: proses iskemik dan
proses nefrotoksik. Walaupun demikian, TNA umumunya diakibatkan oleh etiologi
multifaktorial yang biasanya terjadi pada keadaanpenyakit akut dengan sepsis,
hipotensi, atau penggunaan obat-obatan yang nefrotoksik.

PATOGENESIS TNA (TUBULAR NEKROSIS AKUT)

Patogenesis TNA iskemik terjadi dalam beberapa tahapan.


PRE RENAL INISIASI
diikuti dengan keadaan yang Tahap inisiasi ditandai oleh
lebih menonjol akibat hipotensi kerusakan sel-sel epitel dan
berkepanjangan serta iskemik endotel dengan penurunan LFG
ginjal --> iskemik ginjal.

PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)
EKSTENSI Ditandai adanya perbaikan dan diferensiasi
Pada tahap ekstensi ini bukan hanya ulang (redifferentiation) dari sel-sel epitel dan
endotel sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal
terjadi gangguan iskemia saja, tetapi atau "fase perbaikan” (recovery).Terjadi 1-2
juga kerusakan endotel mikrovaskular minggu dengan LFG yang bertahan pada angka
dan aktivasi jalur-jalur inflamasi 5-10 mL/menit. Pada fase ini, produksi urin
berada pada titik yang paling rendah dan
komplikasi uremia muncul.

Respon ginjal terhadap hipoperfusi umumnya berakhir dalam dua keadaan, yaitu:
azotemia prerenal atau gangguan iskemik. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
pada azotemia prerenal, hipoperfusi akan mengganggu fungsi ginjal saja dan dapat
kembali normal (reversibel) bila hipoperfusinya diatasi.

Apabila hipoperfusi bertambah berat atau berkelanjutan, maka akan terjadi


kerusakan pada sel-sel tubulus disertai gangguan fungsi ginjal. Kerusakan yang
terjadi ditandai dengan ditemukannya sel-sel epitel tubulus yang mati (nekrosis) dan
apoptosis. Gangguan iskemik reperfusi tersebut ternyata tidak saja terjedi pada epitel
tubulus, tetapi juga pada endotel pembuluh darah serta terjadi pula aktivasi dari sel-
sel inflamasi serta mediator-mediator humoral.

KLASIFIKASI AKI
Klasifikasi GgGA ditentukan berdasarkan kadar kreatinin serum, laju filtrasi
glomerolus (LFG) atau produksi urin (Tabel I). Stadium GgGA mengikuti kriteria
stadium yang lebih tinggi.
Contoh : kriteria kreatinin serum menunjukkan GgGA stadium I, sementara kriteria
produksi urin menunjukkan stadium 2. Maka, GgGA pada kasus tersebut termasuk
dalam GgGA stadium 2.

Cukup penuhi salah 1 (saw) kriteria (peningkatan kreatinin serum atau penurunan
produksi urin) untuk menegakkan diagnosis GgGA. Pada kriteria AKIN.
peningkatan kreatinin serum harus tetjadi <48 jam. Pada kriteria RIFLE. penurunan
fungsi ginjal harus bersifat akut (dalam 1-7 hari} dan bertahan selama >24 jam.
Rumus GFR
Dari hasil serum kreatinin, dapat dihitung LFG dengan beberapa rumus,

C. Penegakkan Diagnosis AKI


1) Manifestasi Klinis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyebabnya seperti
misalnya operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi
tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

Preneral Renal Postrenal


- rasa haus, seperti - ATN  riwayat - Nyeri suprapubic
angin jatuh hypovolemia, syok - Nyeri pada perut
- hipotensi ortostatik, sepsis, dan operasi - Kolik menandakan
takikardi, penurunan besar adanya obstruksi
JVP , turgor kulit - SLE ( demam, pada ureter
menurun, mukosa artralgia, rash - Nocturia , frekuensi,
kering eritematosa) pembesaran prostat
- stigmata sirosis hari - Nyeri pada menandakan adanya
dan hipertensif pinggang patologi pada
portal menandakan oklusi prostat
- tanda-tanda gagal arteri/vena ginjal
jantung pada pasien - Oliguria, edema
jantung kongestif hipertensi,
- sepsis dan hematuria
sebagainya menandakan
glomerulonephritis
- Hipertensi maligna

