Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH HUBUNGAN STRUKTUR KELARUTAN

DAN AKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kimia
medisinal
Dosen pengampu : Luthfiana Nurulin Nafi’ah, M.Farm

Disusun oleh kelompok 2 :

1.Aprilliana Silvia Fikananta (202005010)


2. Arika Andriani ( 202005012)
3. Devy Septiani ( 202005020)
4. Dwi Rahma ( 202005026)
5. Elvira Dian Regita (202005032)
6. Erika Salsabila Putri ( 202005033).

PRODI S1 FARMASI
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
kimia analisis. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dian selaku dosen
pembimbing mata kuliah kimia analisis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 28 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
B. RUMUSANMASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN STRUKTUR, KELARUTAN DANAKTIVITAS
BIOLOGIS OBAT
B. AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA SERIHOMOLOG
C. HUBUNGAN KOEFISIEN PARTISI DENGAN EFEKANESTESI
SISTEMIK
D. PRINSIPFERGUSON
1. Senyawa Berstruktur TidakSpesifik
2. Senyawa BerstrukturSpesifik
BABIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cabang
ilmu kimia dan biologi, digunakan umtuk memahami dan menjelaskan
mekanisme kerja obat pada tingkat molekul. Kimia Medisinal (Medicinal
Chemistry) disebut pula Kimia Farmasi (Pharmaceutical Chemistry),
Farmakokimia (Farmacochemie, Pharmacochemistry) dan kimia terapi
(Chimie Therapeutique). Batasan Kimia Medisinal menurut Burger (1970)
adalah : Ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari ilmu kimia dan
biologi, dan digunakan untuk memahami dan menjelaskan mekanisme kerja
obat. Batasan Kimia Medisinal menurut IUPAC (1974) adalah : Ilmu
pengetahuan yang mempelajari penemuan, pengembangan, identifikasi dan
interpretasi cara kerja senyawa biologis aktif (obat) pada tingkat molekul.
Batasan Kimia Medisinal menurut Taylor dan Kennewell (1981) adalah :
Studi kimiawi senyawa atau obat yang dapat memberikan efek
menguntungkan dalam sistem kehidupan dan melibatkan studi hubungan
struktur kimia senyawa dengan aktivitas biologis serta mekanisme cara kerja
senyawa pada sistem biologis, dalam usaha mendapatkan efek pengobatan
yang maksimal dan memperkecil efek samping yang tidak menguntungkan.
Ruang lingkup bidang kimia medisinal menurut Burger (1980)
adalah : (1) Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang
secara empirik telah digunakan untuk pengobatan; (2) Sintesis struktur
analog dari bentuk dasar senyawa yang mempunyai aktivitas pengobatan
potensial; (3) Mencari struktur induk baru dengan cara sintesis senyawa
organik, dengan ataupun tanpa berhubungan dengan zat aktif alamiah; (4)
Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya; (5)
Mengembangkan rancangan obat; (6) Mengembangkan hubungan struktur
kimia dan aktivitas biologis melalui sifat kimia fisika dengan bantuan
statistik.
Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat oleh
karena dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi
obat-reseptor. Beberpa sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan
aktivitas biologis antara lain adalah ionisasi, pementukan kelat, potensial
redoks dan tegangan permukaan. Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar
yang sangat penting untuk menjelaskan aktivitas biologis obat, oleh karena :
(1) Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat
untuk mencapai reseptor dan (2) Hanya obat yang mempunyai struktur
dengan kekhasan tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor
biologis.
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan
senyawa dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang
ekstrem, yaitu pelarut polar seperti air, dan pelarut non polar seperti lemak.
Sifat hidrofilik atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam air,
sedang sifat lipofilik atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam
lemak. Gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air
disebut gugus hidrofilik (lipofobik atau polar) sedangkan gugus yang dapat
meningkatkan kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik
(hidrifobik atau nonpolar).

B. RUMUSANMASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan struktur, kelarutan dan aktivitas biologisobat?
2. Bagaimana aktivitas biologis senyawa serihomolog?
3. Bagaimana hubungan koefisien partisi dengan efek anestesisistemik?
4. Bagaimana prinsipferguson?
5. Apakah yang dimaksud dengan senyawa berstruktur tidakspesifik?
6. Apakah yang dimaksud dengan senyawa berstrukturspesifik?

