Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KELOMPOK

BBDM MODUL 5.3


SKENARIO 5

Dosen Pembimbing : drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si

Disusun oleh :

1. Tio Aldi Nugroho 22010218120002


2. Lailatul Maulidiah 22010218120003
3. Muchamat Ainun Nafi 22010218120004
4. Rr. Sri Wianjarwati Nabilasari 22010218120005
5. Putri Febiana Puspitaningrum 22010218120006
6. Sabrina Syafa Kamila 22010218120007
7. Haidar Rafi Amanullah 22010218120008
8. Aneira Fitri Kaulika 22010218120009
9. Tita Berlian Septyane 22010218120010
10. Bunga Sandira Amartya 22010218120011
11. Sectio Aprista 22010218120012

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Modul : 5.3
Skenario :5
Kelompok :1
Tutor : drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si Anggota
Kelompok :

Tio Aldi Nugroho 22010218120002


Lailatul Maulidiah 22010218120003
Muchamat Ainun Nafi 22010218120004
Rr. Sri Wianjarwati Nabilasari 22010218120005
Putri Febiana Puspitaningrum 22010218120006
Sabrina Syafa Kamila 22010218120007
Haidar Rafi Amanullah 22010218120008
Aneira Fitri Kaulika 22010218120009
Tita Berlian Septyane 22010218120010
Bunga Sandira Amartya 22010218120011
Sectio Aprista 22010218120012

Tanggal Pengesahan Tanda Tangan Tutor / Dosen Yang


Mengesahkan

drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si


Skenario 5

Seorang wanita berumur 27 tahun mengeluhkan adanya benjolan di bawah lidah sehingga
mengganggu makan dan menelan, tetapi tidak terasa sakit. Pada pemeriksaan klinis, terdapat
benjolan di bawah lidah, warna kebiruan, diameter 2x3 cm.

A. TERMINOLOGI
-
B. RUMUSAN MASALAH
1. Cara penegakan diagnosis kasus scenario?
2. Apa etiologic kasus di atas?
3. Apakah benjolan pada kasus tersebut berbahaya?
4. Apa tatalaksana diagnosis kasus di atas?
5. Mekanisme terjadinya diagnosis kasus scenario?
6. Diagnosis kasus dapat mengenai siapa saja?
7. Apa DD kasus tersebut
8. Apa diagnosis kasus diatas dan klasifikasi nya?
9. Tanda gejala yang timbul dr jenis penyakit kasus diatas ?
10. Kemungkinn komplikasidiagnosis kasus scenario ?
11. Gambaran diagnosis secara histopatologis ?

C. HIPOTESIS MASALAH
1. Pemeriksaan subjektif : anamnesis
Pemriksaan objektif :
o Pemeriksaan fisik
o Pengukuran temperature, tekanan darah -> melihat tanda2 umum pada pasien
o Pemeriksaan EO : Pemerikssaan kelenjar limfe : melihat keadaan konsistensi
warna dan keadaan abnormal lain
o Pemeriksaan IO : inspeksi pembengkakan -> palpasi masa
o Perhatikan : perubahan warna saat palpasi dan sakit / tidak
o Pemeriksaan Penunjang :
o Radiografi : MRI , ct cscan , ultrasonografi , sialografy, kon vensional dan
skleroterapy
2. Etiologic :
Trauma kelenjar saliva sublingual : proses saatmengunyah , instrument dental dll
Obstruksi kelenjar saliva : karena kalkulus dan infeksi
Penelitian zimbabwe : HIV
Aneurisma duktus kelenjar saliva
Kongenital : adanya anomaly , atresia duktus
Glandula pituitary yang turun dari otak
3. Jika tidak dilakukan perawatan : bengkak membesar -> suara katak croacking
Menekan duktus saliva : aliran terganggu , terasa sakit saat makan, menelan ,
bernafas terganggu-> keadaan darurat medis
Ranula bengkak ke submandibular -> mengganggu system RM
4. Tatalaksana Diagnosis :
- Operasi eksisi + pengambilan ipsi lateral sublingual glandektomi
- Marsupalisasi + tampon kasa
- Terapi radiasi, cryosurgery, skleroterapi
- Eksisi laser co 2
- Insisi dan drainase
- Ekstirpasi sebagian / total
- Elektrocautery
- Steroid
5. Menurut Robert P. Langlais & Craig S. Miller, Ranula terbentuk sebagai akibat
terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus ekskretorius mayor yang
membesar atau terputus dari glandula sublingualis (ductus Bartholin) atau glandula
submandibularis(ductus Wharton), sehingga melalui rupture ini saliva keluar
menempati jarigan disekitar ductus tersebut. Walau terjadinya ranula yang ditulis
dalam literature hingga saat ini masih simpang siur, namun diperkirakan karena :

Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva sublingualis
atau submandibularis
Karena suatu trauma
Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula sublingualis

6. Diagnosis kasus dapat mengenai :


Semua umur
Perempuan > drpd laki2
3-61 th
7. DD :
o kista dermoid
o sialolithiasis
o tyroglossal duct cyst
o hygromakista
o tumir mesenkimal : neurofibroma
o neoplastic disease
o neoplastic tyroid
o mucochele
o carcinoma mucoepidermoid
8. Diagnosis Kasus : Ranula
Klasifikasi : Ranula superficial
Ranula profunda /Plunging
9. Tanda dan gejala :
o Benjolan dasar mulut yang mendorong lidah keatas (spaisa mandibular
)
o Unilateral : lunak, bergerak , berbatas tegas , fluktuatif
o Benjolan tumbuh lambat
o Pembengkakan IO -> bisa Eo
o Tidak ada rasa sakit
o Mengganggu fungsi mastiksi, bicara dan menelan
10. Membersar : crocking , menganggu mengunyah , menelan dan bernafas , bicara
Penekanan duktus glandula saliva : aliran terganggu , sakit
11. Gambaran histopatologis dari kasus diatas menunjukkan adanya extracellular pools
dari salivary mucin yang dikelilingi oleh sel inflamasi dan fibrosis.
Terdapat retensi duktus glandula sublingualis, dan terdapat epitel, mukosa tampak
lebih tipis, meregang dan transparan.

D. PETA KONSEP

Kelainan
Kelenja Saliva

Pemeriksaan
Jenis-jenis Etiologi Tatalaksana Patogenesis
Sesuai kasus

E. SASARAN BELAJAR
1. Menjelaskan jenis-jenis kelainan kelenjar saliva
2. Menjelaskan etiologic kelainan kelenjar saliva
3. Menjelaskan pathogenesis kelainan kelenjar saliva
4. Menjelaskan pemeriksaan sesuai kasus
5. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding sesuai kasus
6. Menjelaskan tatalaksana kelainan kelenjar saliva
F. BELAJAR MANDIRI
1. Jenis-jenis kelainan kelenjar saliva
Infeksi Bakteri
a) Accute suppurative Sialadenitis
Merupakan suatu kondisi akut dan nyeri difus pada keadaan awal penyakit glandula
parotis. Kelenjar mengalami pembesaran, terasa sakit dan terdapat eksudat purulen
yang terlihat pada orifice bukal duktus stensen. Penyakit ii biasanya terjadi pada
pasien dengan kondisi kesehatan lemah, dehidrasi, dengan oral hygiene yang buruk.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus,
streptococcus viridans, S.penumoniae, Haemophillus influenzae, streptococcus
pyogens, and eschericia coli, Limfonodi parotis dan intraparotis basanya akan terlibat
sebagai reaksi inflamasi.
b) Suppurative parotitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, biasanya pada bayi yang lahir
premature (35-40%) dengan dehidrasi sebagai faktor predisposisi. Onset biasanya
terjadi sekitar 7 -14 hari dan terdapat eritema pada kulit disekitar kelenjar parotis.
Penyebab umum infeksi antara lain staphylococcus , pseudomonas, Streptococcus,
pneumoococcus, dan eschericia.
c) Sialodochitis
Merupakan inflamasi yang terjadi baik pada duktus warthon maupun stensen.
Biasanya terjadi dilatasi pada obstruksi distal. Pembesaran duktus dapat berbentuk
fusiform atau berantai menghasilkan area ductal stenosis.

Infeksi Kronis

Infeksi kronis merupakan penyakit umum kelenjar ludahyang disebabkan oleh


rekurensi infeksi bakteri atau infeksi dari agen lain. Kondisi non infeksi disebabkan
oleh iradiasi, penyakit autoimun, dan kasus idiopatik.

Infeksi agen alin contohnya :

a) Mycobacteria

Epidemiologi menyatakan bahwa infeksi mycobacteria dapat menyerang kelenjar


parotis (70% kasus ) , kelenjar submandibula (27%) , dan kelenjar sublingualis (3%).
Sebagian besar penyakit yang disebabkan infeksi ini berkembang dari tonsil maupun
gigi yang menjadi fokal infeksi kemudian menyebar ke kelenjar melalui limfonodi.
Sarcoidosis merupakan penyakit sistemik infeksius yang ditandai dengan
pembentukan granuloma pada berbagai system organ dan biasanya disebabkan oleh
infeksi mycobacteria. akibatnya Sekitar 83% kasus pasien mengalami pembesaran
kelenjar parotis bilateral dan penurunan aliran saliva.

b) Actinomycosis

Disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif anaerob, actinomycosis iszraelli,


mengakibatkan infeksi orofaring. Limfonodi parotis dan submandibular dapat menjadi
lokasi infeksi sekunder yang disebarkan melalui perluasa perluasan infeksi kronis
mandibula. Jaringan ikat sekitar mengalami infiltrate inflamasi dan terkadang infeksi
kelenjar parotis dapat menyebar hingga masticator space. Infeksi bakteri ini
padakelenjar parotis dapat akut, dengan gejala rasa sakit, pembengkakan , abses, dan
pembentukan fistula. Infeksi kronik memilki gambaran hampir mirip seperti infeksi
TB yang termanifestasi sebagai masa parotid yang tidak sakit.

Infeksi Virus

Kasus paling umum yaitu viral parotitis (mumos) yang disebabkan oleh RNA virus dari
kelompok paramyxovirus. Pada tahap awal infeksi melibatkan kelenjar parotis namu juga
dapat berembang dikelenjar submandibula maupun sublingual.

a) Inflamasi
b) Sialolithiasis
Sebagian besar terjadi pada kelenjar submandibula (80-90%) , kelenjar parotis (10-
20%) , da sekitar 1-7 % terjdi di kelenjar ludah sublingual.
Sialolihiasis merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penyumbatan kelenjar
saliva atau saluran ekskretorinya karena pembentukkan konkret atau sialolith
berkapur. Hal ini biasanya berhubungan dengan pembengkakan, nyeri dan infeksi
pada kelenjar yang terkena yang mengakibatkan ekstasia ludah (Debnath dan A.K
2015) . Sialolithiasis adalah penyakit yang paling umum dari kelenjar saliva mayor
setelah mumps.
c) Chronic reccurent sialodenitis
Merupakan pembengkakan difus maupun terlokalisasi pada kelenjar ludah , dan terasa
sakit. Penyakit ini biasanya diasosiasikan dengan obstruksi tidak sempurna pada
sistem duktus, walaupun biasanya terjadi variasi
d) Sialodochitis Fibrinosa (Kussmaul’s Disesease)
Merupakan pembengkakan rekuren , akut, dan biasa terasa nyeri maupun tidak terasa
nyeri pada kelenjar parotis atau submandibula. Penampakan klinis berupa
penyumbatan pada pintu masuk duktus stensen atau duktus warton. Penyakit ini
biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi lemah dan dehidrasi .
e) Hiperlipidemia
Peningkatan level trigliserid dan atau kolesterol total plasma. Beberpa pasien dengan
hiperlipidemia mengalami pembesaran kelenjar parotis dengan infiltrate lipid yang
seragam yang terlihat pada MRI.
f) Sialosis
Merupakan pembesaran kelenjar parotis yang rekuren maupun kronik.
Sialosis adalah pembengkakan kelenjar liur bilateral yang mengeras, yang terjadi
akibat perjalanan penyakit yang mendasari. Atau deskuamasi sel epitel kelenjar saliva
yang disertai perubahan unsur – unsur kimia seperti peningkatan kalsium dan
penurunan natrium. Sialosis merupakan penyakit kelenjar liur benigna atau penyakit
inflamasi non infeksi. Terjadi pada semua umur, lebih banyak pada laki – laki .
Penyakit yang dapat menyebabkan sialosis yaitu sirosis hati, Diabetes mellitus,
Malnutrisi, Pecandu alkohol, Gangguan hormonal, Obat – obatan : anti hipertensi, anti
depressan, Defisiensi Vit A, asam nikotinat, riboflavin, dan zat besi
Gejala dan tanda – tanda muncul pada seseorang dengan penyakit sialosis , yaitu :
 Bengkak berulang
 Nyeri pada kelenjar submandibula
 Obstruksi lama dapat menyebabkan infksi akut dengan nyeri
yang hebat dan eritema
 Ada keluhan seperti xerostomia
 Ada benda asing seperti pasir
 Sukar diplapasi, batu yang ada di dalam kelenjar
g) Trauma
h) Mucocele
Merupakan istilah klinis yang mendeskripsikan pembengkakan yang disebabkan oleh
akumulasi saliva pada sisi yang terkena trauma maupun daerah yang mengalami
penyumbatan pada duktus glandula saliva minor. Mucocele diklasifikasikan menjadi
tipe retensi dan ekstravasasi
i) Ranula
Merupakan mucocele yang terletak didasar mulut . ranula kemungkinan merupakan
fenomena ekstravasasi mucus maupun retensi mucus dan sebagian besar terjadi pada
duktus glandula saliva sublingual. Pembentukan ranula biasanya terjadi karena
trauma. Penyebab lain yaitu penyumbatan pada kelenjar saliva atau auriem duktsu.

Mucocele
Definisi
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan
oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel. Mucocele
dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut.

Gambar 5. Mucocele pada bibir


Gambar 6. Mucocelle pada ventral lidah
Mucocele terjadi karena tersumbatnya air liur yang dialirkan ke dalam mulut
melalui suatu saluran kecil (duktus). Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat
atau karena trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air
liur menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan
(mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar saliva terluka.
Manusia memiliki banyak kelenjar saliva dalam mulut yang menghasilkan
saliva. saliva tesebut mengandung air, bakteri, enzim dll. Saliva dikeluarkan dari
kelenjar saliva melalui saluran kecil yang disebut duct (pembuluh). Terkadang salah
satu saluran ini terpotong. Saliva kemudian mengumpul pada titik yang terpotong itu
dan menyebabkan pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati
di bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam
mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas
lidah. Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran saliva (duct) tersumbat dan saliva
mengumpul di dalam saluran.
Differential diagnose:
Differential diagnosis dari mucocele adalah sebagaiberikut :
a) Adenoma Pleomorfik

b) Kista Nasolabial

c) Kista Implantasi
Penatalaksanaan :
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa
hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak
juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di
eksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan,
dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan menentukan
apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur.
Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.
Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi
Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat mengempiskan
pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.
Penatalaksanaan mucocele biasanya dilakukan dengan eksisimucocele dengan
modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian anesthesi lokal dibuat dua insisi elips
yang hanya menembus mukosa, kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu
dilakukan penjahitan.
Ranula
Definisi
Ranula merupakan bentuk lain dari mucocele. Ranula adalah pembengkakan
dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga
melibatkan glandula salivari minor. Ciri khas dari ranula adalah bentuknya yang
mirip perut katak (Rana= katak) ranula bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.

Gambar 10. Ranula pada Kelenjar Submandibularis


Etiologi Dan Patogenesis
Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius major
yang membesar atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran kelenjar,
terhalangnya aliran liur sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler
(duktus Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati jaringan
disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya aliran liur, ranula bisa juga terjadi
karena trauma dan peradangan. Ranula mirip dengan mucocele tetapi ukurannya lebih
besar. Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula Superfisialis. Bila
kista menerobos dibawah otot milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan
submandibular, ranula jenis ini disebut ranula Dissecting atau Plunging.
Gambaran Klinis
a) Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung
keluar
(Rana=Kodok)
b) Dinding sangat tipis dan mengkilap
c) Warna translucent
d) Kebiru-biruan
e) Palpasi ada fluktuasi
f) Tumbuh lambat dan expansif
Diagnosis :

a) Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit,


keadaan klinis dan palpasi.
b) Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
c) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
d) Secara visual
e) Bimanual palpasi intra & extraoral
f) Punksi dan aspirasi
g) Melakukan pemeriksaan laboratories
h) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
i) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA
Klasifikasi

a) Ranula simple
Disebut juga dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi
duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya
tidak melewati ruang submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi ke otot
milohioideus
b) Ranula Plunging
Disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula
saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian menimbulkan
plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula atau dengan kata lain
berpenetrasi ke otot milohioideus.
Differential Diagnosa

a) Kista Dermoid
b) Batu kelenjar liur (sialolit)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan cara


marsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya
menggunakan anestesi blok lingual ditambah dengan infiltrasi regional.
Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan menyatukan mukosa
perifer dengan mukosa lesi dan jaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan
juga drainase dengan penekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada
atap lesi sesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan
tampon.
Necrotizing Sialometaplasia
Definisi

Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi
yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor.

Etiologi ;
Hal ini mungkin hasil dari iskemik lokal dan nekrosisnya dari kelenjar
Gambaran dan Gejala Klinis
Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul
yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian
posterolateral, bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat
jaringan kelenjar minor.
Diagnosa
Untuk menentukan diagnosa dibutuhkan biopsi,meskipun kadang gambaran
dari histopatologinya sering dikira bentuk dari karsinoma.
Terapi
• Tidak ada terapi lebih lanjut,biasanya akan sembuh sendiri dalam
periode waktu beberapa minggu (biasanya 6 minggu)
• Dapat dilakukan debridement dan pembilasan dengan larutan salin
untuk mempercepat proses penyembuhan.
Xerostomia
Definisi
Banyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan
tersebut adalah keluhan mulut kering atau xerostomia. Keadaan ini umumnya
berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva. Keluhan mulut kering dapat terjadi
akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna.

Gambar 15. Xerostomia

Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah
leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-
obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan
perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva
tidak dapat berjalan dengan lancar.
Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut
kering, seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam
berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu,
mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya.
Perawatan Mulut Kering atau Xerostomia

Terapi yang diberikan bergantung pada berat ringannya keadaan keluhan


mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau
mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering
disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama
mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat
digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva.
Zat perangsang produksi saliva. Obat perangsang saliva hanya akan
membantu jika ada kelenjar saliva yang masih aktif. Mouth Lubricant dan Lemon
Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi
encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH
yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi
dengan zat-zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir,
memberi rasa segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium
laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen
karet bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva
encer seperti air. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan
yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti
pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.
Zat pengganti saliva. Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk
mengatasi keluhan mulut kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai
persyaratan untuk zat ini seperti bersifat reologis, rasa menyenangkan, pengaruh
buffer, peningkatan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, menghambat
pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan yang baik. Pengganti saliva ini tersedia
dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap. V.A Oralube, bentuk cairan, pH 7,
merupakan zat pengganti saliva untuk merangsang viskositas dan elektrolit seluruh
saliva. Selain itu digunakan juga Hypromellose, ph 8. Saliva orthana, bentuk spray,
pH 7, mengandung musin untuk memperoleh viskositas. Juga digunakan Glandosan,
pH 5,1, tetapi tidak dianjurkan untuk penderita yang masih mempunyai gigi. Bentuk
tablet isap digunakan Polyox, bermanfaat sebagai pengganti saliva dan juga
bermanfaat dalam mencekatkan gigi palsu.
Sjorgen Syndrome
Definisi
Sjorgen syndrome merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh
produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang diarahkan terhadap berbagai
jaringan tubuh. Ini merupakan suatu penyakit autoimun peradangan pada kelenjar
saliva yang dapat menyebabkan mulut kering dan bibir kering.
Penyebab

Penyebab sjorgen syndrome tidak diketahui, ada dukungan ilmiah yang


menyatakan bahwa penyakit ini adalah penyakit turunan atau adanya faktor genetik
yang dapat memicu terjadinya sjorgen syndrome, karena penyakit ini kadang-kadang
penyakit ditemukan pada anggota keluarga lainnya. Hal ini juga ditemukan lebih
umum pada orang yang memiliki penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritematous
sistemik, autoimun penyakit tiroid, diabetes, dll.
Diagnosis

Peradangan kelenjar saliva dapat dideteksi dengan radiologic scan, juga dapat
dilihat dengan berkurangnya kemampuan kelenjar saliva memproduksi air liur. Dapat
juga didiagnosis dengan cara biopsi. Untuk mendapatkan sampel biopsi, biasa
digunakan pada kelenjar dari bibir bawah. Prosedur biopsi kelenjar saliva bibir
bawah diawali dengan anastesi lokal kemudian dibuat sayatan kecil dibagian dalam
bibir bawah.
Gejala

Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan menelan,
kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan, dan infeksi pada
kelenjar parotis bagian dalam pipi.
Penatalaksanaan

Mulut yang kering dapat dibantu dengan minum air yang banyak dan
perawatan gigi yang baik untuk menghindari kerusakan pada gigi. Kelenjar dapat
dirangsang dengan menghisap tetesan air lemon tanpa gula atau gliserin pembersih.
Perawatan tambahan untuk gejala mulut kering adalah obat resep untuk menstimulasi
air liur seperti pilocarpine dan ceuimeline. Obat-obatan ini harus dihinari oleh orang
yang berpenyakit jantung, asma, dan glukoma.
Sialorrhea
Defiisi

Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs yang detandai dengan menetesnya air
liur atau sekresi saliva yang berlebihan.

Penyebab

Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi berupa gejala dan gangguan


neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan insektisida serta efek samping dari
obat-obatan tertentu.

Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan sialorrhea biasanya tergantung pada sumber


penyebabnya. Apabila disebabkan oleh efek samping obat-obatan maka
penanggulangannya hanya sebatas mengatur kelebihan sekresi saliva. Pada tahap
awal dapat diberikan obat, jika terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat dilakukan
operasi dengan mengangkat satu atau lebih glandula salivarius mayor.
Neoplasma Kelenjar Saliva

a. Pleomorphic Adenoma
Pleomorphic Adenoma adalah sebuah tumor saliva jinak yang paling banyak
ditemukan di semua tempat. Sekitar 80% dari semua pleomorphic adenoma (ILM)
terjadi di parotis, dan meskipun pertumbuhannya lambat, mereka bisa menjadi
sangat besar jika diabaikan. Tumor ini diperkirakan muncul dari kedua duktus
saliva dan sel mioepitel dan merupakan tumor campuran sejati. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa pasien yang lebih muda dengan pleomorphic adenoma
memiliki peluang lebih tinggi terkena tumor rekuren dan peningkatan
pertumbuhan selama kehamilan. Perubahan ganas jarang terjadi dan biasanya
berlangsung dalam jangka waktu lama tumor, jenis yang paling umum adalah
karsinoma ex adenoma pleomorfik.
b. Warthin’s Tumor
Tumor jinak ini hampir secara eksklusif ditemukan di parotis. Tumor ini terjadi
kebanyakan pada pria dan lebih sering terjadi pada perokok. Diperkirakan berasal
dari sel duktus salivarius yang terperangkap di nodul getah bening selama
perkembangan embrio. Tumor terdiri dari ruang kistik besar dengan epitel
kolumnar sekitarnya dan stroma limfosit. Secara pembedahan, tumor ini mungkin
multipel dalam satu kelenjar parotis atau bilateral, atau melibatkan kelenjar getah
bening yang berdekatan dengan kelenjar parotis. Keluhan yang biasa timbul
adalah tumor ini tumbuh lambat tanpa rasa sakit di atas sudut rahang. Keterlibatan
mungkin bilateral atau multifokal. Tumor tidak mencapai ukuran yang besar dan
biasanya berdiameter 1-3 cm. Bentuknya bulat. Permukaan halus dan berbatas
tegas serta dapat digerakkan. Konsistensi dari tumor ini terasa seperti adonan dan
dapat dikompres pada palpasi.
c. Basal Cell Adenoma
Basal cell adenoma adalah jenis adenoma monomorfik. Ini adalah sebuah
neoplasma distribusi seragam dari sel epitel basaloid Ciri khas adenoma
monomorfik adalah komposisi tumor menurut sel isomorfik / monomorfik tersebar
dalam berbagai pola pengaturan. Neoplasma ini lebih sering terjadi pada wanita
dengan rasio 2: 1. Kelompok usia yang lebih tua lebih rentan terkena neoplasma
ini, biasanya di atas 60 tahun. Basal cell adenoma ini sering terjadi terutama di
kelenjar saliva mayor seperti pada kelenjar parotis dan intraoral, bibir atas. Tanda
dan gejalanya dimana diameternya kurang dari 3 cm, tumor menunjukkan
pertumbuhan lambat tanpa rasa sakit dan muncul sebagai massa yang bergerak
bebas seperti adenoma pleomorfik. Adenoma sel basal membrane ini terjadi pada
asosiasi dengan tumor pelengkap kulit seperti kulit cylindroma dan
trichoepitheliomas.
d. Mucoepidermoid Carcinoma
Karsinoma mukoepidermoid (MEC) adalah neoplasma kelenjar saliva ganas yang
paling umum. Neoplasma kelenjar saliva jenis ini sering terjadi pada orang
dewasa maupun anak-anak, dan kanker kelenjar saliva ini paling umum pada
parotis dan kelenjar saliva minor. Tumor ini bisa derajat rendah atau derajat tinggi
tergantung pada histologinya. MEC tingkat rendah memiliki banyak makrokista
dan sel penghasil lendir yang melimpah. Varietas bermutu tinggi memiliki banyak
sel skuamosa dan sangat sedikit sel atau kista penghasil mucus, dan mucicarmine
atau asam periodik - pewarnaan Schiff mungkin diperlukan untuk
mengidentifikasi lendir intraseluler untuk mengkarakterisasi tumor ini. MEC kelas
rendah bisa tumbuh sangat lambat dan tidak bermetastasis, dan umumnya dapat
berperilaku seperti tumor jinak. MEC tingkat tinggi dapat menunjukkan
pertumbuhan dan invasi agresif yang mengakibatkan metastasis dan kematian
yang meluas. Kelas tinggi tumor biasanya menunjukkan peningkatan
pleomorfisme dan gambaran meiosis. Lesi tingkat tinggi dapat bermetastasis ke
kelenjar getah bening serviks atau menyebar secara hematogen ke paru, hati, dan
tulang.
e. Acinic Cell Tumor
Acinic cell tumor biasa disebut sebagai adenoma sel serosa. Biasanya
menunjukkan
diferensiasi asinar serosa. Neoplasma ini terjadi pada usia paruh baya dan dua kali
lebih umum pada wanita, muncul secara eksklusif di lobus superfisial dan ekor
dari kelenjar parotis. Lokasi intraoral yang paling umum adalah mukosa bukal dan
bibir.
Gejala dari acinic cell tumor ini adalah tidak nyeri dan tumbuh perlahan.
Tandanya adalah lesi delineasi yang sulit dan keterikatan pada kulit dan otot di
atasnya dapat terjadi. Beberapa lesi ini berjalan dengan cepat hematogen dan
metastasis limfatik, sementara yang lain lebih lambat progresif. Pertumbuhan
invasif lokal mungkin ditemukan pada beberapa lesi.

f. Adenoid Cystic Carcinoma


Kanker jenis ini terjadi sangat lambat, namun sangat sering terjadi rekurensi dan
terjadi metastasis melalui aliran darah. Biasanya terjadi pada kelenjar
submandibular, dan merupakan neoplasma kedua yang paling sering terjadi.
Terdapat 3 gambaran histopatologis dari jenis neoplasma ini, yaitu cribriform
(pola klasik Keju Swiss), tubular dan solid. Gejala awal yang paling umum adalah
adanya massa diikuti oleh nyeri lokal, Paralisis saraf facialis jika terjadi tumor
parotis dan nyeri tekan. Beberapa lesi menunjukkan ulserasi permukaan. Temuan
lain termasuk obstruksi hidung, proptosis, sinusitis, infeksi telinga, epistaksis,
tanda-tanda keterlibatan saraf kranial dan gangguan visual. Kejadian metastasis
lebih banyak dan lebih banyak organ yang terlibat termasuk kelenjar getah bening
serviks, paru-paru, otak, hati dan ginjal.
2. Etiologic kelainan kelenjar saliva
Etiologi Mucocele
Mucocele teradi karena adanya trauma pada kelenjar saliva minor yang
mengakibatkan retensi saliva dalam jaringan sekitarnya. Mucocele ekstravasasi
disebabkan oleh pecahnya saluran kelenjar saliva sehingga menyebabkan kebocoran
mucin ke dalam jaringan lunak di sekitarnya. Pecahnya saluran kelenjar saliva ini
disebabkan oleh trauma. Sedangkan mucocele retensi dapat terjadi karena adanya
pelebaran duktus akibat obstruksi duktus.
Etiologi Ranula
Ranula paling sering disebabkan oleh ekstravasasi (tanpa lapisan epitel) saliva
akibat terjadinya trauma mekanis pada duktus rivinus (duktus kelenjar saliva) dan
yang paling jarang terjadi yaitu disebabkan oleh adanya kista retensi yang dilapisi
oleh epitel dari duktus epitel. Penyebab lainnya dari ranula yaitu ditemukannya suatu
dehisensi atau hiatus dalam otot mylohioid sepanjang aspek lateral 2/3 anterior otot
pada sekitar 36-45% individu. Selain itu ranula juga dapat disebabkan oleh obstruksi
saluran saliva dan aneurisma duktus.
Etiologi Sialolithiasis
Sialolithiasis ini disebabkan karena adanya batu yang menghambat kelenjar saliva.
Sekitar 90% sialolithiasis ditemukan dalam duktus submandibular (warthon’s duct)
hal ini dapat disebabkan oleh karena sifat air liur sendiri yang mengandung musin,
bahan organik, enzim fosfatase, kalsium fosfat, pH alkali serta karbon dioksida yang
rendah dan juga karena struktur anatomi dari wharton’s duct ini panjang, berkelok
dengan posisi orifisum lebih tinggi dari duktus dan ukuran duktus yang lebih kecil
dari lumennya. Kedua hal tersebut mendukung terjadinya proses kalsifikasi yang akan
menghasilkan batuan kelenjar saliva. Selain itu, ada dugaan juga mengenai substansi
dari bakteri rongga mulut yang migrasi ke dalam duktus kelenjar saliva dan menjadi
kalsifikasi.
Etiologi Sialadenitis
Sialadenitis ini paling sering disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut yaitu
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Eschericia coli, Haemophylus
influenza, Bacteroides melaninogenicus, dan Streptococcus micros.6 Penyebab
lainnya yaitu adanya statsis saliva yang diakibatkan oleh berkurangnya produksi
saliva. Dan ada juga faktor predisposisi sialadenitis, yaitu :
- Lanjut usia, operasi dengan penggunaan anastesi, batu saliva dan apapun yang dapat
memperlambat laju dari aliran saliva, seperti : sindrom sjorgen, sarkoidosis, dehidrasi,
radiasi karena kemoterapi kepala dan leher.
- pengguna obat-obatan seperti diuretik, opioid, dan antikolinergik
Etiologi Pleomorfik Adenoma
Pleomorphic adenoma atau mixed tumor merupakan tumor jinak yang berasal dari
kelenjar saliva yang dapat tumbuh dari kelenjar ludah minor maupun mayor.
Penyebab pasti tidak diketahui, diduga karena faktor lingkungan dan faktor genetik.
Etiologi Mucoepidermoid Carcinoma
Sebenarnya etiologic untuk neoplasma kelenjar saliva (Mucoepidermoid carcinoma)
masih belum jelas diketahui. Tetapi ada dua teori yang menjelaskan penyebab dari
neoplasma ini yaitu :
a. Bicellular stem cell theory
Menurut teori ini, neoplasma kelenjar saliva dapat terbentuk akibat 1dari 2 sel
induk yang tidak berdiferensiasi yaitu the excretory duct reserve cell atau the
intercalated duct reserve cell. Tidak berdiferensiasinya the excretory duct reserve
cell akan mengakibatkan kelainan kelenjar saliva seperti mucoepidermoid
carcinoma, sedangngkan tidak berdiferensiasinya sel induk lainnya akan
menyebabkan kelainan seperti pleomorfik adenoma, oncocytomas, adenoid cystic
carcinomas, adenocarcinomas, dan acinic cell carcinomas.
b. Multicellular theory
Dalam teori ini, setiap jenis neoplasma dikaitkan dengan sel asal yang
berdiferensiasi spesifik di dalam kelenjar saliva. Karsinoma sel skuamosa timbul
dari excretory duct reserve cell, pleomorfik adenoma timbul dari intercalated
duct reserve cell, oncocytoma timbul dari striated duct cells, dan acinic cell
carcinomas timbul dari sel asinar.
Selain teori-teoeri ini, ada juga faktor yang berasosiasi dengan neoplasma
kelenjar saliva yaitu merokok, paparan radiasi, dan meminum alcohol.

Klasifikasi etiologi:
a) Faktor yang mempengaruhi pusat pengaturan saliva
- Emosi: takut, depresi, kegembiraan
- Neurosis: depresi endogen (depresi karena factor genetic dan biologis)
- Penyakit organ: tumor otak
- Obat-obatan: atropine
b) Faktor yang mempengaruhi autonomic outflow pathway (saraf otonom)
- Ensefalitis
- Tumor otak
- Trauma saraf otonom
- Bedah neurosurgical
- Obat-atropin
c) Factor yang mempengaruhi fungsi kelenjar saliva
- Aplasis
- Sjörgen syndrome
- Obstruksi
- Infeksi
- Irradiasi
- Eksisi
d) Factor yang mengakibatkan perubahan keseimbangan elektrolit dan cairan
- Dehidrasi
- Diabetes insipidus
- Gagal jantung
- Uremia
- Edema
e) Ptyalism (sialorrhea)
- Kondisi inflamasi akut (abses, infeksi herpes, aphtous)
- Erupsi gigi
- Retardasi mental
- Parkinson
- Skizophrenia
- Epilepsi
- Keracunan merkuri
- Rabies
 Necrotizing sialometaplasia
Etiologi pasti dari penyakit ini tidak diketahui, tetapi penyakit ini seperti
merepresentasikan iskemik lokal, proses infeksi, bahkan mungkin sebagai
reson imun terhadap allergen yang tidak diketahui. Perkembangan penyakit
ini dikaitkan dengan merokok, trauma lokal, trauma benda tumpul, pengunaan
gigi palsu, dan prosedur bedah. Penyakit ini juga telah dilaporkan terjadi pada
wanita hamil, penderita diabetes mellitus, penyakit sickle-cell, pecandu
kokain, bulimia, dan muntah kronis.
 Sialorrhea
Penyakit ini diasosiasikan dengan konsumsi obat-obatan tertentu
(antikolinergik, antidepresan, antihipertensi, diuretic, dll), hiperhidrasi, infant
teething, keracunan logam berat, mual, penyakit refluks gastroesophageal,
obstruksi esophagitis, perubahan neurologis, seperti cerebral vascular accident
(CVA), neuromuscular disease, neurologic disease, dan infeksi saraf pusat.2
 Sialadenosis (sialosis)
Etiologic penyakit ini dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
f) Alkohol
Kecanduan alcohol baik disertai sirosis hati maupun tidak
g) Kondisi endokrin
Diabetes mellitus, akromegali, penyakit tiroid, kehamilan
h) Gangguan nutrisi
Anorexia nervosa, bulimia, cycstic fibrosis dengan malnutrisi
i) Obat-obatan
Simpatomimetik, seperti isoprenaline
 Neoplasma kelenjar saliva
Neoplasma pada kelenjar saliva umumnya dapat disebabkan oleh faktor
genetic, infeksi virus (Epstain-Barr virus), radiasi, maupun akibat konsumsi
tembakau.
3. Pathogenesis kelainan kelenjar saliva
Pathogenesis :
a. Sialadenitis
Ada kelainan bawaan yaitu dimana terbentuk divertikulum (kantong atau kantung
yang menonjol dari dinding saluran). Divertikuli di saluran kelenjar ludah utama
sering menyebabkam pengumpulan air liur di area tersebut. Aliran saliva
terhambat, mulut kering. Bakteri menumpuk. Ada kontaminasi pada saluran saliva
dan jaringan parenkim oleh bakteri yang menghuni rongga mulut  Sialadenitis
b. Sialolitis
Peradangan, abnoramalitas bentuk saluran  Penumpukan air liur di dalam
saluran  Terjadi pengendapanbahan organik saliva secara bertahap (kalsium
fosfat dan karbon, dengan sejumlah kecil magnesium, kalium klorida, dan
amonium.) membentuk sialolith.
c. Mukokel dan ranula
1) Tersumbatnya aliran saliva menyebabkan  penumpukan saliva pelebaran
duktus. Akhirnya, lesi seperti penonjolan terbentuk yang dapat dilapisi oleh
epitel duktus yang melebar ditambah epitel dari mukosa.
2) Ekstravasasi. Ini karena trauma pada saluran ekskretoris kelenjar ludah minor.
Laserasi/ sobekan pada duktus menyebabkan penumpukan air liur di jaringan
submukosa yang berdekatan dan mengakibatkan pembengkakan.
d. Xerostomia
1) Radiasi:
 Termasuk kematian sel terprogram (apoptosis) karena adanya paparan
radikal bebaa oksigen dan produk sitotoksik lainnya.
 Ada gangguan aliran darah yang berhubungan dengan radiasi juga dapat
berkontribusi pada kerusakan sel kelenjar asinar dan sel duktal.
2) Obat-obatan:
Obat kardiovaskular dengan efek samping xerostomik termasuk diuretik,
penghambat beta-1 dan agonis simpatis yang bekerja secara sentral.
Xerostomia biasanya disebabkan karena efek parasimpatolitik atau
antimuskarinik obat. Efek tersebut menurunkan pengeluaran neurotransmitter
asetilkolin. Asetilkolin adalah neurotransmitter aktif dan mengikat reseptor
muskarinik di kelenjar, menyebabkan peningkatan air liur.
e. Sialorrhea
1) Kelompok pengobatan utama yang terkait dengan air liur adalah antipsikotik,
terutama clozapine, dan agonis kolinergik langsung dan tidak langsung yang
digunakan untuk mengobati demensia tipe Alzheimer dan miastenia gravis.
Rangsang kolinergik itu merangsang sekresi saliva.
2) Air liur yang berlebihan diproduksi sebagai mekanisme penyangga pelindung
pada pasien GERD.
4. Pemeriksaan sesuai kasus
 Pemeriksaan subjektif : anamnesis dan mencatat riwayat pasien
 Pada pasien anak dilakukan aloanamnesis yaitu anamnesis yang diperoleh dari
orang terdekat pasien, misalnya dari orang tua pasien.
 Pada pasien dewasa dengan autoanamnesis yaitu yang diperoleh dari pasien itu
sendiri. Kedua, melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan
pendukung
 Pemreiksaan objektif :
Pemeriksaan fisik : dengan tujuan melihat tanda-tanda umum yang terdapat pada
pasien
 Pengukuran temperature, tekanan darah
 Pemeriksaan EO :
 Pemerikssaan kelenjar limfe
 Pemeriksaan TMJ
 pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna,
dan jenis keadaan abnormal
 Pemeriksaan IO :
Inspeksi pembengkakan
Palpasi masa : Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat dilakukan
palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit pada saat
dilakukan palpas
 Inspeksi daerah lesi ;

Gambaran klinis ranula antara lain :


Benjolan warna kebiruan yang menyerupai perut katak,tanpadisertaigejaladan rasa
sakit, tumbuhnya lambat,lunak, dan massa dapat digerakkan, berbatas tegas dan
terlokalisasi, fluktuatif, berlokasi di dasar mulut terutama di daerah spasia mandibula
yang kadang meluas hingga ke spasia submentalis, kontralateralleher,kedaerah
nasofaring, retrofaring, sampai dengan mediastinum bagian atas, unilateral atau satu
sisi lingual frenulum dan apabila terletak lebih dalam ke jaringan lunak ranula dapat
melewati midline,dan ukuran bervariasi sekitar 4-10 cm, pada ukuran besar
menyebabkan deviasi lidah dan pada lesi yang besar dan meluas turun menembus otot
mylohioid. Plunging ranula akan terus membesar dan meluas hingga ke regio leher.

Pemeriksan penunjang :

Komponen terpenting dalam mendiagnosis kelainan kelenjar ludah, seperti halnya


penyakit lain, adalah Riwayat pasien dan pemeriksaan klinis. Dokter gigi harus
memberkan pertanyaan sehubungan dengan peristiwa yang berkaitan dengan
munculnya keluhan utama, apakah gejalanya memburuk selama waktu makan, apakah
hidrasi yang tidak adekuat menyebbakan mulut kering, apakah memiliki penyakit
bawaaan autoimun atau telah terjadi trauma sebelumnya.

Pemeriksaan klinins harus mencakup inspeksi dan palpasi bimanual dari glandula
saliva dengan penentuan kecukupan dan normalitas dari lakju aliran saliva, probe
lacrimal dapat dilakukan untuk memeriksa obsturasi punctum ductus glandula Stenson
dan Wharton.
Radiografi Oklusal

Radiografi dengan panoramik foto dan radiografi oklusal dapat dipertimbangkan jika
sialolit dianggap merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan ranula oral dan
plunging ranula/ ranula servikal. Pemeriksaan radiografi hendaknya dilakukan untuk
memastikan penyebabnya.

Sialografi

Sialografi diindikasikan sebagai alat bantu dalam mendeteksi batu radiopak dan
radiolusen 15-20%, serta sumbatan mukosa karena dapat mengidentifikasi obstruksi
dalam ductus. Alat ini berguna dalam penilaiai luasnya kerusakan saluran saliva atau
kelenjar parenkim (bahkan kedyanya) sebagau akibat dari penyakit obstruktif,
inflamasi, traumatis dan neoplastic.

CT Scan
Penggunaan computed tomography (CT) umumnya digunakan untuk menilai lesi
massa pada kelenjar ludah. Meskipun CT scan menghasilkan paparan radiasi pada
pasien, ini kurang invasif dibandingkan sialografi dan tidak memerlukan penggunaan
bahan kontras atau keahlian operator dalam prosedur sialografi. Selain itu, CT scan
dapat menunjukkan batu kelenjar ludah, terutama batu submandibular yang terletak di
posterior duktus, di hilus kelenjar, atau di substansi kelenjar itu sendiri.1,2

Sialoendoscopy

Sialoendoskopi adalah prosedur khusus yang menggunakan kamera video kecil


(endoskopi) dengan cahaya di ujung kanula fleksibel, yang dimasukkan ke dalam
lubang duktus setelah lubang dilatasi. Endoskopi dapat digunakan secara diagnostik
dan terapeutik. Endoskopi kelenjar ludah dapat menunjukkan striktur dan kekusutan
pada sistem duktus, serta sumbatan lendir dan kalsifikasi di bawah visualisasi tidak
langsung pada monitor video.

Endoskopi dapat digunakan untuk melebarkan struktur kecil dan siram sumbat lendir
kecil dari sistem duktus kelenjar ludah. Selain itu, batu kelenjar ludah yang terletak di
dekat hilus, yang biasanya tidak dapat diakses dari pendekatan bedah transoral, dapat
diangkat dengan endoskopi dan keranjang fleksibel, sehingga menghindari
pengangkatan kelenjar, yang biasanya diperlukan pada sebagian besar batu yang
terletak di posterior atau intrahilar.

FNAB

Penggunaan biopsi FNA dalam diagnosis tumor kelenjar ludah telah


didokumentasikan dengan baik. Prosedur ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi
untuk membedakan lesi jinak dan ganas di lokasi superfisial di seluruh wilayah kepala
dan leher. Biopsi FNA dilakukan dengan menggunakan semprit dengan jarum
berukuran 20 atau lebih kecil. Setelah pemberian anestesi lokal regional, jarum
dimasukkan ke dalam lesi massa, plunger diaktifkan untuk menciptakan ruang hampa
di semprit, dan jarum dimajukan maju mundur ke seluruh massa, dengan tekanan
dipertahankan pada plunger. Tekanan kemudian dilepaskan, jarum ditarik, dan bahan
seluler serta cairan dikeluarkan ke kaca objek dan disiapkan serta difiksasi untuk
pemeriksaan histologis. Ini memungkinkan segera penentuan penyakit jinak versus
ganas; Pemeriksaan FNA ini juga menawarkan kemungkinan untuk memberikan
diagnosis jaringan yang tepat dan akurat, terutama jika ahli bedah mulut dan
maksilofasial serta ahli patologi mulut dan rahang atas memiliki komunikasi yang
baik selama proses berlangsung dan berpengalaman dalam melakukan dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

Salivary glandula biopsy

Biopsi kelenjar ludah, insisional atau eksisi, dapat digunakan untuk mendiagnosis lesi
pada salah satu kelenjar ludah mayor atau minor, tetapi biasanya juga dilakukan
sebagai bantuan dalam diagnosis sindrom Sjögren. Biopsi kelenjar liur labial bibir
bawah telah terbukti menunjukkan perubahan histopatologi karakteristik tertentu yang
terlihat pada kelenjar mayor pada pasien dengan sindrom Sjögren, sehingga
menghindari perlunya biopsi terbuka kelenjar parotis dengan peningkatan morbiditas
untuk menegakkan diagnosis. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi lokal regional.
Penjepit chalazion melingkar berguna untuk mengisolasi area dan membantu
hemostasis. Sekitar 5 sampai 10 kelenjar ludah minor diangkat untuk pemeriksaan
histologis, dan mukosa ditutup dengan jahitan resorbable. Kelenjar ludah minor labial
kemudian diperiksa secara histologis, dan diberi skor fokus. Sebuah "fokus" mewakili
agregat dari 50 atau lebih limfosit, histiosit, dan sel plasma per 4 mm.

5. diagnosis dan diagnosis banding sesuai kasus

Diagnosis : Ranula Superfisial / simple ranula

Differential diagnosis :

a. Sialolithiasis

Gejala klinis asimptomatis, terkadang nyeri dan bengkak. Pada saat selera makan
muncul berlebihan terjadi peningkatan sekresi saliva sedangkan drainase melalui
ductus mengalami obstruksi sehingga meningmulkan rasa nyeri dan pembengkakan
kelenjar. Dilakukan palpasi bimanual dan didapatkan pembesaran ductus dan kelenjar.
b. Kista dermoid submandibula

Biasanya terjadi pada dekade 2-3. Secara klinis, kista dermoid pada dasar mulut
bermanifestasi sebagai masa yang tumbuh perlahan, asimptomatis, dan kebanyakan
berada di garis median diatas m. mylohyoid. Jika berkembag keatas akan
bermanifestasi menjadi benjolan sublingual. Sedangkan kista yang tumbuh dan
berkembang ke bawah akan menimbulkan pembengkakan di regio submental dan
submandibula. Kista yang berukuran besar dapat menyebabkan lidah terangkat dan
menyebabkan gangguan menelan dan berbicara, bahkan obstruksi jalan nafas.

Kista ini biasanya bersifat kongenital. Secara histologi terlihat kista dilapisi oleh
epitel gepeng dan ditemukan adanya adneksa (kelenjar sebasea)

c. Thyroglossus Duct Cyst

Terbentuk akibat kegagalan perkembangan dari ductus tiroglossus. Pada


perkembangannya, kelenjar tiroid turun ke tempatnya melalui suatu ductus bernama
rhyroglossus. Biasanya diasosiasikan oleh infeksi saluran pernafasan atas, terletak
dibawah tulang hyoid sampai setinggi tiroid. Kista ini dapat terinfeksi dan
menimbulkan abses dan reaksi radang.

srring terjadi pada anak anak, tapi dapat juga ditemukan disemua usia, 52% terjadi
pada umur 0-20 tahun. Keluhan yang terjadi yaitu benjolah di median leher,
membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan ditempat timbulnya kista. Konsistensi
nya teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama
dengan sekitar, bergerak saat menelan dan menjulurkan lidah. Diameter sekitar 2-4
cm, kadang lebih besar. Jika terinfeksi akan menimbulkan rasa sakit.

d. Kista hygroma (limfoma)

Merupakan kelainan kongenital akibat defek pada system limfatik yang


bermanifestasi sebagai lesi jinak, lunak dan tidak nyeri. Sebagian besar kasus ini
ditemukan saat bayi lahit, dan sekitar 80-90% terdeteksi sebelum usia 2 tahun. Dapat
terjadi karena infeksi virus parvovirus, materal substance abuse (konsumsi alcohol
selama kehamilan), factor genetic, sindrom turner, dan abnormalitas kromosom.
Keluhan berupa bejolan dileher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri,
berbentuk kistik dan lunak, permukaan hasul, lepas dari kulit, difus, berbatas tegas
dan sedikit melekat di jaringan dasar. Kebanyakan terletak di region trigonum
posterior colli. Tanda khas nya yaitu tampak terang sebagai jaringan yang tembus
cahaya.

e. Neoplastic tiroid disease


Biasanya diderita oleh remaja usia kurang dari 20 tahun atau manula usia lebih dari 70
tahun dengan riwayat radiasi eksternal pada leher selama masa kanak kanak dan
remaja, ataupun riwayar keluarga dengan kanker tiroid. Biasnya disertai suara serak,
disfagia, nyeri leher, pembesaran nodul yang cepat, tanda adanya kompresi seperti
dispnea, ataupun pembesaran kelenjar getah bening. Jika pasien menelan, massa ikut
bergerak, beberapa pasien juga merasakan lehernya tertekan.

6. Tatalaksana kelainan kelenjar saliva

 Enukleasi
Enukleasi adalah menghilangkan lapisan kista secara keseluruhan. Enukleasi secara
umum digunakan jika lapisan kista mudah dipisahkan dari perlekatan tulang dan kavitas
berisi bekuan darah. Enukleasi dapat dilakukan pada semua kista yang berukuran kecil
sampai sedang

 Ekstirpasi
Pembedahan ekstirpasi merupakan tindakan pembedahan pengangkatan seluruh massa
tumor beserta kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak. 8
 Sialolitotomi
Sialolitotomi peroral pengambilan sialolit dari ductus submandibularis. Anestesi yang
dilakukan cukup dengan anestesi blok lingual dan infiltrasi local. Disekitar duktus, pada
sisi posterior dari batu tersebut, ditempatkan jahitan sementara untuk mencegah
pergeseran batu ke proksimal/posterior. Di atas sialolith dibuat insisi pada mukosa, dan
setelah duktus terlihat, kemudian dipotong longitudinal. Batu diambil dengan
menggunakan penjepit jaringan atau hemostat kecil.
 Extracorporeal shock wafe lithotripsy (ESWL)
Merupakan prosedur minimal invasi yang memungkinkan untuk memfragmentasi
sialolith yang besar dari berbagai ukuran dan lokasi dengan menggunakan gelombang
kejut dengan energi tinggi untuk menghancurkan batu siaolith dan akan mengalir keluar
mengikuti laju dari aliran kelenjar saliva.

Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien yang menderita ranula yaitu dengan
kontrol plak, edukasi pada pada pasien, motivasi, instruksi, dan teknik bedah guna
mengangkat atau mengambil ranula itu sendiri. Teknik bedah yang digunakan untuk
tatalaksana ranula yaitu marsupialisasi, eksisi glandula sublingualis, dan kombinasi
eksisi keduanya (ranula dan sublingualis) atau bisa juga dengan dissecting. pemilihan
teknik bedah berdasarkan ukuran dari massa yang muncul.

a. Marsupialisasi
Marsupialisasi merupakan suatu teknik bedah untuk mengambil kista dengan
menyisakan dinding kista itu sendiri. Pada marsupialisasi, perlu dilakukan penghilangan
bagian atap lesi intraoral sehingga memungkinkan duktus glandula
sublingualis untuk kembali terhubung dengan rongga mulut. Teknik ini diindikasikan
untuk kista-kista yang sudah berukuran besar. Karena pertimbangan agar jaringan yang
dirusak sedikit. Akan tetapi teknik ini dapat menimbulkan rekurensi kista jika
pengambilannya tidak baik.14
Marsupialisasi hanya dapat diindikasikan untuk lesi yang membutuhkan drainase
secara terus menerus sehingga tidak dapat dilakukan untuk tata laksana lesi padat.
Kontraindikasi marsupialisasi terjadi apabila pengobatan konservatif sebelumnya telah
gagal dan adanya indikasi reseksi lengkap atau sebagian.14
Prognosis perawatan dari kasus ini baik, artinya ranula yang telah ditangani dengan
marsupialisasi dapat sembuh dengan baik setelah hari ke-14 pasca bedah.14
b. Eksisi
Menurut KBBI, eksisi merupakan pemindahan atau pengeluaran organ tubuh dengan
cara pembedahan. Eksisi dilakukan pada kasus ranula yang sudah luas atau besar. Karena
pada eksisi ini nantinya akan dilakukan pembuangan jaringan atau organ. Pada ranula,
eksisi dilakukan pada area yang terkena ranula dan bahkan juga dengan kelenjar
sublingual juga.

Berdasarkan kasus yang ada pada scenario, kemungkinan tatalaksana yang dapat
dilakukan yaitu marsupialisasi. Urutan perawatan yang dapat dilakukan yaitu
 Perawatan pendahuluan  yang dapat dilakukan pada pasien yaitu kontrol plak (edukasi,
motivasi, dan instruksi), setelah dilakukan marsupialisasi dengan urutannya.
 Pasien didudukkan di dental unit dalam posisi semi supine (pasien terlentang)
 Pasien diinstruksikan untuk memposisikan lidah sejauh mungkin ke posterior dengan
ujung lidah pada palatum, kemudian dilakukan asepsis dengan povidone iodine 10%
pada tempat insersi jarum. Selanjutnya dilakukan anastesi lokal yaitu dengan anestesi
blok Nervus lingualis pada membran mukosa.
 Setelah dilakukan anastesi dan anestesi dipastikan sudah bekerja maka selanjutnya
dilakukan asepsis daerah kerja dengan povidone iodine 10%. Setelah itu mulai dilakukan
pengambilan massa. Pertama, dilakukan penjepitan dinding superior dari ranula dengan
hemostat dan dilanjutkan dengan insisi menggunakan scalpel No. 15 pada permukaan
bagian atas dari dinding ranula sepanjang kurang lebih 0,5 inci sampai menembus
mukosa dan dinding ranula.
 Setelah dilakukan pembukaan, cairan kista diambil dengan pengisapan menggunakan
disposable syringe hingga sebersih mungkin dan juga dapat dilakukan drainase dengan
memberikan tekanan pada lesi.
 Setelah operator memastikan cairan telah keluar semua dan rongga telah bersih, rongga
ranula diisi dengan kasa steril sampai penuh sehingga rongganya terbentuk kembali,
kemudian dilakukan penjahitan ditengah-tengah garis insisi.
 Dinding ranula lalu digunting mulai dari salah satu insisi sampai mengelilingi permukaan
rongga ranula.
 Kemudian, dilakukan penjahitan mengitari hasil guntingan untuk menyatukan dinding
ranula dengan mukosa dasar mulut menggunakan Dexon 0/3 agar tidak menutup lagi.
Kasa steril dikeluarkan dari rongga kista dan diganti dengan tampon iodoform.
 Luka bekas robekan ditutup dengan periodontal pack. Pasien diinstruksikan untuk datang
kontrol 1 minggu kemudian.
 Jaringan yang diambil dikirim ke bagian patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksan
HPA (histopatologi).
 Pasien diberi resep untuk dikonsumsi selama 5 hari, yang terdiri dari:
1) antibiotic Amoksisilin sirup 3x 1 sm,
2) analgesik ibuprofen sirup 3x1sm,
3) dexametason 0,5 mg no 10 , 3x1,
4) multivitamin syrup, dan
5) betadine gargle 3x1.
DAFTAR PUSTAKA :

Dafpus Nomor 1

 Bruch, J. M., & Treister, N. S. (2010). Clinical oral medicine and pathology (pp. 66-
68). Humana Press.
 Ghom AG. Textbook of Oral Medicine. 2nd Ed. India : Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2010
 Michael M, Peterson LJ. Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd
Ed. US: People’s Medical Publishing House. 2012
 Ghom AG, Mhaske S. Textbook of Oral Pathology. 2nd Ed. India : Jaypee Brothers
Medical Publishers. 2013

Dafpus Nomor 2

 Glick M, William M. Burket’s Oral medicine 12th ed. Shelton, CT PMPH-USA Ltd.
2015;
 Rasul MI. Penatalaksanaan ranula dengan skleroterapi. MDJ (Makassar Dent Journal).
2017;6(1):1.
 Elvia MY. DIAGNOSIS DAN TERAPI SIALOLITIASIS KELENJAR LIUR.
Magnesium. 1:2.
 Putri MH. Herijulianti. E. dan Nurjannah. N., 2012. Ilmu Pencegah Penyakit Jar
Keras dan Jar Pendukung Gigi.
 Yusuf M. Diagnosis and Therapy of Salivary Gland Sialolithiasis. J THT-KL.
2011;4(3):178–91.
 Young A, Okuyemi OT. Malignant Salivary Gland Tumors. StatPearls [Internet].
2020;

Dafpus Nomor 3

 Malik NA. Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. 4 ed. Textbook of Oral &
Maxillofacial Surgery. 2016.
 Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th editi. Shelton, Connecticut: People’s Medical
Publishing House USA; 2015.
 Dios PD, Scully C, Almaeida OP de. Oral Medicine and Pathology at a Glance. John
Wiley & Sons, Ltd. 2016.
 Ongole, R. and B. Praveen. “Text Book of Oral Medicine Oral Diagnosis and Oral
Radiology.” 2e. 2013.
 Wilson DF, Prabhu SR. Oral diseases and disorders differential diagnosis. India:
Jaypee Brothers Medical Publishers, 2008. 1 p.

Dafpus Nomor 4

 Hupp JR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 7th. Vol. 7, Elsivier. 2019.
112-114,132 p.
Dafpus Nomor 5

 Elvia, Yusuf M. Diagnosis dan Terapi Sialolithiasis Kelenjar Liur. Vol. 4. Surabaya;
2015.
 Budiman BJ, Rusdi D. Kista Dermoid Submandibula. Padang; Susanto EA,
Suaryana SN, Kedokteran F, Udayana U. Kista duktus tiroglosus. Bali;
 Satria D. Kista Higroma Colli. Palembang; Amin A, Tajrin A, Sandi A. Ranula :
sebuah laporan kasus. Makassar Dent J. 2018;3(6):1–11.

Dafpus Nomor 6

 1. Zhi K, Wen Y, Ren W, Zhang Y. Management of Infant Ranula. Int J Pediatr


Otorhinolaryngol; 2008;72:823-26
 2. Wardani Istien, dkk. Ranula in Pediatric Patient. Poster Presentation PIN 10
IDGAI. 2017. 97-106.

Anda mungkin juga menyukai