 Kenaikan kreatinin serum (SCr) ~0.3 mg/dL dalam 48jam, atau


 Kenaikan kreatinin serum~ 1,5 kali nilai dasar dan diketahui/dianggap
terjadi dalam 7 hari, atau
 Turunnya produksi urin <0.5 cc/KgBB/jam selama lebih dari 6 jam.

2) Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis: jumlah urin, berat jenis urin, sedimen, elektrolit, hematuria, piuria
 Sedimen granuler berwarna coklat seperti lumpur merupakan
karakteristik nekrosis tubular akut;
 Sedimen eritrosit dismorfik menandakan adanya jejas pada glomerulus:
 Sedimen leukosit dan tidak berpigmen menunjukkan nefritis interstisial.
b. Indeks gangguan ginjal (renal failure indices} untuk membedakan GgGA
prerenal dan renal:
FEN, (Fraksi Ekskresi Na}=
(UNa/PNa)(UNa/PNa)
(UN, = Na• urin; P N•• =Na plasma; Uc, = kreatinin urin; Pc,= kreatinin
plasma}
Hasil < 1 %  prerenal, akibat zat kontras, atau glomerulonefritis;
Hasil >2%  nekrosis tubular akut.
c. Laboratorium
Laboratorium: darah perifer lengkap, kreatinin serum. elektrolit (Na', K'.
fosfat. Ca'-). asam urat, dan kreatinin kinase. Dari hasil serum kreatinin, dapat
dihitung LFG dengan beberapa rumus, antara lain :

d. Pemeriksaan radiologi: USG ginjal merupakan pilihan. CT scan dan MRI


juga dapat dilakukan.
e. Biopsi ginjal: untuk diagnosis pasti pasien dengan kecurigaan GgGA renal.

3) Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan ginjal akut adalah penyakit ginjal kronik (PGK)
dan gangguan akut pada PGK (acute on chronic kidney disease). Seringkali
sulit membedakan antara GgGA dengan keadaan akut pada PGK. Berikut
cara membedakan kedua keadaan tersebut:
a. Anamnesis: riwayat etiologi GgGA dan riwayat etiologi PGK;
b. Data kreatinin serum sebelumnya merupakan data yang sangat bermanfaat.
Dalam keadaan akut pada PGK terjadi peningkatan nilai kreatinin yang
mendadak dibandingkan nilai dasar sebelumnya;
c. Adanya anemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme
(dalam ha! ini bersifat sekunder), dan neuropati mengarahkan diagnosis
PGK;
d. Pemeriksaan radiologi: adanya osteodistrofi ginjal atau ginjal yang
berukuran kecil menunjukkan kemungkinan PGK. Pengecualian pada
beberapa kasus PGK seperti nefropati diabetik, amiloidosis, dan penyakit
ginjal polikistik.
D. Tata Laksana AKI
Tata laksana gangguan ginjal akut terbagi dalam tata laksana spesifik dan tata
laksana suportif.
Tata Laksana Spesifik
1) GgGA Prerenal
Apabila penyebab hipovolemia, diperlukan penggantian cairan.
 Perdarahan: tranfusi packed red cell (PRC);
 Perdarahan ringan-sedang atau hilangnya cairan plasma: infus NaCl 0,9%;
 Hilangnya cairan saluran kemih dan gastrointestinal: infus NaCl 0,45%
atau NaCl 0,9%.
 Pada kondisi gaga! jantung, dapat dipertimbangkan penggunaan agen
inotropik, antiaritmia, agen penurun afterload a tau preload
2) GgGA Renal
 Glomerulonefritis atau vaskulitis: kortikosteroid atau plasmaferesis
bergantung kepada patologi utama ginjal;
 Hipertensi maligna: kontrol tekanan darah secara agresif. Penggunaan
penghambat ACE dan ARB dihindari pada pasien GgGA
3) GgGA Postrenal
Tata laksana spesifik GgGA dengan penyebab postrenal memerlukan kerjasama
dengan nefrolog,urolog, serta radiolog.
 Obstruksi uretra dan leher kandung kemih: pe-masangan kateter:
 Pemasangan stent pada kasus obstruksi ureter.
Tata Laksana Suportif
1) Nutrisi: Diet tinggi kalori untuk meminimalisasi katabolisme protein. Biasanya
diberikan makanan per enteral;

2) Anemia berat: tranfusi darah. Pada GgGA jarang diberikan eritropoietin


karena resistensi sumsum tulang;
3) Koreksi gangguan elektrolit yang terjadi
 Hiponatremia: pembatasan cairan enteral (<1 L/hari). Tata laksana
tergantung penyebab hiponatremia dan hindari infus cairan hipotonik;
 Hiperkalemia: restriksi kalium (<40 mmol/ hari). diuretik kuat insulin I 0
U + dekstrosa 50% sebanyak 50 cc, kalsium glukonas. atau dialisis,
inhalasi beta agonis.
 Hiperfosfatemia: restriksi asupan fosfat, agen pengikat fosfat. dialisis;
 Hipokalsemia: Ca glukonat atau Ca karbonat 10% (I 0-20 cc);
 Hipermagnesemia: hindari pemakaian antasida yang mengandung Mg;
4) Koreksi hiperurisemia: alopurinol apabila kadar asam urat >15 mg/ dL, dialisis.
5) Keluhan gastrointestinal: antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton;
6) Penggantian kateter dan akses intravena serta alat lain sebagai pencegahan
infeksi;
7) Pilihan obat yang tidak nefrotoksik.
E. Komplikasi AKI
1) Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh
Pada keadaan normal terjadi keseimbangan pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit (terutama natrium) sehingga tekanan osmotik plasma stabil dengan
kadar normal natrium sekitar 135-145 meq/liter. Pada GgGA, akibat hipoperfusi
ataupun mekanisme lain akan terjadi oligouri atau anuri sehingga keseimbangan
ini terganggu. Terjadinya retensi cairan akan mengakibatkan kelebihan cairan
intravaskular (volume overload) dan disnatremi. Manifestasi kliniknya dapat
berupa peningkatan tekanan vena jugularhipertensi ringan, edema perifer atau
edema paru.
2) Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Akibat retensi air atau asupan cairan yang hipotonis dapat terjadi hiponatremia
(dilusional). Pada hiponatremia yang berat dapat terjadi edema serebral dengan
gejala kejang atau gangguan neurologis lain. Dalam keadaan normal, kadar K*
lebih tinggi di intraselular dibanding dengan ekstraselular. Hiperkalemia dapat
terjadi akibat peningkatan kadar kalium total atau terhambatnya translokasi
kalium dari ekstraselular ke intraselular. Hiperkalemia berat dapat menimbulkan
gangguan neurologis, gagal Napas atau henti jantung (cardiac arrest).
3) Asidosis Metabolik
Ginjal memegang peranan penting dalam pengaturan kesimbangan asam basa.
Pada GgGA terjadi penurunan LFG secara mendadak yang mengakibatkan
terjadinya penimbunan anion organik. Akibat gangguan reabsorbsi dan
regenerasi, produksi bikarbonat menurun. Kedua mekanisme ini akan
menimbulkan komplikasi metabolik asidosis pada penderita GgGA.
4) Gagal Jantung
Akibat kelebihan cairan intravaskular dapat terjadi edema perifer, asites atau
efusi pleura. Bila fungsi jantung memburuk akan terjadi gagal jantung akut
dengan edema paru yang dapat disertai hipertensi pada sindrom kardio-renalatau
hipotensi pada syok kardiogenik.
5) Gagal napas
Gagal napas sering terjadi pada GgGAdan mekanismenya belum jelas. Beberapa
hal yang dapat menjadi penyebab gagal napas pada GGA adalah:
a. kelebihan cairan intravaskular (edema kardiogenik)
b. disfungsi ventrikel kiri (edema kardiogenik)
c. peningkatan permeabilitas kapiler paru (Acute Respiratory Distress
Syndrome - ARDS)
d. gangguan paru akut (acute lung injury)
6) Azotermia
Peningkatan toksin uremik (azotemia) pada GGA menimbulkan berbagai
kelainan, antara lain gangguan saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah),
gangguan kesadaran dengan derajat ringan sampai koma, perikarditis, efusi
perikard, tamponade kardiak, dan berbagai kelainan lain yang dapat mengancam
jiwa. Semua komplikasi diatas terjadi akibat kegagalan fungsi ekskresi maupun
endokrin ginjal, dan umumnya terjadi pada penderita dengan penyakit gawat
darurat atau gagal organ multipel. Bila tidak dikelofa dengan baik, komplikasi-
komplikasi tersebut seringkali menimbulkan kematian.

GAGAL GINJAL KRONIK/CHRONIC KIDNEY DISEASE


a. Etiologi CKD
PGK disebabkan oleh bermacam-macam hal :
 Glomerulonefritis, akibat infeksi (endokarditis bakterial, hepatitis C, hepatitis
B, HN) atau yang bersifat kronis;
 Diabetes melitus menyebabkan nefropati diabetik;
 Hipertensi, penyakit nefrosklerosis;
 Uropati obstruktif (batu saluran kemih, tumor, dan lain-lain);
 Lupus eritematosus sistemik, amiloidosis, penyakit ginjal polikistik;
Penggunaan obat-obatan (obat antiinflamasi nonsteroid, antibiotik,
siklosporin, takrolimus).

b. Patofisiologi CKD
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif sepertisitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor B (TGF-f). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
KLASIFIKASI CKD
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi :
 kelainan patologis
 terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/ menit/1,73m¢ selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal

c. Penegakkan Diagnosis CKD


Manifestasi Klinis
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik,terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai padastadium gagal ginjal.

Manifestasi Klinis

Gangguan keseimbangan cairan - Edema perifer


- Efusi pleura
- Hipertensi
- Peningkatan JVP
- Asites

Gangguan elektrolit dan asam basa - Tanda dan gejala hyperkalemia


- Asidosis metabolic (nafas kusmaul)
- Hiperfosfatemia

Gangguan gastrointestinal - Metallic taste


- Mual
- Muntah
- Gastritis
- Ulkus peptikum
- Malnutrisi

Kelainan kulit - Kulit terlihat pucat, kering, pruritus,


pigmentasi kulit, dan ekimosis

Gangguan neuromuscular - Kelemahan otot


- Fasikulasi
- Gangguan memori
- Enselofati uremikum

Gangguan metabolic endokrin - Dyslipidemia


- Gangguan metabolism glukosa
- Gangguan hormone seks

Gangguan hematologi - Anemia (dapat mikrositik hipokrom


maupun normositik normokrom)
- Gangguan hemostasis

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
 Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

 Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureumdan kreatinin


serum, dan penurunan LFG yang dihitungmempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
 Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik.
 Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast,
isostenuria.
b. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
 Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
 Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan.
 Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
 Ultrasonografi ginjal bisa memperiihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi
 Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
c. Pemeriksaa elektrolit: hiperkalemia, hipokalsemia. hiperfosfatemia,
hipermagnesemia;
d. Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, LDL meningkat
e. Analisis gas darah: asidosis metabolik (pH menurun, HC03 menurun);
f. Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin:
Sedimen urin: sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit,
sedimen granuler kasar. dan adanya eritrosit yang dismorfik merupakan
tanda patognomonik jejas ginjal;
g. Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 jam (PUK) ;
d. Tata Laksana CKD

- Control tekanan darah Antihipertensi yang disarankan ialah


penghambat ACE,ARB (angiotensin
Target tekanan darah <130/80 mmhg (tanpa
receptor blocker), dan CCB (calcium
proteinuria) 125/75 mmhg (dengan
channel blocker) non dihidropiridin
proteinuria) .
- Retriksi asupan protein - CKD pre-dialisis 0,6-0,75 g/kgbb
Untuk mencegah resiko malnutrisi. ideal/hari
Rekomendasi asupan protein - CKD hemodialis 1,2 g ideal/hari
- CKD dialisis peritoneal 1,2-1,3
g/kgbb/hari
- Transplantasi ginjal 1,3 g/kgbb
ideal/hari pada 6 minggu pertama
pasca transplantasi dilanjutkan 0,8-1
g/kgbb ideal/hari

- Control kadar glukosa darah Lakukan penyesuaian dosis obat


hipoglikemik oral. Hidrasi penggunaan
Target HbA,C <7% lihat pilar
metformin dihindari . golongan glitazon
penatalaksanaan diabetes
dapat dipilih
- Retriksi cairan - CKD predialisis  cairan tidak
dibatasi dengan produksi urin yang
Rekomendasi asupan cairan pada PGK
normal
adalah
- CKD hemodialysis  500 ml/hari +
produksi urin
- CKD dialysis peritoneal  1500-
2000 ml/hari lakukan pemantauan
harian
- Transplantasi ginjal  pada fase
akut pasca transplantasi, pasien
dipertahankan euvolemik/sedikit
hipervolemik dengan insensible
waterloss diperhitungkan sebesar
30-60 ml/jam. Untuk pasuen
normovolemik dan graft berfungsi
baik, asynoan cairan dianjurkan
minimal 2000 ml/hari . untuk pasien
oliguria. Asupan cairan harus
seimbang dengan produk, si urin
ditambah insensible water loss 500-
750 ml

- Retriksi asupan garam - CKD pre-dialisis <5 g/hari


- CKD hemodialysis 5-6 g/hari
Rekomendasi asupan Nacl perhati
- CKD dialysis peritoneal 5-10 g/hari
- Transplantasi ginjal <6-7 g/hari.
Natrium hanya dibatasi pada
periode akut pasca operasi dimana
mungkin terjadi gunsi graft yang
buruk atau hipertensi pasca
transplantasi

- Terapi dyslipidemia Kolesterol non HDL ialah dyslipidemia


dapat menggunakan statin serta makan
Target LDL <100 mg/dl apabila trigliserida
rendah lemak jenuh . asupan lemak
lebih dari 200 mg/dl, target kolesterol non
dianjurkan 25-30% total kalori dengan
HDL <130 mg/dl.
lemak jenuh dibatasi <10% . apabila
dilipidemia asupan kolesterol dalam
makanan dianjurkan <300 mg/hari
- Modifikasi gaya hidup Indeks masa tubuh ideal 20-22,9 kg/m2) .
dilakukan pengaturan berat badan dan
olahraga 30 menit minimal 3 hari dalam
seminggu serta berhenti merokok
- Edukasi Pasien mengerti tentang penyakit ini, factor
progresivitas, pilihan modalitas terapi
pengganti ginjal

INDIKASI DIALISIS/CUCI DARAH SEGERA


Terdapat lima kondisi dilakukannya dialisis segera. Perlu diingat bahwa dialisis
hanya dilakukan apabila kondisi-kondisi berikut tidak bisa diperbaiki dengan terapi
konvensional (Ingat AIUEO!):
ASAM BASA
Gangguan Asam basa: asidosis berat (pH <7, 1);
INTOKSIKASI
Intoksikasi: metanol, litium, salisilat;
UREMIA
Uremia: perikarditis uremikum, ensefalopati uremikum, perdarahan, azotemia
(ureum >200 mg/ dl)
ELEKTROLIT
Gangguanf elektrolit: hiperkalemia (K· >6,5 mEq/L). hiperkalsemia, sindrom lisis
tumor. hipernatremia berat (Na• > 160 mEq/L). atau hiponatremia berat (Na• <115
mEq/L);
OVERLOUD
Qverload cairan: edema paru, dan lain-lain;

