SKENARIO 4
“ LEMAS”
NPM : 119170010
KELOMPOK : 2B
BLOK : 4.3
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2021
SKENARIO 4
Lemas
Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak ± 1 minggu
yang lalu. Keluhan disertai mual, nyeri perut dan oliguria. Pasien mengaku sebelumnya BAB
cair >10x/hari selama 5 hari dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD 140/90 mmHg, N 116 x/m, RR 25x/m, S 36,9
C. Bibir tampak kering, nyeri tekan pada epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 10 g/dl, Leukosit 16.200 /uL, Trombosit 472.000/uL, Ureum 111.7 mg/dl,
Kreatinin 1,99 mg/dl. Dokter mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan AGD. Dokter
memberikan tatalaksana lebih lanjut
STEP 1
STEP 2
1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut, oliguria,
BAB >10x/hari, dan muntah?
2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat nyeri
tekan epigastrium?
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan keluhan
pada pasien?
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
6. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut?
STEP 3
1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut,
oliguria, BAB >10x/hari, dan muntah?
Dimana kemungkinan pasien mengakami penurunan fungsi dari hitungan jam-
beberapa minggu, dapat menyebabkan kegagalan ginjal dalam mengekresi hasil ginjal
dengan dapat mneyebabkan gangguan pada cairan dan elektrolit. Terdapat
peningkatan ureum sebagai hasil katabolisme protein dan asam amino di dalam darah
yang akan di filtrasi di glomerulus dan apabila terdapat gangguan urin akan
direabsorpsi kembali ke dalam darah sehingga terdapat penumpukan protein yang
mneyeybabkan adanya syndrome uremia, salah satunya dapay menganggu
keseimbangan asam basa dimana elektrolitnya akan menurun dalam tubuh dan dapat
menyebabkan ada pusing dan lemas sebagai dampak dari dehidrasi.
2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat
nyeri tekan epigastrium?
Pasien mengalami dehidrasi karena pengeluaran caoran dan elketrolit secara terus-
menerus, untuk nyeri tekan epigastrium terdapat gangguan dalam ginjalnya yang
mnetrigger saraf nyeri.
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan
keluhan pada pasien?
Kreatinin yang berasal dari fosfokreatinin dan dieksresikan di ginjal 0,3-0,6 mg/dl
Hb 10gr g/dl, nilai normalnya >12g/dl, karena terdapat gangguan ginjal yaitu acute
kidney injury dimana terdapat gangguan sirkulasi dalam darah yang berpengaruh ke
dalam hemoglobin
Leukosit 16.200 /uL, normalnya 5.000-10.000/uL
Ureum 111,7 mg/dl, meningkat
Trombosit 472.000/uL, meningkat normal; 150.000-400.000/uL
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
Untuk mengukur kadar O2 dan CO2 dan untuk mngukur pH darah, jika terjadi
ketidakseimbangan antara O2, CO2, dan pH darah makan diperlukn pemeriksaan AGD.
Untuk menilai juga kerja dari paru-paru dan ginjal.
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
Penegakkan diagnosis dari Acute Kidney Injury
- Kenaikan kretainin serum 0,3 mg/dl dalam 48 jam atau’
- Kenaikan kreatinin serum 1,5 kali dari nilai dasar
- Turunnya produksi urin <0,5 cc/KgBB/jam (oliguria), dehihdrasi kurang lebih dari
6 jam
6. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut?
Asupan nutrisi, kalori 20-30 kalori/KgBB, hindari restrikri protein
Asupan cairan
Menentukan status dehidrasi dari pasien, untuk pasien dengan syok diberikan
vasopressor
Intervensi dialysis, pada gangguan cairan, elektrolit, dan asam basa
Dicari tahu etiologinya terlebih dahulu
- Prerenal
- Renal
- Postrenal
STEP 4
1. Mengapa pasien dapat mengalami keluhan lemas disertai mual, nyeri perut,
oliguria, BAB >10x/hari, dan muntah?
Dimana kemungkinan pasien mengakami penurunan fungsi dari hitungan jam-
beberapa minggu, dapat menyebabkan kegagalan ginjal dalam mengekresi hasil ginjal
dengan dapat mneyebabkan gangguan pada cairan dan elektrolit. Terdapat
peningkatan ureum sebagai hasil katabolisme protein dan asam amino di dalam darah
yang akan di filtrasi di glomerulus dan apabila terdapat gangguan urin akan
direabsorpsi kembali ke dalam darah sehingga terdapat penumpukan protein yang
mneyeybabkan adanya syndrome uremia, salah satunya dapay menganggu
keseimbangan asam basa dimana elektrolitnya akan menurun dalam tubuh dan dapat
menyebabkan ada pusing dan lemas sebagai dampak dari dehidrasi.
Pasien mengalami gangguan kseiembangan cairan dan elektrolit, yang mendimana
pasien mangalami diare BAB >10x/hari yang menyebabkan penurunan perufsi ke
bebragai jaringan salah satunya dalah ginjal yang bisa mneyebabkan gangguan ginjal
bagian prerenal. Hubungannya juga dapat menurunkan cairan tubu terutama elektrolit
sehingga volume intravascular juga turun termasuk salah satuny adalah ginjal, ketika
aliran darh turun maka ginjal akan kekurangan O2+, menyebabkan nekrosis pada
parenkim ginjal yang dapat menyeyebabkan Acute kidney injury.
- Keadaan prerenal, terdapat etiologi intrinsic yang diebabkan di dalam ginjal,
untuk penyebab paling sering nekrosis tubular akut, hipovelemia.
- Renal, hipertensi maligna, glomerunefritis akut, obstruksi intrarenal, adanya
kristal.
- Post renal akibat obstruksi saluran kemih, bisa dari uretra, urteterm yang menekan
kapsula bowman dan menekan dari elektrolit. Terbagi dari tingkat bawan di buli-
buli, untuk tingkat atas dipelvis ginjal dan uretra. Dapat adanya tumor/batu.
2. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak kering dan terdapat
nyeri tekan epigastrium?
Pasien mengalami dehidrasi karena pengeluaran cairan dan elektrolit secara terus-
menerus, untuk nyeri tekan epigastrium terdapat gangguan dalam ginjalnya yang
mnetrigger saraf nyeri.
3. Bagaimana interpretasi dari hasil laboratorium dan hubungannya dengan
keluhan pada pasien?
Kreatinin yang berasal dari fosfokreatinin dan dieksresikan di ginjal 0,3-0,6 mg/dl,
dapat dijadikan indicator dalam fungsi ginjal, pada keadaan penurunan ginjal,
penurunan kreatinin dapat terjadi karena penurunan masa otot, distrofi otot.
Hb 10gr g/dl, nilai normalnya >12g/dl, karena terdapat gangguan ginjal yaitu acute
kidney injury dimana terdapat gangguan sirkulasi dalam darah yang berpengaruh ke
dalam hemoglobin
Leukosit 16.200 /uL, normalnya 5.000-10.000/uL, dapat disebebakan oleh karena
infeksi juga dapat disebabkan oleh sepsis karena kehilangan cairan dan elektrolit yang
berhubungan dengan fungsi ginjal.
Ureum 111,7 mg/dl, meningkat, tidak dapat dieksresikan dehingga direabsorpsi
kembali ke dalam tubuh
Trombosit 472.000/uL, meningkat normal; 150.000-400.000/uL
4. Mengapa dokter menyerankan untuk dilakukan pemeriksaan AGD?
Untuk mengukur kadar O2 dan CO2 dan untuk mngukur pH darah, jika terjadi
ketidakseimbangan antara O2, CO2, dan pH darah makan diperlukn pemeriksaan AGD.
Untuk menilai juga kerja dari paru-paru dan ginjal.
5. Bagaimana penegakkan diagnosis pada keluhan pasien?
Penegakkan diagnosis dari Acute Kidney Injury
- Kenaikan kretainin serum 0,3 mg/dl dalam 48 jam atau’
- Kenaikan kreatinin serum 1,5 kali dari nilai dasar
- Turunnya produksi urin <0,5 cc/KgBB/jam (oliguria), dehihdrasi kurang lebih dari
6 jam
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
- Peningkatan Hb
- Leukositosis
- Peningkatan ureum dan kreatinin
- Trombositosis
Gangguan
Fungsi Ginjal
STEP 5
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
3) Postrenal (obstruksi} pada ureter, leher kandung kemih, atau uretra (5%).
