Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL SGD 3

SKENARIO 1 BLOK 14 “Benjolan Pada Gusi”

Dosen Pembimbing Tutorial :


drg. Retno Kusniati, MKes

Disusun oleh:

1. Rezki An Najmi Fathan (Moderator) J2A016023


2. Diyah Nur Fitria Munawaroh (Scraber Ketik) J2A016038
3. Dewi Yunita Sari (Scraber Tulis) J2A016046
4. Aziza Ayu Lestari J2A016014
5. Nasiha Aulia Khansa J2A016015
6. Isnaini Indana Zulfa J2A016017
7. Widi Rabiulsani Kamal J2A016019
8. Faradis Salsabila J2A016024
9. Azzuhra Zhafirah Rizviar J2A016041
10. Zulfah Aghnia Hurin J2A016045
11. Luluk Hanifa Zahraniarachma J2A016047

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia – Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan skenario yang berjudul
“Benjolan Pada Gusi”.
Laporan skenario ini penyusun susun karena merupakan sebagian tugas
yang telah diberikan dan pada kesempatan ini penyusun ucapkan terimakasih
kepada beberapa pihak media dan drg. Retno selaku dosen tutorial blok empat
belas yang senantiasa membantu dan membimbing dalam pembuatan laporan
skenario yang satu ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini pula penyusun susun untuk memperluas dan menambah
wawasan para pembaca khususnya mahasiswa.Dalam pembuatan laporan ini telah
disadari terdapat beberapa kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penyusun mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menyampaikan
saran dan kritik guna penyempurnaan laporan tutorial ini.

Semarang, 3 November 2018

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi yang berasal dari gigi atau struktur penyangga gigi merupakan
infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik telah menjadi salah satu penyakit
yang sering ditemukan dalam bagian bedah mulut dan maksilofasial. Infeksi
odontogenik adalah suatu penyakit yang sukar dikendalikan dalam bidang
kedokteran gigi. Meskipun pada umumnya infeksi odontogenik dapat dirawat
dengan prosedur pembedahan minor dan terapi medikal suportif, dokter gigi
harus waspada bahwa infeksi odontogenik dapat menjadi parah dan
membahayakan nyawa dalam waktu singkat.
Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh gigi yang karies dan penyakit
periodontal dimana penyakit tersebut dapat meluas ke jaringan sekitar atau
gigi tetangga sampai ke wajah, rahang dan leher. Menurut penelitian Sanchez
dkk di Madrid 33,8% pencetus infeksi odontogenik berasal dari bakteri.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong terjadinya infeksi
odontogenik. Faktor tersebut adalah merokok, alkohol, penyakit sistemik,
kebersihan rongga mulut, flora normal dalam mulut, jenis kelamin dan usia.
Menurut penelitian tentang faktor resiko terjadinya infeksi odontogenik di
West Scotland Oral & Maxillofacial Service Centres, United Kingdom, dari
25 pasien yang diteliti, 80% adalah perokok, 16% mengkonsumsi alkohol
lebih dari 25 unit per minggu dan 24% mempunyai penyakit sistemik.4
Penelitian yang dilakukan oleh Davis B di Kanada, menemukan bahwa 50%
infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri anaerob dan 44% gabungan
bakteri anaerob dan aerob.
Infeksi odontogenik dapat dijumpai pada gigi atau struktur penyangga gigi
baik di bagian maksila maupun mandibula. Berdasarkan penelitian di Britania,
infeksi odontogenik sering terjadi di bagian bukal 96% dan di bagian
submandibula 68%.4 Penelitian di Madrid pada 85 orang pasien, infeksi
odontogenik paling sering terjadi pada gigi posterior bawah (premolar dan
molar) 61,5% dan Molar tiga bawah 26,6% dari 37 kasus.
Pasien yang menderita infeksi odontogenik dapat dirawat dengan berbagai
cara. Tujuan utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah menghilangkan
faktor infeksi dan drainase pus serta debris nekrotik.1 Perawatan tersebut
seperti ekstraksi gigi, drainase pus, pemberian obat antibiotik dengan atau
tanpa insisi.2 Perawatan tergantung keparahan infeksi odontogenik tersebut.
Menurut penelitian di Royal Adelaide Hospital Australia 38 kasus 79%
dilakukan drainase pus, 16% dari 8 kasus dilakukan drainase cairan serous dan
98% dari 47 kasus diberikan antibiotik intravena. Antibiotik yang sering
diberikan pada pasien infeksi odontogenik adalah Penisilin 67,7% diikuti
dengan Metronidazole 65,2% dan klindamisin 37,2%.2 Berdasarkan beberapa
penelitian dari berbagai negara yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi infeksi odontogenik.
SKENARIO 1
Benjolan Pada Gusi

Seorang pasien perempuan berusia 42 tahun datang ke RSGM


mengeluhkan gigi belakang bawah kirinya sering sakit. Saat ini gusi di area
tersebut terdapat benjolan. Sebelumnya pasien pernah beberapa kali ke dokter gigi
dekat rumah dan diberi obat akan tetapi tidak kembali lagi untuk kontrol.

Pemeriksaan ekstraoral : tidak ada kelainan

Pemeriksaan intraoral : kebersihan mulut buruk, kalkulus sub dan supragingiva


pada seluruh regio, gigi 36 nekrosis pulpa dengan perkusi dan palpasi positif.
Terdapat fistula pasa daerah mukosa bukalnya. Pasien ingin dilakukan perawatan
untuk menghilangkan benjolan tersebut.

Keyword : abses,infeksi, nekrosis pulpa

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi infeksi odontogenik?
2. Apa penyebab infeksi odontogenik?
3. Bagaimana penatalaksanaan infeksi odontogenik?
4. Apa etiologi abses periapikal?
5. Bagaimana patogenesis abses periapikal?
6. Bagaimana penatalaksanaan abses periapikal?
7. Bagaimana mekanisme perjalanan penyebaran infeksi pada oral dan
maksilofacial?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan definisi infeksi
odontogenik?
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan penyebab infeksi
odontogenik?
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan infeksi
odontogenik?
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan etiologi abses periapikal?
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan patogenesis abses
periapikal?
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan abses
periapikal?
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mekanisme perjalanan
penyebaran infeksi pada oral dan maksilofacial?
1.4 Manfaat
Agar dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai infeksi
odontogenik bagi para pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Infeksi
Istilah infeksi didefinisikan sebagai kolonisasi merugikan dari organisme
inang oleh mikroorganisme asing. Peradangan adalah reaksi jaringan tubuh
terhadap invasi mikroorganisme patogen, atau terhadap trauma karena luka,
terbakar atau bahan kimia, bisa akut ataupun kronis. Infeksi muncul tergantung
pada keseimbangan antara virulensi mikroorganisme dan pertahanan. Infeksi
merupakan akibat dari invasi mikroorganisme patogen ke dalam tubuh dan reaksi
jaringan yang terjadi pada pejamu terhadap organisme dan toksinnya. sebenarnya
hanya ada beberapa dari beribu-ribu mikroorganisme di alam ini yang bersifat
patogen terhadap manusia. organisme patogen berperan sebagai flora normal dan
organisme ini menimbulkan daya tahan tubuh alamiah terhadap invasi
mikroorganisme.
Inflamasi ditandai oleh lima tanda utama yaitu: kemerahan,
pembengkakan, nyeri, naiknya suhu dan hilangnya fungsi. Inflamasi akut yang
mulainya cepat, gejalanya parah dan pada umumnya berlangsung sebentar.
Inflamasi kronis sulit sembuh, keadaan tidak begitu nyeri dan berlangsung lama
yang bisa mengarah kepada pembentukan suatu drainase melalui suatu sinus.
Inflamasi eksudat merupakan cairan yang dikeluarkan pada lokasi peradangan
akut yang melarutkan toksin dan setiap iritan yang ada dan memungkinkan
terjadinya fagositosis yang juga menyebabkan pembengkakan.
Eksudat adalah cairan ektraselular yang umumnya mengumpul dan
menandakan adanya infeksi. Cairan ini harus diperiksa oleh dokter, baik warna,
bau, konsistensinya dan ciri-ciri lain yang dapat membantu menggologkan
organisme penyebab infeksi. Pewarnaan gram terhadap eksudat adalah prosedur
yang harus dikerjakan untuk mendapat terapi yang sesuai sebagai terapi tambahan.
Pada beberapa kasus infeksi, biopsi jaringan akan diperlukan untuk kepentingan
diagnosis.
b. Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik telah menjangkiti manusia sejak spesies manusia telah
ada bahkan setelah berabad-abad penelitian, manusia belum berhasil memberantas
bakteri infeksi. Infeksi odontogenik umumnya di wilayah orofasial, kebanyakan
bakteri infeksi melibatkan gangguan dari flora normal atau perpindahan dari
organisme yang normal ke situs di mana bakteri ini biasanya tidak terlihat. Infeksi
oro-fasia piogenik yang paling sering berasal dari odontogenik. Infeksi dapat
berasal dari abses periapikal, infeksi superfisial dan leher dalam. Jika tidak
diobati, infeksi ini umumnya menyebar kedaerah yang berdekatan dengan ruang
fasia (maseter, sublingual, submandibula, temporal, bukal, kaninus dan
parafaring) dan dapat menyebabkan komplikasi tambahan. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang awal infeksi dan terapi yang tepat sangat penting. Terapi
antibiotik modern sangat mengurangi komplikasi dari penyebaran infeksi ini.
Infeksi odontogenik biasanya disebakan oleh nekrosis pulpa dari gigi
akibat karies yang mendalam memungkinkan jalan bagi bakteri untuk masuk ke
jaringan periapikal. Setelah ini jaringan akan terinakulasi dengan bakteri dan
infeksi aktif membentuk dan menyebarkan infeksi ke seluruh bagian. Infeksi akan
menyebar melalui tulang kanselous sampai mencapai lapisan kortikal. Jika lapisan
kortikal tipis, infeksi akan mengikis hingga tulang dan memasuki seluruh jaringan
lunak. Perawatan pada nekrosis pulpa oleh terapi standar endodontik atau
ekstraksi gigi harus dapat membersihkan atau menyelesaikan adanya infeksi.
Antibiotik itu sendiri mungkin dapat menahan penyebaran tetapi tidak untuk
penyembuhan infeksi. Karena infeksi kemungkinan akan terjadi berulang ketika
terapi antibiotik tanpa perawatan pada giginya sendiri. Perawatan awal infeksi
pulpa adalah terapi endodontik atau ekstraksi gigi sebagai perlawanan terhadap
antibiotik.
BAB III
PEMBAHASAN