e. Komplikasi CKD
Salah satu komplikasi dari penyakit ginjal kronik yang paling sering adalah
osteodistrofi renal. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan
hiperfosfatemia meli-puti pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat
dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna, serta dialisis. Pemberian
diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam, karena fosfat
sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur.
Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. 5-7 Pada pasien diberikan CaCO3 yang
merupakan pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam
kalsium, aluminium hidroksida, dan garam magnesium
Komplikasi neurologis sering mempengaruhi pasien PGK berupa gangguan
pada pusat ataupun perifer dan jarang terdiagnosis maupun terobati. Ensefalopati
uremikum merupakan salahsatu manifestasi klinis akibat uremia yang paling berat.
Terapi dialisis dapat memperbaiki tampilan klinis dan perkembangan komplikasi
neurologis pada pasien, tetapi mungkin juga secara langsung dapat menginduksi
kelainan terkait dialisis. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap
komplikasi neurologis yang terjadi pada pasien yang menjalani HD, didapatkan 7
pasien (6,7%) mengalami ensefalopati uremikum dan 97 pasien (93,3%) tidak
mengalaminya.
Komplikasi CKD sesuai Derajat

Derajat GFR (ml/min/1,73 m2) Komplikasi


1 Lebih dari 90 -

2 60-89 - Hipertensi / prehipertensi

3 30-59 - Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosisteinemia

4 15-29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Hyperkalemia
- Dyslipidemia

5 <15 autodialisis - Gagal jantung


- Uremia

Tata Laksana Komplikasi CKD

- Anemia - Terapi eritropoietin (EPO) apabila


hb kurang dari 10 g/dl dan ht
Lakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan
anemia defisiensi besi. kurang dari 30% (target hb 10-12
g/dl, ht>30%) dosis penggunaan
EPO
1) Fase koreksi  2000 – 4000 iu
subkutan, 2-3 kali/minggu selama 4
minggu. Target hb naik 1-2 g/dl atau ht
naik 2-4% dalam 4 minggu
2) Apabila target belum tercapai dosis EPO
di naikkan 50%
3) Apabila hb naik lebih dari 2,5 g/dl atau
hematocrit naik >8% dalam 4 minggu.
Dosis diturunkan sebanyak 25%

- Asidosis metabolic - Koreksi dilakukan dengan suplemen


bikarbonat oral untuk
Koreksi apabila konsentrasi (HCO3) <22
mempertahankan kadar HCO3 22-
mmol/l
24 mmol/l. bikarbonat oral
diberikan 3x2 tablet (325-2000 mg)
setiap harinya
- Rumus koreksi bikarbonat = 0,3 x
BB (kg) x (HCO3) awal )

- Hiperfosfatemia - Pilihan terapi tergantung kadar ca2+


dan po43 pasien. Koreksi dilakukan
dengan pemberian phosphate
binders. Jenis phosphate binders
yang bersedia
1. Ca-based phosphate binders contoh 
kalsium asetat atau kalsium karbonat 3-6
g/hari
2. Non ca based phosphate binders, contoh
 lanthanum, sevelamer atau
magnesium

- Hiperhosmosisteinemia Pemberian suplemen oral  asam folat 15.


Mg dan vitamin B12 500 mg/hari dilakukan
untuk mencegah ateroklerosis
Pada CKD stadium 4, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani terapi pengganti
ginjal. Terapi pengganti ginjal umumnya dilaksanakan pada CKD stadium 5.
Modalitas terapi pengganti ginjal Hemodiliasis (cuci darah), dialysis peritoneal atau
transplantasi ginjal. Pasien perlu dirujuk ke bagian ginjal hipertensi terapi pengganti
ginjal .

