Anda di halaman 1dari 24

Modul 2 :

BATU GINJAL

MODUL LENGKAP

TIM PENYUSUN MODUL


KOLEGIUM UROLOGI INDONESIA
2008

1
WAKTU
Mengembangkan Kompetensi Waktu

Sesi di dalam kelas 5 X 2 jam (classroom session)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing 1 minggu (coaching session)

Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 1 minggu (facilitation and assessment)

.
Tujuan Umum
Setelah mengikuti modul ini peserta didik mampu menguraikan latar belakang, melakukan
diagnosis, melakukan penatalaksanaan, dan menangani komplikasi batu ginjal

Tujuan Khusus Pembelajaran


Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik diharapkan terampil
1. Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal
2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal
3. Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal
4. Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal
5. Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal
6. Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal
7. Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal

Strategi Pembelajaran
Diskusi, kuliah, penugasan, latihan, praktek keterampilan klinik

Persiapan sesi
 Peralatan audiovisual
 Materi presentasi : Power Point tentang batu ginjal
 Kasus : Penderita batu pyelum dengan hydropyonefrosis
 Alat bantu latih : model anatomi gambar anatomi dari buku teks
model alat peraga
 Referensi :

2
1. Tanagho EA, McAnnich JW. Smith’s General Urology, 17th Ed, Lange Medical
Books/Mc Graw-Hill, 2008
2. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsch Urology, 9th Ed, Saunders,
2008

Kompetensi
Mendiagnosis dan menatalaksana Batu ginjal.

Gambaran Umum
Dalam satu populasi pernah dilaporkan penderita batu ginjal sebanyak 30 %. Batu ginjalnya
umumnya dijumpai pada ras kaukasian dan juga orang – orang Asia. Lebih jarang terjadi
pada orang afrika dan orang – orang Amerika berkulit hitam. Dalam satu laporan, 25 % yang
menderita batu ginjal mempunyai riwayat keluarga yang menderita batu saluran kemih. Batu
ginjal dapat terbentuk di kaliks ginjal, infundibulum dan pelvis ginjal. Bahkan batu ginjal ini
dapat mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Pembentukan batu ginjal ini dapat
dipengaruhi banyak faktor, yaitu genetik, faktor lingkungan, infeksi, gaya hidup maupun pola
makan. Keluhan yang disampaikan penderita batu ginjal umumnya berupa nyeri pinggang,
hematuria bahkan dapat terjadi demam. Penanganan kasus ini, umumnya dilakukan dengan
tindakan operasi, bisa berupa pembedahan endourologi ataupun pembedahan terbuka. Dapat
juga ditangani dengan ESWL dan medikamentosa. Bila tidak ditangani dengan baik maka
akan terjadi morbiditas dan penurunan kualitas hidup secara signifikan.

Penjelasan / Latar Belakang


Sehubungan dengan penjelasan pada gambaran umum yang menyatakan bahwa
penatalaksanaan batu ginjal adalah tinadakan operatif dan juga ESWL maka komponen
pengetahuan pada modul ini mepunyai kapasitas yang lebih kecil dari pada komponen
psikomotor. Dengan demikian, sesi praktek klinik akan menjadi lebih dominan di dalam
proses pembelajaran. Titik berat sesi praktek ditekankan pada kompetensi melakukan
anamnese, pemeriksaan fisik, merencanakan permintaan baik laboratorium dan juga
radiologis dalam kaitannya dengan identifikasi dan diagnosis batu ginjal. Selain itu pada
akhir sesi praktek peserta didik kompeten untuk melakukan operasi endourologi maupun
terbuka.

3
Kasus untuk Proses Pembelajaran
Penderita pria 40 th nyeri pinggang kanan tembus perut sampai ulu hati sejak 1 bulan.
Demam disertai menggigil sejak 1 minggu yang lalu. Didapatkan massa pinggang kanan
10x10 cm. nyeri ketok pinggang kanan , temperatur 38,4. Dari foto polos abdomen
didapatkan gambaran batu pyelum kanan.

Diskusi :
 Manakah data penyokong diagnosis saat itu ?
 Data mana yang membuat pemeriksa perlu membuat diagnosis banding ?
 Apakah tindakan terbaik yang dapat dilakukan untukmengatasi keadaan tersebut ?

Uraian untuk pelatih


Penderita pria 40 tahun dengan gangguan nyeri pinggang tembus ke depan perut sampai di
ulu hati, kemeng – kemeng dan demam disertai menggigil selama 1 minggu. Riwayat kencing
batu 2 tahun lalu. Riwayat keluarga, Ibu pasien pernah menjalani operasi pyelolitotomi
sekitar 15 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan masa dipinggang kanan ukuran 10 x
10 cm, nyeri ketok pinggang kanan dan temperature 38,4 oC. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit 23. 000 dan leukosit urin yang penuh. Kreatinin 3,2, dengan hasil BGA,
pH = 7,23, pCO2 = 40, HCO3- = - 8. Pemeriksaan radiologis didapatkan foto polos abdomen
menunjukkan gambaran batu pyelum kanan, gambaran USG menunjukkan hidronefrosis
ginjal kanan disertai kecurigaan pyenefrosis dan di ginjal kiri menunjukkan gambaran
nefritis.

Rangkuman hasil diskusi:

 Nyeri pinggang merupakan gejala yang sering muncul


 Dari gejala yang ada, dapat diduga bahwa penderita mengalami batu ginjal
 Diagnosis:
 Anamnesis: nyeri pinggang
 Pemeriksaan fisik: nyeri ketok pinggang

4
 Tatalaksana: prosedur endourologi atau open surgery

Tujuan pembelajaran
Pada modul ini peserta didik diharapkan menguasai pengetahuan tentang patofisiologi, gejala,
komplikasi dan tanda, penanganan komplikasi serta penatalaksanaan diagnosis dan terapi
menyeluruh penderita batu ginjal. Modul batu ginjal ini mempunyai link ke 3 Modul
Keterampilan (pembedahan endourologi, pyelolitotomi, nefrolitotomi, percutan
nefrolitotomi, ESWL).

Proses Pembelajaran
 Menguatkan proses pembelajaran
Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggung jawab anda dalam proses pembelajaran serta
bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan partisipasi penuh
dari peserta didik.

 Tujuan 1 : Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal


Metode pembelajaran :
 Kuliah singkat dan diskusi tentang patofisiologi batu ginjal yang mencakup proses
terjadinya pembentukan batu ginjal secara singkat
 Tugas baca/literature review
 Curah pendapat dan diskusi

 Tujuan 2 : Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal


Metode pembelajaran :
 Curah pendapat dan diskusi tentang gejala, tanda dan komplikasi penderita dengan
batu ginjal
 Bedsite teaching
 Praktek klinik

 Tujuan 3 : Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal


Metode pembelajaran :
Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa :

5
 Melakukan anamnese gejala penderita batu ginjal
 Melakukan pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal
 Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, Urinalisis dan kultur urin.
 Merencanakan pemeriksaan foto polos abdomen, IVP dan USG urologi sesuai
indikasi/kontraindikasi.

 Tujuan 4 : Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal


Metode pembelajaran :
Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa :
 Melakukan anamnese gejala komplikasi penderita batu ginjal
 Melakukan pemeriksaan fisik pada komplikasi penderita batu ginjal
 Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, BGA, Urinalisis dan kultur urin
 Merencanakan pemeriksaan thoraks foto, USG urologi dan renogram
 Mampu melakukan nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka
 Catatan : lihat modul nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka

 Tujuan 5 : Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal


Metode pembelajaran :
 Kuliah singkat mengenai pilihan terapi pada penderita batu ginjal : terapi
medikamentosa, ESWL, pembedahan endourologi dan pembedahan terbuka.
 Diskusi dan coaching tentang pilihan penatalaksanaan batu ginjal
 Curah pendapat dan diskusi tentang dasar pemilihan terapi dan komplikasi masing –
masing terapi

 Tujuan 6 : Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal
Metode pembelajaran :
 Video ESWL, operasi terbuka dan endourologi
 Demo oleh pembimbing pada pasien sungguhan
 Asistensi operasi membantu pembimbing
 Operasi sendiri dengan pengawasan
 Operasi sendiri tanpa pengawasan langsung
 Catatan : lihat modul ESWL, pyelolitotomi, nefrolitotomi dan percutan
nefrolitotomi

6
 Tujuan 7 : Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal
Metode pembelajaran :
 Curah pendapat dan diskusi kasus mengenai prosedur follow – up penderita batu
ginjal pada setiap pilihan terapi.

Penilaian Kompetensi
 Hasil observasi sela proses alih pengetahuan dan ketrampilan
 Hasil kuesioner
 Hasil penilaian peragaaan keterampilan
Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif

Kuesioner sebelum sesi dimulai

I. Modul Batu Ginjal BAB I

Patofisiologi
1. Sistine dan asam urat merupakan tipe batu yang sama prevalensinya baik pada
wanita maupun pria S/B
2. Batu yang terdiri dari kalsium oksalat akan memberikan gambaran radio - opak
pada foto polos abdomen S/B
3. E. Coli merupakan kuman yang paling banyak menyebabkan terbentuknya
batu struvite S/B
4. ESWL diindikasikan pada batu ginjal ukuran < 1,5 cm sampai 2cm S/B
5. DJ stent temporer diindikasikan untuk mencegah stien strasse setelah ESWL pada
batu > 1,5 cm S/B
6. PCNL diindikasikan pada batu ginjal > 2cm atau batu staghorn S/B
7. Hypercalsiuria bisa disebabkan karena resopsi tulang akibat hiperparatiroidisme
S/B
8. Stone free rate pada anatrophic nefrolitotomi adalah sekitar 80% S/B
9. Sudut infundibulo-pelviocaliseal merupakan salah satu faktor berpengaruh pada
stone free rate pada ESWL S/B
10. Bodi habitus bukan merupakan faktor stone free rate pasca ESWL S/B

7
Kuesioner tengah pelatihan

I. Modul Batu Ginjal BAB I

Patofisiologi

1. Seseorang menderita batu saluran kemih umumnya terjadi pada usia :


a. 10 – 25 tahun c. 25 – 40 tahun
b. 15 – 30 tahun d. 35 – 50 tahun
2. Resiko terbentuknya batu saluran kemih kembali setelah seseorang menderita batu
untuk pertama kali, adalah :
a. Sekitar 50 % setelah 5 tahun
b. Sekitar 50 % setelah 10 tahun
c. Sekitar 75 % setelah 5 tahun
d. Sekitar 75 % setelah 10 tahun
3. Dibawah ini merupakan faktor terjadinya batu kalsium, kecuali :
a. Hiperkalsuria
b. Hiperoksaluria
c. Hiperurikosuria
d. Hipermagnesuria
e. Hipositraturia
4.Jenis batu yang secara genetik diturunkan autososomal resesif adalah:
a. struvit
b. oksalat
c.cystine
d.asam urat
5.lokasi terbentuknya batu pertama kali adalah di:
a. calyx
b. collecting tubule
c. pelvis
d. ureter

8
Kuesioner akhir pelatihan

I. Modul Batu Ginjal BAB I

Patofisiologi

1.tes untuk membedakan hipercalsiuri karena ’renal leak’ dengan absorptif hiperkalsiuria:
a. hipositraturia
b. level calsium urine 24 jam
c. meningkatnya serum PTH
d. serum kalsium
2.pernyataan dibawah ini salah untuk absorptif hipercalsiuri tipe III:
a. 1-25 hidroxy vitamin D urine meningkat
b. pospat urine meningkat dan pospat serum turun
c. sitrat urine turun
d.paling baik diterapi dengan orthopospat
3.Komposisi penyusun batu paling banyak:
a. struvit
b. calsium
c. asam urat
d. sistin
4.penyebab tersering batu pada wanita:
a. infeksi
b. stenosis ureter
c. obstruksi kronis
d. dj stent
5.yang mempengaruhi timbulnya batu:
a. geografi
b. genetik
c. diet
d. pekerjaan
e. semua benar

9
PENUNTUN BELAJAR
BATU GINJAL

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut :
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya
atau urutannya tidak sesuai.
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya. Pelatih
hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal.
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannnya dan waktu kerja yang sangat
efisien.

T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak diperlukan)

KEGIATAN KASUS

I. Melakukan anamnesa penderita batu ginjal


1. Keluhan utama
2. Menyingkirkan diagnosis banding lain
II. Melakukan pemeriksaan fisik penderita batu ginjal
1. Pemeriksaan colok dubur
III.Menentukan pemeriksaan laboratorium pada penderita
batu ginjal
IV. Melakukan pemeriksaan pencitraan

V. Menentukan pilihan terapi penderita batu ginjal


VI. Menentukan langkah-langkah follow up pada terapi
penderita batu ginjal

10
Penilaian Kinerja Ketrampilan (ujian akhir)

DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA


BATU GINJAL

Berikan penilaian tentang kinerja psikomototrik atau ketrampilan yang diperagakan oleh
peserta pada saat melaksanakan status kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan sperti yang
diuraikan di bawah ini :
V : Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar.
X : Tidak memuaskan : Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan
prosedur atau panduan standar.
T/T: Tidak ditampilkan : Langkah, kegiatan atau ketrampilan tidak diperagakan oleh
peserta selama evaluasi oleh pelatih.

PESERTA :____________________________________ TANGGAL :

KEGIATAN KASUS

I. Melakukan anamnesa penderita batu ginjal

II. Melakukan pemeriksaan fisik penderita batu ginjal

III. Menentukan pemeriksaan laboratorium pada penderita


batu ginjal
IV. Melakukan pemeriksaan pencitraan

V. Menentukan pilihan terapi penderita batu ginjal


VI. Menentukan langkah-langkah follow up pada terapi
penderita batu ginjal

Komentar/Ringkasan :
Rekomendasi :

Tanda tangan Penguji_____________________ Tanggal

11
12
MATERI BAKU
Batu Ginjal

Batasan
Batu ginjal dapat terbentuk di kaliks ginjal, infundibulum dan pelvis ginjal. Bahkan batu ginjal
ini dapat mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Pembentukan batu ginjal ini dapat
dipengaruhi banyak faktor, yaitu genetik, faktor lingkungan, infeksi, gaya hidup maupun pola
makan. Faktor minuman juga dapat memicu pembentukan batu, misalnya kurang minum ,
banyak mengkonsumsi coca – cola. Makanan yang dapat memperbesar kemungkinan
terbentuknya batu misalnya terlalu banyak mengkonsumsi protein hewan, lemak kurang buah,
kurang serat dan banyak makan junk – food. Seringnya menahan buang air kecil dan juga
kegemukan dapat meningkatkan resiko terkena batu.

Gejala dan Tanda


Gejala pada batu ginjal dapat berupa nyeri, hematuria dan juga infeksi. Nyeri bisa berupa nyeri
kolik atau bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
dan nyeri non kolik dapat terjadi karena peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis
atau infeksi pada ginjal. Hematuria ini disebabkan akibat trauma pada mukosa saluran kemih
yang disebabkan oleh batu. Hematuria bisa berupa makroskopik maupun mikroskopik Bila
terjadi infeksi, gejala yang dijumpai berupa demam, bila hal ini terjadi dapat dicurigai terjadinya
urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi.
Tanda yang dapat terjadi berupa nyeri ketok pada daerah kosto – vertebra, dapat diraba
terjadinya pembesaran di daerah flank pada daerah yang sakit akibat hidronefrosis dan terlihat
tanda – tanda gagal ginjal.

Diagnosis
Diagnosis dari batu ginjal dapat ditegakkan berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada anamnese, keluhan yang disampaikan tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan
penyulit yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang,
hematuria dan juga demam.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan sedimen urin, fungsi ginjal dan
juga kultur urin. Pada sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan juga kristal
– kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untukmempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP (Intra
Venous Pyelography). Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih (antara lain : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah
maupun di dalam urine).
Pemeriksaan yang lain dapat berupa foto polos abdomen, IVP (Intra Venous Pyelography) dan
juga USG. Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radio - opak di saluran kemih. Batu – batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio
– opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain sedangkan batu asam urat bersifat non
– opak (radiolusen). Pemeriksaan IVP bertujuan menilai keadan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi – opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran
kemih akibat adanya fungsi penurunan ginjal, sebagai gantinya dapat dilakukan Retrograde
Pyelography (RPG). USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,
yaitu pada keadaan – keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yangs edang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal (yang
ditunjukkan dengan gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis ataupun pengkerutan
ginjal.

Terapi /Tindakan
Indikasi untukmelakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari
batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu
berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80 %. Tindakan aktif
umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai :
a. nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat
b. obstruksi yang persisten dengan resiko kerusakan ginjal
c. adanya infeksi traktus urinarius
d. resiko pionefrosis atau urosepsis
e. obstruksi bilateral

Untuk praktisnya, pedoman penatalaksanaan batu finjal ini diuraikan dalam tiga bagian :
a. penatalaksanaan untuk batu ginjal nonstaghorn
b. penatalaksanaan untuk batu cetak/staghorn
c. penatalaksaan batu ginjal pada anak

Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat, prasarana, sarana dan
kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi yang ada.
A. Pedoman penatalaksanaan batu ginjal nonstaghorn
A.1. Ukuran Batu < 20 mm
1. Latar belakang
Beberapa modalitas terapid apat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal <
20 mm, yaitu :
- Extracorporeal shock wave lithotripsi (ESWL)
- Percutaneus nephrolithotomy (PNL)
- Operasi terbuka
- Kemolisis oral
2. Analisis keluaran
a. Stone free rate
Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah
persentase pasien tanpa sisa batu paska prosedur. Khusus untuk ESWL,
pengertian stone free rate ini bisa berupa tidak adanya sisa batu ataupun
adanya sisa/fragmen batu yang tidak signifikan secara klinis (clinically
insignificant fragment = CIRF). Belum ada keseragaman dalam
menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur menggunakan
pada sisa/fragmen berukuran kurang 2 – 5 mm, tidak ada infeksi saluran
kemih dan tidak ada keluhan pada psien yang dievaluasi tiga bulan
setelah penembakan.
ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu
ginjal < 20 mm. Batu dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free
rate 84 % (64 % - 92 %) dan batu berukuran 10 – 20 mm mempunyai
stone free rate 77 % (59 % - 81 %). Komposisi batu berpengaruh
terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan
kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik,
sementara batu kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit
mengalami fragmentasi. Stone fere rate untuk kalsium oksalat
monohidrat 38 – 81 % sedangkan untuk batu sistin 60 – 63 %. Jika
berukuran < 15 mm, stone free rate batu sistin msih 71 %, sedangkan
jika sudah > 20 mm, stone free rate menjadi hanya 40 %. Adanya
hidronefrosis dan adanya infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL.
Persentase keberhasilan ESWL pada ginjal tanpa hidronefrosis 83 %,
turun menjadi 50 % pada hidronefrosis derajat sedang dan sangat rendah
pada hidronefrosis yang berat. Karenanya, dianjurkan utnuk melakukan
nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3 – 5 hari sebelum ESWL
pada kasus batu ginjal dengan hidronefrosis.
PNL mempunyai efektifitas yang sama baiknya bdengan ESWL
untuk batu ginjal < 20 mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang
lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu, ESWL lebih
direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada
kasus khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum
yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam ataupun pada
kaliks yang obstruktif. Stone free rate pada kasus ini dengan ESWL
kurang dari 50 %. Pada batu berukuran 10 – 20 mm yang terletak di
kaliks inferior, perbandingan stone free rate antara ESWL dan PNL
adalah 57 % : 37 %.
Kemolisis oral dianjurkan untu batu dengan komposis asam urat.
Caranya adalah dengan asupan cairan yang banyak (lebih dari 2000 ml/
24 jam), alkalinisasi urin (kalium sitrat 3 x 6 – 10 mmol, natrium
kalium sitrat 3 x 9 – 18 mmol dan natrium bikarbonat 3 x 500 mg). Jika
dijumpai hiperurikosuria (> 1000 mg/hari) dengan hiperurisemia
diberikan allopurinol 300 mg/hari. Penyesuaian dosis dilakukan pad
apsien dengan insufisiensi ginjal.
b. Jumlah prosedur
Jumlah prosedur harus dipisahkan antara prosedur sekunder dan
prosedur tambahan. Prosedur sekunder merupakan prosedur yang
merupakan bagian dari prosedur untuk pengangkatan batu, sedangkan
prosedur tambahan adalah prosedur untuk mengatasi komplikasi dan
prosedur insidental untuk pengangkatan batu (seperti insersi atau
pengangkatan stent). Sayangnya, pada sebagian besar penelitian tidak
disebutkan/dibedakan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan
ini.
Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran < 20 mm terjadi
pada 7,4 % kasus sedangkan pada PNL pada 6,9 % kasus. Prosedur
tambahan pada ESWL dijumpai 11,3 % kasus dibandingkan 1,2 % pada
PNL.
Jenis batu berkaitan dengan jumlah ESWL yang diperlukan. Pada
batu kalsium oksalat monohidrat, perlunya penembakan tambahan
terjadi pada 10, 3 % kasus, pada batu struvit 6,4 % sedangkan batu
kalsium oksalat dihidrat 2,8 %.
Banyaknya ESWL sebaiknya tidak lebih dari 3 – 5 kali (tergantung
dari jenis lithotriptornya). Jika perlu dilakukan pengulangan, tidak ada
standar baku lamanya interval antar penembakan. Namun biasanya hal
ini disesuaikan dengan jenis lithotriptornya, pada mesin ESWL
elektrohidrolik, interval waktu minimal 4 – 5 hari sedangkan pada
piezoelektrik bisa lebih singkat (2 hari). Maksimal gelombang kejut
yang diberikan setiap penembakan juga disesuaikan dengan jenis mesin
ESWL, pada jenis elektrohidrolik sebaiknya tidak melebihi 3500,
sedangkan pada piezoelektrik sebaiknya tidak melebihi 5000.
3. Pedoman pilihan terapi
Jika alat, prasarana dan sarana lengkap dan kemampuan operator
memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka
berikut adalah prosedur yang dianjurkan :
1. ESWL monoterapi
2. PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 – 20 mm
3. Operasi terbuka
4. Kemolisis oral untuk batu asam urat murni

A.2. Ukuran Batu > 20 mm


1. Latar belakang
Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu
ginjal > 20 mm, yaitu :
- ESWL ± pemasangan stent
- PNL
- Terapi kombinasi (PNL ± ESWL)
- RIRS atau laparoskopi
- Operasi terbuka
- Kemolisis oral
2. Analisis keluaran
a. Stone free rate
Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20 – 30 mm
dengan ESWL lebih rendah dibandingkan pada batu < 20 mm
(rentang 33 % - 65 %). Stone free rate PNL pada batu berukuran 20 – 30
mm mencapai 90 %. Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam
pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm :
- Lokasi batu
Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free
rate yang rendah dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone
free rate paling tinggi dijumpai pada batu di pyelum. PNL
merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang berukuran >
15 mm.
- Total stone burden
Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi
ukuran 40 x 30 mm dapat dipakai sebagai pedoman. Monoterapi
ESWL (dengan pemasangan stent) mempunyai stone free rate 85
% jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan penembakan.
Angka ini turun menjadi 43 % pada batu berukuran > 40 x 30
mm. Dengan terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate
mencapai 71 % - 96 % pada batu > 40 x 30 mm, dengan
morbiditas dan komplikasi yang kecil. Keberhasilan lebih tinggi
jika ESWL dilakukan setelah PNL.
- Kondisi ginjal kontralateral
Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal
soliter, ESWL monoterapi merupakan alternatif pertama karena
efeknya yang l,ebih ringan dibanding terapi PNL atau kombinasi.
- Komposisi dan kekerasan batu
ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu
kalsium atau struvite. Sekitar 1 % batu mengandung sistin, tiga
perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin besar
memerlukan penembakan tambahan hingga 66 % kasus. Pada batu
sistin, khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL
atau kombinasi PNL atau ESWL lebih efektif ketimbang ESWL
yang berulang kali.
Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu
asam urat. Pada batu yang besar, disolusi dapat dipercepat dengan
ESWL. Stone free rate pada batu asam urat dengan ESWL dan
kemolisis oral dapat mencapai hingga 85 %.
Peran laparoskopi dalam penanganan batu ginjal > 20 mm
masih bersifat eksperimental.
b. Jumlah prosedur
Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran > 20 mm terjadi
pada 33,1 % kasus sedangkan pada PNL 26,1 % kasus. Prosedur
tambahan pada ESWL dijumpai pada 28,7 % kasus dibandingkan 4,3 %
pada PNL. Pada batu kaliks inferior berukuran > 10 mm, angka terapi
ulang dan prosedur tambahan pada ESWL (16 % dan 14 %) lebih tinggi
dibanding PNL (9 % dan 2 %).
3. Pedoman pilihan terapi
Jika alat, prasarana dan sarana lengkap dan kemampuan operator
memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka
berikut adalah prosedur yang dianjurkan :
1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ Stent)
2. Operasi terbuka

Komplikasi
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL. Demikian pula ESWL
dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat
dibandingkan PNL.
B. Pedoman penatalaksanaan batu cetak ginjal/staghorn
1. Latar Belakang
Belum ada kesepakatan mengenai defenisi batu cetak/staghorn ginjal.
Defenisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu
collecting system, yaitu batu batu pyelum yang berekstensi ke satu atau lebih
kaliks. Istilah batu cerak/staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian
cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit
digunakan batu jika menempati seluruh collecting system.
Komposisi tersering batu cetak ginjal dalah kombinasi magnesium
amonium fosfat (struvit) dan/atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat
berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang
dijumpai. Komposisi struvite/kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan
infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang
memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea.
Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia
yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvite)
sehingga menyebabkan batu besar dan bercabang. Faktor – faktor lain turut
berperan, termasuk pembentukan biofilm, eksopolisakarida dan penggabungan
mukoprotein dan senyawa organik menjadi matriks. Kultur dari fragmen di
permukaan dan didalam batu menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu
yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih
berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada.
Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan
ginjal dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan
seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab,
mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang
menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian
menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan
membatasi aktivitas pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian
mengindikasikan fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi
traktus urinarius yang berulang.
Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah :
1. PNL monoterapi
2. Kombinasi PNL dan ESWL
3. ESWL monoterapi
4. Operasi terbuka
5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL
2. Analisis Keluaran
Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan
ginjal. Pasien dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri.
Selain itu, batu akan mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi
antibiotik, inhibitor urease dan terapi suportif lainnya bukan merupakan alternatif
terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur tindakan
pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan batu cetak ginjal
yang menjalani terapi konservatif, 28 % mengalami gangguan fungsi ginjal.
a. Stone free rate
Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada
PNL (78%) dan paling rendah pada ESWL (54 %). Pada terapi kombinasi
(PNL dan ESWL), stone free rate lebih rendah jika ESWL dilakukan
terakhir (66 %) dan dapat menajdi 88 % jika dilakukan PNL – ESWL –
PNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara 71 – 82 %.
Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks. Stone free rate juga
dihubungkan dengan klassifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Pada
batu cetak parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu
cetak komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74 %
dibandingkan 65 % batu cetak komplit.
b. Jumlah prosedur
Pada pedoman American Urological Association (AUA) tahun
2004, PNL membutuhkan total rata – rata 1,9 prosedur, ESWL 3,6
prosedur dan terapi kombinasi membutuhkan 3,3 prosedur untuk
penatalaksanaan batu cetak ginjal. Operasi terbuka membutuhkan total 1,4
prosedur.
Jumlah prosedur juga berkaitan dengan klassifikasi batu cetak
(parsial atau total). Pasien batu cetak parsial menjalani 2,1 prosedur
dibandingkan 3,7 prosedur pada pasien cetak batu komplit.
c. Komplikasi
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta – analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20 %). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25 – 50 %.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat Urology di
Indonesia, resiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1 %.
Pedoman AUA menyebutkan adanya kesulitan dalam menarik
kesimpulan dari laboran komplikasi akibat ketiadaan keseragaman
laporan. Misalnya, pasien dengan demam dikelompokkan sebagai sepsis
oleh sejumlah peneliti lainnya.
3. Pedoman pemilihan modalitas terapi
Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara
aktif.
Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal
berlaku untuk pasien dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan
bukan batu asam urat) yang kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif
sama) atau ginjal soliter dengan fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara
umum, habitus dan anatomi memungkinkan untuk menjalani modalitas terapi
yang ada, termasuk pemeberian anastesi. Pedoman pilihan terapi meliputi :
1. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
2. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)
Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut, pilihan terapi
ditentukan berdasarkan pertimbangan individual.
Terapi batu pada anak
Penatalaksanaan batu ginjal pada anak
a. Latar Belakang
Penelitian mengenai penggunaan berbagai modalitas
penatalaksanaan untuk anak tidak selengkap pada orang dewasa, namun
dalam dekade terakhir ini jumlahnya mulai banyak ditemukan.
b. Analisis Keluaran
Terapi batu pada anak dengan ESWL mulai banyak dilakukan.
Desintegrasi dan bersihan batu lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
orang dewasa. Kemungkinan hal ini disebabkan gelombang kejut
ditransmisikan dengan kehilangan energi yang lebih sedikit. Selain itu
komposisi batu dan pembentukan batu yang lebih singkat, ureter yang
lebih pendek dan leastis memungkinkan transmisi fragmen batu yang lebih
mudah serta mencegah terjadinya impaksi batu. Pada batu ginjal, stone
free rate mencapai 63 – 100 % dengan penembakan 1 hingga 3 sesi,
tergantung dari ukuran dan lokasi batu. Penggunaan ESWL monoterapi
pada batu cetak ginjal memberikan hasil stone free rate 73,3 % setelah rata
– rata dua kali penembakan.
Penanganan batu ginjal anak berukuran rata – rata 47 mm (rentang
25 – 50 mm) dengan PNL memberikan hasil stone free rate 67,7 %, 27,4
% memerlukan tambahan ESWL untuk menghasilkan batu bersihan yang
komplit.
Stone free rate pada operasi batu ginjal anak mencapai 97,8 %.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal, demam, urosepsis dan
steinstrasse. Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan viseral.
Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang
berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak packa ESWL, dijumpai
adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali
normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang
ESWL pada anak.
Komplikasi paska PNL meliputi demam dan hematuria yang
memerlukan transfusi. Konversi ke operasi terbuka pada 4,8 % kasus
akibat perdarahan intraoperatif dan 6,4 % mengalami ekstravasasi urin.
Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin, infeksi luka,
demam dan perdarahan pascaoperasi.
c. Pedoman penatalaksanaan
ESWL monoterapi, PNL atau operasi terbuka dapat merupakan
pilihan terapi untuk pasien anak – anak.

Kepustakaan:
1. Tanagho EA, Mc Aninch JW. Smith’s urology 17th Ed, Lange Medical Books/Mc Graw
Hill,2008
2. Wein,Kavoussi, Novick,Partin, Peters. Campbell’s Walsh Urology 9th Ed ,Saunders,2008.

Anda mungkin juga menyukai