Gangguan ginjal akutpost-renal terjadi akibat sumbatan dari sistem traktus
urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau disebut
juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis ginjal yang
disebut dengan sumbatan tingkat atas. Apabila terjadi pada tingkat atas, maka
sumbatannya harus bilateral atau terjadi pada hanya 1 buah ginjal yang berfungsi
dimana ginjal satunya sudah tak berfungsi. Pada anak-anak, sumbatan tingkat
atas umumnya diakibatkan oleh striktur ureter kongenital, atau striktur katup
ureter. Pada wanitadewasa, sumbatan tingkat atas umumnya disebabkan oleh
keganasan di daerah retroperitoneal atau pada panggul, sedangkan pada laki-laki
biasanya diakibatkan oleh pembesaran atau keganasan prostat. Sumbatan dapat
bersifat total dan disertai anuria, atau parsial yang biasanya tidak memiliki
manifestasi klinik.
B. Patofisiologi AKI
PATOFISIOLOGI PRE RENAL
Gangguan ginjal akut pre-renal menggambarkan reaksi ginjal akibat kekurangan
cairan. Pada keadaan ini, fungsi ginjal sebelumnya adalah normal.
1) Berkurangnya perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan menstimulasi
aktivitas sistem saraf simpatis dan renin- angiotensin- aldosteron.
2) Stimulasisistem renin- angiotensin- aldosterone akan mengakibatkan
peningkatan kadar angiotensin II yang akan menimbulkan vasokonstriksi
arteriol efferent glomerulus ginjal (post-glomerulus).
3) Angiotensin Il juga berperan pada arteriol afferent glomerulus ginjal (pre-
glomerulus) tetapi efeknya akan meningkatkan hormon vasodilator
prostaglandin sebagai upaya kontra-regulasi.
4) Vasokonstriksi pada post-glomerulus dilakukan untuk mempertahankan tekanan
kapiler intra-gomerulus serta laju filtrasi glomerulus (LFG) agar tetap normal.
5) Beberapa faktor gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar
angiotensin II, akan merangsang pula sistim saraf simpatis sehingga terjadi
reabsorbsi air dan garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut
terjadi perangsangan sekresi dari hormon aldosteron dan vasopresin (hormon
antidiuretik) sehingga mengakibatkan peningkatan reabsorbsi natrium, urea dan
air pada segmen distal nefron.
Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akur (TNA). Penyebab
kerusakan ginjal pada TNAdapat dibagi menjadi dua yaitu: proses iskemik dan
proses nefrotoksik. Walaupun demikian, TNA umumunya diakibatkan oleh etiologi
multifaktorial yang biasanya terjadi pada keadaanpenyakit akut dengan sepsis,
hipotensi, atau penggunaan obat-obatan yang nefrotoksik.
PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)
EKSTENSI Ditandai adanya perbaikan dan diferensiasi
Pada tahap ekstensi ini bukan hanya ulang (redifferentiation) dari sel-sel epitel dan
endotel sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal
terjadi gangguan iskemia saja, tetapi atau "fase perbaikan” (recovery).Terjadi 1-2
juga kerusakan endotel mikrovaskular minggu dengan LFG yang bertahan pada angka
dan aktivasi jalur-jalur inflamasi 5-10 mL/menit. Pada fase ini, produksi urin
berada pada titik yang paling rendah dan
komplikasi uremia muncul.
Respon ginjal terhadap hipoperfusi umumnya berakhir dalam dua keadaan, yaitu:
azotemia prerenal atau gangguan iskemik. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
pada azotemia prerenal, hipoperfusi akan mengganggu fungsi ginjal saja dan dapat
kembali normal (reversibel) bila hipoperfusinya diatasi.
KLASIFIKASI AKI
Klasifikasi GgGA ditentukan berdasarkan kadar kreatinin serum, laju filtrasi
glomerolus (LFG) atau produksi urin (Tabel I). Stadium GgGA mengikuti kriteria
stadium yang lebih tinggi.
Contoh : kriteria kreatinin serum menunjukkan GgGA stadium I, sementara kriteria
produksi urin menunjukkan stadium 2. Maka, GgGA pada kasus tersebut termasuk
dalam GgGA stadium 2.
Cukup penuhi salah 1 (saw) kriteria (peningkatan kreatinin serum atau penurunan
produksi urin) untuk menegakkan diagnosis GgGA. Pada kriteria AKIN.
peningkatan kreatinin serum harus tetjadi <48 jam. Pada kriteria RIFLE. penurunan
fungsi ginjal harus bersifat akut (dalam 1-7 hari} dan bertahan selama >24 jam.
Rumus GFR
Dari hasil serum kreatinin, dapat dihitung LFG dengan beberapa rumus,
2) Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis: jumlah urin, berat jenis urin, sedimen, elektrolit, hematuria, piuria
Sedimen granuler berwarna coklat seperti lumpur merupakan
karakteristik nekrosis tubular akut;
Sedimen eritrosit dismorfik menandakan adanya jejas pada glomerulus:
Sedimen leukosit dan tidak berpigmen menunjukkan nefritis interstisial.
b. Indeks gangguan ginjal (renal failure indices} untuk membedakan GgGA
prerenal dan renal:
FEN, (Fraksi Ekskresi Na}=
(UNa/PNa)(UNa/PNa)
(UN, = Na• urin; P N•• =Na plasma; Uc, = kreatinin urin; Pc,= kreatinin
plasma}
Hasil < 1 % prerenal, akibat zat kontras, atau glomerulonefritis;
Hasil >2% nekrosis tubular akut.
c. Laboratorium
Laboratorium: darah perifer lengkap, kreatinin serum. elektrolit (Na', K'.
fosfat. Ca'-). asam urat, dan kreatinin kinase. Dari hasil serum kreatinin, dapat
dihitung LFG dengan beberapa rumus, antara lain :
3) Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan ginjal akut adalah penyakit ginjal kronik (PGK)
dan gangguan akut pada PGK (acute on chronic kidney disease). Seringkali
sulit membedakan antara GgGA dengan keadaan akut pada PGK. Berikut
cara membedakan kedua keadaan tersebut:
a. Anamnesis: riwayat etiologi GgGA dan riwayat etiologi PGK;
b. Data kreatinin serum sebelumnya merupakan data yang sangat bermanfaat.
Dalam keadaan akut pada PGK terjadi peningkatan nilai kreatinin yang
mendadak dibandingkan nilai dasar sebelumnya;
c. Adanya anemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme
(dalam ha! ini bersifat sekunder), dan neuropati mengarahkan diagnosis
PGK;
d. Pemeriksaan radiologi: adanya osteodistrofi ginjal atau ginjal yang
berukuran kecil menunjukkan kemungkinan PGK. Pengecualian pada
beberapa kasus PGK seperti nefropati diabetik, amiloidosis, dan penyakit
ginjal polikistik.
D. Tata Laksana AKI
Tata laksana gangguan ginjal akut terbagi dalam tata laksana spesifik dan tata
laksana suportif.
Tata Laksana Spesifik
1) GgGA Prerenal
Apabila penyebab hipovolemia, diperlukan penggantian cairan.
Perdarahan: tranfusi packed red cell (PRC);
Perdarahan ringan-sedang atau hilangnya cairan plasma: infus NaCl 0,9%;
Hilangnya cairan saluran kemih dan gastrointestinal: infus NaCl 0,45%
atau NaCl 0,9%.
Pada kondisi gaga! jantung, dapat dipertimbangkan penggunaan agen
inotropik, antiaritmia, agen penurun afterload a tau preload
2) GgGA Renal
Glomerulonefritis atau vaskulitis: kortikosteroid atau plasmaferesis
bergantung kepada patologi utama ginjal;
Hipertensi maligna: kontrol tekanan darah secara agresif. Penggunaan
penghambat ACE dan ARB dihindari pada pasien GgGA
3) GgGA Postrenal
Tata laksana spesifik GgGA dengan penyebab postrenal memerlukan kerjasama
dengan nefrolog,urolog, serta radiolog.
Obstruksi uretra dan leher kandung kemih: pe-masangan kateter:
Pemasangan stent pada kasus obstruksi ureter.
Tata Laksana Suportif
1) Nutrisi: Diet tinggi kalori untuk meminimalisasi katabolisme protein. Biasanya
diberikan makanan per enteral;
b. Patofisiologi CKD
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif sepertisitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor B (TGF-f). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
KLASIFIKASI CKD
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi :
kelainan patologis
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/ menit/1,73m¢ selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
e. Komplikasi CKD
Salah satu komplikasi dari penyakit ginjal kronik yang paling sering adalah
osteodistrofi renal. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan
hiperfosfatemia meli-puti pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat
dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna, serta dialisis. Pemberian
diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam, karena fosfat
sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur.
Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. 5-7 Pada pasien diberikan CaCO3 yang
merupakan pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam
kalsium, aluminium hidroksida, dan garam magnesium
Komplikasi neurologis sering mempengaruhi pasien PGK berupa gangguan
pada pusat ataupun perifer dan jarang terdiagnosis maupun terobati. Ensefalopati
uremikum merupakan salahsatu manifestasi klinis akibat uremia yang paling berat.
Terapi dialisis dapat memperbaiki tampilan klinis dan perkembangan komplikasi
neurologis pada pasien, tetapi mungkin juga secara langsung dapat menginduksi
kelainan terkait dialisis. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap
komplikasi neurologis yang terjadi pada pasien yang menjalani HD, didapatkan 7
pasien (6,7%) mengalami ensefalopati uremikum dan 97 pasien (93,3%) tidak
mengalaminya.
Komplikasi CKD sesuai Derajat
3 30-59 - Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosisteinemia
4 15-29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Hyperkalemia
- Dyslipidemia
Edukasi
1. Berhenti merokok
Seharusnya didukung berhenti merokok untuk mengurangi risiko terjadinya gagal
ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal, dan untuk mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular.
2. Mengurangi berat badan
Orang obesitas (IMT >30kg/m2 ) dan berat badan berlebihan (IMT 25.0- 29.9
kg/m2 ) seharusnya didukung untuk mengurangi IMT mereka untuk mengurangi
risiko terjadinya gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal.
3. Mempertahankan berat badan sehat (IMT 18.5- 24.9 kg/m2 , lingkar pinggang
<102CM untuk laki-laki, <88 cm untuk wanita.
4. Kontrol protein diet
Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari) direkomendasi untuk orang dewasa
dengan gagal ginjal kronik
5. Hentikan asupan alkohol
6. Olahraga
Orang tanpa hipertensi (untuk mengurangi kesempatan menjadi hipertensi) atau
tanpa dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah mereka) seharusnya
didukung untuk mengakumulasi 30-60 menit olahraga dinamik intensitas sedang
(berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang) 4-7 hari per minggu
7. Asupan garam
- Untuk mencegah hipertensi, asupan sodium <100mmol/hari direkomendasi, selain
diet yang seimbang.
- Pasien dengan hipertensi seharusnya membatasi asupan sodium mereka sampai
65- 100mmol/hari
2) PCO2
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut
dalam plasma. Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan
keadaan asam basa dalam darah. Nilai Normal : 35 - 45 mmHg
3) PaO2
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen
yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru
dalam menyediakan oksigen bagi darah. Nilai Normal (suhu kamar,
tergantung umur): 75 - 100 mmHg
4) HCO3
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat,
5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2
plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur
oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh
paruparu. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi
bikarbonat.
Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L
DAFTAR PUSTAKA
1. Sue E. Huether. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi Keenam. Volume 2. ELSEVIER. 2017
2. Zasra Radias, Harun Harmawi, Azmi Syaiful. Indikasi dan Persiapan Hemodialisis Pada
Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018: 7(2); 17-185.
3. Setiati siti, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing.
2017.
4. Waikar SS, Bonventre JV. Acute kidney injury. Dalam: Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL. Loscalzo J. penyunting. Harrison·s principles
of internal medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill: 2012
5. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik. suatu epidemiologi global baru: protect your
kidney save your heart. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI): 2010.