Edukasi

1. Berhenti merokok
Seharusnya didukung berhenti merokok untuk mengurangi risiko terjadinya gagal
ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal, dan untuk mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular.
2. Mengurangi berat badan
Orang obesitas (IMT >30kg/m2 ) dan berat badan berlebihan (IMT 25.0- 29.9
kg/m2 ) seharusnya didukung untuk mengurangi IMT mereka untuk mengurangi
risiko terjadinya gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal.
3. Mempertahankan berat badan sehat (IMT 18.5- 24.9 kg/m2 , lingkar pinggang
<102CM untuk laki-laki, <88 cm untuk wanita.
4. Kontrol protein diet
Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari) direkomendasi untuk orang dewasa
dengan gagal ginjal kronik
5. Hentikan asupan alkohol
6. Olahraga
Orang tanpa hipertensi (untuk mengurangi kesempatan menjadi hipertensi) atau
tanpa dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah mereka) seharusnya
didukung untuk mengakumulasi 30-60 menit olahraga dinamik intensitas sedang
(berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang) 4-7 hari per minggu
7. Asupan garam
- Untuk mencegah hipertensi, asupan sodium <100mmol/hari direkomendasi, selain
diet yang seimbang.
- Pasien dengan hipertensi seharusnya membatasi asupan sodium mereka sampai
65- 100mmol/hari

Gangguan Keseimbangan Asam Basa beserta komplikasinya.


Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion
hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan
oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat molecular
umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat
konsentrasi ion H+ atau ion OH yang sangat rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun
produksi akan terus menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah sangat banyak, ternyata
konsentrasi ion hidrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.4 Derajat keasaman
(pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia
mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan
fungsi organ dapat berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal
berperan dalam pelepasan asam. Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih
dahulu adalah :
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila pH >
7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai komponen
asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai normalnya adalah 40
mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga sebagai
komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau berkurangnya
jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau berkurangnya
jumlah komponen asam.

Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari sistem :
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion
hidrogen yang berlebihan. Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hidrogen,
bersifat temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem buffer
adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam fixed dan
asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, sistem ini memiliki
keterbatasan yaitu :
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena
peningkatan CO2.
b. Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
c. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.

Ada 4 sistem buffer :

a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk


perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat
d. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
2. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan
karena itu juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler.
Paru-paru melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons
terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan
parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan
yang kuat untuk respirasi.
Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga
mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang
dihasilkan oleh PaCO2. Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan
meningkat sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar
(untuk mengurangi kelebihan asam).Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi
pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk
meningkatkan beban asam).
3. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen
dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem
buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hidrogen,
CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang
dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses
tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat
berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat
dan pengeluaran asam.

Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari


kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter
menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter
memerlukan tes analisa gas darah apabila menemukan gejala-gejala yang
menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai ketidakseimbangan oksigen,
karbon dioksida, atau pH darah. Gejala yang dimaksud meliputi:
 Sesak napas  Sulit bernafas  Kebingungan  Mual

Interpretasi Klinis AGD


1) pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber
ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam seperti
asam laktat dan asam keto.
Nilai normal pH serum:  Nilai normal : 7.35 - 7.45  Nilai kritis : < 7.25 -
7.55

2) PCO2
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut
dalam plasma. Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan
keadaan asam basa dalam darah.  Nilai Normal : 35 - 45 mmHg
3) PaO2
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen
yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru
dalam menyediakan oksigen bagi darah.  Nilai Normal (suhu kamar,
tergantung umur): 75 - 100 mmHg

4) HCO3
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat,
5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2
plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur
oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh
paruparu. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi
bikarbonat.
 Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L
DAFTAR PUSTAKA

1. Sue E. Huether. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi Keenam. Volume 2. ELSEVIER. 2017
2. Zasra Radias, Harun Harmawi, Azmi Syaiful. Indikasi dan Persiapan Hemodialisis Pada
Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018: 7(2); 17-185.
3. Setiati siti, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing.
2017.
4. Waikar SS, Bonventre JV. Acute kidney injury. Dalam: Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL. Loscalzo J. penyunting. Harrison·s principles
of internal medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill: 2012
5. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik. suatu epidemiologi global baru: protect your
kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI): 2010.

Anda mungkin juga menyukai