C. TUJUAN
Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan struktur, kelarutan dan aktivitasbiologis
obat.
2. Untuk mengetahui aktivitas biologis senyawa serihomolog.
3. Untuk mengetahui hubungan koefisien partisi dengan efek anestesi
sistemik
4. Untuk mengetahui prinsipferguson
5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan senyawa berstrukturtidak
spesifik
6. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan senyawa berstrukturspesifik

D. MANFAAT
Manfaat pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan struktur, kelarutan danaktivitas
biologis obat.
2. Mahasiswa dapat mengetahui aktivitas biologis senyawa serihomolog.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan koefisien partisi denganefek
anestesi sistemik
4. Mahasiswa dapat mengetahui prinsipferguson.
5. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengansenyawa
berstruktur tidak spesifik.
6. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengansenyawa
berstrukturspesifik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. HUBUNGAN STRUKTUR, KELARUTAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS


OBAT
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa
dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu
pelarut polar, seperti air, dan pelarut nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik
atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedang sifat lipofilik
atau hidrofobik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak. Gugus-gugus
yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air disebut dengan gugus
hidrofilik (lipofobik atau polar), sedang gugus yang dapat meningkatkan
kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik atau
nonpolar).
Contoh gugus hidrofilik dan lipofilik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Gugus hidrofilik dan lipofilik
Sifat Gugus
Hidofilik Kuat -OSO2ONa, -COONa, -SO2Na,
(makin -OSO2H
Sedang -OH, SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2,-
ke kanan
NH2, -NHR, -NR2, -CN, -CNS,
makin
-COOH, -COOR, -OPO3H2, -OS2O2H
menurun
Ikatan -CΞCH, -CH=CH2
) tak jenuh
Lipofilik Rantai hidrokarbon alifatik, alkil, aril,
hidrokarbon, polisiklik

Gugus halogen memiliki sifat yang khas, walaupun mempunyai efek


elektronegatif relatif kuat tetapi bila disubtitusikan pada cincin aromatik akan
bersifat lipofilik. Substitusi pada rantai alifatik gugus –I, -Br, dan –Cl akan
bersifat lipofilik, sedang gugus F bersifat hidrofilik.
Hubungan sifat hidrofilik dan lipofilik dari senyawa dapat dilihat pada
Gambar 26.

Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari


senyawa seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses
absorpsi obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas biologis obat
tergantung pada derajat absorpsinya.
Overton (1901), mengemukakan konsep bahwa kelarutan senyawa organik
dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran
sel. Senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai nilai
koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran sel
secara difusi pasif. Peran koefisien partisi terhadap absorpsi obat turunan
barbiturat dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap absorpsi


bentuk tak terionisasi beberapa obat turunan barbiturat
Pada Gambar 27 terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi (P)
kloroform/air dari bentuk tak terionisasi turunan barbiturat, makin besar
persentase obat yang diabsorpsi.
Contoh hubungan sifat kelarutan dalam lemak yang dinyatakan dengan
kelarutan dalam kloroform dan aktivitas biologis turunan isatin-β-
tiosemikarbazon dapat dilihat pada Tabel 7.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa makin meningkat sifat kelarutan dalam


kloroform dari turunan isatin-β-tiosemikarbason makin meningkat aktivitas
antivirusnya, oleh karena makin besar kelarutan dalam lemak makin mudah
senyawa menembus membran sel virus.
Substituen Kelarutan dalam Aktivitas antivirus
(R) Kloroform relative
7-COOH 0 0
5-OCH3 3 0,03
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak 32 100
tersusbtitusi

B. AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA SERIHOMOLOG


Pada beberapa seri homolog senyawa sukar terdisosiasi, yang perbedaan
struktur hanya menyangkut perbedaan jumlah dan panjang rantai atom C,
intensitas aktivitas biologisnya tergantung pada jumlah atom C.
Contoh senyawa semi homolog:
1. n-Alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol dan alkilkresol (antibakteri).
2. Ester asam para-aminobenzoat (anestesi setempat).
3. Alkil 4,4’-stilbenediol (hormonestrogen).
Makin panjang rantai samping atom C, makin bertambah bagian molekul yang
bersifat non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik didih,
berkurangnya kelarutan dalam air, meningkatnya koefisien partisi lemak/air,
tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat fisik ini diikuti dengan
peningkatan aktivitas biologis sampai tercapai aktivitas maksimum. Bila
pangjang rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi penurunan aktivitas
sacra drastis. Hal ini disebabkan dengan makin bertambah jumlah atom C,
makin berkurang kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam
cairan luar sel juga berkurang, sedang kelarutan senyawa dalam cairan luar sel
berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor. Oleh
karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisik
penting senyawa seri homolog untuk menghasilkan aktivitas biologis.
Hal di atas digambarkan dalam bentuk grafik oleh Ferguson, dengan memplot
log kadar toksik terhadap dua mikroorganisme dan log kelarutan dari n-
alkohol, seperti yang terlihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Hubungan kelarutan dan aktivitas anti bakteri n-alkohol primer
terhadap kuman Bacillus typhosus (A) dan Staphylococcus aureus (B). C
adalah garis kejenuhan.

Hubungan jumlah atom C dgn aktivitas antibakteri seri homolog n-alifatis alkohol
Dari grafik pada Gambar 28 terlihat adanya “garis kejenuhan” (C).
senyawa di bawah “garis kejenuhan” menunjukkan bahwa pada kadar
tersebut larutan jenuhnya dapat menimbulkan efek antibakteri, sedang di atas
“garis kejenuhan” senyawa tidak mempunyai kelarutan yang cukup untuk
memberikan efek bakterisid.
Titik potong antara garis aktivitas senyawa seri homolog dan “garis
kejenuhan” tergantung pula pada daya tahan bakteri. Bakteri yang lebih kebal
(resisten) memerlukan kadar senyawa yang lebih tinggi untuk membunuhnya,
sehingga titik potong terjadi lebih awal.
Contoh seri homolog :
1. Seri homolog n-alkohol
Seri homolog n-alifatik alkohol primer, pada jumlah atom C1-
C7menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus thyposus yang semakin
meningkat dan mencapai maksimum pada jumlah atom C = 8 (oktanol). Hal ini
disebabkan makin panjang rantai atom C, makin bertambah bagian molekul
yang bersifat non polar, koefisien partisi lemak/air meningkat, penembusan
senyawa ke dalam membran bakteri meningkat, sehingga aktivitas antibakteri
juga meningkat, sampai tercapai aktivitas maksimum. Pada jumlah atom C
lebih besar 8, aktivitas menurun secara drastis. Hal ini disebabkan senyawa
mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil, yang berati senyawa praktis tidak
larut dalam cairan luar sel, sedang kelarutan senyawa dalam cairan luar
selberhubungan dengan proses transpor obat ke tempat aksi atau reseptor.
Terhadap Staphylococcus aureus aktivitas mencapai maksimum pada jumlah
atom C = 5 (amilalkohol).
Rantai alkohol yang bercabang, seperti alkohol sekunder dan tersier,
mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi lemak/air
lebih rendah dibanding alkohol primer sehingga aktivitas antibakterinya lebih
kecil. Contoh : aktivitas n-heksanol 2 kali lebih besar dibanding heksanol
tersier. Adanya ikatan rangkap dapat meningkatkan kelarutan dalam airdan
menurunkan aktivitas antibakteri. Alkohol dengan berat molekul besar, seperti
setilalkohol, praktis tidak larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai
antibakteri.
2. Seri homolog 4-n-alkilresorsinol
Aktivitas antibakteriseri homolog 4-nalkilresorsinol terhadap Bacillus
typhosus mencapai maksimum pada jumlah atom C = 6, yaitu 4-n-
heksilresorsinol (Gambar 29), sedang terhadap Staphylococcus aureusaktivitas
mencapai maksimum pada jumlah atom C = 9 (4-n-nonil-resorsinol). Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan sensitivitas dari senyawa seri
homolog terhadap kuman yang berbeda.
3. Seri homolog ester asam para-hidroksibenzoat
Hubungan perubahan struktur seri homolog ester asam para-
hidroksibenzoat (PHB), koefisien partisi lemak/air dan aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hubungan Struktur seri homolog ester asam para-hidroksibenzoat
dengan nilai koefisien partisi lemak/air dan aktivitas antibakteri
terhadapStaphylococcus aureus
Ester PHB Koefisien Partisi Koefisien Fenol terhadap
Staphylococcus aureus
Metil 1,2 2,6
Etil 3,4 7,1
n-Propil 13 15
Isopropil 7,3 13
Alil 7,6 12
n-Butil 17 37
Benzil 119 83

