Nama :
Yustina Nainggolan (2048201102)
Habibah (2048201103)
Atika Kurnia Wati (2048201104)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................................................
1
B. TUJUAN.................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
1. Prinsip Ferguson Dan Aktifitas Obat Dengan Termodinamik.............................
2
2. Hubungan Kelarutan Dan Koefisien Partisi Senyawa Obat Dengan Kerja
Obat................................................................................................................................
4
3. Hubungan Koefisien Partisi Dengan Anestesi Sistemik........................................
4. Hubungan Struktur Senyawa Dan Kerja Obat........................................................
5. Aktifitas Tegangan Permukaan Dan Kerja Obat.....................................................
DAFTAR PUTAKA..........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kimia medisinal merupakan ilmu yang berhubungan dengan penemuan atau
desain senyawa kimia terapetik baru dan pengembangannya sehingga menjadi obat
yang berguna. Hal ini mungkin melibatkan sintesis senyawa baru, penelitian tentang
hubungan antara struktur asli dengan struktur senyawa hasil sintesis dan aktifitas
biologis yang dihasilkan, elusidasi interaksi dengan berbagai macam reseptor
termasuk enzim dan DNA, menentukan absorbsi, transport, dan parameter
distribusinya serta mempelajari perubahan metabolisme suatu senyawa kimia
menjadi senyawa kimia yang lain. (Rolando, 2017)
Istilah kimia medisinal (medicinal chemistry) berkembang secara samar-
samar di Amerika Serikat pada tahun 1920 dan bahkan dinegara lain lebih lambat.
Sebelum itu, pendidikan tinggi farmasi dan departemen penelitian dalam industri
farmasii menyebutnya kimia farmasi. Istilah ini digunakan secara historis dengan
dasar bahwa pada abad XIX tugas utama apoteker adalah mengekstraksi dan
memurnikan bahan alam, dapat disalahartikan sebagai farmasetika yang mempelajari
tentang formulasi dan pembuatan sediaan obat, maka sebaiknya istilah kimia farmasi
diganti dengan istilah kimia medicinal.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penulis mengetahui tentang :
1. Prinsip Ferguson
2. Hubungan kelarutan senyawa obat dengan kerja obat
3. Hubungan koefisiens partisi dan hubungan dengan kerja obat.
4. Sifat-sifat lipofil dan hidrofil
5. Aktifitas termodinamik dan obat anastesi umum
6. Aktifitas permukaan dan kerja obat dan obat-obat penurun tegangan
permukaan
BAB II PEMBAHASAN
Banyak senyawa kimia dengan struktur berbeda tetapi mempunyai sifat fisik
sama, seperti eter, kloroform dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek narkosis
atau anestesi sistemik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih berperan
dibanding sifat kimia
Dari percobaan diketahui bahwa efek anestesi cepat terjadi dan dipertahankan
pada tingkat yang sama asalkan ada cadangan obat dalam cairan tubuh. Bila
cadangan tersebut habis maka efek anestesi segera berakhir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada keseimbangan kadar obat pada fasa eksternal atau cairan
luar sel dan biofosa, yaitu fasa pada tempat aksi obat dalam organisme. Pada banyak
senyawa seri homolog aktifitas akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah atom
C.
Fuhner (1904), mendapat bahwa untuk mencapai aktifitas sama, anggota seri
homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar lebih rendah, sesuai dengan seret ukur
sebagai berikut :1/31, 1/32, 1/33, .............. 1/3n. Hal ini terjadi pada seri homolog obat
penekan sistem saraf pusat, seperti turunan alkohol, keton, amin, ester, ureten dan
hidrokarbon. Perubahan sifat fisik tertentu dari suatu seri homolog, seperti tekanan
uap, kelarutan dalam air, tegangan permukaan dan distribusi dalam pelarut yang
saling tidak bercampur, kadang-kadang juga sesuai dengan deret ukur
Pt
a= Ps
Aktifitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung
melalui persamaan sebagai berikut :
St
a= So
Gambar 5. Hubungan kelarutan dan aktifitas anti bakteri n-alkohol primer terhadap
kuman Bacillus typhosus (A) dan Staphylococcus aureus (B). C adalah garis
kejenuhan
Dari grafik diatas terlihat adanya “garis kejenuhan” (C), senyawa dibawah
garis kejenuhan menunjukkan bahwa pada kadar tersebut larutan jenuhnya dapat
menimbulkan efek antibakteri, sedangkan diatas garis kejenuhan, senyawa tidak
mempunyai kelarutan yang cukup untuk memberikan efek bakterisid. Titik potong
anta garis aktifitas senyawa seri homolog dan garis kejenuhan, tergantung pula pada
daya tahan bakteri. Bakteri yang lebih kebal (resisten) memerlukan kadar senyawa
yang lebih tinggi untuk membunuhnya, sehingga titik potong terjadi lebih awal
Seri homolog n-alifatis alkohol primer, pada jumlah atom C 1-C7 menunjukkan
aktifitas antibakteri terhadap Bacillus thyposus yang semakin meningkat dan
mencapai maksimum pada jumlah atom = 8 (oktanol). Hal ini disebabkan makin
panjang rantai atom C, makin bertambah bagian molekul yang bersifat nonpolar,
koefisien partisi lemak/air meningkat, penembusan senyawa, sampai tercapai
aktifitas maksimum.
Pada jumlah atom C lebih dari 8, aktifitas menurun drastis. Hal ini
disebabkan senyawa mempunyai kelarutan dalam air yang sangat kecil, yang berarti
senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel, sedangkan kelarutan senyawa
dalam cairan luar berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau
reseptor.
Terhadap Staphylococcus aureus, seperti alkohol sekunder dan tersier,
mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi lemak/air llebih
rendah dibanding alkohol primer, sehingga aktivitas antibakterinya lebih kecil.
Contoh ; aktifitas n-heksanol 2 kali lebih besar dibanding heksanol tersier. Adanya
ikatan rangkap dapat meningkatkan kelaruan dalam air dan menurunkan aktifitas
antibakteri. Alkohol denganberat molekul besar, seperti setilalkohol, praktis tidak
larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai anti bakteri.
Dari Tabel 3 bahwa turunan isopropil dan alil mempunyai koefisien fenol
yang lebih rendah dibanding turunan n n-propil, karena adanya percabangan dan
ikatan rangkap akan menurunkan nilai koefisien partisi lemak/air, penembusan
membran bakteri jadi menurun, sehingga aktifitas antibakterinya juga menurun. Juga
terlihat ahwa makin besar nilai koefisien paprtisi lemak/air, makin meningkat
aktifitas antibakteri senyawa dan belum mencapai keadaan optimum
A. KESIMPULAN
1. Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan
distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar
senyawanya dapat diukur, dan biofasa. Ferguson menyatakan bahwa sebenarnya
tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau reseptor karena pada
keadaan kesetimbangan kecendungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa
eksternal adalah sama, walaupun kadar obat dalam masing masing fasa mungkin
berbeda.
2. Sifat kelarutan pada umunya berhubungan dengan aktifitas biologis dari senyawa
seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorbsi
obat. Hal ini penting karena intensitas aktifitas biologis obat tergantung pada
derajat absorbsinya. Overton (1901), mengemukakan konsep bahwa kelarutan
senyawa organik dalam lemak berhungan dengan mudah atau tidaknya
penembusan membran sel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak,
mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus
membran sel secara difusi pasif.
3. Makin panjang rantai atom C, semakin bertambah bagian molekul yang bersifat
non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik didih,
berkurangnya kelarutan dalam air, meningkatkan koefisien partisi lemak/air,
tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat fisik ini diikuti dengan
peningkatan aktifitas biologis sampai tercapai aktifitas maksimum. Bila panjang
rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi penurunan aktifitas secara drastis.
Hal ini disebabkan dengan makin bertambahnya jumlah atom C, maka makin
berkurang kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar
sel juga berkurang, sedangkan kelarutan senyawa dalam cairan luar sel
berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor. Oleh
karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisik penting
senyawa seri homolog untuk menghasilkan aktifitas biologis
4. Overton dan Meyer (1899) memberikan 3 postulat yang berhubungan dengan
efek anestesi suatu senyawa, dari postulat tersebut disimpulkan bahwa ada
hubungan antara aktifitas anestesi dengan koefisien partisi lemak/air.
5. Tegangan permukaan mempengaruhi absorpsi obat dan penetrasi molekul
melalui membran biologis
B. SARAN
Makalah ini hanyalah merupakan referensi tambahan, oleh karena itu untuk
lebih memahami materi ini juga perlu untuk membaca buku-buku lain yang
menjelaskan tentang kimia medisinal secara terperinci dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Siswandono dan Soekardjo, Bambang. 2000. Kimia Medisinal Edisi Kedua Jilid I.
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-tegangan-antarmuka/12024