Anda di halaman 1dari 47

RESUME PBL

SKENARIO 4
BLOK 4.2
TUBUH LEMAS

Nama : Nabil Al Faaiz


NPM : 119170117
Kelompok : 6A
Blok : 4.2
Tutor :

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNUNG JATI
CIREBON
2021
STEP 1

1. Ekstremitas jaundice  tanda hyperbilirubinemia, tampak kuning pada ekstremitas.


2. SGPT  serum glutamic pyruvic transaminase enzin dalam hati, jantung, dan otot.
3. SGOT  serum glutamic oxaloacetic transaminase enzim di hati, jantung, dan otot untuk
menentukan ada kelainan hepar atau tidak.
4. HbsAg  tes untuk mendeteksi hepatitis B.
5. Sklera ikterik  selaput mata warna kuning karena pigmen bilirubin.

STEP 2

1. Mengapa pasien bisa merasakan keluhan-keluhan seperti skenario (demam hilang timbul,
nausea, penurunan BB, BAK sperti teh pekat)?
2. Mengapa di temukan adanya sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium, SGPT 176, SGOT
148, ekstremitas jaundice (+), dan HbsAg (+)?
3. Apa hubungan riwayat penyakit liver dengan keluhan pasien?
4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?

STEP 3
1. Mengapa pasien bisa merasakan keluhan-keluhan seperti skenario (demam hilang
timbul, nausea, penurunan BB, BAK sperti teh pekat)?
- Terindikasi infeksi virus hepatitis  inflamasi pada hati
- HbsAg (+)  terkena virus hepatitis B. Virus  hepar  invasi dan merusak sel
hepatosit  inflamasi hepar  sakit epigastrium. Karena inflamasi  mengeluarkan
mediator inflamasi  demam, mual, muntah. Penurunan BB dan tidak nafsu makan
karena nyeri perut  malas makan  mual  muntah  tidak mau makan  BB
turun.
- BAK seperti teh pekat karena ada penurunan bilirubin (urobilinogen). Inflamasiterus
berlanjut  destruksi hepatosist  struktur hepar rusak  fungsional turun 
penurunan konjugasi bilirubin  ke ginjal  BAK seperti teh pekat.
- Inflamasi aktivasi neutrophil dan makrofag  hipotalamus  as. arakhidonat 
prostaglandin  suhu naik/ demam.

2. Mengapa di temukan adanya sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium, SGPT 176,
SGOT 148, ekstremitas jaundice (+), dan HbsAg (+)?
- Sklera ikterik adanya akumulasi bilirubin berlebihan  icterus / kuning
- Nyeri tekan epigastrium  infeksi virus  inflamasi hepatosist  respon inflamasi
local  nyeri abdomen kuaran atas
- SGOT  ada di dalam sel jantung, hati, otot rangka, limfa, dan paru-paru ketika
tinggi menandakan kerusakan sel nanti di ikuti peningkatan SGOT
- SGPT karena perubahan permeabilitas  menandakan kerusahan hepatosit
- Inflamasi hepar  peningkatan aliran darah  aktivasi sel pagosit  hepar rusak 
hepatomegaly  regangan capsula Glisson  aktivasi serabut saraf  simpatik 
tekanan hipokondrium kanan  nyeri epigastrium.
- Metabolisme bilirubin  fase prehepatic : pembentukan bilirubin, transport plasma.
Intrahepatic: Liver uptake, konjugasi. pascahepatic : ekskresi bilirubin.

3. Apa hubungan riwayat penyakit liver dengan keluhan pasien?


- Penyakit liver  peradangan organ hati, faktornya karena pola hidup kurang sehat,
kelainan hati bawaan, dan gangguan metabolisme terinfeksi virus. Tugas liver 
penetral racun di dalam tubuh.
- Faktor penyebab penyakit liver  ketergantungan alcohol dan kebiasaan merokok

4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?


- Anamnesis  malaise, mual, muntah, icterus, urin gelap, feses dempul, kulit
kekuningan, riwayat social: sumber air, mengkonsumsi makanan higienis, ada
penggunaan jarum suntik, transfuse darah, keluarga ada menderita yang sama.
- PF  sklera ikterik, hepatomegaly, nyeri tekan kanan atas, limfadenopati
- PP  Lab urin: bilirubin urin, P. darah: SGOT, SGPT biasanya meningkat 2x dari
normal, dan P. HbsAg.

5. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?


- Dx: infeksi hepatitis B. Obat  simptomatis: demam = paracetamol, mual muntah =
antacid, antivirus, dan hepatoprotektan agar kerja hepar tidak terlalu berat.

STEP 4

1. Mengapa pasien bisa merasakan keluhan-keluhan seperti skenario (demam hilang


timbul, nausea, penurunan BB, BAK sperti teh pekat)?
- Hepatitis  inflamasi hati disebabkan obat-obatan, toksin, kelainan autoimun.
Infeksi: virus masuk tubuh  menyerang sel hepatosist  keluhan nyeri kanan atas
 imun  sel hepatosit teraktivasi  sitokin antivirus  autointerferon 
meningkat inflamasi  keluha: panas, malaise, mual muntah. Sel hepatosit 
sensitasi  HBV  lisis hepatosist  menganggu biliaris meningkatkan bilirubin 
kulit kuning dan urin gelap.
- Penurunan nafsu makan: inflamasi hepar  aktivitas imun  sel inflamasi teraktivasi
 saraf pusat  penekanan pusat lapar  nafsu makan turun
- BAK seperti teh pekat : inflamasi  kerusakan struktur hepar  fungsi menurun 
konjugasi bilirubin turun  retensi  ekspresikan oleh ginjal  BAK seperti teh.
- Kontaminasi virus (makanan/minuman)  virus masuk fecal oral  peradangan
hepar  aktivasi neutrophil dan makrofag  rangsangan sel endotel hipotalamus 
keluar as. arakhidonat  prostaglandin  hipotalamus  peningkatan suhu/ demam.

2. Mengapa di temukan adanya sklera ikterik, nyeri tekan epigastrium, SGPT 176,
SGOT 148, ekstremitas jaundice (+), dan HbsAg (+)?
- Sklera ikterik dari bilirubinnya yang erasal dari hemoglobin  dipecah menajdi hame
dan globin  hame mengalami oksidasi bilirubin tidak tergonjugasi  globin jadi as.
amino. Hame  ke hepar jadi bilirubin tergonjugasi  urin  urobilinogen. Sklera
icterus  gangguan metablisme bilirubin yang tidka terkonjugasi  mewarnai sklera
icterus.
- Nyeri tekan epigastrium proses infeksi  inflamasi  nyeri tekan
- Pemeriksaan fungsi hepar : 1. Fungsi hati  albumin: protein dari sel hati, mengatur
tekanan onkotik mengangkut hormone kalo ada gangguan akan terjadi penurunan
kadar albumin/ hipoalbumin. Selain hepar, ada ginjal usus (malabsorbsi protein), Ad
globulin: mengakut hormone dan lipid 2, aktivitas enzim 3, etiologi  hepatitis A
dan E: fecal oral.
- Jaundice  peningkatan bilirubin bisa di lihat dari feses, urin, dan kulit. Hemolitik
jaundice  eritrosit kecil belum amtur, tapi udah pecah duluan  di jadiin bilirubin
 bilirubin meningkat. Parenkimatous jaundice  kalau ada kelainan di hepar 
kerja hepar terganggu  meningkatkan pembuatan bilirubin. Kenapa bisa ngaruh ke
kulit, mata, feses? Karena dikirim ke feses, urin, dan berlebihan jadi berubah warna.
Obstruksi jaundice  saluran bilirubin terhambat atau kelainan diluar hepar 
bilirubin menetap tidak disalurkan  menumpuk.

3. Apa hubungan riwayat penyakit liver dengan keluhan pasien?


- Organ hepar rusak  mengganggu pemecahan sel  rusak sel hepar di tandai dengan
jaundice, SGOT, SGOT meningkat. Jenis penyakit hati  Hepatitis, tumor hati dan
lain-lain.

4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?


- Anamnesis  demam, nyeri perut kuadran atas, riwayat menggunakan jarum suntuk,
riwayat makan makanan yang tidak higienis, nausea, vomiting, dan malaise. Keluhan
utama: icterus akut  penyakit hepatitis atau penyumbatan saluran empedu, bisa
kena sirosis, Hepatitis akut: riwayat bepergian, makanan dan minuman sembarangan,
dicurigai hepatitis B dan C:pengunaan jarum suntik, konsumsi obat-obatan (intra
hepatik), konsumsi alcohol.
- PF  nyeri tekan perut kanan atas dan ikterik. 3 fase: interik 2-3 minggu (mual,
muntak, nyeri kepala, batuk, demam tidak terlalu tinggi), prodromal berkurang,
penurunan BB, sklera ikterik, hepatomegaly, nyeri tekan kuadran kanan atas, Fase
perbaikan (gejala menghilang, tapi ada hepatomegaly dan abnormalitas pemeriksaan).
- PP  Fungsi hati: albumin, globulin, dan lain-lain. Mengukur aktivitas ensim: enzim
alanine transamidase. SGOT < 38.
- Bilirubin total meningkat, urin normal, SGPT SGOT normal icterus prehepatik karena
autoimun, anemia sel sabit, talasemia. Intrahepatik  bilirubin meningkat, warna urin
gelap, SGOT SGPT meningkat, penyebab hepatitis B dan C.
5. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
- Hepatoprotektor (melindungi hepar)  kurkuma ekstrak, punya bajhan kukuminoid
 anti hepatotoksis  menurunkan SGPT, SGOT.
- Demam: antipiretik  paracetamol 500 mg selama 1 minggu, nyeri tekan
epigastrium: analgetik  ibuprofen 3 x 1 hari dosis 100 mg sampai nyeri hilang.
Hepatitis B tidak di kasih obat antivirus karena akan sembuh sendiri.
- Mual : antiemetic  metoklopramid 3 x 10 mg/ hari atau domperidon 3x10 mg/ hari
- Edukasi: pasien menghindari konsumsi alcohol, makanan atau minuman yang tidak
higienis, barang-barang tidak boleh digunakan berbarengan.

MINDMAP
HEPATITIS

PATOFISIOLOG PENEGAKAN
ETIOLOGI TATALASANA
I DIAGNOSIS

ANAMNESIS FARMAKOLOGI

PEMERIKSAAN NON-
FISIK FARMAKOLOGI

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

STEP 5 (SASARAN BELAJAR)

1. Penegakan diagnosis pada kelainan hepar (etiologi, factor risiko, patofisiologi,


manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, tatalaksana
farmako dan non-farmako, dan komplikasi)
a. Hepatitis A
b. Hepatitis B
c. Hepatitis C
d. Hepatitis D
e. Hepatitis E
f. Abses hepar
g. Fatty liver
h. Karsinoma hepar

REFLEKSI DIRI

STEP 6
BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. A. Hepatitis A

Etiologi
Hepatitis A adalah infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Hepatitis A.
Virus ini termasuk Hepatovirus, yang masuk ke dalam famili Picornaviridae, mempunyai bentuk
icosahedral, positive single stranded-linier RNA virus. Virus mempunyai ukuran sebesar 27-32
nm dan tidak mempunyai selubung.
Transmisi
Penyebarannya melalui fekal oral, baik berupa kontak langsung/melalui
makanan/minuman yang terkontaminasi. Tidak ada penularan secara perinatal (ibu-janin).
Faktor resiko
- Sering mengkonsumsi makanan/minuman yang tidak terjaga sanitasinya.
- Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis.
Patomekanisme
Infeksi virus hepatitis A menular melalui fekal oral (kontak langsung/melalui
makanan/minuman yang terkontaminasi, dan kontak dari orang ke orang). Selama dicerna di
saluran pencernaan, HAV berpenetrasi ke dalam mukosa lambung  bereplikasi di kripti sel
epitel intestine  hati melalui pembuluh darah portal  setelah masuk ke dalam sitoplasma
hepatosit, virus bereplikasi di hati  penempelan virus maksimal terjadi saat kerusakan
hepatosit, HAV juga ditemukan pada empedu, feses, dan darah. Antigen HAV dapat ditemukan
pada feses melalui kanalikuli bilier pada 1-2 minggu sebelum, dan 1 minggu setelah awitan
penyakit.
Kerusakan hepatosit terjadi melalui aktivasi sel T sitolitik spesifik terhadap virus
hepatitis A  sel T yang teraktivasi, mesekresi interferon gamma  memfasilitasi ekspresi HLA
kelas I determinan pada permukaan hepatosit yang terinfeksi. Selama fase akut, hepatosit yang
terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal; hanya <I% yang
menjadi fulminan.
Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase serum.
ditemukan antibodi terhadap VAH (IgM anti-VAH). dan munculnya gejala klinis jaundice).
Kadar lgM anti-VAH umumnya bertahan ku- rang dari 6 bulan, yang kemudian digantikan oleh
lgG anti-VAH yang akan bertahan seumur hidup. lnfeksi VHA akan sembuh secara spontan, dan
tidak pernah menjadi kronis atau karier.
Patofisiologi

Manifestasi klinis
5 pola klinis infeksi hepatitis A:
1) Infeksi hepatitis A asimptomatik : anak usia < 5-6 tahun
2) Infeksi hepatitis A simptomatik : urin berwarna seperti teh, dan feses berwarna
dempul, biasanya disertai icterus
3) Hepatitis kolestasis : pruritus, peningkatan jangka panjang alkaline fosfatase, gamma
glutamyl transpeptidase, hyperbilirubinemia, dan penurunan berat badan
4) Hepatitis A relaps : kembali munculnya sebagian, atau seluruh tanda klinis, penanda
biokimia virus, dan penanda serologi infeksi virus hepatitis A akut setelah resolusi inisial
5) Hepatitis fulminant : jarang terjadi, dan dapat hilang spontan, tapi dapat juga fatal
(gagal hati, dan koma), bahkan sampai membutuhkan transplantasi hati.
Infeksi hepatitis kolestasis, relaps, dan fulminan jarang terjadi.
 Fase pre-ikterik/prodromal
- Dimulai sekitar 2 minggu setelah paparan, dan berakhir dengan jaundice
- Ditemukan gejala konstitusional: anoreksia, mual dan muntah, malaise, mudah
lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, batuk, atau demam ringan.
- Pada fase ini sangat menular
 Fase ikterik
- Dimulai 1-2 minggu setelah fase prodromal, dan berlangsung 2-6 minggu
- Perubahan warna urin menjadi lebih gelap, dan feses menjadi lebih pucat
- Nyeri perut kuadran kanan atas 🡪 akibat hepatomegali (hepar teraba halus, dan
lembut)
- Fase yang sebenarnya dari perjalanan penyakit
 Fase perbaikan (konvalesens)/pemulihan
- Gejala konstitusional menghilang (icterus sekitar 6-8 minggu setelah terpapar).
Nafsu makan kembali, dan secara umum pasien akan merasa lebih sehat.
- Hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ditemukan.
- Perbaikan klinis dan parameter laboratorium akan komplit dalam 2-12 minggu
setelah timbulnya jaundice.
- Namun, sebanyak <I% kasus menjadi hepatitis fulminan, yakni munculnya
ensefalopati dan koagulopati dalam 8 minggu setelah gejala pertama penyakit
hati.
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Demam
- Penurunan nafsu makan
- Nyeri otot dan sendi
- Lemah, letih, dan lesu
- Mual, muntah
- Warna urine seperti teh
- Tinja seperti dempul
- Nyeri kepala
- Batuk
- Diare
- Rasa tidak nyaman pada abdomen
 Pemeriksaan fisik
- Mata (sklera) dan kulit kuning
- Febris
- Nyeri perut kuadran kanan atas 🡪 hepatomegaly
 Pemeriksaan penunjang
1) Biokimia hati
- SGOT dan SGPT > 2X nilai normal tertinggi. Kadar SGPT umumnya jauh lebih
tinggi dibandingkan kadar SGOT pada fase ikterik
- Kadar bilirubin > 2,5 mg.dL
- Alkalin fosfatase meningkat sedikit/normal
2) Serologi
- IgM anti HAV (+) 🡪 infeksi hepatitis akut
- IgG anti HAV (+) 🡪 infeksi lampau (riwayat hepatitis A)
Diagnosis banding
1) Cytomegalovirus
2) Hepatitis B dan C
3) Virus Epstein-Barr
Komplikasi
1) Hepatitis A fulminan
2) Ensefalopati hepatikum
3) Koagulopati
Tatalaksana
 Non-farmakologi
- Asupan kalori dan cairan adekuat
- Tirah baring
- Hindari konsumsi alcohol dan obat-obatan yang terakumulasi di hati
- Hindari aktivitas fisik berlebihan
 Farmakologi
- Demam : ibuprofen 2x400 mg/hari
- Mual : antiemetic (metoklopramid 3x10 mg/hari)
- Perut perih dan kembung : H2 bloker (simetidin 3x200 mg/hari)
Pencegahan
 Imunoglobulin: secara IM, dosis tunggal sebanyak 0,02-0,06 ml/kg. dosis yang rendah
efektif untuk proteksi selama 3 bulan, dosis yang tinggi efektif selama enam bulan.
 Vaksinasi: Vaqta, dan Havrix (diberikan dua dosis secara IM dengan selang waktu 6-18
bulan)
 Higienis yang baik
Cuci tangan dan desinfeksi
B. HEPATITIS B
1. Hepatitis B Akut
1. Hepatitis B Akut
Etiologi
Infeksi virus hepatitis B (VHB) pada hati yang dapat bersifat akut atau kronis. VHB
merupakan virus DNA inkomplit, berbentuk sirkular, dan tergolong dalam family
hepadnaviridae. Mempunyai 4 buah open reading frame: inti, kapsul, polymerase, dan x.
Faktor risiko
Infeksi perinatal (transmisi vertikal) dan sebagian kecil terjadi secara horizontal (kontak
langsung cairan tubuh: darah dan produk darah, saliva, cairan serebrospinal, cairan peritoneum,
cairan pleura, cairan amnion, semen, cairan vagina. dll).
- Mempunyai hubungan kelamin yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi
- Memakai jarum suntik secara bergantiann (penyalahgunaan obat suntik)
- Menggunakan alat-alat yang biasa melukai bersama-sama dengan penderita hepatitis B
- Orang yang bekerja pada tempat-tempat yang terpapar darah manusia
- Orang yang pernah mendapat transfuse darah sebelum dilakukan pemilahan terhadap
donor
- Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialysis
- Anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis B
Patomekanisme
Infeksi VHB merupakan proses dinamis yang melibatkan interaksi antara virus, hepatosit,
dan respons imun (humoral, dan seluler)  virus bereplikasi didalam hepatosit  kerusakan sel
hati. Manifestasi klinis bukan disebabkan oleh virus yang menyerang hepatosit, tetapi karena
respons imun yang dihasilkan oleh tubuh. Respons antibody terhadap antigen permukaan
berperan dalam eliminasi virus. Respon sel T terhadap selubung, nukleokapsid, dan antigen
polymerase berperan dalam eliminasi sel yang terinfeksi. Perbedaan kekuatan respons sel T
sitolitik CD8+, dan dalam pengeluaran berbagai sitokin antivirus oleh sel T dapat menjelaskan
perbedaan antara mereka yang pulih setelah hepatitis akut, dan yang berlanjut menjadi hepatitis
kronik, atau antara mereka yang mengalami infeksi HBV akut ringan, dan yang parah
(fulminan).
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Tidak menimbulkan gejala (anak)
- Gejala timbul apabila seseorang terinfeksi selama 6 minggu :
- Gangguan gastrointestinal : malaise, anoreksia, mual, dan mnutah
- Gejala flu : batuk, fotofobia, sakit kepala, myalgia, mudah Lelah, perubahan
rasa pada indra pengecap, dan perubahan sensasi bau-bauan,
- Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap
 Pemeriksaan fisik
- Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, atau nyeri epigastrium intermitten
- Icterus pada konjungtiva. Biasanya hilang setelah 1-3 bulan
- Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
- Hepatomegaly ringan
- Splenomegaly, dan limfadenopati (15-20%)
 Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan serologi
- Pada hepatitis B akut, HBsAg muncul di serum dalam waktu 2-10 minggu setelah
paparan virus, sebelum onset gejala, dan peningkatan kadar ALT. Adanya HBsAg
persisten > 6 bulan 🡪 pasien menderita infeksi hepatitis B kronik.
- Pada hepatitis B akut, periode antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-
HBs 🡪 window periode 🡪 HBeAg (-), dan HBV-DNA tidak terdeteksi. Penanda
satu-satunya yang (+) adalah IgM anti-HBc (bertahan 4-6 bulan selama hepatitis
B akut). IgM anti-HBc juga dapat (+) pada hepatitis kronik yang mengalami
eksaserbasi akut.
- IgG anti-HBc (+) 🡪 penanda paparan hepatitis B kronik, dan pasien yang telah
sembuh
2) Biokimia hati
- Peningkatan ALT dan AST: 1000-2000 IU/L (ALT > AST)
- Peningkatan kadar bilirubin, setelah peningkatan ALT
3) Darah rutin
- Leukopenia ringan
- Limfositosis
4) USG dan biopsy hati
- Untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis 🡪 infeksi kronis, dan sirosis
hati
Diagnosis banding
1) Perlemakan hati
2) Hepatitis alkoholik
3) Hepatitis autoimun
Komplikasi
 Infeksi kronis:
1) Cirrhosis hepatis
2) Hepatocellular carcinoma
Tatalaksana
 Farmakologis
- Demam : ibuprofen 2x400 mg/hari
- Mual : antiemetic (metoklopramid 3x10 mg/hari)
- Perut perih dan kembung : H2 bloker (simetidin 3x200 mg/hari)
 Non-farmakologis
- Asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tirah baring

2. Hepatitis B Kronik

Patomekanisme
Virus hepatitis B (HBV) masuk ke dalam tubuh secara parenteral  dari peredaran darah
partikel Dane masuk ke hati, dan terjadi replikasi virus  sel-sel hati akan memproduksi dan
mensekresi partikel Dane utuh : partikel HBsAg berbentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang
tidak membentuk partikel virus  HVB merangsang respon imun nonspesifik, terjadi tanpa
restriksi HLA dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T  eradikasi HVB lebih lanjut
diperlukan respon imun spesifik  mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B  aktivasi sel
T CD8+ terjadi setelah kontak dengan reseptor sel T dengan kompleks peptide HVB MHC kelas
I pada permukaan dinding sel hati, dan pada permukaan dinding APC, dibantu rangsangan sel T
CD4+ yang sudah mengalami kontak dengan kompleks peptide HVB-MHC kelas II pada dinding
APC  peptide HVB yang di tampilkan pada permukaan dinding sel hati, dan menjadi antigen
sasaran respons imun adalah HBcAg/HBeAg (peptide kapsid)  sel T CD8+ akan
mengeliminasi virus yang di dalam sel hati yang terinfeksi  nekrosis sel hati  meningkatnya
ALT, atau eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktifitas
interferon gamma, dan TNF alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+. Semakin besar respons imun
tubuh terhadap HBV, makin besar kerusakan jaringan hati. Jika tubuh toleran terhadap virus,
maka tidak terjadi kerusakan hati.
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+  produksi antibody: anti-HBs
(netralisasi partikel HVB bebas, dan mencegah masuknya virus ke dalam sel  mencegah
penyebaran virus dari sel ke sel), anti-HBc, dan anti-HBe. Bila proses eliminasi virus
berlangsung efisien  infeksi HVB dapat diakhir, sedangkan bila proses kurang efisien 
infeksi HVB menetap  disebabkan oleh factor virus (imunotoleransi terhadap HVB, integrase
genom HVB dalam genom sel hati, dll)/factor pejamu (adanya antibody terhadap antigen
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, dll).
Perjalanan penyakit
 Fase imunotoleransi
Pada masa anak-anak/dewasa muda, system imun tubuh toleran terhadap HVB 
konsentrasi virus tinggi didalam darah, tapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. HVB
dalam fase replikatif dengan titer HBsAg sangat tingi, HBeAg (+), anti-HBe (-), titer DNA HVB
tinggi, dan konsentrasi ALT relatif normal.
 Fase imunoaktif
Individu dengan persistensi HVB akibat replikasi HVB berkepanjangan 
nekroinflamasi  kenaikan konsentrasi ALT  individu mulai kehilangan toleransi imun
terhadap HVB. Pada fase ini, tubuh berusaha menghancurkan virus  pecahnya sel-sel hati yang
terinfeksi HBV.
 Fase nonreplikatif/residual
Individu yang dapat menghilangkan sebagian besar HVB tanpa ada kerusakan sel hati
yang berarti  titer HBsAg rendah, HBeAg (-), dan anti-HBe (+), konsentrasi ALT normal.
Sekitar 20-30% pasien hepatitis B kronik dalam fase residiual dapat mengalami reaktivasi, dan
menyebabkan kekambuhan.
Manifestasi klinis
 Hepatitis B kronik aktif
- HBsAg (+) dengan titer DNA tinggi
- Peningkatan ALT yang menetap/intremitten
- Didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik
- Biopsy hati : peradangan aktif
- Hepatitis B kronik HBeAg (+), dan hepatitis B kronik HBeAg (-)
 Carrier HVB inaktif
- HBsAg (+) dengan titer DNA rendah
- Konsentrasi ALT normal
- Tidak ada keluhan
- Pemeriksaan histologic: kelainan jaringan yang minimal
Pemeriksaan penunjang
1) Biopsy hati
Klasifikasi untuk menilai aktifitas peradangan berdasarkan HAI

Hubungan antara skor HAI dengan derajat hepatitis B kronik dengan menyingkirkan fibrosis

1-3 : minimal
4-8 : ringan
9-12 : sedang
13-18 : berat

Tata laksana

1) Algoritma terapi hepatitis B kronis untuk HBeAg (+)


2) Algoritma terapi hepatitis B kronis untuk HBeAg (-)

C. Hepatitis C
Etiologi
Virus Hepatitis C merupakan virus RNA yang digolongkan ke dalam Flavivirus bersama-
bersama dengan virus hepatitis G, yellow fever, dengue.
Faktor resiko
- Penggunaan jarum suntik yang bergantian
- Melakukan hubungan seksual dengan berganti pasangan
- Riwayat tranfusi darah
Patofisiologi

Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Sebagian pasien dapat mengalami gejala prodromal tipikal berupa flu-like
syndrome tetapi sebagian besar kasus asimptomatik.
 Pemeriksaan penunjang
- Serologi Hepatitis C: Ig M anti-HCV (+), Ig G anti-HCV (+) ini untuk
membedakan infeksi hepatitis C akut terhadap infeksi hepatitis C kronik.
Tata laksana
 Non-farmakologi
- Bedrest
 Farmakologi
Antiviral
Simptomatik
- Demam: Ibuprofen 2x400 mg/hari
- Mual: antiemetic seperti Metokloparid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10
mg/hari.
- Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin
2x150 mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1x20 mg/hari)
Komplikasi
Sirosis hepatis, HCC

D. Hepatitis D
Etiologi
Virus Hepatitis D merupakan satu-satunya anggota Deltavirus. Virus hepatitis D terdiri
dari 8 genotipe yang berbeda pada sekuens nukleotida sebesar 40%.
Faktor resiko
- Penggunaan jarum suntik yang bergantian
- Melakukan hubungan seksual dengan berganti pasangan
- Riwayat tranfusi darah
Patofisiologi
Virus hepatitis D ditransmisikan dengan bantuan virus hepatitis B. Virus hepatitis
D paling banyak ditransmisikan melalui penggunaan obat-obatan intravena dengan
jarum yang tidak steril. Pada orang normal HBsAg negatif infeksi Hepatitis D
tidak dapat ditransmisikan kecuali pada pasien sebelumnya telah terinfeksi
Hepatitis B. Pada keadaan ini infeksi Hepatitis D terjadi simultan bersama dengan
infeksi Hepatitis D. Pada pasien dengan HBsAg positif adanya infeksi Hepatitis B
tersebut akan mempermudah aktivasi virus hepatitis D dan infeksi tersebut akan
terjadi dengan cepat hal tersebut dinamakan super infeksi virus hepatitis D pada
infeksi virus hepatitis B virus hepatitis B dapat juga menjadi carrier hepatitis D.

Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Serupa dengan hepatitis B akut.
 Pemeriksaan penunjang
- Serologi Hepatitis D : IgM anti HDV (+) 
- PCR : adanya HDV-RNA pada serum
Tata laksana
 Non-farmakologi
- Bedrest, Vaksinasi hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D. dan sampai
daat ini vaksin hepatitis D belum ditemukan.
 Farmakologi
Simptomatik
- Demam: Ibuprofen 2x400 mg/hari
- Mual: antiemetic seperti Metokloparid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10
mg/hari.
- Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin
2x150 mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1x20 mg/hari)
Komplikasi
- Sirosis hepatis, HCC

E. Hepatitis E
Etiologi
Virus Hepatitis E merupakan virus RNA yang menyebabkan infeksi yang bersifat akut dapat
sembuh spontan pada pasien yang imunokompeten. Virus ini termasuk famili Caliciviridae.Virus
ini berbentuk sferis tidak punya selubung dan berdiamater 27-34 cm dan mempunyai simetri
ikosahedral. Virus ini punya genom RNA yang dibungkus kapsid.
Faktor resiko
- Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak terjaga sanitasinya.
- Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis
Patofisiologi
Virus masuk hepatosit melalui reseptor seluler dimana identitasnya belum
ditentukan. tahap tersebut diikuti dengan pelepasan partikel virus dan pelepasan
genome RNA sense positif ke dalam sel. Genom RNA ditranslasi di dalam
sitoplasma menjadi protein non struktural yang dikode oleh ORF1 yang
selanjutnya diproses menjadi unit fungsional individual termasuk
methyltransferase, protease, helikasedan aktivitas replikase. Replikasi kemudian
mensintesis replika genome RNA untai positif menjadi RNA untai negatif
intermediate (d1) genomik dan subgenomik RNA untai positif disintesis dari RNA
untai negatif intermediate (d2) subgenomik RNA untai positif ditranslasi menjadi
protein struktural. Protein kapsid mengemas genomic RNA menjadi virion baru.
Partikel virus hepatitis E yang baru diselesaikan oleh sel melalui membran apikal
hepatosit menuju kanalikuli bilier dimana mereka dibawa menuju empedu dan
intestin.
Manifestasi klinis
Dibagi menjadi 2 fase:
- Fase Prodromal dan fase preikterik: 1-4 hari, gejalanya flu-like symptomps yang terdiri
dari demam, menggigil, nyeri abdomen, anoreksia, mual muntah, diare, atralgia, astenia,
dan ruam urtikaria. 
- Fase Ikterus: urin berwarna coklat seperti the, pruritus atau warna feses yang pucat.
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Sesuai manifestasi klinis.
 Pemeriksaan Fisik
- Hepatomegali, ikterus, 25% splenomegali.
 Pemeriksaan Penunjang
- Serologi Hepatitis E : IgM anti HEV serum (+)
- Pemeriksaan feses : didapatkan HEV-RNA
Tata laksana
 Non-farmakologi
- Bedrest, Vaksinasi hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D. dan sampai
daat ini vaksin hepatitis D belum ditemukan.
 Farmakologi
Simptomatik
- Demam: Ibuprofen 2x400 mg/hari
- Mual: antiemetic seperti Metokloparid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10
mg/hari.
- Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin
2x150 mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1x20 mg/hari)

RINGKASAN HEPATITIS
Tata laksana
F. Abses Hepar
Definisi
Abses: kavitas supuratif dalam hepar akibat adanya invasi dan multiplikasi
mikroorganisme (bakteri, parasite, jamur, infeksi campuran), yang masuk secara langsung dari
suatu jejas melalui pembuluh darah atau sistem saluran empedu.
Penimbunan/akumulasi debris nekro-inflamatori purulent didalam parenkim hati. Abses
hepar amuba merupakan komplikasi amebiasis ekstraintestinal.
Etiologi
- Amuba (E. histolytica)
Faktor resiko
- Berpergian/menetap didaerah endemic
- Usia 20-40 tahun
- Laki-laki > perempuan
Patofisiologi
Setelah menginfeksi, kista amuba melewati saluran pencernaan dan menjadi tropozoit di
usus besar  tropozoit melekat ke sel epitel dan mukosa kolon  menginvasi mukosa 
organisme dibawa oleh sirkulasi vena portal ke hati (tempat abses berkembang). E. histolytica
sangat resisten terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen  dapat bertahan di aliran darah.
Didalam hati, E. histolytica mengeluarkan enzim proteolitik untuk melisiskan jaringan pejamu
 lesi pada hati (well demarcated abscess) mengandung jaringan nekrotik dan mengenai lobus
kanan hati. 
Respon awal pejamu  migrasi sel-sel PMN  amuba mampu melisiskan PMN dengan
enzim proteolitik  destruksi jaringan. Abses hati mengandung debris aseluler, dan tropozoit
hanya ditemukan pada tepi lesi.
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Nyeri perut kanan atas, dapat menjalar ke epigastrium, dada, atau bahu kanan
(akut)
- Mual, muntah
- Anoreksia
- Penurunan BB (subakut)
- Kelemahan tubuh (malaise)
- Myalgia, artalgia
- Batuk dengan atau tanpa dahak
- Demam tinggi, menggigil (akut)
- Mempunyai riwayat penyakit diare/disentri
 Pemeriksaan fisik
- Hepatomegaly
- Jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya
- Icterus (jarang, bila ada obstruksi traktus biliaris/sudah terdapat penyakit hati
kronik sebelumnya: prognosis buruk)
- Friction rub terdengar di hati
- Fluktuasi (+) jaundice
 Pemeriksaan penunjang
- Serologi amoeba (+)
- Leukositosis dan anemia
- Alkali fosfatase meningkat, amino transferase normal
- Cairan aspirasi

 Konsistensi dan warna bervariasi (gambaran pasta coklat kemerahan,


dan sedikit berbau)
 Steril
 Tropozoit jarang ditemukan (20%)

- Foto thorax
- USG abdomen

- CT scan

Hipoekoik, massa oval dengan batas tegas, non homogen.


Tata laksana
 Non-farmakologi
- Abses hati : diameter 5-8 cm terapi aspirasi berulang
- Abses hati : diameter ≥ 8 cm drainase perkutan
 Farmakologi
- Metronidazole: 3x500-750 mg PO selama 7-10 hari
- Paromomycin: 25-35 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 7-10 harieradikasi
kista dan mencegah transmisi lebih lanjut
Komplikasi
Abses dapat rupture kedalam rongga paru-paru (kavitas pleura), rongga peritoneum, atau
pericardium, menyebabkan terjadinya resiko infeksi sistemik (sepsis) dan atau kematian.

A. Abses hati piogenik


Definisi
Abses hati piogenik adalah proses supuratif pada jaringan hati yang disebabkan oleh
invasi bakteri melalui aliran darah, system bilier, maupun penetrasi langsung. Abses hati
piogenik bisa berupa abses tunggal, maupun multiple.
Etiologi
- Kebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat lain
- Bakteri anaerobic/infeksi campuran (aerobic + anaerobic)
1) Klebsiella  AHP dengan DM, dan intoleransi glukosa
2) S. aureus, dan streptococcus β-hemolyticus  AHP pada trauma
3) K. pneumoniae, dan Clostridium sp.  penyakit kolon
Faktor resiko
- Infeksi bakteri akut (intraabdominal)
- Usia 50-70 tahun
- Laki-laki = perempuan
Patogenesis
AHP disebabkan oleh infeksi yang menyebar ke hati secara hematogen melalui aliran
vena porta, arteri, dan saluran empedu, ataupun infeksi langsung melalui penetrasi jaringan dari
sumber infeksi yang berdekatan.
Infeksi menyebar ke hati melalui vena porta, arteri, saluran empedu, ataupun infeksi
secara langsung melalui penetrasi jaringan dari focus infeksi yang berdekatan. Sebelum era
antibiotic, penyebab tersering adalah apendisitis dan juga pileflebitis (thrombosis supuratif pada
vena porta). Saat ini infeksi yang berasal dari sistem bilier merupakan penyebab terbanyak
terjadinya AHP diikuti oleh abses kriptogenik. AHP dapat juga merupakan suatu komplikasi dari
tindakan endoskopik sphincterotomy untuk mengatasi batu saluran empedu, ataupun komplikasi
llanjutan yang terjadi 3-6 minggu setelah dilakukan biliary intestinal anastomosis. Di Asia
tenggara, AHP merupaka komplikasi dari kolangitis piogenik rekuren yang ditandai dengan
adanya episode kolangitis yang berulang, pembentukan batu intrahepatic ataupun adanya infeksi
parasite pada sistem bilier.
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
- Demam tinggi naik turun disertai menggigil
- Nyeri perut kanan atas biasanya menetap, dan dapat menyebar ke bahu kanan
- Keringat malam (tidak khas)
- Muntah (tidak khas)
- Anoreksia (tidak khas)
- Kelemahan umum (tidak khas)
- Penurunan BB (tidak khas)
- Diare (jarang)
- Batuk tidak produktif (tidak khas)
- Nyeri dada pleuritic
- Keluhan sumber infeksi primernya
 Pemeriksaan fisik
- Hepatomegaly disertai nyeri kuadran kanan atas
- Ikterik (penyakit telah lanjut)
- Fever of Unknown Origin (FUO)
- Perkusi : pekak pada paru kanan
- Penurunan suara napas (bila proses penyakit pada segmen superior lobus kanan)
- Dehidrasi
 Pemeriksaan penunjang
- Anemia ringan
- Leukositosis dengan netrofilia
- Peningkatan LED
- Fungsi hati : peningkatan kadar serum alkali fosfatase > aminotransferase
- Peningkatan kadar bilirubin
- Hypoalbuminemia
- Serologi : antibody antiamubik titer tinggi terhadap E. hystolitica
- Kultur (aspirasi abses): berwarna kuning/kehijauan, dan berbau busuk
- Pengecatan Gram: bakteri (+)
- Foto thorax
Elevasi hemidiafragma kanan
Atelectasis
- CT-Scan
Lesi densitas rendah
Peripheral enhancement
Sumber infeksi ekstrahepatik: apendisitis, diverkulitis
Kebanyakan abses multifocal, dan terletak pada lobus kanan
- USG
Lesi hipoekoik/internal eko dengan batas ireguler
Septasi interna, atau
Kavitas debris
Tatalaksana
 Farmakologi
- Antibiotic spektrum luas
a. Ampisilin dan aminoglikosida: sumber infeksi pada saluran empedu
b. Sefalosporin generasi 3: sumber infeksi pada usus
c. Metronidazole: berbagai sumber infeksi untuk mengatasi infeksi anaerobic
d. Antibiotic IV selama 2 minggu  antibiotic oral selama 6 minggu
 Non-farmakologi
- Drainase perkutaneus  indwelling drainage catheter
a. USG: abses berukuran > 5 cm
- Drainase dengan pembedahan  laparoskopik
a. AHP yang mengalami kegagalan setelah dilakukan drainase perkutaneus, ikterik
yang tidak sembuh, penurunan fungsi ginjal, dan pada abses multilokuler.
Komplikasi
1) Efusi pericardial
2) Efusi pleura
3) Empiema
RINGKASAN ABSES HEPAR

G. Fatty Liver

Definisi
Akumulasi trigliserida dan jenis lemak lainnya di hepatosit hingga lebih 5% dari seluruh
berat hati. Terdiri dari 2 macam:
 Alcoholic fatty liver disease
- Hepatic steatosis
- Alcoholic hepatitis
- Alcoholic cirrhosis
Orang yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
Alcoholic fatty liver disease. Ketika hepar memecah kelebihan alkohol, itu dapat mengahsilkan
zat yang berbahaya. Dan ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel hepar dan peradangan.
Tahap pertama dari penyakit hepar ini berhubungan dengan alkoho, dan jika seseorang berhenti
mengonsumsi alkohol, akan memungkinkan dapat balik seperti semula. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi hepatitis alkoholik atau sirosis.
 Non-alcoholic fatty liver disease
- Simple fatty liver: hal ini terjadi ketika ada lemak pada hepar tetapi jumlahnya
sedikit atau tidak ada kerusakan pada sel-sel hepar.
- NASH (Non-Alcoholic Steatohepatitis): seseorang yang menderita NASH
mengalami peradangan dan kerusakan sel-sel hepar, serta banyaknya lemak pada
hepar. NASH dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius seperti
carcinoma hepar atau sirosis.
Etiologi dan faktor resiko
Patofisiologi
Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya memainkan peran pada
patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis ‘multi-hit’ (yang dulunya disebut sebagai ‘two-hit’)
telah digunakan dalam menjelaskan patogenesis NAFLD. Resistensi insulin menyebabkan
meningkatnya asam lemak bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis
sebagai hit pertama (first hit). Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi kompleks
(multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel adiposa, sel kupfer, mediator-
mediator inflamasi dan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau
berlanjut sirosis.
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin menyebabkan sel
adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang menyebabkan pelepasan asam lemak
bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas
di dalam hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria,
peroksisom atau mikrosom.
Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera pada
hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis. Peroksidasi lipid dan stres oksidatif
meningkatkan produksi hidroksineonenal (HNE) dan malondialdehid (MDA) yang
meningkatkan fibrosis hati melalui aktivasi oleh sel stelata yang menyebabkan peningkatan
produksi transforming growth factor-beta (TGF-ß).
Mediator-mediator inflamasi berperan pada progresi NAFLD. Faktor transkripsi
prionflamasi seperti nuclear factor kappa beta (NF-κß) sering ditemukan meningkat pada pasien
NASH. Adiponektin dan tumor necrosis factoralpha (TNF-α) merupakan dua protein
proinflamasi yang berkaitan dengan patogenesis NAFLD. Adiponektin merupakan hormon yang
dilepaskan oleh sel adiposa yang menurunkan oksidasi asam lemak dan menghambat
glukoneogenesis hepatik. Manusia maupun tikus menunjukkan level adiponektin yang rendah
dan berhubungan dengan peningkatan derajat keparahan inflamasi. Pemecahan adiponektin pada
tikus menunjukkan peningkatan signifikan derajat steatosis dan inflamasi. TNF-α merupakan
mediator inflamasi yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag, serta juga diproduksi oleh sel
adiposa dan hepatosit. TNF-α menyebabkan cedera pada hati melalui inhibisi transport elektron
mitokondria dan pelepasan reactive oxygen species yang menstimulasi peroksidasi lipid.
Inaktivasi sel Kupfer juga berkaitan pada NAFLD dan penurunan kapasitas regenerasi sel
hati. Eliminasi sel Kupfer diasosiasikan dengan peningkatan derajat NASH. Fungsi sel Kupfer
terganggu pada situasi peningkatan lemak hati yang mungkin disebabkan karena sinusoid hati
yang terlalu ‘penuh’ dan menyebabkan paparan antigen berkepanjangan terhadap sel Kupfer
serta penurunan aliran keluar sel Kupfer, yang menyebabkan respon inflamasi yang menetap.
Selain proses-proses yang telah dikemukakan, terdapat dua proses yang kurang berkaitan
namun dinyatakan berkaitan dengan NAFLD berdasarkan penelitian terbaru. Kadar besi
berlebihan yang dapat berperan pada patogenesis NAFLD dan keadaan hiperferitinemia
berkontribusi pada resistensi insulin, ditemukan pada sepertiga pasien. Belakangan ini, peran
retinol binding protein (RBP4) juga menarik perhatian para peneliti. RBP4 diproduksi oleh
adiposit dan berperan pada perkembangan resistensi insulin. Studi mengemukakan bahwa
peningkatan RBP4 merupakan prediktor independen perkembangan NAFLD.
Penegakkan Diagnosis
 Anamnesis
- Asimptomatik
- Malaise
- Fatigue
- Anorexia
- Nausea
- Rasa tidak nyaman/nyeri kuadran kanan atas
- Riwayat konsumsi makanan berlemak, fast food, konsumsi alkohol
- Riwayat hipertensi, diabetes melitus
 Pemeriksaan Fisik
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hepatomegali
- Adanya tanda-tanda dari gagal hepar bila pada stadium akhir
 Pemeriksaan Penunjang
Tes faal hepar
Adanya peningkatan ringan sampai sedan, konsentrasi AST, ALT atau keduanya
merupakan kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang paling sering didapatkan pada pasien
pasien dengan perlemakan hepar. Kenaikan enzim dari hepar biasanya tidak melebihi empat kali
rasio AST: ALT kurang dari satu, tetapi pada fibrosis lanjut rasio ini daoat mendekati atau lebih
dari satu. Pemeriksaan laboratorium lain seperti fosfatase alkali, g-glutamiltransferase, feritin
darah atau saturasi transferin juga dapat meningkat, sedangkan hipoalbuminemia, protombin
time yang memanjang, dan hiperbilirubinemia biasanya ditemukan pada pasien yang sudah
menjadi sirosis.
Pencitraan
- CT-scan
Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambara parenkim hati dengan densitas rendah yang
bersifat difus pada CT-Scan, meskipunadalakanya berbentuk fokal. Gambaran fokal dapat
disalahartikan sebagai massa ganas pada hati, oleh karena itu bisa digunakan MRI.
- MRI
Bisa dipakai untuk membedakan nodul akibat keganasan dari infiltrasi fokal lemak di hati
- USG
Infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan peningkatan difus ekogenitas bila
dibandingkan dengan ginjal. Sensitivitas 98% dan specificitasnya 93% dalam mendeteksi
steatosis.

Nilai hati berlemak pada analisis visual. Gambar USG menunjukkan (a) Echogenisitas
hati normal (b) Hati berlemak 1 dengan peningkatan echogenisitas hati (c) Hati berlemak 2
dengan hati echogenik mengaburkan dinding ekogenik dari cabang-cabang vena porta (d) Hati
berlemak 3 di mana garis diafragma dikaburkan
- Biopsi
Merupakan gold standard pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Secara
histologis perlemakan hepar non-alkoholik tidak dapat dibedakan dengan kerusakan hati akibat
alkohol. Gambaran biopsi hati antara lain berupa steatosis, infiltrasi sel radang, hepatocyte
ballooning dan nekrosis, nukleus glikogen, mallory, s hyaline dan fibrosis.

Tata laksana
 Non-farmakologi
Pengontrolan faktor resiko
- Mengurangi berat badan dengan diet dan latihan jasmani
Target penurunan berat badan adalah untuk mengoreksi resistensi insulin dan
obesitas sentral bukan untuk memperbaiki bentuk tubuh. Penurunan berat badan
secara bertahap terbukti dapat memperbaiki konsentrasi serum aminotransferase
(AST dan ALT) serta gambaran histologi hati pada pasien dengan steatohepatitis
non-alkoholik. Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha
mengurangi berat badan. Aktifitas fisik hendaknya berupa latihan bersifat aerobik
paling sedikit 30 menit sehari. Sangat penting untuk mencapai target denyut nadi,
tetapi tidak perlu menjalankan latihan yang terlalu berat.
- Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah
Setelah gagal dengan pengaturn diet dan latihan jasmani tidak jarang pasien beralih
kepada terapi pembedahan. Beberapa penelitian melaporkan mandaat operasi
bariatrik terhadap pasien dengan perlemakan hati.
- Mengurangi dari konsumsi alkohol
 Farmakologi
- Antidiabetik dan insulin sensitizer
Metformin 3 x 500 mg/hari selama 4 bulan. Didapatkan perbaikan konsentrasi rata-rata
SGPT, peningkatan sensitifitas insulin dan penurunan volume hati pada pasien yang
mendapatkan terapi metformin
Tiazolidindion adalah obat antidiabetik yang bekerja sebagai ligan untuk PPSRg dan
memperbaiki sensitifitas insulin pada jaringan adiposa.
- Obat anti hyperlipidemia
Studi menggunakan gemfibrozil menunjukkan perbaikan ALT dan kosentrasi lipid
setelah pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histologi tidak dilakukan. Uji
klinis terhadap statin juga telah dilakukan. Sebuah studi pendahuluan dengan sampel
kecil memperlihatkan adanya perbaikan parameter biokimiawi dan histologi pada
sekelompok pasien yang mendapat atorvastatin.
- Antioksidan
Terapi antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah steatosis menjadi steatohepatitis
dan fibrosis. Antioksidan yang pernah dievaluasi sebagai alternatif terapi antara lain
vitamin E, vitamin C, betain dan N-asetilsistein.
 Vitamin E menghambat produksi sitokin oleh leukosit. Vitamin E dengan dosis
sampai 300 IU/hari dapat menurunkan konsentrasi TGF-β, memperbaiki inflamasi
dan fibrosis.
 Vitamin C 1000 IU/hari selama 6 bulan, ternyata tidak terlihat perbedaan bermakna
antara kelompok kontrol dan plasebo dalam enzim-enzim hati, derajat steatosis dan
aktivitas nekroinflamasi.
 Betain berfungsi sebagai donor metil dalam pembentukan llesitin dalam siklus
metabolik metionin.
- Hepatoprotektor 
Ursodeoxycholic acid (UDCA) 13-15 mg/kg/hari selama 1 tahun terbukti adanya
perbaikan ALT, fosfatase alkali, g-GT, dan steatosis, tetapi tidak ada perbaikan bermakna
dalam derajat inflamasi dan fibrosis.
Komplikasi
Komplikasi utama yaitu sirosis yang merupakan jaringan parut stadium akhir di hepar.
Sirosis juga dapat menyebabkan:
- Penumpukan cairan di perut (ascites)
- Pembengkakan pembuluh darah di esofagus (varises esofagus) yang dapat pecah dan
nerdarah
- Kanker hati
- Gagal hati stadium akhir yang berarti hati telah berhenti berfungsi
H. Kasrsinoma Hepar

Definisi
Penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan
distrosi struktur hepar dan hilangnya sebagaian besar fungsi hepar.
Etiologi dan faktor resiko
- Infeksi virus hepatitis B dan C
- Sirosis hati
- Alcohol 
- Infeksi parasite 
- Usia 
- Obat-obatan 
- Genetic
Patofisiologi
Kanker hati terjadi akibat kerusakan pada sel-sel parenkim hati yang disebabkan secara
langsung oleh primer penyakit hati atau secara tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu atau
gangguan sirkulasi hepatic yang menyebabkan disfungsi hati. Sel parenkim hati akan bereaksi
terhadap unsur-unsur yang paling toksik melalui penggantian glikogen dengan lipid sehingga
terjadi infiltrasi lemak atau tanpa nekrosis atau kematian sel. Keadaan ini disertai dengan
infiltrasi sel radang dan pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat terjadi jika proses
perjalanan penyakit tidak terlampau toksik bagi sel-sel hati. Sehingga terjadi pengecilan dan
fibrosis selanjutnya akan menjadi kanker hati.
Penegakan diagnosis

Stage 0 (Very early stage)


Merupakan tumor dengan ukuran kurang
dari 2 cm, dengan status performance
pasien baik dan fungsi liver normal
(Child-Pugh A)
Stage A(early stage)
Merupakan tumor single dengan ukuran
berapapun hingga 3 jumlah tumor yang
kurang dari 3 cm. Kondisi pasien baik
dan aktif (PS 0) dan fungsi liver baik
(Child-Pugh A atau B)
Stage B (Intermediate Stage)
Terdapat banyak tumor di liver, tetapi
kondisi baik (PS 0) dan fungsi liver baik
(Child-Pugh A atau B).
Stage C (Advanced stage)
Kanker telah meluas ke pembuluh darah,
limfonodi atau organ lainnya, atau
kondisi performa kurang baik dan kurang
aktif (PS 1 atau 2). Fungsi liver masih
berfungsi dengan baik (Child-Pugh A
atau B).
Stage D
Artinya telah memiliki kerusakan liver
(Child-Pugh C), atau tidak dalam kondisi
baik dan membutuhkan bantuan (PS 3
atau 4)

Tatalaksana
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
3. Abbas AK, Aster JC, dan Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders. 2015.
4. Huether SE, McCance KL. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi Ke-6. Volume 2. Elsevier:
Jakarta. 2019.
5. Bernshteyn MA, Masood U. Hepatic Cyst. StatPearls Publishing LLC: USA. 2021.
6. Morii K, Yamamoto T, Nakamura S, Okushin H. Infectious Hepatic Cyst: An
Underestimated Complication. Japanese Society of Internal Medicine: Japan. 2018.

Anda mungkin juga menyukai