1. Skema

2. Pembahasan
1.1 Definisi infeksi odontogenik?
Infeksi odontogenik adalah proses infeksi yang terjadi pada
gigi atau struktur penyangganya. Infeksi odontogenik merupakan
suatu keadaan dimana gigi atau jaringan pendukung gigi
mengalami infeksi yang meluas dari periodonsium ke apeks yang
melibatkan jaringan tulang periapikal. Infeksi ini juga dapat meluas
dari tulang dan periosteum ke gigi tetangga atau struktur yang
terdekat. Infeksi odontogenik ini dapat membahayakan struktur
yang lain karena dapat meluas melalui aliran darah.
1.2 Penyebab infeksi odontogenik?
Terdapat beberapa etiologi infeksi odontogenik. Infeksi
odontogenik dapat berasal dari: karies, pulpitis, abses periapikal,
gingivitis, perikoronitis, periimplantitis, periodontitis.
1. Karies
Karies didefinisikan sebagai infeksi bakteri terlokalisir dan
progresif yang menyebabkan disintegrasi gigi, biasanya berawal
dengan demineralisasi enamel dan diikuti dengan invasi bakteri.
Umumnya terbentuknya karies memerlukan waktu sekitar 6-12
bulan. Diagnosa dapat dilakukan dengan inspeksi rutin. Untuk
kasuskasus yang sulit, dapat diperlukan radiografi untuk membantu
diagnosa karies.
2. Gingivitis
Gingivitis didiagnosa dengan adanya peradangan, kemerahan,
dan edema pada jaringan gingiva. Mungkin juga terdapat
peningkatan kedalaman poket gingiva tanpa kehilangan perlekatan
yang disebabkan oleh pembesaran gingiva, dan pendarahan pada
probing. Perawatan gingivitis meliputi diagnosa awal, terapi non-
bedah sederhana, dan meningkatkan kebersihan rongga mulut
pasien.
3.Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik,
yang menyebabkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal
dan tulang alveolar dengan peningkatan kedalaman pada saat
probing, resesi gingiva, atau keduanya. Gambaran klinis yang
membedakan periodontitis dan gingivits adalah adanya kehilangan
perlekatan yang terlihat secara klinis. Kehilangan ini sering diikuti
dengan pembentukan poket gingiva dan perubahan pada kepadatan
dan tinggi tulang alveolar.
4. Pulpitis
Pulpitis adalah inflamasi yang terjadi pada pulpa. Pulpa terdiri
dari jaringan lunak yaitu syaraf dan pembuluh darah yang ditutupi
oleh struktur gigi. Pada mahkota gigi, enamel dan dentin
melindungi pulpa. Apabila integritas enamel dan dentin terganggu,
seperti adanya karies atau fraktur mahkota pulpa akan tersingkap
terhadap iritan. Terdapat 2 jenis pulpitis yiatu: pulpitis reversibel
(pulpa dirawat dengan menghilangkan faktor iritasi dengan
melakukan filling) dan pulpitis irreversibel (pulpa tidak dapat
sembuh, harus dilakukan perawatan saluran akar). Pulpitis yang
tidak dirawat dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Bakteri yang
berada pada nekrosis pulpa mempunyai potensi untuk menjadi
infeksi odontogenik.
5. Perikoronitis
Perikoronitis adalah inflamasi pada jaringan lunak disekitar
mahkota pada gigi yang baru erupsi sebagian. Ini sering terjadi
pada impaksi gigi molar tiga atau gigi molar tiga erupsi sebagian.
Apabila gigi molar tiga erupsi sebagian, bakteri dapat memasuki
daerah sekitar gigi sehingga menyebabkan infeksi. Makanan atau
plak yang terperangkap dibawah flep gingiva sekitar gigi dapat
mengiritasi gingiva. Perikoronitis yang parah dapat menyebabkan
pembengkakan yang meluas pada rahang, pipi, dan leher.
6.Peri-implantitis
Peri-implantitis adalah proses inflamasi yang ditandai dengan