Dari Tabel 8 terlihat bahwa turunan isopropil dan alil mempunyai


koefisien fenol yang lebih rendah dibanding turunan n-propil, karena adanya
percabangan dan ikatan rangkap akan menurunkan nilai koefisien partisi
lemak/air, penembusan membran bakteri jadi menurun, sehingga aktivitas
antibakterinya juga menurun. Juga terlihat bahwa makin besar nilai koefisien
partisi lemak/air, makin meningkat aktivitas antibakteri senyawa, dan belum
mencapai keadaan optimum.
Gambar 29. Aktivitas antibakteri seri homolog 4-n-alkilresorsinol
terhadapBacillus typhosus.

C. HUBUNGAN KOEFISIEN PARTISI DENGAN EFEKANESTESI


SISTEMIK
Koefisien partisi pertama kali dihubungkan dengan aktivitas biologis,
yaitu efek hipnotik dan anestesi, obat-obat penekan sistem saraf pusat
oleh Overtondan Meyer (1899). Mereka memberikan tiga postulatyang
berhubungan dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori
lemak, sebagai berikut :
a. Senyawa kimia yang reaktif dan mudah larut dalam lemak, sepertieter,
hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek
narkosis pada jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk
terdistribusi ke dalam jaringansel.
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandunglemak,
seperti selsaraf.
c. Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisilemak/air
atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa airjaringan.
Dari postulat di atas disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas
anestesi dengan koefisien partisi lemak/air. Teori lemak hanya mengemukakan
afinitas suatu senyawa terhadpa tempat aksi saja dan tidak menunjukkan
bagaimana mekanisme kerja biologisnya dan juga tidak dapat menjelaskan
mengapa suatu senyawa yang mempunyai koefisien partisi lemak/air tidak
terlalu dapat menimbulkan efek anestesi. Teori anestesi di atas kemudian
dilengkapi dengan teori-teori anestesi sistemik lain, yang berdasarkan sifat fisik
yang lain yairu ukuran molekul (teori Wulf-Featherstone) dan pembentukan
mikrokristal (teori Pauling).

D. PRINSIPFERGUSON
Banyak senyawa kimia dengan struktur berbeda tetapi mempunyai sifat
fisik sama, seperti ester, kloroform dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan
efek narkosis atau anestesi sistemik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik
lebih berperan dibanding sifat kimia. Dari percobaan diketahui bahwa efek
anestesi cepat terjadi dan dipertahankan pada tingkat yang sama asalkan ada
cadangan obat dalam cairan tubuh. Bila cadangan tersebut habis maka efek
anestesi segera berakhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada keseimbangan
kadar obat pada fasa eksternal atau cairan luar sel dan biofasa, yaitu fasa pada
tempat aksi obat dalam organisme. Pada banyak senyawa seri homolog
aktivitas akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah atom C.
Fuhner (1904), mendapatkan bahwa untuk mencapai aktivitas sama, anggota
seri homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar lebih rendah, sesuai
persamaan deret ukur sebagai berikut :
1/31,1/32,1/33,............1/3n
Hal tersebut terjadi pada seri homolog obat penekan sistem saraf
pusat, seperti turunan alkohol, keton, amin, ester, uretan dan hidrokarbon.
Perubahan sifat fisik tertentu dari suatu seri homolog, seperti tekanan uap,
kelarutan dalam air, tegangan permukaan dan distribusi dalam pelarut yang
saling tidak campur, kadang-kadang juga sesuai dengan deret ukur.
Nilai logaritma sifat-sifat fisik n-alkohol primer bila dihubungkan
dengan jumlah atom C ternyata memberikan hubungan yang linier dan hal ini
dapat dilihat pada Gambar 30.
Keterangan :
1. Kelarutan dalam air (mol x 10-6/l)
2. Kadar toksis terhadap Bacillus typhosus (mol x10-6/l)
3. Kadar yang diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan air menjadi
50dynes/cm (mol x10-6/l)
4. Tekanan uap pada 25°C (mm x104)
5. Koefisien partisi air/minyak biji kapas ( x10-3)
Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh
keseimbangan distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal,
yang kadar senyawanya dapat diukur, dan biofasa. Ferguson menyatakan
bahwa sebenarnya tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau
reseptor karena pada keadaan kesetimbangan kecenderungan obat untuk
meninggalkan biofasa dan fasa eksternal adalah sama, walaupun kadar obat
dalam masing-masing fasa mungkin berbeda. Kecenderungan obat untuk
meninggalkan fasa disebut aktivitas termodinamik. Untuk menjelaskan
kecenderungan obat dalam meninggalkan biofasa dan fasa eksternal, derajat
kejenuhan masing-masing fasa merupakan pendekatan yang cukup beralasan.
Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat
dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
a : Pt/Ps
Pt :Tekanan parsial senyawa dalam larutan, yang diperlukan untuk
menimbulkan efek biologis.
Ps : Tekanan uap jenuhsenyawa.
Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan dapat
dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
a :St/So
St: kadar molar senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis.
So: kelarutan senyawa.
Karena harga Psdan Sotetap maka dimungkinkan untuk menentukan
dan mengamati perubahan Ptdan St. Bila senyawa memiliki tekanan parsial
tinggi atas kadar dalam fasa eksternal tinggi maka perbandingan Pt/Psataun
St/Sobesar, biasanya berkisar antara 1-0,01, hal ini berarti bahwa senyawa
didistribusikan ke seluruh organisme tanpa diikat secara tetap dalam sel dan
keseimbangan terjadi pada fasa eksternal dan biofasa. Demikian pula
sebaliknya bila perbandingan Pt/Psataun St/Sorendah, biasanya kurang dari
0,01, senyawa akan terikat pada reseptor tertentu dalam sel organisme dan
keseimbangan antara obat dan reseptor terjadi pada sel atau di dalamnya.
Contoh hubungan penghambatan enzim suksinat dehidrogenase oleh
beberapa senyawa dengan aktivitas termodinamik dapat dilihat pada Tabel 9.
Pada Tabel 9 terlihat bahwa senyawa 1 sampai 4, menunjukkan aktivitas
termodinamik yang lebih besar dari 0,01, dan aktivitas biologis dihasilkan
oleh sifat kimia fisika tertentu dari senyawa dan struktur senyawa bersifat
tidak spesifik.

Tabel 9. Penghambatan enzim suksinat dehidrogenase dan aktivitas


termodinamik
Senyawa Kadar molar yang Aktivitas
menyebabkan penghambatan termodinamik
50% masukan oksigen
1. Etiluretan 0,65 0,117
2. Feniluretan 0,003 0,20
3. Propionitril 0,48 0,24
4. Valeronitril 0,08 0,36
5. Vanilin 0,011 0,0002

Vanilin mempunyai nilai aktivitas termodinamik sangat rendah, lebih


kecil dari 0,01, dan diduga aktivitas biologisnya dihasilkan oleh struktur
kimia obat yang spesifik. Berdasarkan model kerja farmakologisnya, secara
umum obat dibagi menjadi dua golongan yaitu senyawa berstruktur tidak
spesifik dan senyawa berstruktur spesifik.
3. Senyawa Berstruktur TidakSpesifik
Senyawa berstruktur tidak spesifik adalah senyawa dengan strutkur kimia
bervariasi, tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik, dan aktivitas biologisnya
tidak secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi
oleh sifat-sifat kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas
termodinamik, tegangan permukaan dan redoks potensial. Terlihat bahwa efek
biologis terjadi karena akumulasi obat pada daerah yang penting dari sel
sehingga menyebabkan ketidakteraturan rantai proses metabolisme.
Senyawa berstruktur tidak spesifik menunjukkan aktivitas fisik dengan
karakteristik sebagai berikut :
a. Efek biologis berhubungan langsung dengan aktivitas termodinamik, dan
memerlukan dosis yang relatif besar.
b. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal aktivitastermodinamik
hampir sama akan memberikan efek yangsama.
c. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasaeksternal.
d. Bila terjadi kesetimbangan, aktivitas termodinamik masing-masingfasa
harussama.
e. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal jugamencerminkan
aktivitas termodinamikbiofasa.
f. Senyawa dengan derajat kejenuhan sama, mempunyai aktivitas
termodinamik sama sehingga derajat efek biologis sama pula. Olehkarena
itu larutan jenuh dari senyawa dengan struktur yang berbeda dapat
memberikan efek biologis sama.
Contoh senyawa berstruktur tidak spesifik :
1. Obat anestesi sistemik yang berupa gas atau uap, seperti etil klorida,
asetilen, nitrogen oksida, eter dan kloroform. Kadar isoanestesi bervariasi
antara 0,05-100% sedang aktivitas termodinamik variasinya berkisarantara
0,01-0,05, seperti terlihat pada Tabel10.
2. Insektisida yang mudah menguap dan bakterisida tertentu sepertitimol,
fenol, kresol, n-alkohol danresorsinol.
Contoh hubungan kadar bakterisid dari beberapa insektisida yang mudah
menguap terhadap Salmonella typhosa dengan aktivitas termodinamik dapat
dilihat pada Tabel 11. Pada Tabel 11 terlihat bahwa seri homolog n-alkohol
primer, kadar antibakteri dari metanol sampai oktanol berkisar antara 10,8-
0,0034 molar sedang aktivitas termodinamiknya berkisar antara 0,33-0,88.

Tabel 10. Hubungan kadar isoanestesi beberapa obat anestesi, yang berupa
uap atau gas, dengan aktivitas termodinamik, pada manusia (pada suhu 37°C)
Nama P uap (Ps) Kadar P parsial (a) (Pt/Ps)
Gas/Uap mm. Anestesi (Pt) mm.
(% vol)
Nitrogen 59.300 100 760 0,01
oksida 49.500 80 610 0,01
Etilen 51.700 65 495 0,01
Asetilen 1.780 5 38 0,02
Etil klorida 830 5 38 0,05
Etil eter 760 4 30 0,01
Vinil klorida 725 1,9 14 0,02
Etil bromida 324 0,5 4 0,01
Kloroform

Tabel 11. Hubungan kadar bakterisid beberapa insektisida yang mudah


menguap terhadap Salmonella typhosa dengan aktivitas termodinamik
Nama Obat Kadar Kelarutan (So) (a) (St/So)
Bakterisid (St), molar, 25°C
molar
Timol 0,0022 0,0057 0,38
Oktanol 0,0034 0,004 0,88
o-Kresol 0,039 0,23 0,17
Fenol 0,097 0,90 0,11
Anilin 0,17 0,40 0,44
Sikloheksanol 0,18 0,38 0,47
Metilpropilketon 0,39 0,70 0,56
Metiletilketon 1,25 3,13 0,40
Butiraldehid 0,39 0,51 0,76
Propaldehid 1,08 2,88 0,37
Resorsinol 3,09 6,08 0,54
Aseton 3,89 - 0,40
Metanol 10,8 - 0,33

Dengan membandingkan nilai Stdan Sodari metanol dan oktanol dapat


diketahui bahwa obat yang aktivitasnya tinggi mempunyai kelarutan dalam
air rendah atau kelarutan dalam lemakbesar.
2. Senyawa Berstruktur Spesifik
Senyawa berstruktur spesifik adalah senyawa yang memberikan efeknya
dengan mengikat reseptor atau aseptor yang spesifik.
Mekanisme kerjanya dapat melalui salah satu cara berikut yaitu :
a. Bekerja pada enzim, yaitu dengan cara pengaktifan, penghambatanatau
pengaktifan kembali enzim-enzimtubuh.
b. Antagonis, yaitu antagonis kimia, fungsional, farmakologis atauantagonis
metabolik.
c. Menekan fungsi gen, yaitu dengan menghambat biosintesis asamnukleat
atau sintesis protein.
d. Bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan
mempengaruhi sistem transpor membransel.
Aktivitas biologis senyawa berstruktur spesifik tidak tergantung pada
aktivitas termodinamik, nilai a lebih kecil dari 0,01, tetapi lebih tergantung
pada struktur kimia yang spesifik.
Kereaktifan kimia, bentuk, ukuran, dan pengaturan stereokimia
molekul, distribusi gugus fungsional, efek induksi dan resonansi, distribusi
elektronik dan interaksi dengan reseptor mempunyai peran yang menentukan
untuk terjadinya aktivitas biologis.
Senyawa berstruktur spesifik mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Efektif pada kadar yang rendah.
b. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasaeksternal.
c. Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dibanding ikatan padasenyawa
yang berstruktur tidak spesifik.
d. Pada keadaan kesetimbangan aktivitas biiologisnya maksimal.
e. Sifat fisik dan kimia sama-sama berperan dalam menentukan efekbiologis.
f. Secara umum mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggungjawab
terhadap efek biologis senyawaanalog.
g. Sedikit perubahan struktur dapat mempengaruhi secara drastis aktivitasbiologis
obat.
Contoh obat berstruktur spesifik antara lain : analgesik (morfin),
antihistamin (difenhidramin), diuretika penghambat monoamin oksidase
(asetazolamid) danβ-adrenergik (salbutamol). Pada senyawa berstruktur
spesifik sedikit perubahan struktur kimia dapat berpengaruh terhadap aktivitas
biologisnya.

Contoh :
1. Senyawa Kolinergik
4. Turunanfeniletilamin

5. Obat antikanker turunanpirimidin

Perbedaan antara senyawa berstruktur spesifik dan non spesifik tidak


cukup dipandang dari satu atau dua perbedaan karakteristik senyawa tetapi
harus dipandang sifat atau karakteristik secara keseluruhan. Sering pada obat
tertentu tidak mempunyai struktur yang mirip tetapi menunjukkan efek
farmakologis yang sama, dan perubahan sedikit struktur tidak mempengaruhi
efek.
Sebagai contoh adalah obat diuretik yang mempunyai struktur kimia
sangat bervariasi, contoh turunan merkuri organik, turunan sulfamid, turunan
tiazid, dan spironolakton. Sedikit modifikasi struktur tidak mempengaruhi
aktivitas diuretikdari masing-masing turunan. Ini merupakan salah satu
karakteristik dari senyawa berstruktur tidak spesifik, padahal kenyataannya
obat diuretik termasuk golongan senyawa berstruktur spesifik. Hal tersebut
dapat dijelaskan bahwa obat diuretik menghasilkan respons farmakologis
yang sama tetapi masing-masing turunan mempengaruhi proses biokimia
yang berbeda, jadi mekanisme aksinya berbeda.

Turunan merkuri organik, seperti klormerodrin, bekerja sebagai


diuretik dengan mengikat gugus SH enzim Na, K-dependent ATP-ase, yang
bertanggung jawab terhadap produksi energi yang diperlukan untuk
reabsorpsi Na di membran tubulus, turunan sulfamid, seperti asetazolamid,
bekerja dengan menghambat enzim karbonik anhidrase, turunan tiazid,
seperti hidriklorotiazid, menghambat reabsorpsi Na di tubulus ginjal,
dan spironolakton bekerja sebagai antagonisaldosteron, senyawa yang
mengatur keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
Fenomena di atas menunjang pengertian bahwa mekanisme aksi obat
pada tingkat molekul dapat melalui beberapa jalan, dan ini memberi
penjelasan mengapa obat dengan tipe struktur berbeda dapat menunjukkan
respons farmakologis yang sama. Sebenarnya sulit memisahkan antara
senyawa berstruktur tidak spesifik dan spesifik karena banyak senyawa yang
berstruktur spesifik, seperti antibiotika turunan penisilin, tidak berinteraksi
secara spesifik dengan reseptor pada tubuh manusia, tetapi berinteraksi
dengan reseptor spesifik yang terlibat pada proses pembentukan dinding sel
bakteri. Jadi aktivitas antibakterinya terutama ditentukan oleh sifat kimia
fisika seperti sifat lipofilik dan elektronik yang berperan pada proses
distribusi obat sehingga senyawa dapat mencapai jaringan target dengan
kadar yang cukup besar.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorpsi obat. Halini
penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung padaderajat
absorpsinya.
2. Makin panjang rantai samping atom C, makin bertambah bagianmolekul
yang bersifat non polar dan terjadi perubahan sifatfisik.
3. Senyawa kimia yang reaktif dan mudah larut dalam lemak ; Efekterlihat
jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak,seperti
sel saraf ; Efisiensi anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi
lemak/air atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
4. Kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan distribusi pada
fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar senyawanya
dapat diukur, danbiofasa.
5. Senyawa berstruktur tidak spesifik adalah senyawa dengan strutkurkimia
bervariasi, tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik, dan aktivitas
biologisnya tidak secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi
lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia fisika, seperti derajat ionisasi,
kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan permukaan dan redoks
potensial.
6. Senyawa berstruktur spesifik adalah senyawa yang memberikan efeknya
dengan mengikat reseptor atau aseptor yangspesifik.

B. SARAN
Saran dari makalah ini yaitu diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
mengaplikasikan mata kuliah Kimia Medisinal dalam bidang Farmasi dengan
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Siswandono dan Bambang S. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University Press :


Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai