Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

HUBUNGAN STRUKTUR, STEREOKIMIA, IKATAN KIMIA


YANG BERKAITAN DENGAN KERJA OBAT

Nama :
Yustina Nainggolan (2048201102)
Habibah (2048201103)
Atika Kurnia Wati (2048201104)

Dosen Pengampu : Apt. Yulianis., M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HARAPAN IBU JAMBI
2020 – 2021

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................................................
1
B. TUJUAN.................................................................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN
1. Prinsip Ferguson Dan Aktifitas Obat Dengan Termodinamik.............................
2
2. Hubungan Kelarutan Dan Koefisien Partisi Senyawa Obat Dengan Kerja
Obat................................................................................................................................
4
3. Hubungan Koefisien Partisi Dengan Anestesi Sistemik........................................
4. Hubungan Struktur Senyawa Dan Kerja Obat........................................................
5. Aktifitas Tegangan Permukaan Dan Kerja Obat.....................................................

BAB III PENUTUP


A.KESIMPULAN .................................................................................................
B.SARAN ...............................................................................................................

DAFTAR PUTAKA..........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kimia medisinal merupakan ilmu yang berhubungan dengan penemuan atau
desain senyawa kimia terapetik baru dan pengembangannya sehingga menjadi obat
yang berguna. Hal ini mungkin melibatkan sintesis senyawa baru, penelitian tentang
hubungan antara struktur asli dengan struktur senyawa hasil sintesis dan aktifitas
biologis yang dihasilkan, elusidasi interaksi dengan berbagai macam reseptor
termasuk enzim dan DNA, menentukan absorbsi, transport, dan parameter
distribusinya serta mempelajari perubahan metabolisme suatu senyawa kimia
menjadi senyawa kimia yang lain. (Rolando, 2017)
Istilah kimia medisinal (medicinal chemistry) berkembang secara samar-
samar di Amerika Serikat pada tahun 1920 dan bahkan dinegara lain lebih lambat.
Sebelum itu, pendidikan tinggi farmasi dan departemen penelitian dalam industri
farmasii menyebutnya kimia farmasi. Istilah ini digunakan secara historis dengan
dasar bahwa pada abad XIX tugas utama apoteker adalah mengekstraksi dan
memurnikan bahan alam, dapat disalahartikan sebagai farmasetika yang mempelajari
tentang formulasi dan pembuatan sediaan obat, maka sebaiknya istilah kimia farmasi
diganti dengan istilah kimia medicinal.

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar penulis mengetahui tentang :
1. Prinsip Ferguson
2. Hubungan kelarutan senyawa obat dengan kerja obat
3. Hubungan koefisiens partisi dan hubungan dengan kerja obat.
4. Sifat-sifat lipofil dan hidrofil
5. Aktifitas termodinamik dan obat anastesi umum
6. Aktifitas permukaan dan kerja obat dan obat-obat penurun tegangan
permukaan
BAB II PEMBAHASAN

1. Prinsip Ferguson dan Aktifitas Obat dengan Termodinamik

Banyak senyawa kimia dengan struktur berbeda tetapi mempunyai sifat fisik
sama, seperti eter, kloroform dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek narkosis
atau anestesi sistemik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih berperan
dibanding sifat kimia

Dari percobaan diketahui bahwa efek anestesi cepat terjadi dan dipertahankan
pada tingkat yang sama asalkan ada cadangan obat dalam cairan tubuh. Bila
cadangan tersebut habis maka efek anestesi segera berakhir. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada keseimbangan kadar obat pada fasa eksternal atau cairan
luar sel dan biofosa, yaitu fasa pada tempat aksi obat dalam organisme. Pada banyak
senyawa seri homolog aktifitas akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah atom
C.

Fuhner (1904), mendapat bahwa untuk mencapai aktifitas sama, anggota seri
homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar lebih rendah, sesuai dengan seret ukur
sebagai berikut :1/31, 1/32, 1/33, .............. 1/3n. Hal ini terjadi pada seri homolog obat
penekan sistem saraf pusat, seperti turunan alkohol, keton, amin, ester, ureten dan
hidrokarbon. Perubahan sifat fisik tertentu dari suatu seri homolog, seperti tekanan
uap, kelarutan dalam air, tegangan permukaan dan distribusi dalam pelarut yang
saling tidak bercampur, kadang-kadang juga sesuai dengan deret ukur

Nilai logaritma sifat-sifat fisik n-alkohol primer bila dihubungkan dengan


jumlah atom C ternyta memberikan hubungan yang linier dan hal ini dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 1 : Hubungan sifat-sifat n-alkohol primer dengan jumlah atom C


Keterangan :

1. Kelarutan dalam air (mol x 10-6/I)


2. Kadar toksik terhadapat Bacillus typhosus (mol x 10-6/I)
3. Kadar yang diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan air menjadi
50 dynes/cm (mol x 10-6/I)
4. Tekanan uap pada 250C (mm x 104)
5. Koefisien partisi air/minyak biji kapas ( x 10-3)

Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan


distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar
senyawanya dapat diukur, dan biofasa. Ferguson menyatakan bahwa sebenarnya
tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau reseptor karena pada keadaan
kesetimbangan kecendungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa eksternal
adalah sama, walaupun kadar obat dalam masing masing fasa mungkin berbeda.
Kecenderungan obat meninggalkan fasa disebut aktifitas termodinamik.

Untuk menjelaskan kecenderungan obat dalam meninggalkan biofasa dan fasa


eksternal, derajat masing-masing fasa merupakan pendekatan yang cukup beralasan.
Aktifitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat dihitung melalui
persamaan sebagai berikut :

Pt
a= Ps

Pt : Tekanan parsial senyawa dalam larutan, yang diperlukan untuk


menimbulkan efek biologis.
Ps : Tekanan uap jenuh senyawa

Aktifitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung
melalui persamaan sebagai berikut :
St
a= So

St : kadar molar senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis


So : kelarutan senyawa

Karena harga Ps dan So tetap, maka dimungkinkan untuk menentukan dan


mengamati perubahan Pt dan St. Bila senyawa memiliki tekanan parsial tinggi atas
kadar dalam fasa eksternal tinggi maka perbandingan Pt/Ps, atau St/So besar,
biasanya berkisar antara 1 – 0,01, hal ini berarti bahwa senyawa didistribusikan
keseluruh organisme tanpa diikat secara tetap dalam sel dan keseimbangan terjadi
pada fasa eksternal dan biofasa.
Demikian pula sebaliknya bila perbandingan Pt/Ps atau St/So rendah,
biasanya kurang dari 0,01, senyawa akan terikat pada reseptor tertentu dalam sel
organisme dan keseimbangan antara obat dan reseptor terjadi pada sel atau
didalamnya.

2. Hubungan Kelarutan dan Koefisien Partisi Senyawa Obat dengan Kerja


Obat
Kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam
media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu pelarut polar
seperti air, dan pelarut non polar seperti lemak. Sifat hidrofobik atau lipofobik
berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedangkan sifat lipofilik atau hidrofobik
berhubungan dengan kelarutan dalam lemak
Gugus – gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air disebut
gugus hidrofilik (lipofobik atau polar), sedangkan gugus yang dapat meningkatkan
kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik atau nonpolar)

Contoh gugus hidrofilik dan gugus lipofilik


SIFAT GUGUS
Hidrofilik (semakin ke Kuat -OSO2ONa, -COONa, -SO2Na, -OSO2H
kanan semakin menurun) Sedang -OH, SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2, -
NH2, -NHR, -NR2, -CN, -CNS, -COOH, -
COOR, OPO3H2, -OS2O2H
Ikatan tak -C≡CH, -CH=CH2
jenuh
Lipofilik Rantai hidrokarbon alifatik, alkil, aril,
hidrokarbon, polisiklik

Gugus halogen memiliki sifat yang khas, walaupun mempunyai efek


elektronegatif relatif kuat tetapi bila disubstitusikan pada cincin aromatik akan
bersifat lipofilik. Substitusi pada rantai alifatik gugus –I, -Br, dan pada –Cl akan
bersifat lipofilik, sedangkan gugus F bersifat hidrofilik

Sifat kelarutan pada umunya berhubungan dengan aktifitas biologis dari


senyawa seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorbsi
obat. Hal ini penting karena intensitas aktifitas biologis obat tergantung pada derajat
absorbsinya. Overton (1901), mengemukakan konsep bahwa kelarutan senyawa
organik dalam lemak berhungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran
sel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai nilai koefisien
partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran sel secara difusi pasif.
Pada gambar 3 terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi (P)
kloroform/air dari bentuk tak terionisasi turunan barbiturat, makin besar persentase
obat yang diabsorpsi
Gambar 3 : Hubungan koefisien paartisi lemak/air (P) terhadap absorpsi bentuk tak
terionisasi beberapa obat turunan barbiturat

Pada Tabel 2 terlihat bahwa semakin meningkat sifat kelarutan dalam


kloroform dari turunan isatin-β-tiosemikarbason makin meningkat aktifitas
antiirusnya, oleh karena makin besar kelarutan dalam lemak makin mudah senyawa
menembus membran sel virus

Gambar 4 : Struktur Umum

Substituen (R) Kelarutan dalam Aktifitas antivirus


Kloroform relatif
7-COOH 0 0
5-OCH 3 0,003
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak tersubstitusi 32 100
Tabel 2. Hubungan sifat kelarutan dalam lemak dan aktifitas antivirus turunan isatin-
β-tiosemikarbason

3. Hubungan Koefisien Partisi Dengan Efek Anestesi Sistemik


Koefisien partisi pertama kali dihubungkan dengan aktifitas biologis, yaitu
efek hipnotik dan anestesi, obat-obatan penekan saraf pusat oleh Overton dan Meyer
(1899). Mereka memberikan 3 postulat yang berhubungan dengan efek anestesi suatu
senyawa, dikenal dengan teori lemak, sebagai berikut :
a. Senyawa kimia yang reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti eter,
hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narkosis
pada jaringan hidup sesuai dengan kemampuan untuk terdistribusi kedalam
jaringan sel
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak,
seperti sel saraf.
c. Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air
atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan
Dari postulat diatas disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktifitas anestesi
dengan koefisien partisi lemak/air. Teori lemak hanya mengemukakan afinitas suatu
senyawa terhadap tempat aksi saja dan tidak menunjukkan bagaimana mekanisme
kerja biologisnya dan juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa yang
mempunyai koefisien partisi lemak/air tidak terlalu dapat menimbulkan efek anestesi.
Teori anestesi diatas kemudian dilengkapi dengan teori-teori anestsi sistemik
lain, yang berdasarkan sifat fisik yang lain, yaitu : ukuran molekul (teori Wulf-
Featherstone) dan pembentukan mikrokristal (teori Pauling)

4. Hubungan Struktur Senyawa dan Kerja Obat


Pada beberapa seri homolog senyawa sukar terdisosiasi, yang perbedaan
hanya menyangkut perbedaan jumlah dan pannjang rantai atom C, intensitas aktifitas
biologisnya tergantung pada jumlah atom C.
Contoh senyawa semi homolog :
1. n-alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol, dan alkilresol (antibakteri)
2. Ester asam para-aminobenzoat (anastesi setempat)
3. Alkil 4,4’-stilbenediol (hormon estrogen)
Makin panjang rantai atom C, semakin bertambah bagian molekul yang
bersifat non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik didih,
berkurangnya kelarutan dalam air, meningkatkan koefisien partisi lemak/air,
tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat fisik ini diikuti dengan
peningkatan aktifitas biologis sampai tercapai aktifitas maksimum. Bila panjang
rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi penurunan aktifitas secara drastis. Hal
ini disebabkan dengan makin bertambahnya jumlah atom C, maka makin berkurang
kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga
berkurang, sedangkan kelarutan senyawa dalam cairan luar sel berhubungan dengan
proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor. Oleh karena itu kelarutan dan
koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisik penting senyawa seri homolog untuk
menghasilkan aktifitas biologis
Hal diatas digambarkan dalam bentuk gratif oleh Ferguson, dengan memplot
log kadar toksik terhadap 2 mikroorganisme dan log kelarutan dari n-alkohol, seperti
yang terlihat pada Gambar 5

Gambar 5. Hubungan kelarutan dan aktifitas anti bakteri n-alkohol primer terhadap
kuman Bacillus typhosus (A) dan Staphylococcus aureus (B). C adalah garis
kejenuhan

Dari grafik diatas terlihat adanya “garis kejenuhan” (C), senyawa dibawah
garis kejenuhan menunjukkan bahwa pada kadar tersebut larutan jenuhnya dapat
menimbulkan efek antibakteri, sedangkan diatas garis kejenuhan, senyawa tidak
mempunyai kelarutan yang cukup untuk memberikan efek bakterisid. Titik potong
anta garis aktifitas senyawa seri homolog dan garis kejenuhan, tergantung pula pada
daya tahan bakteri. Bakteri yang lebih kebal (resisten) memerlukan kadar senyawa
yang lebih tinggi untuk membunuhnya, sehingga titik potong terjadi lebih awal

Contoh seri homolog :


1. Seri Homolog n-alkohol

Gambar 6. Hubungan jumlah atom C dengan aktifitas antibakteri seri homolog n-


alifatis alkohol

Seri homolog n-alifatis alkohol primer, pada jumlah atom C 1-C7 menunjukkan
aktifitas antibakteri terhadap Bacillus thyposus yang semakin meningkat dan
mencapai maksimum pada jumlah atom = 8 (oktanol). Hal ini disebabkan makin
panjang rantai atom C, makin bertambah bagian molekul yang bersifat nonpolar,
koefisien partisi lemak/air meningkat, penembusan senyawa, sampai tercapai
aktifitas maksimum.
Pada jumlah atom C lebih dari 8, aktifitas menurun drastis. Hal ini
disebabkan senyawa mempunyai kelarutan dalam air yang sangat kecil, yang berarti
senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel, sedangkan kelarutan senyawa
dalam cairan luar berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau
reseptor.
Terhadap Staphylococcus aureus, seperti alkohol sekunder dan tersier,
mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi lemak/air llebih
rendah dibanding alkohol primer, sehingga aktivitas antibakterinya lebih kecil.
Contoh ; aktifitas n-heksanol 2 kali lebih besar dibanding heksanol tersier. Adanya
ikatan rangkap dapat meningkatkan kelaruan dalam air dan menurunkan aktifitas
antibakteri. Alkohol denganberat molekul besar, seperti setilalkohol, praktis tidak
larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai anti bakteri.

2. Seri homolog 4-n-alkilresorsinol


Aktifitas antibakteri homolog 4-n-alkilresorsinol terhadap Bacillus typhosus
mencapai maksimum pada jumlah atom C=6, yaitu 4-n-heksilresorsinol, sedang
terhadap Staphylococcus aureus aktifitas mencapai maksimum pada jumlah atom
C=9 (4-n-nonil-resorsinol). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan
sensitifitas dari senyawa seri homolog terhadap kuman yang berbeda.

Gambar 7. Aktifitas antibakteri seri homolog 4-n-alkilresorsinol terhadap Bacillus


typhosus

3. Seri homolog ester asam para-hidroksibenzoat


Hubungan perubahan struktur seri homolog ester asam para-hidroksibenzoat
(PHB), koefisien partisi lemak/air dan aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus dapat dilihat pada tabel 3
Ester PHB Koefisien Partisi Koefisien Fenol
terhadap
Staphylococcus aureus
Metil 1,2 2,6
Etil 3,4 7,1
n-propil 1,3 15
Isopropil 7,3 13
Alil 7,6 12
n-Butil 17 37
Benzil 119 83

Dari Tabel 3 bahwa turunan isopropil dan alil mempunyai koefisien fenol
yang lebih rendah dibanding turunan n n-propil, karena adanya percabangan dan
ikatan rangkap akan menurunkan nilai koefisien partisi lemak/air, penembusan
membran bakteri jadi menurun, sehingga aktifitas antibakterinya juga menurun. Juga
terlihat ahwa makin besar nilai koefisien paprtisi lemak/air, makin meningkat
aktifitas antibakteri senyawa dan belum mencapai keadaan optimum

5. Aktifitas Tegangan Permukaan dan Kerja Obat


Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang diberikan sejajar
dengan permukaan untuk mengimbangi tarikan kedalam. Tegangan permukaan
mempunyai satuan dyne dalam cgs. Tegangan permukaan mempengaruhi absorpsi
obat dan penetrasi molekul melalui membran biologis.
Surfaktan adalah zat yang ketika ditambahkan kedalam suatu larutan atau
senyawa, akan menurunkan tegangan permukaan senyawa tersebut. Surfaktan
memiliki 2 gugus, yaitu gugus hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik akan
berperan sebagai agen pembasah untuk menurunkan tegangan permukaan atau
tegangan antar muka suatu zat yang sukar larut dalam air.
Penambahan surfaktan memiliki peranan penting dalam meningkatkan
kelarutan zat sedikit larut dalam air dengan membentuk misel dalam rentang
konsentrasu tertentu yang disebut dengan critical misel concentration (CMC).
Aplikasi tegangan permukaan dengan kerja obat dapat dilihat dari contoh
berikut :
a. Dengan konsentrasi rendah surfaktan pada heksilresoksinol akan
membantu penetrasi zat tersebut kedalam cacing kremi Ascaris. Hal
ini disebabkan karena terjadinya penurunan tegangan permukaan
antara fase cair dan dinding sel organisme, sehingga mempermudah
absorbsi dan penyebaran heksiresorsinol diatas permukaan cacing
b. Senyawa amonium kuarterner yang merupakan salah satu surfaktan
justru mempunyai aktifitas justru mempunyai aktifitas antibakteri
dengan mekanisme menaikkan permeabilitas (kebocoran) membran
sel lipid yang menyebabkan kematian organisme tersebut dikarenakan
hilangnya bahan-bahan esensial dari sel
Contoh Surfaktan :
Cyclodextrin merupakan salah satu surfaktan atau ekspien yang telah terbukti
luas mampu meningkatkan kelarutan zat aktif ibat dalam air secara optimal.
Cyclodextrin tersusun atas residu glukosa yang bersifat hidrofilik dimana sifat
hidrofilik ini lebih dominan.
Salah satu jenis cyclodextrine yang umum digunakan adalah β-cyclodextrine.
Pada beberapa penelitian, β-cyclodextrine telah terbukti mampu meningkatkan
kelarutan zat aktif obat seperti itraconazole dan fosinopril sodium dalam air.
Peningkatan kelarutan tersebut karena terjadi inklusi kompleks dimana zat aktif
berikatan dengan bagian hidrofobik eksipien, sehingga bagian hidrofilik dari eksipien
akan berikatan dengan air.
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan
distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar
senyawanya dapat diukur, dan biofasa. Ferguson menyatakan bahwa sebenarnya
tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau reseptor karena pada
keadaan kesetimbangan kecendungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa
eksternal adalah sama, walaupun kadar obat dalam masing masing fasa mungkin
berbeda.
2. Sifat kelarutan pada umunya berhubungan dengan aktifitas biologis dari senyawa
seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorbsi
obat. Hal ini penting karena intensitas aktifitas biologis obat tergantung pada
derajat absorbsinya. Overton (1901), mengemukakan konsep bahwa kelarutan
senyawa organik dalam lemak berhungan dengan mudah atau tidaknya
penembusan membran sel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak,
mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus
membran sel secara difusi pasif.
3. Makin panjang rantai atom C, semakin bertambah bagian molekul yang bersifat
non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik didih,
berkurangnya kelarutan dalam air, meningkatkan koefisien partisi lemak/air,
tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat fisik ini diikuti dengan
peningkatan aktifitas biologis sampai tercapai aktifitas maksimum. Bila panjang
rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi penurunan aktifitas secara drastis.
Hal ini disebabkan dengan makin bertambahnya jumlah atom C, maka makin
berkurang kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar
sel juga berkurang, sedangkan kelarutan senyawa dalam cairan luar sel
berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor. Oleh
karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisik penting
senyawa seri homolog untuk menghasilkan aktifitas biologis
4. Overton dan Meyer (1899) memberikan 3 postulat yang berhubungan dengan
efek anestesi suatu senyawa, dari postulat tersebut disimpulkan bahwa ada
hubungan antara aktifitas anestesi dengan koefisien partisi lemak/air.
5. Tegangan permukaan mempengaruhi absorpsi obat dan penetrasi molekul
melalui membran biologis
B. SARAN
Makalah ini hanyalah merupakan referensi tambahan, oleh karena itu untuk
lebih memahami materi ini juga perlu untuk membaca buku-buku lain yang
menjelaskan tentang kimia medisinal secara terperinci dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Siswandono dan Soekardjo, Bambang. 2000. Kimia Medisinal Edisi Kedua Jilid I.

Surabaya: Airlangga University Press

Rollando. 2017. Pengantar Kimia Medisinal. Malang : Seribu Bintang

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-tegangan-antarmuka/12024

Anda mungkin juga menyukai