kehilangan tulang disekitar implan secara berlebihan. Peri
implantitis mempunyai persamaan dengan periodontitis, yaitu
sama-sama menyebabkan kehilangan tulang alveolar. Namun, pada
peri-implantitis jaringan ikat tidak terikat pada implan. Peri-
implantitis sering meluas ke permukaan tulang karena tidak
mempunyai ligamen periodontal. Oleh karena itu, peri implantitis
dapat berlangsung lebih cepat dan berpotensi menjadi penyakit
yang agresif dan sulit untuk diobati.
7. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah suatu kondisi irreversibel yang ditandai
dengan adanya destruksi jaringan. Nekrosis pulpa disebut juga
dengan kematian pulpa. Nekrosis pulpa terjadi karena infeksi
bakteri dan respon inflamasi yang berkelanjutan. Nekrosis pulpa
dapat terjadi pada saluran pulpa atau pada seluruh korona pulpa
maupun pada keduanya yaitu korona dan saluran pulpa. Nekrosis
pulpa berawal dari pulpitis. Pulpitis yang berlanjut dan meluas
dapat membunuh sel pulpa serta menyebar ke rahang. Kegagalan
merawat nekrosis pulpa dapat menyebabkan komplikasi yang
serius dimana inflamasi dan jaringan nekrosis dapat meluas.
1.3 Penatalaksanaan infeksi odontogenik?
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara
lain;
(1) mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh
penderita,
(2) pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai,
(3) tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada,
(4) menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan
(5) evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan. Pada kasus-
kasus infeksi spasia wajah, pada prinsipnya sama dengan
perawatan infeksi odontogenik lainnya, tetapi tindakan yang
dilakukan harus lebih luas dan agresif.
Perawatan
1. Pembedahan
Pembedahan meliputi insisi dan drainase dilakukan saat pus
telah terakumulasi pada jaringan lunak dan berfluktuasi saat
dilakukan palpasi, insisi untuk drainase dilakukan diatas kulit, kira-
kira 1cm dibawah dan paralel ke batas inferior mandibula. Sambil
melakukan insisi, bagian arteri fasial dan vena (insisi harus dibuat
dibagian posterior keduanya) dan masing-masing cabang dari
nervus fasial harus diperhatikan. Sebuah hemostat yang
dimasukkan kedalam kavitas abses untuk mengeksplor jarak dan
untuk mencoba menghubungkan dengan bagian yang terinfeksi.
Pembedahan tumpul harus dilakukan sepanjang permukaan medial
tulang juga, karena pus sering mengumpul di daerah ini.
2. Ekstraksi
Terapi yang paling penting untuk infeksi odontogenik yang
piogenik adalah pembedahan drainase dan membutuhkan
pemeliharaan restorasi atau ekstraksi terhadap gigi yang terinfeksi,
yang merupakan sumber utama dari infeksi . Ekstraksi dilakukan
bila gigi tidak dapat dipertahankan lagi, untuk memudahkan
drainase pus di periapikal dan eksudat debris dengan baik
3. Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya dilakukan secara empiris,
karena umumnya membutuhkan waktu yang lama untuk
mendapatkan hasil dari sampel kultur. Karena mikroorganisme
yang yang paling sering terdapat pada infeksi odontogenik adalah
streptokokus, Penisilin masih merupakan obat pilihan dalam
perawatan dari kebanyakan infeksi odontogenik yang dilaporkan
dengan frekuensi yang meningkat; walaupun, jika infeksi gagal
untuk menjawab pilihan terhadap antibiotik awal, seseorang harus
memiliki indeks yang tinggi untuk kecurigaan yang tahan terhadap
oeganisme yang terlibat.
1.4 Etiologi abses periapikal?
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi
yang mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada
gigi yang mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal
baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan
kimia di dalam prosedur endodontic, dan dapat berkembang secara
langsung dari periodontitis periapikal akut. (Shafer WG, 1983;
Soames JV dan Shoutham JC, 1985)
1.5 Bagaimana patogenesis abses peiapikal?
Faktor predisposisi yang paling umum dari pembentukan
abses pada gigi adalah karena adanya karies. Kesehatan gigi yang
buruk merupakan salah satu penyebab terjadinya abses gigi dan
beberapa penyakit dan gangguan yang berhubungan dengan
penyakit periodontal (misalnya AIDS, Diabetes, Down syndrome,
Leukemia, kehamilan, penggunaan metamfetamin, dan keganasan
lain). Meskipun karies adalah faktor yang paling predisposisi,
setiap proses yang menyebabkan atau merupakan predisposisi
nekrosis pulpa (misalnya trauma, prosedur gigi baru-baru ini )
dapat menyebabkan pembentukan abses. (Buttaro et al, 2013;
Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008)
Abses pada gigi timbul sebagai respon akibat dari infeksi
oleh flora mulut normal pada gigi karies atau sebagai akibat dari
trauma gingiva mukosa. Ketika proses karies terus berlanjut
melalui struktur keras gigi (enamel dan dentin) menuju ke ruang
pulpa, infeksi pulpa dan/atau proses peradangan terjadi. Proses ini
biasanya menghasilkan nekrosis pulpa. (Buttaro et al, 2013;
Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008)
Abses gigi dimulai dengan nekrosis pulpa gigi, yang
mengarah ke invasi bakteri dari ruang pulpa dan jaringan yang
lebih dalam. Dalam kavitas (karies) menyebabkan nekrosis dengan
memicu vasodilatasi dan edema, yang menyebabkan tekanan dan
nyeri pada dinding gigi. Tekanan ini memotong sirkulasi ke pulp,
dan infeksi dapat menyerang tulang di sekitarnya. Proses inflamasi
kemudian meluas ke jaringan periapikal melalui foramen apikal,
yang menyebabkan pembentukan abses periapikal. Jika terdapat
infeksi bakteri di dalam saluran akar, abses periapikal dapat terjadi.
Abses periapikal dapat bersifat akut atau mungkin ada sebagai
abses kronis. Dalam tahap awal abses tidak terlihat dalam
radiograf. Namun, infiltrasi besar sel inflamasi di daerah
periapikal, dan aktivitas osteoklastik selanjutnya menyebabkan
kerusakan tulang terlihat dalam waktu 3-4 minggu. (Buttaro et al,
2013; Baumann MA and Beer R, 2010; King C and Henretig FM,
2008)
Beberapa organisme, kadang-kadang sebanyak 5 sampai
10, biasanya ditemukan pada abses. Awalnya, bakteri aerobik
menyerang pulp nekrotik dan menciptakan linkungan hipoksia
yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri anaerob.
Organisme dominan pada abses adalah Bacteriodes,
Fusobacterium, Peptococcus, dan organisme Peptostreptococcus
dan Streptococcus viridans. (Buttaro et al, 2013; Baumann MA and
Beer R, 2010; King C and Henretig FM, 2008)
1.6 Bagaimana penatalaksanaan abses peiapikal?
Pulpa pada abses periapikal biasanya atau hampir selalu
non vital. Oleh karena itu membutuhkan baik ekstraksi gigi atau
perawatan endodontik. Jika prosedur awal memungkinkan drainase
yang memadai, terapi definitif dapat menunggu sampai infeksi
terkendali. (King C and Henretig FM, 2008)
Pengelolaan abses periapikal yang terutama adalah bedah.
Ekstraksi gigi memungkinkan pelepasan tekanan dan drainase
abses. Alternatif lainnya, beberapa kasus gigi yang mengalami
abses adalah kandidat untuk mengalami terapi saluran akar.
Cakupan antibiotik untuk kedua bakteri aerobik dan anaerobik
meningkatkan resolusi infeksi. Terapi antibiotik oral termasuk
penisilin, klindamisin (Cleocin), dan metronidazol. Metronidazol
dapat digunakan dalam kombinasi dengan penisilin tetapi tidak
sendirian. Amoksisilin dengan clavunalate (Augmentin) adalah
sebuah alternatif untuk penisilin. Untuk pasien yang tidak dapat
mengambil antibiotik ini, eritromisin (E-Mycin), cephalexin
(Keflex), sulfa, kuinolon, dan tetrasiklin tidak efektif tetapi dapat
digunakan. Jika diindikasikan, terapi antibiotik parenteral dengan
penisilin, klindamisin, dan metronidazol harus digunakan.
Cefazolin (Kefzol) dan cefoxitin (Mefoxin) kurang efektif.
Gentamisin (Garamycin), kloramfenikol, tobramisin, amikasin
(Amikin), dan setiap generasi ketiga cephalosporin tidak
dianjurkan karena mereka gagal untuk memberikan perlindungan
yang memadai, memiliki komplikasi yang merugikan
(kloramfenikol), mahal, atau spektrum yang lebih luas dari yang
diperlukan. (Buttaro et al, 2013)
Terapi empiris biasanya ditunjukkan. Peng-kulturan debit
purulen dapat menghasilkan diagnosis bakteri yang lebih spesifik,
dan terapi yang tepat dapat kemudian diimplementasikan. Terapi
analgesik diindikasikan sebagai tambahan terhadap pengobatan
antibiotik dan bedah. Hidrasi pasien diperlukan untuk memastikan
pengiriman tepat terapi antibiotik yang dipilih. Operasi Emergent
diindikasikan jika ada permasalah dari kompromi napas atau
dekompensasi pasien. (Buttaro et al, 2013)
1.7 Bagaimana mekanisme perjalanan penyebaran infeksi pada
oral dan maksilofacial?
Infeksi oromaksilofasial menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Perkontinuitatum, yaitu penyebaran infeksi langsung dari
jaringan menjalar ke jaringan di sekitarnya
2. Limfogen, yaitu melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
regional. Bila infeksi terjadi pada kelenjar limfe, makan
akan menyebabkan infeksi sekunder di situ dan meyebar
pula ke jaringan disekitarnya.
3. Hematogen, yaitu melalui pembuluh darah. Peyebaran
melalui cara ini relatif jarang.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Infeksi odontogen merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering
terjadi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut,
yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut.
Infeksi odontogenik adalah proses infeksi yang terjadi pada gigi atau
struktur penyangganya. Infeksi odontogenik merupakan suatu keadaan dimana
gigi atau jaringan pendukung gigi mengalami infeksi yang meluas dari
periodonsium ke apeks yang melibatkan jaringan tulang periapikal. Infeksi ini
juga dapat meluas dari tulang dan periosteum ke gigi tetangga atau struktur yang
terdekat. Infeksi odontogenik ini dapat membahayakan struktur yang lain karena
dapat meluas melalui aliran darah.
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang
mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang
mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi
mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontic,
dan dapat berkembang secara langsung dari periodontitis periapikal akut

Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai infeksi odontogenik di
rumah sakit lainnya di Indonesia.
2. Perlu diadakan penyuluhan mengenai cara untuk mencegah infeksi
odontogenikagar prevalensi infeksi odontogenik dapat ditekan di setiap
tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hupp JR, Ellis III, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial
surgery, 5 th ed. Mosby Elsevier, 2009: 291-315.
2. Zamiri B, Hashemi SB, Hashemi SH, Rafiee Z, Ehsani S. Prevalence of
odontogenic deep head and neck spaces infection and its correlation with
length of hospital stay. Shiraz University of Dentistry, 2011:29-35.
3. Sanchez R, Mirada E, Arias J, Pano JR, Burgueno M. Severe odontogenic
infections: Epidemiological, microbiological and therapeutic factors.
Madrid: OPCB, 2011: 670-676.
4. Bakathir AA, Moos KF, Ayoub AF, Bagg J. Factors contributing to the
spread of odontogenic infections. Sultan Qaboos University Medical
Journal, 2009: 296-304.
5. Davis B. How are odontogenic infections best managed. Dalhaousie
University, Halifax, Nova Scotia, 2010: 114-6.
6. Lopez-Piriz R, Aguilar L, Gimenez MJ.. Management of odontogenic
infection of pulpal and periodontal origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
2007; 12: p. 154-9
7. Sette-Dias AC, Maldonado AJ, de Aguiar EG, de Carvalho MA,
Magalhaes PP, Farias LM, et. al. Profile of patients hospitalized with
odontogenic infections in a public hospital in Belo Hoizonte, Brazil. J Clin
Exp Dent, 2012: 271-4.
8. Uluibau IC, Jaunai T, Goss AN., Severe odontogenic infection. Australian
Dental Journal Medication Supplement, 2005: 741-81.
9. Martinez AB, Corcuera MM, Meurman JH. Odontogenic infections in the
etiology of infective endocarditis. Bentham science publisher Ltd, 2009:
231- 5
10. Baumgartner JC, Bakland LK, Sugita EI. Microbiology of endodontics and
asepsis in endodontic practice. In: Ingle JI, Bakland LK, editors.
Endodontics. Edisi 1. London: BC Decker Inc; 2002. p.87
11. Buttaro TM, Trybulski J, Bailey PP, and Cook JS. 2013. Primary Care: A
Collaborative Practice. USA: Elseiver Mosby. pp.385-386
12. Torabinejad M, Walton RE. Periradicular lesion. In: Ingle JI, Bakland LK,
editors. Endodontics. Edisi 1. London: BC Decker Inc; 2002. p.175-185
13. King C and Henretig FM, 2008. Textbook of Pediatric Emergency
Procedures. USA: Lippincott Williams & wilkins. 2nd. pp. 659-660
14. Pasaribu Anna, Vera Julia. 2006. Penatalaksanaan Infeksi
Oromaksilofasial yang Dapat Dilakukan Oleh Dokter Gigi Umum. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai