Universitas Pancasakti
Fakultas MIPA (Farmasi)
2014
KIMIA MEDISINAL
1. Pendahuluan
Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cabang ilmu kimia dan
biologi, digunakan umtuk memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat pada tingkat
molekul. Ada beberapa definisi kimia medisinal menurut bberapa ahli kimia, yaitu :
1.
Batasan Kimia Medisinal menurut Burger (1970) adalah ilmu pengetahuan yang merupakan
cabang dari ilmu kimia dan biologi, dan digunakan untuk memahami dan menjelaskan
mekanisme kerja obat.
2. Batasan Kimia Medisinal menurut IUPAC (1974) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
penemuan, pengembangan, identifikasi dan interpretasi cara kerja senyawa biologis aktif
(obat) pada tingkat molekul.
3. Batasan Kimia Medisinal menurut Taylor dan Kennewell (1981) adalah studi kimiawi
senyawa atau obat yang dapat memberikan efek menguntungkan dalam sistem kehidupan dan
melibatkan studi hubungan struktur kimia senyawa dengan aktivitas biologis serta mekanisme
cara kerja senyawa pada sistem biologis, dalam usaha mendapatkan efek pengobatan yang
maksimal dan memperkecil efek samping yang tidak menguntungkan.
Ruang lingkup bidang kimia medisinal menurut Burger (1980) adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang secara empirik telah digunakan untuk
pengobatan.
Sintesis struktur analog dari bentuk dasar senyawa yang mempunyai aktivitas pengobatan
potensial.
Mencari struktur induk baru dengan cara sintesis senyawa organik, dengan ataupun tanpa
berhubungan dengan zat aktif alamiah.
Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya.
Mengembangkan rancangan obat.
Mengembangkan hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis melalui sifat kimia fisika
dengan bantuan statistik.
Kimia Medisinal (Medicinal Chemistry) disebut pula Kimia Farmasi (Pharmaceutical
Chemistry), Farmakokimia (Farmacochemie, Pharmacochemistry) dan kimia terapi
(Therapeutique Chemistry).
Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Obat alamiah
Obat yang terdapat di alam.
Pada tanaman, contoh: kuinin dan atropine
Pada Hewan, contoh : minyak ikan dan hormone
Pada mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida (KBr).
2. Obat semisintetik
Obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat di alam.
Contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3. Obat sintetik murni
Obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa
dengan khasiat farmakologis tertentu . Contoh: obat-obat golongan analgetik-antipiretik,
antihistamin dan diuretika.
Dari 252 obat pada daftar obat esensial yang dikeluarkan oleh WHO(1985), sumbersumber obat dapat dibagi sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar yang sangat penting untuk menjelaskan
aktivitas biologis obat, oleh karena:
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk mencapai
reseptor.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja yang dapat berinteraksi
dengan reseptor biologis.
2. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi
Obat
Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu (oral, parenteral, anal, dermal, dll) obat
akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metanolisme dan ekskresi.
Tiga Fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah :
1. Fase farmasetik
Meliputi proses pabrikasi, penganturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk
sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat
diabsorpsi ke tubuh.
2. Fase Farmakokinetik
Meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (ADME). Fasa ini
berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran (target) atau reseptor
sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3. Fase Farmakodinamik
Fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fase ini berperan dalam
timbulnya respons biologis obat.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses
sebagai berikut :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan.
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan menimbulkan
respons biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu:
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan menghasilkan
senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis
(bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang
tetap utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat berubah atau terikat
pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai
reseptor disebut sisi kehilangan (site of loss).
Contoh sisi kehilangan yaitu protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim
yang dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif menjadi bentuk tidak
aktif dan proses ekskresi obat baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme.
Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke
seluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi pada saluran cerna. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat pada saluran cerna antara lain:
Bentuk sediaan
Sifat kimia fisika
Cara pemberian
Faktor biologis
Faktor-faktor lain seperti umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan
senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.
Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel molekul obat,
kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
2. Absorpsi Obat melalui Mata
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi melalui membran
konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan penetrasi tergantung pada derajat
ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang tidak terionisasi dan mudah larut dalam
lemak cepat diabsorpsi oleh membran mata. Penetrasi obat yang bersifat asam lemah lebih
cepat dalam suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk tidak terionisasinya besar
sehingga mudah menembus membran mata. Untuk obat yang bersifat basa lemah penetrasi
lebih cepat dalam suasana basa.
bimolekul. Protein ini bergabung dengan bagian polar lemak melalui kekuatan
elektrostatik.
-
Difusi pasif
Difusi pasif melalui pori
Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membrane
Difusi pasif dengan fasilitas
Difusi aktif
Sistem pengangkutan aktif
Pinositosis
Interaksi obat dengan biopolimer
Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktovitas biologis, masa kerja dan toksisitas
obat sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain
(xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal.
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu:
a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat
aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).
Metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non polar, menjadi senyawa
yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat
1. Faktor Genetik atau Keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
Reaksi fase I
1.
Reaksi oksidasi:
-
Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari gugus
karbonil dan imin.
Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik
Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S
Oksidasi alkohol dan aldehid
Reaksi oksidasi lain-lain
2.
Reaksi reduksi
-
Reaksi konjugasi:
Konjugasi asam glukuronat
Konjugasi sulfat
Kinjugasi dengan glisin dan glutamine
Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat
2.
3.
Reaksi Asetilasi
Reaksi metilasi
Respons biologis merupakan akibat interaksi molekul obat dengan gugus fungsional
molekul reseptor. Interaksi ini dapat berlangsung karena kekuatan ikatan kimia tertentu.
Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah ikatanikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat (reinforce ions), ion (elektrostatik), hidrogen,
ion-dipol, dipol-dipol, van der Waals, ikatan hidrofob dan transfer muatan.
a. Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang elektron secara
bersama-sama. Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang paling kuat dengan rata-rata
kekuatan ikatan 1000 kkal/mol. Dengan kekuatan ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal
ikatan bersifat ireversibel dan hanya dapat pecah bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu.
Interaksi obat-katalisator melalui ikatan kovalen menghasilkan kompleks yang cukup stabil
dan sifat ini dapat digunakan untuk tujuan pengobatan tertentu.
b. Ikatan ion
Ikatan ion adalah ikatan yag dihasilkan oleh daya tarik menarik elektrostatik antara ion-ion
yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik-menarik akan makin berkurang bila jarak antar
ion makin jauh dan pengurangan tersebut berbanding terbalik dengan jaraknya.
c. Interaksi Ion-Dipol dan dipol-Dipol
Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang lain seperti O dan N, akan
membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol, yang mampu membentuk ikatan
dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai daerah kerapatan elektron tinggi maupun
yang rendah. Contoh: turunan metadon
d. Ikatan hydrogen
Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang mempunyai muatan positif parsial
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan mempunyai sepasang elektron bebas dengan
oktet lengkap seperti O, N, F. Atom yang bermuatan positif parsial dapat berinteraksi dengan
atom negatif parsial dari molekul atau atom lain yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu
molekul. Contoh : H2O
e. Ikatan Van Der Waals
Ikatan van der waals merupakan kekuatan tarik-menarik antar molekul atau atom yang tidak
bermuatan dan letaknya berdekatan atau jaraknya 4-6 . Ikatan ini terjadi karena sifat
kepolarisasian molekul atau atom. Meskipun secara individu lemah tetapi hasil penjumlahan
ikatan van del waals merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna terutama untuk
senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi. Ikatan van der waals terlibat pada
interaksi cincin benzen dengan daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi rantai
hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor.
f. Ikatan hidrofob
Ikatan hidrofob merupakan salah satu kekuatan penting pada proses penggabungan daerah non
polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor biologis. Daerah non polar molekul obat
yang tidak larut dalam air dan molekul-molekul air disekelilingnya akan bergabung melalui
ikatan hidrogen membentuk struktur quasi-crystalline (icebergs).
g. Transfer Muatan
Kompleks yang terbentuk antara dua molekul melalui ikatan hidrogen merupakan kasus
khusus dari fenomena umum kompleks donor-aseptor, yang distabilkan melaui daya tarikmenarik elektrostatis antara molekul donor elektron dan molekul aseptor elektron. Contoh:
komplek transfer muatan N-metilpiridinum iodide
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung gugus
fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat spesifik, dapat
berinteraksi secara reversibel dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsional spesifik,
menghasilkan respons biologis yang spesifik pula.
Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap, yaitu:
a. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik. Interaksi ini memerlukan afinitas.
b. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein sehingga
timbul respons biologis.
A. Teori Klasik
Crum, Brown dan Fraser (1869), mengatakan bahwa aktivitas biologis suatu senyawa
merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi pada sistem biologis
mempunyai sifat yang karakteristik.
Langley (1878), dari studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin,
memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali dan kemudian dikembangkan oleh Ehrlich.
Ehrlich (1907), memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana
tentang interaksi obat-reseptor yaitu corpora non agunt nisi fixata atau obat tidak dapat
menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor.
B. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati satu sisi
reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebih agar tetap efektif selama proses
pembentukan kompleks.
Obat akan berinteraksi dengan reseptor membentuk kompleks obatreseptor. Clark hanya meninjau dari segi agonis saja yang kemudian dilengkapi
oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari segi antagonis.
Respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat merupakan:
1. Rangsangan aktivitas (efek agonis)
2. Pengurangan aktivitas (efek antagonis)
Ariens (1954) dan Stephenson (1956), memodifikasi dan membagi interaksi obatreseptor menjadi dua tahap, yaitu:
Efikasi
Asosiasi
O
+
R
<-----------
Disosiasi
----------->
Kompleks
O-R
---------->
Respons
biologis
Senyawa dikatakan agonis bila mempunyai kecepatan asosiasi atau sifat mengikat
reseptor besar dan disosiasi yang besar.
Senyawa dikatakn antagonis bila mempunyai kecepatan asosiasi sangat besar sedang
disosiasi nya sangat kecil. Senyawa dikatakan agonis parsial bila kecepatan asosiasi dan
disosiasinya tidak maksimal.
Menurut Koshland (1958), ikatan enzim (E) dengan substrat (S) dapat menginduksi
terjadinya perubahan konformasi struktur enzim sehingga menyebabkan orientasi gugus-gugus
aktif enzim.
(E) + (S) ----------> Kompleks E-S -----------> Respons biologis
<----------E. Teori Ganguan Makromolekul
Belleau (1964), memperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori gangguan
makromolekul. Menurut Belleau, interaksi mikromolekul obat dengan makromolekul protein
(reseptor) dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor sebagai berikut:
1. Gangguan konformasi spesifik (Specific Conformational Perturbation = SCP)
2. Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Specific Conformational Perturbation = NSCP.
Obat agonis adalah obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat mengubah
struktur reseptor menjadi bentuk SCP sehingga menimbulkan respons biologis.
Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat
mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan efek pemblokan.
Pada teori ini ikatan hidrofob merupakan faktor penunjang yang penting pada proses
pengikatan obat-reseptor.
F. Teori Pendudukan-Aktivasi
Ariens dan Rodrigues de Miranda (1979), mengemukakan teori pendudukan-aktivasi
dari model dua keadaan yaitu bahwa sebelum berinteraksi dengan obat, reseptor berada dalam
kesetimbangan dinamik antara dua keadaan yang berbeda fungsinya, yaitu:
1. Bentuk teraktifkan (R*) : dapat menunjang efek biologis
2. Bentuk istirahat (R) : tidak dapat menunjang efek biologis
Agonis
R
<-----------
----------->
R*
Reseptor dari banyak hormon berhubungan erat dengan sistem adenil siklase. Sebagai
contoh katekolamin, glukagon, hormon paratiroid, serotonin dan histamin telah menunjukkan
pengaruhnya terhadap kadar siklik-AMP dalam intrasel, tergantung pada hambatan atau
rangsangan adenil siklase. Bila rangsangan tersebut meningkatkan kadar siklik-AMP, hormon
dianggap sebagai kurir pertama (first messenger), sedang siklik-AMP sebagai kurir kedua
(second messenger).
Fasa farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang
menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (pH
= 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa
yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang menentukan
kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berada. Fasa I, II dan III
menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.
Fasa farmakodinamik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa
aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi
oleh ikatan kimia yang terlibat seperti ikatan kovalen , ion van der waals, hidrogen,
hidrofob, ion-dipol atau dipol-dipol, keserasian bentuk dan ukuran molekul obat
dengan reseptor. Fasa V adalah induksi ransangan, dengan melalui proses biokimia,
menyebabkan terjadinya respons biologis. Rancangan obat dalapt dilakukan pada fasa
I sampai IV.
b. Polutan
Tingkat akumulasi polutan atau senyawa radioaktif perlu ditentukan dengan satuan unit
per waktu, juga waktu paro (t1/2) dan kecepatan eliminasi biologisnya.
c. Senyawa anorganik.
Ditentukan waktu beradanya, lama senyawa berubah, kadar senyawa dan kecepatan
peningkatan senyawa dengan satuan unit per waktu, waktu eliminasi senyawa sampai
tercapai keadaan keseimbangan dan waktu paro senyawa.
B. Hubungan Struktur-Aktivitas
1. Faktor yang Kurang Mendukung Hubungan Struktur-Aktivitas
a. Perbedaan keadaan pengukuran parameter kimia fisika dan aktivitas biologis
b. Senyawa yang digunakan ternyata bentuk pra-obat, yang terlebih dahulu harus
mengalami bioaktivasi menjadi metabolit aktif.
c. Aktivitas obat dipengaruhi oleh banyak keadaan in vivo, seperti distribusi obat yang
melibatkan proses transpor, pengikatan oleh protein, proses metabolisme yaitu
bioaktivasi dan biodegradasi serta proses ekskresi.
d. Senyawa mempunyai pusat atom asimetris, sehingga kemungkinan merupakan
campuran rasemat dan masing-masing isomer mempunyai derajat aktivitas yang
berbeda.
e. Senyawa mempunyai aktivitas biologis yang mirip dengan senyawa lain tetapi berbeda
mekanisme aksinya.
f. Pengaruh bentuk sediaan terhadap aktivitas
Formulasi farmasetis dapat menyebabkan kegagalan studi hubungan struktur-aktivitas.
Faktor seperti ukuran partikel dan bentuk kristal obat dalam sediaan farmasi
kemungkinan dapat mempengaruhi potensi obat.
g. Obat bersifat multipoten
Struktur kimia yang diperlukan untuk menimbulkan aktivitas biologis yang berbeda
mungkin serupa atau tuumpang tindih, sedikit atau banyak dan ini pada umumnya
terdapat pada senyawa multipoten
h. Perbedaan spesies
Terutama pada obat yang memberikan perbedaan aktivitas yang besar oleh adanya
perbedaan spesies. Perbedaan ini pada umumnya terjadi pada obat bersifat lipofilik yang
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan proses perubahan metabolik (oksidatif atau
hidrolitik) di hati dan proses ekskresi obat di ginjal.
Konsep bahwa aktivitas biologis suatu senyawa berhubungan dengan struktur kimia,
pertama kali dikemukakan oleh Crum, Brown,Fraser (1869). Hubungan kuantitatif struktur kimia
dan aktivitas biologis obat (HKSA) merupakan bagian penting rancangan obat, daalam usaha
mendapatkan suatu obat baru dengan aktivitas yang lebih besar, keseltifan yang lebih tinggi,
toksistas atau efek samping sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih besar, akan lebih
menghemat biaya atau lebih ekonomis karena untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas
yang dikehendaki , faktor coba-coba ditekan sekecil mungkin sehingga jalur sintesis menjadi
lebih pendek.
Ada beberapa model pendekatan hubungan kuantitatif struktur-aktivitas, antara lain:
: tetapan yang tergantung pada tipe dan kondisi reaksi serta jenis senyawa
b. Parameter elektronik
Ada tiga jenis sifat elektronik yang digunakan, yaitu :
- Pengaruh berbagai substituen terhadap reaktivitas bagian molekul yang tidak
mengalami perubahan. Penetapannya menggunakan perhitungan orbital molekul.
- Sifat elektronik yang berkaitan dengan tetapan ionisasi (pKa) dan berhubungan dengan
bentuk terionkan dan tak tterionkan dari suatu senyawa pada pH yang tertentu.
Penetapannya menggunakan persamaan Henderson-Hasselbach.
- Sifat oksidasi-reduksi atau reaktivitas senyawa. Penetapannya menggunakan
perhitungan mekanika kuantum dari energi orbital.
Tetapan reaksi, contoh: pKa (tetsapan disosiasi), K (Tetapan reaksi), t (waktu paro
biologis).
Sifat organik fisik, contoh: E (potensial redoks), v (spektra infra-merah) dan ppm
(spektra NMR)
Total energi elektron dalam molekul, contoh: Etot, EHOMO dan ELEMO
c. Parameter sterik
Tetapan sterik substituen dapat diukur berdasarkan sifat meruah gugus-gugus dan
efek gugus pada kontak obat dengan sisi reseptor yang berdekatan.
Tetapan sterik yang sering digunakan dalam hubungan struktur-aktivitas adalah
tetapan Es Taft, tetapan Esc Hancock, tetapan dimensi van der waals, tetapan U Charton
dan tetapan sterimol Verloop. Karena data tetapan sterik tersebut tidak tersedia untuk
banyak tipe substituen, parameter sterik yang dihitung secara teoritis juga digunakan dalam
hubungan struktur-aktivitas yaitu berat molekul (BM = Mw), refraksi molar dan parakor.
2. Analisis Statistik dalam HKSA Model Hansch
Perhitungan statistik yang banyak digunakan dalam hubungan struktur dan aktivitas
melalui parameter-parameter kimia fisika adalah regresi linier dan nonn linier.
a. Regresi Linier
Perhitungan regresi linier digunakan untuk mencari hubungan antara aktivitas biologis
dengan satu parameter kimia fisika atau lebih.
Y = aX + b
Y : aktivitas biologis (variabel tergantung)
X : parameter kimia fisika (variabel tidak tergantung)
A,b : koefisien regresi
Regresi linier untuk dua dan tiga parameter kimia fisika, dapat dinyatakan melalui
parameter-parameter sebagai berikut:
Y = aX1 + bX2 +cX3 + d
c. Kriteria Statistik
Keabsahan persamaan yang diperoleh dan arti perbedaan parameter yang digunakan
dalam hubungan struktur-aktivitas model Hansch, dapat dilihat dengan beberapa kriteria
statistik seperti r, r2, F, t dan s.
Arti kriteria statistik:
- Nilai r (koefisien korelasi)
Menunjukkan tingkat hubungan antara data aktivitas biologis pengamatan
percobaan dengan data hasil perhitungan berdasarkan persamaan yang diperoleh
dari analisis regresi. Semakin tinggi nilainya semakin baik hubungannya.
-
Nilai r2
menunjukkan berapa % aktivitas biologis yang dapat dijelaskan hubungannya
dengan parameter sifat kimia fisika yang digunakan.
Nilai F
Nilai t
menunjukkan perbedaan koefisien regresi a, b, c dan d dari persamaan regresi
bila dibandingkan dengan tabel t.
variasi
kesalahan
dalam
percobaan.
Daftar Pustaka
Deden, Ikbal, 2013. Belajar Mudah Kimia Medisinal,
http://belajarmudahkimiamedisinal.blogspot.com. Diakses 30 Januari 2014.
Foye, William, 1995. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Penerbit Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Hakim, Ponco, 2013. Kimia Medisinal Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas.
http://poncohakim.blogspot.com/2013/04/kimia-medisinal.html. Diakses 30 Januari 2014.
Harmita, Kd, 2011. Buku Ajar Kimia Medisinal, Penerbit EGC.
Hikmawan, Irwan, 2013. Jurnal Kimia Medisinal,
http://www.scribd.com/collections/3401036/JURNAL-KIMIA-MEDISINAL-KIMIAKOMPUTASI. Diakses 30 Januari 2014.
Inderiyani, 2012. Kimia Medisinal, http://belajarkimiamedisinal.blogspot.com. Diakses 30
Januari 2014.
Nogrady, Thomas, 2009. Kimia Medisinal : Pendekatan Secara Biokimia. Penerbit ITB,
Bandung.
Nurul, 2011. Kimia Medisinal. http://nurulpharmacy08-j1e108206.blogspot.com/2010/09/kimiamedisinal-medicinal-chemistry.html. Diakses 30 Januari 2014.
Rahmi, Aulia, 2010. Kimia Medisinal, http://nurulpharmacy08j1e108206.blogspot.com/2010/09/kimia-medisinal-medicinal-chemistry.html. Diakses 30 Januari
2014.
Ririn, 2011. Kimia Medisinal, http://akupharmacist.blogspot.com/2011/04/kimia-medisinal.html.
Diakses 30 Januari 2014
Siswandono, 2009. Kimia Medisinal. Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya.