Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kimia medisinal atau farmaseutika adalah disiplin ilmu gabungan kimia dan
farmasi yang terlibat dalam desain, sintesis, dan pengembangan obat farmaseutika.
Kimia medisinal terlibat dalam identifikasi, sintesis, dan pengembangan entitas kimia
baru (new chemical entity) yang dapat digunakan untuk terapi. Bidang ini juga
melakukan

kajian

terhadap

obat

yang

sudah

ada,

berikut

sifat biologis serta QSAR (quantitative structure-activity relationships)-nya. Bidang


ini berfokus pada aspek kualitas obat dan bertujuan untuk memelihara kesehatan
sebagai tujuan dari produk obat.
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung
gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat
spesifik, dapat berinteraksi secara reversibel dengan molekul obat yang mengandung
gugus fungsional spesifik, menghasilkan respons biologis yang spesifik pula.
Obat berinteraksi dengan reseptornya melalui gaya atau ikatan kimia. Ikatan
ini terdiri dari tiga tipe utama : kovalen, elektrostatik, dan hidrofobik. Sifat spesifik
suatu ikatan obat- reseptor kurang penting dibandingkan dengan kenyataan bahwa
obat yang berikatan melalui ikatan lemah ke reseptornya umumnya lebih selektif dari
pada obat yang berikatan melalui ikatan yang sangat kuat.
Interaksi antara suatu obat dan tubuh secara sederhana dibagi menjadi dua
kelas. Kerja obat pada tubuh dinamai proses farmakodinamika, dan kerja tubuh pada
obat disebut proses farmakodinamik.

B. Rumusan masalah
Dari uraian materi diatas di termukan suatu masalah yaitu : Bagaimana
hubungan kimia medisinal dengan reseptor obat.
C. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan kimia medisinal dengan reseptor obat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kimia Medisinal
Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cabang ilmu
kimia dan biologi, digunakan untuk memahami dan menjelaskan mekanisme kerja
obat pada tingkat molekul. Ada beberapa definisi kimia medisinal menurut beberapa
ahli kimia, yaitu :
1.

Batasan Kimia Medisinal menurut Burger (1970) adalah ilmu pengetahuan yang
merupakan cabang dari ilmu kimia dan biologi, dan digunakan untuk memahami

dan menjelaskan mekanisme kerja obat.


2. Batasan Kimia Medisinal menurut IUPAC (1974) adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari penemuan, pengembangan, identifikasi dan interpretasi cara kerja
senyawa biologis aktif (obat) pada tingkat molekul.
3. Batasan Kimia Medisinal menurut Taylor dan Kennewell (1981) adalah studi
kimiawi senyawa atau obat yang dapat memberikan efek menguntungkan dalam
sistem kehidupan dan melibatkan studi hubungan struktur kimia senyawa dengan
aktivitas biologis serta mekanisme cara kerja senyawa pada sistem biologis, dalam
usaha mendapatkan efek pengobatan yang maksimal dan memperkecil efek
samping yang tidak menguntungkan.
Ruang lingkup bidang kimia medisinal menurut Burger (1980) adalah:
1.

Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang secara empirik telah

2.

digunakan untuk pengobatan.


Sintesis struktur analog dari bentuk dasar senyawa yang mempunyai aktivitas

3.

pengobatan potensial.
Mencari struktur induk baru dengan cara sintesis senyawa organik, dengan ataupun

4.
5.

tanpa berhubungan dengan zat aktif alamiah.


Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya.
Mengembangkan rancangan obat.
3

6.

Mengembangkan hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis melalui sifat kimia
fisika dengan bantuan statistik.
Kimia Medisinal (Medicinal Chemistry) disebut pula Kimia Farmasi
(Pharmaceutical Chemistry), Farmakokimia (Farmacochemie, Pharmacochemistry)
dan kimia terapi (Therapeutique Chemistry).
Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Obat alamiah
Obat yang terdapat di alam.
Pada tanaman, contoh: kuinin dan atropine
Pada Hewan, contoh : minyak ikan dan hormone
Pada mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida (KBr).
2. Obat semisintetik
Obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat
di alam. Contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3. Obat sintetik murni
Obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan
senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu . Contoh: obat-obat golongan
analgetik-antipiretik, antihistamin dan diuretika.
Dari

252

obat

pada

daftar

obat

esensial

yang

oleh WHO(1985), sumber-sumber obat dapat dibagi sebagai berikut :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sintesis kimia (48,9%)


Semisintetik (9,5%)
Mikroorganisme (6,4%)
Vaksin (4,32%)
Sera (2%)
Mineral (9,1%)
Tumbuh-tumbuhan (11,1%)
Hewan (8,7%)

dikeluarkan

Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar yang sangat penting untuk


menjelaskan aktivitas biologis obat, oleh karena:
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja yang dapat
berinteraksi dengan reseptor biologis.
B. Reseptor obat
Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam
organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks
yang reversibel sehingga pada akhirnya menimbulkan respon. Suatu senyawa yang
dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis. Selain itu senyawa
yang dapat membentuk kompleks dengan reseptor tapi tidak dapat menimbulkan
respons dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas
diantara dua kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu kejadian
dimana tidak semua reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonis untuk
menghasilkan respons maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan reseptor,
kejadian ini dinamakan reseptor cadangan.

Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap, yaitu:


a. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik. Interaksi ini memerlukan afinitas.
b. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein
sehingga timbul respons biologis
1. Teori Klasik

Crum, Brown dan Fraser (1869), mengatakan bahwa aktivitas biologis


suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi
pada sistem biologis mempunyai sifat yang karakteristik.
Langley (1878), dari studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin,
memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali dan kemudian dikembangkan
oleh Ehrlich.
Ehrlich (1907), memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep
sederhana tentang interaksi obat-reseptor yaitu corpora non agunt nisi fixata atau obat
tidak dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor.
2. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati
satu sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebih agar tetap
efektif selama proses pembentukan kompleks.
Obat akan berinteraksi dengan reseptor membentuk kompleks obatreseptor. Clark hanya meninjau dari segi agonis saja yang kemudian dilengkapi
oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari segi antagonis.
Respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat
merupakan:
1. Rangsangan aktivitas (efek agonis)
2. Pengurangan aktivitas (efek antagonis)
Ariens (1954)

dan Stephenson (1956),

interaksi obat-reseptor menjadi dua tahap, yaitu:


1. Pembentukan kompleks obat-reseptor
2. Menghasilkan respons biologis

memodifikasi

dan

membagi

Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas
dapat menunjang afinitas interaksi obat-reseptor dan mempunyai efisiensi untuk
menimbulkan respons biologis sebagai akibat pembentukan kompleks obat reseptor.
Afinitas

Efikasi

O+R

O+R

O+R

Kompleks O-R -----> Respons biologis

O-R ----> Respons (+) : Senyawa agonis

O-R -----> Respons (-) : Senyawa antagonis

Dinama O adalah Obat dan R adalah Receptor


3. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa obat hanya
efisien pada saat berinteraksi dengan reseptor.
Paton (1961), mengatakan bahwa efek biologis dari obat setara dengan
kecepatan ikatan obat-reseptor dan bukan dari jumlah reseptor yang didudukinya.

Asosiasi

Disosiasi

Kompleks

O-R

----->

Respons

biologis

Senyawa dikatakan agonis bila mempunyai kecepatan asosiasi atau sifat mengikat
reseptor besar dan disosiasi yang besar.
Senyawa dikatakn antagonis bila mempunyai kecepatan asosiasi sangat
besar sedang disosiasi nya sangat kecil. Senyawa dikatakan agonis parsial bila
kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.

4. Teori Kesesuaian Terimbas


Menurut Koshland (1958), ikatan enzim (E) dengan substrat (S) dapat
menginduksi terjadinya perubahan konformasi struktur enzim sehingga menyebabkan
orientasi gugus-gugus aktif enzim.

(E) + (S)

Kompleks E-S -----> Respons biologis

5. Teori Ganguan Makromolekul


Belleau (1964), memperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori
gangguan makromolekul. Menurut Belleau, interaksi mikromolekul obat dengan
makromolekul protein (reseptor) dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
konformasi reseptor sebagai berikut:
1. Gangguan konformasi spesifik (Specific Conformational Perturbation = SCP)
2. Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Specific Conformational
Perturbation = NSCP.

Obat agonis adalah obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat
mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP sehingga menimbulkan respons
biologis.
Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan
dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan efek
pemblokan.
Pada teori ini ikatan hidrofob merupakan faktor penunjang yang penting
pada proses pengikatan obat-reseptor.
6. Teori Pendudukan-Aktivasi
Ariens dan Rodrigues

de

Miranda (1979),

mengemukakan

teori

pendudukan-aktivasi dari model dua keadaan yaitu bahwa sebelum berinteraksi


dengan obat, reseptor berada dalam kesetimbangan dinamik antara dua keadaan yang
berbeda fungsinya, yaitu:
1. Bentuk teraktifkan (R*) : dapat menunjang efek biologis
2. Bentuk istirahat (R) : tidak dapat menunjang efek biologis
Agonis

R*

Antagonis
7. Konsep Kurir Kedua
Reseptor dari banyak hormon berhubungan erat dengan sistem adenil
siklase. Sebagai contoh katekolamin, glukagon, hormon paratiroid, serotonin dan
histamin telah menunjukkan pengaruhnya terhadap kadar siklik-AMP dalam intrasel,
tergantung pada hambatan atau rangsangan adenil siklase. Bila rangsangan tersebut

meningkatkan kadar siklik-AMP, hormon dianggap sebagai kurir pertama (first


messenger), sedang siklik-AMP sebagai kurir kedua (second messenger).

8. Teori Mekanisme dan Farmakofor sebagai dasar Rancangan Obat


Teori mekanisme dan farmakofor sebagai dasar rancangan obat dapat
diilustrasikan oleh obat antihipertensi penghambat kompetitif enzim pengubah
angiotensin (Angiotensin-converting enzyme = ACE).
Fungsi reseptor adalah :
1) Merangsang perubahan permeabilitas membran sel,
2) Pembentukan pembawa kedua ( secon messenger) misalnya cAMP,
diasilgliserol, inositol trifosfat, dan
3) Mempengaruhi transkripsi gen atau DNA. Dari fungsi tersebut, reseptor
terlibat dalam komunikasi antar sel. Reseptor menerima rangsang dengan
berikatan dengan pembawa pesan pertama (first messenger) yaitu agonis
yang kemudian menyampaikan informasi yang diterima kedalam sel
dengan

langsung

menimbulkan

efek

seluler

melalui

perubahan

permeabilitas membran, pembentukan pembawa pesan kedua atau


mempengaruhi transkripsi gen.
Terdapat empat jenis utama reseptor yaitu:
1. Agonist (ligand)-gated channel terdiri dari sub unit protein yang
membentuk pori sentral (misalnya reseptor nikotin).
2. G-Protein coupled receptor membentuk suatu kelompok reseptor dengan
tujuh heliks yang membentuk membran.

Reseptor ini berkaitan

(biasanya) dengan respon fisiologis oleh second messenger.


3. Reseptor inti untuk hormone steroid dan hormone tiroid terdapat dalam
intu sel dan mengatur transkripsi dan selanjutnya sintesis protein.

10

4. Kinase-linked receptor

adalah reseptor permukaan yang mempunyai

(biasanya) aktivitas tirosin kinase intrinsic. Yang termasuk reseptor ini


adalah reseptor insulin, sitokin dan faktor pertumbuhan.
Persyaratan untuk interaksi obat-reseptor adalah pembentukan kompleks obatreseptor, dan bergantung pada afinitas obat terhadap reseptor.
Kemampuan suatu obat untuk menimbulkan suatu rangsangan dan dengan
demikian efek, setelah membentuk kompleks dengan reseptor disebut aktifitas
intrinsik dan disebut pula agonis.
Aktifitas intriksik menentukan besarnya efek maksimum yang dicapai oleh
masing-masing senyawa, dan dapat didefinisikan bahwa agonis adalah obat yang
mempunyai afinitas kimia terhadap suatu reseptor dan membentuk suatu kompleks
dan sebagai hasilnya akan mengubah fungsi.
Efek dari agonis turun atau bahkan ditiadakan, disebut antagonis. Obat yang
bergabung dengan reseptor tetapi gagal untuk memulai aksinya, dalam hal ini obat
dikatakan memblokir letak reseptor. Obat yang memblokir letak reseptor terhadap
agonis endogen akan dapat bekerja

sebagai antagonis. Antagonis bisa bersifat

kompetitif atau irreversible.

11

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormon atau, Reseptor adalah makromolekul (biopolymer)
khas atau bagiannya dalam organisme, yakni tempat aktif biologi, tempat obat
terikat.
Reseptor berfungsi Mengenal dan mengikat suatu ligan/Obat dengan
spesifitas yang tinggi dan meneruskan signal tersebut kedalam sel. Ada 3
makromolekul biologi yang merupakan reseptor yaitu protein enzim, protein
struktural dan asam nukleat.
B. Saran
Sebaiknya makala selanjutnya menjelaskan face sebelum terjadinya interaksi
obat dengan reseptornya.

12

DAFTAR PUSTAKA
Robert F.Doerge,1980. Buku Teks Wilson dan Gsvold Kimia Farmasi dan
Medisinal organic, Philadelphia.Toronto
Moh.Anief, 2002 . Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Ernst Mutschles, 2004. Dinamika Obat . Institut Tekhnologi Bandung.
Bandung
Tim penyusun, 2004. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia. Jakarta
Manfres E.Wolff, 2004, Asas-asas Kimia Medisinal. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Siswandono, 1998. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya
Mary.J.Mycek, 2005. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika Jakarta
Michael J.Neal, 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Penerbit Erlangga.
Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai