Anda di halaman 1dari 24

CASE STUDY INFEKSI KULIT

TINEA KRURIS

Nama : Atika Kurnia Wati (2048201104)


Ediwan Hutabarat (2058201109)
Dosen Pengampu : Apt. Rizki Yulion P., M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HARAPAN IBU JAMBI
2020 – 2021
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. TUJUAN.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
1. Laporan Kasus.......................................................................................................3
2. Tinea Kruris...........................................................................................................6
3. Diskusi.................................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN .......................................................................................................18
B. SARAN .....................................................................................................................18

DAFTAR PUTAKA..........................................................................................................iii

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tinea kruris merupakan infeksi jamur superfisialis yang mengenai kulit
pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Tinea kruris
disebabkan oleh jamur dermatofita. Faktor predisposisi tinea kruris adalah
kelembaban dan suhu yang tinggi serta keadaan yang dapat menurunkan sistem
imun melawan infeksi seperti diabetes melitus dan obesitas.

Tinea kruris yang sering disebut “jock itch” merupakan infeksi jamur
superfisial yang mengenai kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan
daerah perineum. Tinea kruris masuk kedalam golongan dermatofitosis dimana
infeksi ini disebabkan oleh jamur dermatofita. Tinea kruris merupakan salah satu
manifestasi klinis yang sering di lihat di Indonesia. Suhu dan kelembaban yang
tinggi menjadi salah satu faktor yang mendukung penyebaran infeksi ini.
Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsung seumur hidup. Tinea kruris lebih sering menyerang pria
dibandingkan wanita. Jamur Dermatofita sebagai penyebab dermatofitosis
membutuhkan keratin untuk tumbuh, oleh karena itu dermatofitosis hanya
terbatas pada jaringan yang berkeratin seperti stratum korneum, rambut dan
kuku dan tidak menginfeksi permukaan mukosa. Faktor penting yang
berperan dalam penyebaran dermatofita ini adalah kondisi kebersihan lingkungan
yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dan kebiasaan menggunakan pakaian
yang ketat atau lembab. Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan
faktor resiko tambahan oleh karena keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk
melawan infeksi.
Manifestasi klinis tinea kruris adalah rasa gatal atau terbakar pada daerah
lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Adanya central healing
yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi. Tepi yang meninggi dan
merah sering ditemukan pada pasien.
Terdapatnya hifa pada sediaan mikroskopis dengan potasium hidroksida
(KOH) dapat memastikan diagnosis dermatofitosis. Alat diagnosis lain yang juga
dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan menggunakan lampu wood dan juga

3
dengan biopsi kulit atau kuku.
Tinea kruris biasanya berespon dengan pengobatan sistemik atau topikal
tetapi dapat sering kambuh.

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar penulis memahami patofisiologis tinea kruris
2. Agar Penulis memahami tatalaksana tinea kruris

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berumur 59 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah pada tanggal 20 Februari 2014 dengan nomor rekam medis: 13034836.
Keluhan utama pasien adalah gatal pada bagian lipat paha sejak 3 hari sebelum ke
rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan sejak 3 hari pasien mengeluh timbul bercak
merah pada lipat paha disertai rasa yang sangat gatal. Gatal dirasakan terus menerus dan
bercak kemerahan yang semakin meluas.
Pada kasus keluhan utama yang menyebabkan pasien ini datang ke RSUP
Sanglah adalah rasa gatal pada daerah lipat paha yang diawali dengan adanya
kemerahan serta lesi yang semakin menyebar. Didapatkan juga lesi dengan tepi yang
lebih merah dan meninggi, serta terdapat central healing yang ditutupi skuama halus
pada bagian tengah lesi, lesi berbatas tegas, berbentuk semiluner dengan ukuran
asimetris. Manifestasi klinis ini sesuai dengan tinea kruris. Pasien juga memiliki riwayat
diabetes melitus yang menjadi predisposi terjadinya dermatofitosis.

Riwayat pengobatan yang telah dilakukan oleh pasien sebelum ke rumah sakit
adalah pemberian bedak tabur caladine. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi dan
tidak merasakan nyeri. Pasien pernah menjalani operasi pemasangan AV shunt untuk
dialisis. Pasien juga menderita diabetes melitus dan hipertensi. Riwayat penyakit dalam
keluarga yaitu diabetes melitus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva subanemis, suara jantung S1 dan


S2 regular, suara paru vesikular, tidak terdapat ronki maupun wheezing pada kedua
lapang paru, bising usus normal serta tidak terdapat edema pada ekstremitas. Pada
pemeriksaan kulit didapatkan lokalisasi lesi pada lipat paha kanan dan kiri (cruris
dextra dan cruris sinistra) dengan efloresensi berupa makula eritema semilunar,
berbatas tegas, bentuk geografika, ukuran 5x6 cm sampai 10x12 cm dengan tepi
berwarna lebih merah dan meninggi, dan terdapat central healing yang ditutupi skuama
halus pada bagian tengah lesi. Pada mukosa tidak terdapat hiperemi, rambut kuat, fungsi
kelenjar keringat normal, tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan saraf normal.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

5
mikroskopis dengan larutan KOH 20% dan didapatkan hifa panjang. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan
tinea kruris dan mendapatkan terapi miconazole cream 2% yang digunakan 2 kali sehari
serta diberikan edukasi untuk mencegah progresifitas penyakit dengan tidak
menggunakan pakaian yang ketat dan menjaga kebersihan diri.

Diagnosis banding tinea cruris adalah kandidosis intertrigo, eritrasma, psoriasis,


dan dermatitis seboroik.

2. TINEA KRURIS

Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur


dermatofita yang menyerang jaringan dengan keratin, seperti stratum korneum pada
epidermis, rambut, dan kuku. Dermatofita termasuk dalam kelas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Dermatofitosis disebut juga dengan istilah infeksi “tinea” yang dikelompokkan


lebih lanjut berdasarkan lokasi infeksinya, yaitu :

1. Tinea kapitis

Tinea kapitis merupakan dermatofitosis pada daerah kulit dan rambut kepala.
Terdapat tiga bentuk tinea kapitis yang sering dijumpai, yaitu grey patch
ringworm dimana terdapat papul yang melebar, pucat, dan bersisik. Pada
daerah tersebut dapat timbul alopesia. Bentuk kedua muncul ketika
peradangan yang berat terjadi pada tinea kapitis sehingga gejala klinis akan
tampak sebagai kerion. Kerion dapat berupa pembengkakan yang menyerupai
sarang lebah dengan sel radang padat disekitar jaringan tersebut dan bisa
terdapat limfadenopati di daerah servikal atau oksipital. Bentuk ketiga adalah
black dot ringworm, bentuk ini dapat muncul karena ujung rambut yang hitam
didalam folikel rambut.

2. Tinea korporis,

Pada tinea korporis atau ringworm biasanya persebaran lesi akan berada
disekitar dada, ekstremitas atau wajah. Tampak adanya central healing pada
bagian tengah lesi dengan tepi lesi yang merah dan meninggi. Terkadang
terdapat erosi dan krusta akibat garukan.

3. Tinea kruris,
6
Tinea kruris yang sering disebut “jock itch” merupakan dermatofitosis pada
lipat paha, daerah perineum dansekitar anus selain itu juga dapat mencapai
perut bagian bawah dan daerah gluteus. Pasien dengan dermatofitosis
biasanya mengeluhkan adanya rasa gatal berat dan terbakar. Pada
pemeriksaan fisik akan didapatkan pola inflamasi dengan tipe yang aktif dan
berbatas tegas dimana peradangan pada tepi akan berwarna lebih kemerahan
dan meninggi juga bisa terdapat vesikel. Pada bagian tengah lesi akan tampak
central healing yang ditutupi skuama halus. Efloresensi terdiri atas macam –
macam bentuk primer dan sekunder. Bila penyakit ini jadi menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan.

4. Tinea manum

Tinea manum merupakan dermatofitosis yang melibatkan telapak tangan,


punggung tangan dan sela – sela jari tangan. Tinea manum biasanya
bersamaan dengan tinea pedis yaitu dermatofitosis pada kaki terutama pada
sela – sela jari kaki dan telapak kaki.

5. Tinea pedis

Terdapat tiga manifestasi klinis dari tinea pedis,yaitu interdigitalis, moccasin


foot, dan bentuk subakut. Interdigitalis merupakan infeksi di sela-sela jari
terutama pada jari IV dan V. Akan terlihat adanya fisura dengan kulit yang
kering dan bersisik. Tipe moccasin melibatkan telapak kaki, tumit, dan tepi
kaki. Akan tampak kulit yang tebal dan bersisik dan terkadang terdapat sisik
putih keperakan dengan dasar yang eritema menyerupai psoriasis. pada bentuk
subakut akan tampak vesikel atau bula yang dapat pecah dan menimbulkan
infeksi sekunder.

6. Tinea unguium.

Tinea unguium merupakan dermatofitosis pada daerah kuku. Terdapat tiga


bentuk infeksi ini yang sering dijumpai, yaitu subungual distalis, leukonikia
trikofita dan subungual proksimal. Tinea unguium termasuk dermatofitosis
yang sukar untuk disembuhkan.
Tinea kruris dapat didiagnosis banding dengan kandidosis intertrigo, eritrasma, dan
psoriasis.

7
1. Kandidosis Intertrigo
Infeksi kandidosis intertrigo memiliki lokasi yang sama dengan tinea cruris.
Perbedaannya adalah pada tinea cruris skrotum tidak terinfeksi, sedangkan pada
kandidosis bagian skrotum juga bisa terkena. Lesi pada kandidosis intertrigo
adalah plak eritema tanpa central healing disertai lesi satelit.
2. Erythrasma
Infeksi eritrasma juga dapat ditemukan pada lipatan paha, infeksi ini umumnya
berwarna merah kecoklatan. Tepi lesi tidak aktif, dan pada pemeriksaan Wood
lamp akan menunjukan fluoresesi merah coral.
3. Psoriasis
Lesi psoriasis juga dapat menyerupai lesi tinea cruris. Lesi psoriasis akan tampak
lebih merah, berskuama tebal, dan berbatas tegas. Tanda-tanda lain dari psoriasis
juga dapat ditemukan, misalnya nail pitting. 

Meskipun tinea cruris dapat didiagnosis secara klinis, pemeriksaan penunjang


dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi dan menyingkirkan kemungkinan
diagnosis banding. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium dengan menggunakan KOH (potassium hydroxide), kultur jamur, biopsy
dan Wood lamp.

1. Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan terjangkau, sederhana, dan
cepat. Kerokan kulit yang diambil dari lesi dan ditetesi KOH akan
menunjukkan gambaran hifa bersepta dan bercabang tanpa penyempitan.
2. Wood Lamp
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan Wood lamp dilakukan untuk
menyingirkan diagnosis banding eritrasma. Pemeriksaan ini menggunakan
sinar ultraviolet yang akan memperlihatkan fluoresensi serta perubahan
warna melanin yang dihasilkan dari infeksi jamur tersebut. Namun
pemeriksaan Wood lamp juga dapat menghasilkan negatif palsu apabila
pasien mandi sebelum pemeriksaan.
Pada eritrasna, akan didapatkan fluoresensi berwarna merah koral.
3. Kultur Jamur
Kultur jamur merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis tinea. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena

8
membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hingga 4 minggu, dan lebih
mahal sehingga hanya dilakukan pada kasus yang membutuhkan
pengobatan sistemik.
Agar yang umumnya digunakan adalah agar saboraud peptone-
glucose yang dikombinasi dengan cycloheximide dan
chloramphenicol. Perubahan warna menjadi merah merupakan penanda
pertumbuhan dermatofit.
4. Biopsi
Pemeriksaan biopsi pada tinea cruris dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis namun pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan
dianjurkan pada infeksi tinea cruris yang persisten dan atipikal.
Umumnya pasien dengan tinea kruris dapat sembuh secara total tapi dapat juga
kambuh kembali dan tergantung pada faktor predisposisi. Mengingat pasien ini
memiliki riwayat diabetes melitus dan juga berusia tua kemungkinan pasien akan
sembuh namun akan dapat kambuh.

3. DISKUSI

1. Manifestasi Klinis

Pada pasien ini datang kerumah sakit dan sudah terlihat dari manifestasi klinik
yang terlihat jelas menunjukkan gejala tinea kruris, dimana pasin mengeluh gatal hebat
pada area lipat paha yang diawali dengan adanya kemerahan serta lesi yang semakin
menyebar. Didapatkan juga lesi dengan tepi yang lebih merah dan meninggi, serta
terdapat central healing yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi, lesi berbatas
tegas, berbentuk semiluner dengan ukuran asimetris.

2. Riwayat Penyakit Pasien

Pasien juga menderita diabetes melitus dan hipertensi. Riwayat penyakit dalam
keluarga yaitu diabetes melitus. Keadaan hiperglikemi yang terus menerus menyebabkan
terbentuknya Advanced Glycosylation End Products (AGE) pada membran limfosit dan
makrofag sehingga mengganggu keduanya dan menyebabkan perubahan imunitas
penderita diabetes melitus, sehingga pasien DM lebih rentan terhadap infeksi termasuk
infeksi jamur dermatofita (Macedo et al, 2016). Infeksi dermatofitosis terjadi pada pasien

9
DM yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Pasien dengan HbA1c ≥ 8mmol/ml lebih
rentan terkena penyakit kulit dibandingkan dengan pasien dengan HbA1c < 8mmol/ml
(Sularsito, 2016; Demirseren, 2014)

3. Diagnosa Pembanding

Pada pemeriksaan fisik, pembeda dengan Kandidosis Intertrigo dan Erytrasma


adalah adanya central healing (lesi tepi aktif) yang tampak pada pasien dan pada tinea
kruris, skrotum pasien tidak terinfeksi. Dan pada pasien, tidak terlihat adanya skuama
tebal seperti yang terjadi pada pasien psoriasis.

4. Penegakan Diagnosa

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.


Kerokan kulit ditetesi cairan KOH 20%. Selanjutnya dilihat dibawah mikroskop dan dapat
dilihat akan menunjukkan gambaran hifa bersepta dan bercabang tanpa penyempitan. Hal
ini, dapat menjadi acuan penetapan diagnosa yang tepat yaitu, tinea kruris.
5. Swamedikasi
Pada awal pengobatan, sebelum pasien berobat kerumah sakit. Pasien melakukan
swamedikasi untuk mengurangi rasa gatal pada area lipatan paha dengan cara menaburkan
bedak Caladine. Diketahui Caladine Powder mengandung zat aktif yaitu Calamine, Zink
Oxide, Camphor, dan Menthol sebagai pemberi rasa sejuk ketika ditaburkan.
Calamine adalah obat golongan anti histamin, digunakan secara topikal dan sebagai
antipruritik atau penghilang rasa gatal. Zinc Oxide berfungsi untuk mencegah dan
mengurangi ruam dan iritasi ringan seperti pada ruam popok. Camphor juga dikenal untuk
mengurangi rasa gatal. Penggunaan Caladine Powder disini hanya akan mengurangi rasa
gatalnya saja, tetapi tidak dapat untuk mengatasi infeksi jamur kulit nya. Pasien merasa
lebih nyaman ketika menggunakan Caladine Powder, karena berkurangnya rasa gatal dan
daerah lipatan paha menjadi lebih kering.
6. Pengobatan
Ketika diagnosa sudah ditetapkan setelah pemeriksaan mikroskopis dengan KOH,
pasien hanya mendapatkan pengobatan secara topikal dengan krim miconazole 2% 2 x
sehari. Dan edukasi untuk mencegah progesifitas penyakit dengan tidak menggunakan
pakaian ketat dan menjaga kelembaban area lipatan paha dan menjaga kebersihan tubuh.
Tinea kruris biasanya dapat disembuhkan dengan obat anti jamur topikal. Umumnya, anti
jamur topikal membutuhkan dosis satu atau dua kali sehari selama 2 minggu.

1
0
Miconazole telah lama digunakan sebagai krim 2% untuk dermatofitosis dan pada
kandidiasis vagina yang tidak memberi respons terhadap nistatin topikal. Mikonazol juga
memberikan secara intravena (30mg/kg/hari) pada beberapa mikosis yang meluas dan
memperlambat kekambuhan. Namun, efek samping utama, termasuk muntah,
hiperlipidemia, tromboflebtis, gangguan hematologis, dan lain-lainnya telah membatasi
penggunaannya (toksik secara sistemik). Mikonazol nitrat memiliki bioavailabilitas yang
sangat rendah ketika dikonsumsi secara oral karena bersifat sangat sukar larut dan
memiliki daya absorbsi yang kecil.
Miconazole termasuk antijamur golongan azol (fungisidal) dengan cara menghambat
jamur dengan menghambat biosintesis lipid jair, terutama ergosterol pada membran sel.
Efek ini diakibatkan oleh penghambatan pada 14a-dementilasi yang membutuhkan P450
dari lanosterol jamur. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan pada dinding sel jamur,
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran, dan pada akhirnya menyebabkan sel
jamur kehilangan nutrisi selulernya.
Penggunaan obat topikal yang salah dapat memperlambat atau menyebabkan resistensi
obat anti jamur topikal. Cara penggunaan obat topikal antijamur yang benar adalah :
a. Sebelum mengoleskan obat, cuci tangan terlebih dahulu. Hal ini diperuntukkan
agar tidak terjadi penambahan infeksi mikroba akibat kontak dari tangan yang
kotor
b. Keringkan terlebih dahulu area yang akan dioleskan obat. Jika obat dioleskan
dalam keadaan area masih basah, dikhawatirkan konsentrasi obat akan berkurang
karena obat bercampur air dan kemampuan penetrasi dari krim akan berkurang
untuk dapat meresap ke kulit
c. Setelah mengoleskan krim, cuci tangan kembali. Hal ini untuk mencegah
kontaminasi dari tangan yang terkontak dengan area tinea kruris dengan area tubuh
yang lain.
d. Oleskan krim secara tipis dan digosok perlahan, pastikan obat sudah meresap
kedalam kulit
e. Hindari memakai baju sebelum obat meresap kedalam kulit. Hal ini untuk
menghindari obat malah meresap ke pakaian

Mikonazol krim 2% cukup dioleskan 2 x sehari. Meskipun miconazole adalah


salep yang hanya digunakan pada kulit, jika obat ini tidak sengaja terserap ke dalam aliran
darah, mungkin efek samping berikut dapat terjadi:
1
1
 Rasa terbakar atau sakit pada mulut;
 Sariawan baru pada mulut atau lidah
 Sakit gigi
 Pembengkakan pada gusi
 Indera perasa menjadi kurang sensitif
 Diare
 Mual
 Sakit kepala
Penggunaan obat topikal pada tinea kruris haruslah dilakukan selama 2-4 minggu.
Hal ini diperuntukkan agar jamur penyebab infeksi dapat mati hingga keakar jamur dan
mencegah kekambuhan penyakit jika jamur tidak mati sampai ke akarnya.
7. Obat Antijamur Sistemik

Tinea kruris biasanya dapat disembuhkan dengan obat anti jamur topikal.
Umumnya, anti jamur topikal membutuhkan dosis satu atau dua kali sehari selama 2
minggu. Pengobatan sistemik merupakan alternatif untuk pasien yang tidak berespon
atau resisten terhadap pengobatan topikal dan pada pasien dengan lesi yang luas. Anti
jamur yang dapat digunakan adalah golongan azole dan allylamine.

Pada pemeriksaan kulit didapatkan lokalisasi lesi pada lipat paha kanan dan kiri
(cruris dextra dan cruris sinistra) dengan ukuran 5x6 cm sampai 10x12 cm. Area lesi
yang luas seharusnya bisa menjadi alasan untuk digunakannya penggunaan antijamur
oral untuk mempercepat terjadi kesembuhan.

Pengobatan dengan azole yang direkomendasikan adalah Ketoconazole.


Ketokonazol merupakan obat yang pertama dari kelompok ini yang dapat diberikan per
oral dan efektif untuk beberapa mikosis sistemik. Dosis harian tunggal 200-400mg
diberikan bersama makanan. Obat ini diabsorbsi dengan baik dan didistribusikan secara
luas, tetapi rendah dalam susunan saraf pusat. Dengan dosis oral 200mg, kadar puncak
ketokonazole mungkin mencapai 2-3 µg/ml, berrtahan selama 6 jam atau lebih. Efek
toksik yang utama termasuk mual, muntah, rash pada kulit, dan peningkatan kadar
transaminase serum. Sangat jarang terjadi, hepatotoksistas progresif dengan dosis tinggi.

Ketokonazol menghambat isozim sitokrom P450 mamalia tertentu, akibatnya,


ketokonazole menghambat sintesis steroid adrenal dan androgen dan dapat
menyebabkan ginekomastia. Ketokonazol meningkatkan kadar siklosporin, terfenadin,
astemizol dengan menghambat P450 didalam hati. Efek ini pada metabolisme
1
2
antihistamin telah menyebabkan aritmia yang serius. Munculnya resistensi obat jarang
terjadi. Absorbsi oral ketokonazol terganggu bila diberikan bersama-sama dengan
antasida, simetidin, atau rifampisin.

Itrakonazol adalah turunan triazol yang dapat diberikan oral maupun IV.
Aktifitas jamur lebih lebar sedangkan efek samping lebih kecil dari ketokonazol.
Itrakonazol diserap lebih baik melalui saluran cerna bila diberikan bersama makanan.
Rifampisin mengurangi kadar plasma itrakonazol. Itrakonazol tersedia dalam kapsul
100mg, dosis yang disarankan 200mg sekali sehari. Sepuluh sampai 15% pasien
mengeluh mual, muntah namun pengobatan tidak perlu dihentikan

Flukonazole adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis


baru. Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi oleh makanan
maupun keasaman lambung. Dosis yang ditawarkan adalah 100-400mg perhari.

Terbinafine dan natrifine merupakan allylamine yang dapat digunakan.


Pengobatan allylamine membutuhkan durasi yang lebih singkat dibandingkan azole tapi
biaya pengobatan dengan allylamine lebih besar. Obat ini digunakan untuk terapo
dermatofitosis, terutama onikomikosis. Terbinafun bersifat keratofilik dan fungisidal.
Obat ini mempengaruhi biosintesis ergosterol dinding sel jamur melalui penghambatan
enzim skualen epoksidase pada jamur dan bukan melalui penghambatan enzim sitokrom
P450

Griseofulvin efektif terhadap berbagai jamur dermatofit seperti Trichophyton,


Epidermorphyton, dan Microsporum. Terhadap sel muda yang sedang berkembang
griseofulvin bersifat fungisidal. Efek fungistatik dengan cara menghambat mitosis sel
muda dengan mengganggu
8. Resistensi Obat Anti Jamur
Resistensi antijamur didefinisikan sebagai adaptasi atau penyesuaian sel jamur
yang stabil, didapat akibat obat-obat antijamur, sehingga mengakibatkan sensitivitas
terhadap antijamur tersebut berkurang dibandingkan dengan keadaan normal. Secara
umum, jamur dapat mengalami resistensi secara intrinsik terhadap obat-obat antijamur
(resistensi primer) atau resistensi dapat terjadi sebagai respons terhadap pajanan obat
antijamur selama pengobatan (resistensi sekunder).
Komponen resistensi obat antijamur secara klinis dihubungkan dengan faktor-
faktor dari pejamu, obat dan jamur.

1
3
a. Faktor pejamu yang paling penting untuk melawan infeksi adalah status
imunitas pejamu, lokasi infeksi, keparahan penyakit, terdapat alat yang
terpasang dalam tubuh pejamu (kateter, gigi palsu atau katup jantung buatan)
serta ketidakpatuhan pasien.
b. Obat fungistatik akan lebih mempercepat resistensi dibandingkan dengan obat
fungisidal. Dosis obat antijamur, termasuk kuantitas, frekuensi, jadwal
pemberian, dan dosis kumulatif juga dapat berperan dalam keberhasilan
pengobatan infeksi jamur. Pemberian obat antijamur bersamaan dengan obat
lain juga dapat mengubah efektivitas obat anti jamur.
c. Beberapa jamur juga mempunyai biofilm yang dapat meyebabkan jamur
tersebut kurang suseptibel terhadap obat-obat antijamur.

1
4
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tinea kruris adalah infeksi kulit dermatofit yang terjadi pada area
lipatan sekitar paha. Infeksi ini pada keadaan kecil, masih dapat obati dengan
penggunaan antijamur topikal. Tetapi untuk jamur yang peka dengan
antijamur topikal, untuk area yang sulit untuk diobati seperti kuku, dan
untuk area yang lebih luas dapat dikombinasi dengan antijamur oral.

B. SARAN
Makalah ini hanyalah merupakan referensi tambahan, oleh karena itu
untuk lebih memahami materi ini juga perlu untuk membaca buku-buku lain
yang menjelaskan tentang Tinea Kruris, secara terperinci dan lengkap.

1
5
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 1995. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG

Syarif, dr Amir. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 6. Jakarta : Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Badan POM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Koperpom dan
CV Sagung Seto

1
6
LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS
Made Kresna Yudhistira Wiratma
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Denpasar

ABSTRAK

Tinea kruris merupakan infeksi jamur superfisialis yang mengenai kulit pada daerah
lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Tinea kruris disebabkan oleh
jamur dermatofita. Faktor predisposisi tinea kruris adalah kelembaban dan suhu yang
tinggi serta keadaan yang dapat menurunkan sistem imun melawan infeksi seperti
diabetes melitus dan obesitas. Dilaporkan kasus tinea kruris pada seorang laki-laki
berusia 59 tahun dengan keluhan gatal pada lipat paha sejak 3 hari yang lalu. Ditemukan
lesi semilunar pada kedua lipat paha,berbatas tegas dengan tepi yang lebih merah dan
meninggi serta dibagian tengah lesi ditemukan central healing yang ditutupi skuama
halus. Pemeriksaan mikroskopis KOH 20% ditemukan hifa panjang. Pasien didiagnosis
tinea kruris dan diberikan krim miconazole 2% yang diberikan dua kali sehari.
Prognosis pasien baik tapi dapat terjadi kekambuhan karena pasien juga memiliki
riwayat diabetes melitus yang merupakan salah satu faktor predisposisi tinea kruris.
Kata kunci: tinea kruris, dewasa, gatal, diabetes melitus

A CASE REPORT OF TINEA CRURIS IN DIABETIC PATIENT

ABSTRACT

Tinea cruris is a superficial fungal infection that involve skin, especially on groin,
genital, perianal and perineum. Tinea cruris is caused by dermatophytes. Predisposition
factors of tinea cruris are high temperature and humidity as well as another condition
that decrease the activity of immune system such as diabetes mellitus and obesity. It is
reported that a 59-years old man diagnosed with tinea cruris complained itching on
groin since 3 days ago. Multiple lesion on both groin, with greater redness and scaling
on border of lesion and central healing with soft squama at centre of lesion was found.
There is long hyphae visualized by microscopic examination with KOH 20%. Patient
was given miconazole cream 2% twice a day. The prognosis is good but there is a
chance to relapse because patient’s history of diabetes mellitus which is one of the
predispose factor of tinea cruris.
Keywords: Tinea cruris, adult, itching, diabetes mellitus

1
7
PENDAHULUAN merupakan faktor resiko tambahan oleh
Tinea kruris yang sering disebut karena keadaan tersebut menurunkan
“jock itch” merupakan infeksi jamur imunitas untuk melawan infeksi.4
superfisial yang mengenai kulit pada Manifestasi klinis tinea kruris
daerah lipat paha, genital, sekitar anus adalah rasa gatal atau terbakar pada
dan daerah perineum. 1,2,3
Tinea kruris daerah lipat paha, genital, sekitar anus
masuk ke dalam golongan dan daerah perineum. Adanya central
dermatofitosis dimana infeksi ini healing yang ditutupi skuama halus
disebabkan oleh jamur dermatofita. pada bagian tengah lesi. Tepi yang
Tinea kruris merupakan salah satu meninggi dan merah sering ditemukan
manifestasi klinis yang sering di lihat di pada pasien.2,3,4
Indonesia.1 Suhu dan kelembaban yang Terdapatnya hifa pada sediaan
tinggi menjadi salah satu faktor yang mikroskopis dengan potasium
mendukung penyebaran infeksi ini. 2,3
hidroksida (KOH) dapat memastikan
Penyakit ini dapat bersifat akut atau diagnosis dermatofitosis. Alat diagnosis
menahun, bahkan dapat merupakan lain yang juga dapat dilakukan adalah
penyakit yang berlangsung seumur dengan pemeriksaan menggunakan
hidup. 1
Tinea kruris lebih sering lampu wood dan juga dengan biopsi
menyerang pria dibandingkan wanita. 3,4
kulit atau kuku.2,3
Jamur Dermatofita sebagai Tinea kruris biasanya berespon
penyebab dermatofitosis membutuhkan dengan pengobatan sistemik atau
keratin untuk tumbuh, oleh karena itu topikal tetapi dapat sering kambuh.5
dermatofitosis hanya terbatas pada
jaringan yang berkeratin seperti stratum LAPORAN KASUS
korneum, rambut dan kuku dan tidak Seorang laki-laki berumur 59
menginfeksi permukaan mukosa. 2
tahun datang ke poliklinik kulit dan
Faktor penting yang berperan kelamin RSUP Sanglah pada tanggal 20
dalam penyebaran dermatofita ini Februari 2014 dengan nomor rekam
adalah kondisi kebersihan lingkungan medis: 13034836. Keluhan utama
yang buruk, daerah pedesaan yang pasien adalah gatal pada bagian lipat
padat, dan kebiasaan menggunakan paha sejak 3 hari sebelum ke rumah
pakaian yang ketat atau lembab. sakit. Dari anamnesis didapatkan sejak
Obesitas dan diabetes melitus juga 3 hari pasien mengeluh timbul bercak

1
8
merah pada lipat paha disertai rasa yang pembesaran kelenjar
sangat gatal. Gatal dirasakan terus
menerus dan bercak kemerahan yang
semakin meluas. Riwayat pengobatan
yang telah dilakukan oleh pasien
sebelum ke rumah sakit adalah
pemberian bedak tabur caladine. Pasien
tidak mempunyai riwayat alergi dan
tidak merasakan nyeri. Pasien pernah
menjalani operasi pemasangan AV
shunt untuk dialisis. Pasien juga
menderita diabetes melitus dan
hipertensi. Riwayat penyakit dalam
keluarga yaitu diabetes melitus. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva subanemis, suara jantung
S1 dan S2 regular, suara paru vesikular,
tidak terdapat ronki maupun wheezing
pada kedua lapang paru, bising usus
normal serta tidak terdapat edema pada
ekstremitas. Pada pemeriksaan kulit
didapatkan lokalisasi lesi pada lipat
paha kanan dan kiri (cruris dextra dan
cruris sinistra) dengan efloresensi
berupa makula eritema semilunar,
berbatas tegas, bentuk geografika,
ukuran 5x6 cm sampai 10x12 cm
dengan tepi berwarna lebih merah dan
meninggi, dan terdapat central healing
yang ditutupi skuama halus pada bagian
tengah lesi. Pada mukosa tidak terdapat
hiperemi, rambut kuat, fungsi kelenjar
keringat normal, tidak terdapat

1
9
limfe dan saraf normal. Pada pasien ini berdasarkan lokasi infeksinya, yaitu
dilakukan pemeriksaan penunjang tinea kapitis,
berupa pemeriksaan mikroskopis
dengan larutan KOH 20% dan
didapatkan hifa panjang. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis dengan tinea kruris dan
mendapatkan terapi miconazole cream
2% yang digunakan 2 kali sehari serta
diberikan edukasi untuk mencegah
progresifitas penyakit dengan tidak
menggunakan pakaian yang ketat dan
menjaga kebersihan diri.
Diagnosis banding tinea cruris
adalah kandidosis intertrigo, eritrasma,
psoriasis, dan dermatitis seboroik.

DISKUSI
Dermatofitosis
merupakan penyakit yang
disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita yang menyerang jaringan
dengan keratin, seperti stratum
korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku. Dermatofita termasuk dalam
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi
dalam 3 genus, yaitu
Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton.1
Dermatofitosis disebut juga dengan
istilah infeksi “tinea” yang
dikelompokkan lebih lanjut

2
0
tinea korporis, tinea kruris, tinea sekitar anus selain itu juga dapat
manum, tinea pedis dan tinea mencapai perut bagian bawah dan
unguium. 1,2
daerah gluteus.1,2,3 Pasien dengan
Tinea kapitis merupakan dermatofitosis biasanya mengeluhkan
dermatofitosis pada daerah kulit dan adanya rasa gatal berat dan terbakar. 5
rambut kepala.1,2,3 Terdapat tiga bentuk Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan
tinea kapitis yang sering dijumpai, yaitu pola inflamasi dengan tipe yang aktif
grey patch ringworm dimana terdapat dan berbatas tegas dimana peradangan
papul yang melebar, pucat, dan bersisik. pada tepi akan berwarna lebih
Pada daerah tersebut dapat timbul kemerahan dan meninggi juga bisa
alopesia. Bentuk kedua muncul ketika
1
terdapat vesikel.1,2 Pada bagian tengah
peradangan yang berat terjadi pada tinea lesi akan tampak central healing yang
kapitis sehingga gejala klinis akan ditutupi skuama halus. Efloresensi
tampak sebagai kerion. Kerion dapat terdiri atas macam – macam bentuk
berupa pembengkakan yang menyerupai primer dan sekunder. Bila penyakit ini
sarang lebah dengan sel radang padat jadi menahun, dapat berupa bercak
disekitar jaringan tersebut dan bisa hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
terdapat limfadenopati di daerah keluarnya cairan biasanya akibat
servikal atau oksipital. 1,2
Bentuk ketiga garukan. 1
adalah black dot ringworm, bentuk ini Tinea manum merupakan
dapat muncul karena ujung rambut yang dermatofitosis yang melibatkan telapak
hitam didalam folikel rambut. 1
tangan, punggung tangan dan sela – sela
Pada tinea korporis atau jari tangan. Tinea manum biasanya
ringworm biasanya persebaran lesi akan bersamaan dengan tinea pedis yaitu
berada disekitar dada, ekstremitas atau dermatofitosis pada kaki terutama pada
wajah. Tampak adanya central healing sela – sela jari kaki dan telapak kaki.
pada bagian tengah lesi dengan tepi lesi Terdapat tiga manifestasi klinis dari
yang merah dan meninggi. Terkadang tinea pedis,yaitu interdigitalis, moccasin
terdapat erosi dan krusta akibat garukan. foot, dan bentuk subakut. Interdigitalis
1,2
merupakan infeksi di sela-sela jari
Tinea kruris yang sering disebut terutama pada jari IV dan V. Akan
“jock itch” merupakan dermatofitosis terlihat adanya fisura dengan kulit yang
pada lipat paha, daerah perineum dan kering dan bersisik. Tipe moccasin

2
1
melibatkan telapak kaki, tumit, dan tepi lain misalnya siku, lutut, punggung,
kaki. Akan tampak kulit yang tebal dan lipatan kuku, atau kulit kepala akan
bersisik dan terkadang terdapat sisik mengarahkan diagnosis kearah
putih keperakan dengan dasar yang psoriasis. Pada dermatitis seboroik lesi
eritema menyerupai psoriasis. pada akan tampak bersisik dan berminyak
bentuk subakut akan tampak vesikel serta biasanya melibatkan daerah kulit
atau bula yang dapat pecah dan kepala dan sternum. 1,2,3
menimbulkan infeksi sekunder. 1,3 Pada kasus keluhan utama yang
Tinea unguium merupakan menyebabkan pasien ini datang ke
dermatofitosis pada daerah kuku. RSUP Sanglah adalah rasa gatal pada
Terdapat tiga bentuk infeksi ini yang daerah lipat paha yang diawali dengan
sering dijumpai, yaitu subungual adanya kemerahan serta lesi yang
distalis, leukonikia trikofita dan semakin menyebar. Didapatkan juga
subungual proksimal. 1,3
Tinea unguium lesi dengan tepi yang lebih merah dan
termasuk dermatofitosis yang sukar meninggi, serta terdapat central healing
untuk disembuhkan. 1
yang ditutupi skuama halus pada bagian
Diagnosis banding tinea kruris tengah lesi, lesi berbatas tegas,
adalah kandidosis intertrigo, eritrasma, berbentuk semiluner dengan ukuran
psoriasis, dan dermatitis seboroik. 1,3
asimetris. Manifestasi klinis ini sesuai
Pada kandidosis intertrigo lesi akan dengan tinea kruris. Pasien juga
tampak sangat merah, tanpa adanya memiliki riwayat diabetes melitus yang
central healing, dan lesi biasanya menjadi predisposi terjadinya
melibatkan skrotum serta berbentuk dermatofitosis.
satelit. 1,2
Eritrasma sering ditemukan Beberapa metode diagnostik
pada lipat paha dengan lesi berupa dapat digunakan untuk memastikan
eritema dan skuama tapi dengan mudah dermatofitosis, yaitu dengan
dapat dibedakan dengan tinea kruris mikroskopik potasium hidroksida
menggunakan lampu wood dimana pada (KOH). Metode ini dapat membantu
eritrasma akan tampak fluoresensi untuk melihat adanya hifa pada sediaan
merah (coral red). 1,2,3
Lesi pada dan memastikan diagnosis
psoriasis akan tampak lebih merah dermatofitosis. Metode lain yang juga
dengan skuama yang lebih banyak serta dapat dilakukan adalah dengan kultur
lamelar. Ditemukannya lesi pada tempat jamur, metode ini termasuk metode

2
2
yang lama dan mahal serta biasanya dibandingkan dengan pengobatan
digunakan hanya pada kasus yang berat sistemik seperti itraconazole,
dan tidak berespon pada pengobatan ketoconazole dan griseofulvin yang
sistemik. 2
Pada pasien telah dilakukan menyebabkan sakit kepala dan muntah.
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH Untuk kasus tinea kruris pada
20% dimana didapatkan hifa panjang pasien ini diberikan miconazole cream
pada sediaan yang mendukung 2% dua kali sehari selain itu pasien juga
diagnosis tinea kruris. diedukasi untuk menghindari
Tinea kruris biasanya dapat progresifitas penyakit yaitu
disembuhkan dengan obat anti jamur menghindari penggunaan celana yang
topikal. Umumnya, anti jamur topikal ketat dan tetap menjaga agar lesi tetap
membutuhkan dosis satu atau dua kali kering dan menjaga higienitas pasien.
sehari selama 2 minggu. Pengobatan Umumnya pasien dengan tinea
sistemik merupakan alternatif untuk kruris dapat sembuh secara total tapi
pasien yang tidak berespon atau resisten dapat juga kambuh kembali dan
terhadap pengobatan topikal dan pada tergantung pada faktor predisposisi.5
pasien dengan lesi yang luas. Anti Mengingat pasien ini memiliki riwayat
jamur yang dapat digunakan adalah diabetes melitus dan juga berusia tua
golongan azole dan allylamine. kemungkinan pasien akan sembuh
Pengobatan dengan azole yang namun akan dapat kambuh.
direkomendasikan adalah ketoconazole,
econazole, oxiconazole, clotrimazole, SIMPULAN
dan miconazole. Terbinafine dan Dilaporkan kasus seorang laki-
natrifine merupakan allylamine yang laki, berusia 59 tahun dengan keluhan
dapat digunakan. Pengobatan gatal pada lipat paha sejak 3.
allylamine membutuhkan durasi yang Ditemukan lesi multipel pada kedua
lebih singkat dibandingkan azole tapi lipat paha berbatas tegas dengan tepi
biaya pengobatan dengan allylamine yang lebih merah dibandingkan bagian
lebih besar. Untuk kasus resisten atau tengah. Pemeriksaan mikroskopis KOH
penyakit yang luas, oral itraconazole, 20% ditemukan hifa panjang. Pasien
terbinafine, dan fluconazole dapat didiagnosis tinea kruris dan diberikan
digunakan. Efek samping untuk miconazole cream 2% yang diberikan
pengobatan topikal sangat minimal dua kali sehari. Prognosis pasien baik

2
3
tapi mungkin terjadi kekambuhan
karena riwayat diabetes melitus pasien
sebagai faktor predisposisi tinea kruris.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit 4. Patel GA, Wiederkehr M.
dan Kelamin. Fakultas Schwartz RA. Tinea Kruris in
Kedokteran Universitas Children. Pediatric
Indonesia, Jakarta; 2009. Dermatology. New jersey. 2009.
2. Hainer BL. Dermatophyte 5. Mcphee SJ, Papadakis MA.
Infection. American Family Current Medical Diagnosis &
Physician. South Carolina. 2003; Treatment. Mc Graw Hill. 2008.
Vol 67. 6. Weitzman I, Summerbell RC.
3. Vander SMR et al. Cutaneus The Dermatophytes. American
infections Dermatophytosis, Society for Microbiology. New
onchomycosis and tinea York. 1995, 8(2):240.
versicolor. Infectius Disease
Clinics of North America.
Cleveland.2003.

2
4

Anda mungkin juga menyukai