Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH EFIDEMIOLOGI DENTAL

“PENYAKIT PULPA DAN JARINGAN PERIAPIKAL”

DISUSUN OLEH

ERIKAWATI
NIM. P07125220007J

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini “Penyakit Pulpa dan jaringan periapikal”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Efidemiologi Dental sekaligus untuk
menambah wawasa penyusun.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan karena telah memberikan tugas ini terhadap
penyusun. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan
juga pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun makalah ini jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik
dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan
penyusus, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa penyusun mengharapkan
semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pihak lain yang berkepentingan pada
makalah ini.

Banjarbaru, September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 4

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 6

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 6

D. Manfaat .................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 7

A. Landasan Teori........................................................................................................ 7

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................... 15

A. Pembahasan ............................................................................................................. 15

B. Analisis Masalah...................................................................................................... 20

BAB IV PENUTUP.............................................................................................................. 21

A. Kesimpulan............................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Rongga mulut dan segala jaringan di dalamnya merupakan bagian yang penting
bagi setiap manusia sebab menghubungkan lingkungan luar dan lingkungan dalam tubuh
seseorang. Masyarakat perlu menyadari bahwa masalah gigi dan mulut tidak hanya
terlokalisir pada daerah mulut saja tetapi juga dapat menimbulkan komplikasi pada
penyakit sistemik. Komplikasi tersebut antara lain selulitis, urtikaria, endokarditis,
miokarditis, abses pada otak, abses kulit dan jaringan di bawahnya, keguguran dan berat
badan bayi rendah. Oleh sebab itu kesehatan rongga mulut perlu diperhatikan mengingat
berbagai dampak buruk yang dapat ditimbulkan..
Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi (enamel dan dentin) yang
disebabkan oleh demineralisasi dari asam yang dihasilkan oleh bakteri (Ozdemir, 2014).
Kerusakan jaringan keras gigi akibat karies apabila dibiarkan terlalu lama akan
mengakibatkan kerusakan pada jaringan pulpa dan akan menyebakan kematian pulpa
(nekrosis), tidak hanya itu penyebaran infeksi dapat berlanjut ke jaringan periapikal yang
berakibat timbulnya abses periapikal. Prevalensi penyakit pulpa di Indonesia masih
dikategorikan tinggi. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat penyakit
pulpa dan periapikal menempati urutan ke 7 penyakit rawat jalan di Indonesia pada data
tahun 2010.
Infeksi utama penyebab penyakit pulpa dan periapikal adalah kombinasi bakteri
aerob dan anaerob. Spesies bakteri yang paling sering di jumpai pada saluran akar adalah
Peptostreptococcus diikuti oleh Streptococcus, Porphyromonas, dan Enterococcus
faecalis (Ezrafil et al., 2009). Bakteri utama pada infeksi saluran akar di dominasi oleh
Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif fakultatif anaerob yang
resisten terhadap bahan antimikrobial dan sering ditemukan pada perawatan saluran akar
yang gagal(Torabinejad, 2011). Perawatan pada penyakit pulpa dan periapikal adalah
perawatan saluran akar. Tingkat keberhasilan perawatan saluran akar di tentukan oleh
sterilisasi dan pengisisan pada saluran akar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pengisian pada saluran akar yang tidak sempurna dapat menyebabkan penumpukan
bakteri dan jaringan nekrotik sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan pada
perawatan saluran akar.

4
Jaringan periapikal sendiri terdiri dari sementum, ligamen periodontal, dan tulang
alveolar. Menurut Grossman dan Oliet 3 , inflamasi pulpa menyebabkan perubahan
inflamatori pada ligamen periodontal bahkan sebelum pulpa menjadi nekrotik
seluruhnya, yang berarti radang pulpa mengakibatkan respons pada periapikal sejak dini.
Kelainan pada daerah periapikal sudah terlihat sejak proses radang mencapai kamar
pulpa. Patogenesis jaringan periapikal sebagian besar terjadi akibat pulpa yang nekrosis,
yaitu dari bakteri atau produk sampingannya dan iritan-iritan lain dari pulpa yang
nekrosis, yang berdifusi dari saluran akar ke arah periapeks sehingga timbul lesi
inflamasi yang parah Abses alveolar akut atau yang dikenal sebagai abses periapikal
akut, abses dentoalveolar akut, maupun abses periradikular akut merupakan salah satu
penyakit jaringan periradikular yang biasanya disebabkan oleh kematian pulpa akibat
proses karies gigi. Abses ini ditandai dengan suatu kumpulan nanah yang terbatas pada
tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah kematian pulpa, dengan perluasan infeksi ke
dalam jaringan periradikular melalui foramen apikal. Gejalanya adalah rasa sakit pada
gigi dan nyeri yang spontan akibat kelanjutan proses infeksi dari pulpa
Menurut Tarigan , rasa sakit dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit
pulpoperiapikal simptomatis berkisar dari ringan (periodontitis apikalis akut) sampai
sangat hebat dan berintensitas tinggi, berdenyut-denyut, atau terusmenerus (abses
periapikal akut). Pada pembentukan abses, pasien merasa tidak nyaman walaupun gigi
tidak disentuh. Gigi juga selalu dalam keadaan goyang karena tekanan eksudatif dari
jaringan periapeks.
Gejala rasa sakit pada abses periapikal akut kadang dapat disertai pembengkakan
yang seringkali mengganggu aktivitas pasien/penderita, bahkan dalam kondisi tertentu
disertai demam. Penderita juga merasakan kesulitan saat menguyah karena rasa sakit
yang timbul saat berkontak dengan gigi antagonis. Bila dibiarkan tanpa perawatan, abses
dapat meluas ke tulang rahang dan jaringan lunak dan menyebabkan pembengkakan yang
cukup besar. Terkadang kelenjar limfe yang berdekatan dapat membesar dan terasa sakit.
Apabila kondisi ini terus berlanjut dapat terjadi komplikasi yang serius. Bakteri dapat
menyebar melalui aliran darah ke organ vital dan dapat menimbulkan ludwig angina
yang menyebabkan pasien kesulitan bernafas hingga berujung kematian.
Berkaitan dengan ini, pasien dengan abses apikalis akut perlu mendapat
perawatan untuk mengurangi rasa sakitnya, sebab sebagai tenaga medis pengurangan rasa
sakit adalah esensi dari profesi. Seorang dokter gigi dalam menentukan diagnosis dan
penanganan terhadap penyakit jaringan periradikular perlu memiliki banyak pengalaman.

5
Kesuksesan dalam penanganan juga didukung oleh bagaimana dokter gigi
menghubungkan diagnosis dari suatu lesi terhadap keefektifan dari perawatan selama
praktik. Rencana perawatan harus efektif dan efisien untuk mendapat prognosis yang
baik. Mengingat tingginya prevalensi karies dan kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai abses apikalis akut akibat nekrosis pulpa, maka penulis ingin mengangkat
topik ini secara luas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Laporan di poli gigi Puskesmas Bakarangan Kabupaten Tapin


Tahun 2020 menyatakan bahwa penyakit pulpa dan jaringan periapikal merupakan
penyakit dengan angka tertinggi dibandingkan dengan penyakit gigi lainnya, hal ini
menunjukkan kondisi yang memprihatinkan dimana sebagian besar pasien yang datang
sudah dalam kondisi sakit dan perlu perawatan

C. Tujuan Penulisan

Laporan ini bertujuan untuk menganalisa dan mengevaluasi tingginya angka


penyakit pulpa dan jaringan periapikal pada Puskesmas Bakarangan Kabupaten Tapin
sehingga perawat gigi dapat melakukan kegiatan promotif dan preventif serta mampu
menangani pasien yang mengalami penyakit pulpa dan jaringan periapikal tersebut.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi
Diharapkan berguna bagi pengembangan keilmuan, khususnya yang
berkaitan tentang penyakit pulpa dan jaringan periapikal. Serta sebagai bahan
masukan atau referensi dalam penulisan proposal skripsi bagi mereka yang
memerlukan khususnya mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi baik diploma III
maupun diploma IV.
2. Bagi Puskesmas Bakarangan
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam
melaksanakan program promotif dan preventif penyakit gigi dan mulut
terutama penyakit pulpa dan jaringan periapikal sehingga dapat mengurangi
angka penyakit pulpa dan jaringan periapikal di Puskesmas Bakarangan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pulpitis
Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi dengan
gambaran klinik yang akut. Merupakan penyakit lanjut karena didahului
oleh terjadinya karies, hyperemia pulpa baru setelah itu menjadi Pulpitis, yaitu ketika
radang sudah mengenai kavum pulpa.
a. Etiologi
Penyebab Pulpitis yang paling sering ditemukan adalah kerusakan email
dan dentin, penyebab kedua adalah cedera.
b. Gejala
Pulpitis menyebabkan sakit gigi yang tajam luar biasa, terutama bila terkena
oleh air dingin, asam, manis, kadang hanya dengan menghisap angina pun sakit.
Rasa sakit dapat menyebar ke kepala, telinga dan kadang sampai kepunggung.
c. Pemeriksaan:
- Sondasi (+)
- Perkusi (-)
- Reaksi dingin, manis dan asam (+)
- Pembesaran kelenjar (-)
- Rasa sakit tidak terus menerus, terutama pada malam hari
- Rasa sakit tersebar dan tidak bias dilokalisasi.
- Rasa sakit berdenyut khas, yaitu rasa sakit yang tajam dan dapat menjalar ke
kepala dan telinga kadang ke punggung
d. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan klinis. Dalam hal
ini dapat dilakukan beberapa pengujian :
- Diberikan rangsangan dingin, asam, manis
Pasien terasa sakit sekali/sakit bertambah menusuk. Rangsangan dingin, asam
dan manis (+)
- Penguji Pulpa Elektrik
Pada pengujian dengan alat penguji elektrik, pasien merasa sangat nyeri,

7
kadang belum tersentuh pun pasien terasa sangat nyeri
- Perkusi Dengan Pangkal Sonde
Pada pulpitis perkusi (-), tapi pasien merasa nyeri/perkusi (+), disebabkan
karena pada dasarnya pasien sudah merasa sakit pada giginya sehingga hanya
paktor sugesti yang mendasarinya.Bila perkusi terasa nyeri/perkusi (+), maka
peradangan telah menyebar ke jaringan dan tulang sekitarnya.
- Roentgen Gigi
Pada pemeriksaan dengan roentgen maka didapatkan gambaran radiologist
berupa gambaran radioluscent yang telah mencapai kavum pulpa.Pemeriksaan
radiologist dilakukan untuk memperkuat diagnosa dan menunjukkan apakah
peradangan telah menyebar ke jaringan dan tulang sekitarnya.

a) Pulpitis Reversible
Menurut arti katanya, pulpitis reversible adalah inflamasi pulpa yang
tidak parah. Jika penyebabnya telah dihilangkan, inflamasinya akan pulih
kembali dan pulpa akan kembali normal. Pulpitis reversible dapat ditimbulkan
oleh stimuli ringan atau yang berjalan sebentar seperti karies insipien, erosi
servikal atau atrisi oklusal, sebagian prosedur operatif, kuretasi periodontium
yang dalam, dan fraktur enamel yang menyebabkan terbukanya dentin.
Biasanya pulpitis reversible tidak menimbulkan gejala (asimtomatik), akan
tetapi jika ada, gejala biasanya timbul dari suatu pola tertentu.
Aplikasi cairan atau udara dingin/panas misalnya, bisa menimbulkan
nyeri tajam sementara. Jika stimuli dihilangkan, yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri atau ketidaknyamanan, nyeri akan reda segera.
Stimuli panas atau dingin menghasilkan respons nyeri yang berbeda-
beda pada pulpa normal. Jika panas diaplikasikan pada gigi yang
pulpanya tidak terinflamasi, akan timbul respon awal yang lambat; intensitas
nyerinya akan makin naik jika suhunya dinaikkan. Sebaliknya, nyeri sebagai
respons terhadap aplikasi dingin pada pulpa normal akan segera terjadi;
intensitas nyeri cenderung menurun jika stimulus dinginnya dipertahankan
tetap.
Berdasarkan observasi-observasi ini, respons pulpa pada kedua
keadaan, sehat atau sakit, tampaknya. Pulpitis reversibel dapat berkisar dari
hiperemia ke perubahan inflamasi ringan hingga sedang terbatas pada daerah

8
dimana tubuli dentin terlibat.Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif,
gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah dan adanya sel
inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi
kronis menonjol dapat dilihat juga sel inflamasi akut.
Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai
dengan gejala sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar.Lebih
sering diakibatkan oleh rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa
sakit bila kemasukan makanan, terutama makanan dan minuman dingin.
Rasa sakit hilang apabila rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul
tidak secara spontan.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang
setelah
rangsangan dihilangkan
- Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul
bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar.
- Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-
kadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit.
- Tes vitalitas: gigi masih vital
Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika
karies porfunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1
minggu kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan.
Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan.
Perawatan periodik untuk mencegah perkembangan karies,
penumpatan awal bila kavitas meluas, desensitisasi leher gigi dimana
terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum
penumpatan, dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan
untuk mencegah pulpitis lebih lanjut.
Bila dijumpai pulpitisreversibel, penghilangan stimulasi (jejas)
biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya
untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada
walaupun telah dilakukan perawatan yang tepat, maka inflamasi pulpa
dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah
eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi

9
b) Pulpitis Ireversible
Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi
pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang
disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat
menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke
kondisi semula atau normal.
Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya
disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara
spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam,
dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pulpitis
irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari
karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun
bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis
irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis
reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai
dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh
hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan
makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh
lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada
pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah
dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang
jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau
menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah.Rasa sakit bisa sebentar-
sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan
pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu
stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar
ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang
terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya
terdapat
pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies
lunak

10
seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke
dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan
biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah
pembukaan atau draenase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang
sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas
atau masuk di bawah tumpatan yang bocor.
Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis ireversibel adalah:
- Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta
menyebar
- Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan
sakit), nyeri lama sampai berjam-jam.
- Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi
dan tekan kadang-kadang ada keluhan.
- Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi
dinyatakan vital.
- Terapi: pulpektomi
Dengan pemeriksaan histopatologik terlihat tanda-tanda inflamasi
kronis dan akut. Terjadi perubahan berupa sel-sel nekrotik yang dapat
menarik sel-sel radang terutama leukosit polimorfonuklear dengan adanya
kemotaksis dan terjadi radang akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit
polimorfonuklear pada daerah nekrosis dan leukosit mati serta membentuk
eksudat atau nanah. Tampak pula sel-sel radang kronis seperti sel plasma,
limfosit dan makrofag
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau
pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai
desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin,
eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan
suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan
penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler
harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat.Pengambilan secara bedah
harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi. Prognosa gigi
adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi
endodontik dan restorasi yang tepat

11
2. Nekrosis Pulpa
Pulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap
berbagai stimulus (panas atau dingin).Pulpa normal merespon terhadap panas atau
dingin dengan nyeri yang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik. Juga
perkusi pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri. Bagaimanapun normal
pulpa tidak akan merespon terhadap tes suhu. Jika kanal pada akar mengalami
kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab
lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat
dan berfungsi normal.
Tes elektrik pulpa memunculkan respon dari pasien yang pulpanya
masih berfungsi. Dokter harus berhati-hati terhadap hasil dari tes ini karena hasilnya
tidak tetap sehingga tidak diperlukan untuk melihat status kesehatan.

a. Pengertian Nekrosis Pulpa


Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses
lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara
tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis.
Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah
menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu
bahan yang lunak atau cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu
terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak,
indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol,
putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa
kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman
yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren
pulpa.
b. Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi,
pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa
penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang

12
mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis
dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian.
Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi
menjadi kondisi nekrosis2.
Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan
restorasi silikat, ataupun akrilik.Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada
aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis
pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau beberapa bulan
sampai menahun.Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat
menyebabkan nekrosis pulpa.Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi
fase kronis dibanding fase akut.
c. Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast;
memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu
kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan.Akan tetapi
apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses
lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian
pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa
dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan
jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat
untuk mempertahankan vitalitasnya.
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi
bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara
jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan
direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa
yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan
penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat
terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa.
Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau
restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material
yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur
dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi
bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan.

13
Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses trauma,
operative procedure dan yan paling umum adalah karena adanya karies.
Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi
peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat
menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu.
Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam
pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada
gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan
selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada
pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi
edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat
terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon
pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi
sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks.Semuaproses tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa

3. Patogenesis Penyakit Periapikal 


Saluran akar merupakan sumber utama infeksi. Mikroorganisme yang terdapat
pada saluran akar dapat berproliferasi sehingga berkembang ke luar saluran akar.
Sisa-sisa metabolik mikroorganisme tersebut atau toksin jaringan nekrosis juga dapat
berdifusi ke jaringan periapikal. Ketika mikroorganisme memasuki daerah
periapikal, mereka akan dihancurkan oleh PMN. Namun apabila mikroorganisme
tersebut sangat virulen, mereka akan mengalahkan mekanisme pertahanan dan
menghasilkan perkembangan lesi periapikal.
Toksin dari mikroorganisme dan pulpa yang nekrosis pada saluran akar
bersifat mengiritasi dan merusak jaringan periapikal. Iritan-iritan tersebut bersamaan
dengan enzim proteolitik yang dihasilkan oleh PMN yang mati akan membentuk pus
dan menghasilkan perkembangan abses kronis. Di pinggir daerah jaringan tulang
yang rusak, toksin bakteri akan dilemahkan sehingga dapat berperan sebagai
stimulan dan menghasilkan pembentukan granuloma. Setelah itu, fibroblast akan
bekerja dan membangun jaringan fibrosa, osteoblast akan membatasi area dengan
membentuk tulang sklerotik. Bersamaan dengan ini, apabila epitelial rests of
Malassez juga terstimulasi, akan terjadi pembentukan kista

14
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
1. Pulpa
Secara umum penyakit pulpa dapat disebutkan sebagai kelainan pada jaringan
pulpa (saluran akar gigi yang berisi pembuluh darah dan saraf) dan jaringan sekitar
akar gigi (periapikal) akibat implamasi oleh iritasi bakteri, mekanis, atau kimia

Pulpa Anatomis pulpa terbagi menjadi dua bagian, pulpa koronal dan pulpa
radikuler. Pulpa koronal terletak di kamar pulpa pada bagian mahkota gigi,
termasuk juga tanduk pulpa. Pulpa radikuler berada pada kanal pulpa di dalam
bagian akar gigi. Pulpa terdiri atas syaraf-syaraf, arteri, vena, saluran kelenjar getah
bening, sel-sel jaringan ikat, odontoblas, fibroblast, makrofag, kolagen, dan
serabut-serabut halus. Pada bagian tengah dari pulpa mengandung pembuluh darah
besar dan batang syaraf.
Sel pulpa yang bertanggung jawab dalam pembentukan dentin adalah
odontoblas (Chavez & Massa, 2004). Prosesus odontoblas terletak sepanjang
dentino enamel junction. Dibawah prosesus odontoblas terdapat tubuli yang berisi
cairan jaringan. Ujung distal dari tubuli dentin yang terkena iritasi akan memacu
odontoblas untuk membentuk lebih banyak dentin, apabila terbentuknya berada
didalam pulpa disebut dentin reparatif, apabila terbentuk didalam tubuli disebut
dentin peritubular.
Pulpa mempunyai empat fungsi : (1) fungsi dentinogenic yaitu sel pulpa gigi
odontoblas mempunyai peran untuk membentuk dentin dan menghasilkan serabut-
serabut kolagen, (2) fungsi nutritive, jumlah air dan nutrisi ini dibutuhkan untuk
metabolisme dentin,(3) fungsi defensive bersifat melindungi, pulpa akan
mengalami inflamasi jika ada invasi bakteri, iatrogenic, dan terkena trauma,(4)
fungsi sensory, pulpa akan merespon cedera dengan rasa sakit(Brenna, 2009). Gigi
dengan pulpa yang sehat tidak akan menunjukkan gejalagejala secara spontan jika
cedera. Pulpa akan merespon jika dilakukan tes pulpa, dan gejala-gejala yang
timbul ringan, tidak menyebabkan pasien menderita, hanya menimbulkan sensasi
terluka yang sementara dan hilang dalam hitungan detik (Cohen, 2011). Pulpa yang
terkena inflamasi mengalami respon akut dan respon kronis sesuai dengan besar

15
dan durasi rangsangannya. Rasa sakit ditimbulkan karena adanya perubahan
permeabilitas vaskuler yang terjadi saat inflamasi akut, menyebabkan pembentukan
eksudat karena ruang pulpa yang terbatas sehingga tekanan intra pulpa meningkat
dan timbul rasa sakit. Pasien seringkali tidak ada keluhan selama inflamasi kronis,
apabila tidak segera ditanggulangi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dan infeksi
jaringan periradikuler.

2. Penyakit Pulpa
Penyakit Pulpa Menurut Walton dan Torabinejad (2008) terdapat beberapa
klasifikasi dari penyakit pulpa diantaranya adalah pulpitis reversibel, pulpitis
ireversibel, pulpitis hiperplastik dan nekrosis pulpa.
a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah radang pulpa yang tidak parah, penyebab
radang dihilangkan maka pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor yang
menyebabkan pulpitis reversibel adalah erosi servikal, stimulus ringan atau
sebentar contohnya karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan dalam prosedur
operatif, kuretase perodontium yang dalam, dan fraktur email yang
menyebabkan tubulus dentin terbuka.
Gejala-gejala pulpitis reversibel diantaranya rasa sakit hilang saat
stimulus dihilangkan, rasa sakit sulit terlokalisir, radiografik periradikuler
terlihat normal, dan gigi masih normal saat diperkusi kecuali jika terdapat
trauma pada bagian oklusal.
b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh jejas
sehingga sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki dan pulpa
tidak dapat pulih kembali (Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis ireversibel
diantaranya adalah nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya penyebab
dari luar, nyeri tidak dapat terlokalisir, dan nyeri yang berkepanjangan jika
terdapat stimulus eksternal seperti rangsangan panas atau dingin.
c. Pulpitis Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik adalah bentuk dari pulpitis ireversibel dan sering
dikenal dengan pulpa polip. Hal ini terjadi karena hasil dari proliferasi jaringan
pulpa muda yang telah terinfalamasi akut (Heasman, 2006). Penyebab
terjadinya pulpitis hiperplastik adalah 14 vaskularisasi yang cukup pada pulpa

16
yang masih muda, proliferasi jaringan, dan daerah yang cukup besar untuk
kepentingan drainase.
3. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa sudah mati, aliran pembuluh
darah sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa
yang sudah sepenuhnya nekrosis, maka gigi tersebut asimtomatik hingga gejala-
gejala timbul sebagai hasil dari perkembangan proses penyakit ke dalam jaringan
periradikuler.
Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis belum sepenuhnya terinfeksi,
jaringan periapikalnya akan terlihat normal. Secara klinis, pada gigi yang berakar
tunggal biasanya tidak merespon pada tes sensitivitas, namun pada gigi yang
berakar jamak pada tes sensitivitas terkadang dapat mendapatkan hasil yang
positif maupun negatif tergantung syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi
mana yang diuji.
e. Kaping Pulpa
1) Definisi
Kaping pulpa adalah perawatan endodontik yang bertujuan untuk
mempertahankan vitalitas pada endodontium. Syarat dilakukannya
perawatan kaping pulpa direk maupun indirek diantaranya (1) pulpa gigi
dalam keadaan vital dan tidak ada riwayat nyeri spontan, (2) nyeri yang
ditimbulkan saat tes pulpa dengan stimulus dingin atau panas tidak
berlangsung lama,(3) pada radiografi periapikal tidak ada lesi
periradikular, dan (4) bakteri harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum di
restorasi permanen.
2) Jenis Kaping Pulpa
Kaping Pulpa Direk Kaping pulpa direk adalah prosedur perawatan
dengan cara mengaplikasikan bahan liner secara langsung pada jaringan
pulpa yang terbuka, tindakan ini dilakukan biasanya karena trauma atau
karies yang dalam (Qualtrough et al., 2005). Tujuan dilakukan kaping
pulpa direk adalah untuk membentuk dentin reparatif dan memelihara
pulpa vital.
Menurut American Academy of Pediatric Dentistry (2014) indikasi
dilakukannya pulpa kaping direk adalah gigi dalam keadaan pulpa yang
masih vital dikarenakan kesalahan mekanis yang kecil atau kejadian pulpa

17
yang terbuka karena trauma dengan kondisi respon pulpa terhadap
penyembuhan masih baik.
Perawatan pulpa kaping direk dilakukan ketika terdapat
perforasi saat prosedur mekanis pada pulpa yang sehat. Gigi yang
dilakukan perawatan harus diisolasi dengan rubber dam, dan hemostasis
yang memadai tercapai (Amerongen et al., 2006). Prosedur dalam
melakukan perawatan pulpa kaping adalah mengaplikasikan bahan
material yang bersifat protektif secara langsung pada pulpa yang terbuka.
Pulpa yang terbuka dibersihkan dari debris dan perdarahan dihentikan
dengan menggunakan paper points yang steril atau kapas, saline dan
larutan sodium hipoklorit juga dapat digunakan. Ketika luka pada pulpa
telah kering, bahan pulpa kaping langsung diaplikasikan diatas pulpa yang
terbuka, diikuti dengan aplikasi zinc oxide eugenol atau glass ionomer
sebagai base, kemudian direstorasi permanen. Menunda dalam
pengaplikasian restorasi permanen mengurangi prognosis karena
kemungkinan adanya microleakage.
Beberapa kontraindikasi dari kaping pulpa direk diantaranya adalah
terdapat kelainan pada ligamen periodontal, degenerasi periradikuler,
perdarahan yang tidak terkontrol pada pulpa terbuka, ditemukan nyeri
spontan pada gigi, dan terdapat eksudat (Ingle & Bakland, 2002).
Kegagalan setelah kaping pulpa direk dapat terjadi karena beberapa
faktor : (1) pulpa inflamasi kronis, penyembuhan tidak dapat terjadi ketika
pulpa mengalami inflamasi, oleh karena itu dalam situasi ini dibutuhkan
perawatan pulpektomi (2) penjendalan darah pada ekstra pulpa,
penjendalan darah mencegah kontak jaringan pulpa yang sehat dengan
bahan material kaping pulpa dan bertentangan dengan proses
penyembuhan luka (3) kegagalan restorasi, jika restorasi gagal untuk
mencegah masuknya bakteri, hal itu dapat meningkatkan kegagalan
perawatan.

4. Perawatan Saluran Akar


a) Pengertian Perawatan Saluran Akar
Perawatan saluran akar (Zulfi, 2016) merupakan perawatan yang
bertujuan untuk meringankan rasa sakit dang mengontrol sepsis dari pulpa dan

18
jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit
agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa
tidak terdapat lagi gejala, dapat berfungsi dengan baik dan tidak ada tanda-
tanda patologis yang lain.
Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap (triad endodontik), yaitu
preparasi biomekanis meliputi pembersihan dan pembentukan, strerilisasi yang
meliputi irigasi dan disinfeksi serta pengisian saluran akar. Mikroba direduksi
atau dieliminasi di dalam sistem saluraran akar, agar terjadi proses
penyembuhan melalui tindakan pembersihan dan pembentukan saluran akar
(cleaning and shaping). Pembersihan dilakukan dengan mengeluarkan jaringan
pulpa vital dan nekrotik, serta mereduksi mikroorganisme. Pembentukan
dilakukan dengan 15 membentuk saluran akar sedemikian rupa agar saluran
akar dapat menerima bahan pengisi dengan baik.

b) Indikasi Perawatan Saluran Akar


Secara umum perawatan saluran akar diindikasi untuk:
a. Email yang tidak di dukung oleh dentin
b. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital
nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital
c. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari sepertiga
apeks
d. Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik
(untuk pilar restorasi jembatan)
e. Gigi tidak goyng dan periodonsium normal
f. Foto rontgen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal,
tidak ada granuloma
g. Kondisi pasien baik
h. Pasien ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulutnya
i. Keadaan ekonomi memungkinkan

c) Kontraindikasi Perawatan Saluran Akar


Secara umum kontraindikasi Perawatan Saluran Akar, yaitu :
a. Fraktur akar gigi yang vertical

19
b. Tidak dapat lagi dilakukan restorasi
c. Kerusakan jaringan apikal melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar gigi
d. Resorpsi tulang aveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi
e. Kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol

B. Analisis Masalah
Setelah dilakukan pengumpulan data, langkah berikutnya adalah melakukan
pengolahan data agar data mentah dapat disusun sehingga lebih mudah dimanfaatkan
dalam menganalisis permasalahan mengenai tingginya angka penyakit pulpa dan
jaringan periapikal yang terjadi di Puskesmas Bakarangan Kabupaten Tapin pada
Tahun 2020 sehingga tenaga medis khususnya perawat gigi dapat mengantisipasi
permasalahan penyakit pulpa dan jaringan periapikal dengan cara melakukan kegiatan
promotif dan preventif mengenai cara memelihara kesehatan gigi dan mulut serta
mampu menangani pasien yang mengalami penyakit pulpa dan jaringan periapikal
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bakarangan kabupaten Tapin

20
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada umumnya penatalaksanaan abses apikalis akut meliputi


debridement/pembuangan jaringan pulpa nekrotik, drainase, perawatan saluran
akar, serta ekstraksi gigi (pilihan terakhir). Drainase pus dapat diperoleh dari insisi
mukosa apabila pembengkakan terlokalisir dan berfluktuan, dari gigi melalui
pembukaan akses kavitas, dan trepanasi kortikal apabila terdapat rasa sakit pada
pasien tanpa adanya pembengkakan. Reduksi oklusal pasca perawatan juga dapat
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit pada gigi. Selain itu pada beberapa pasien
dengan abses apikalis akut, pemberian analgesik dan antibiotik dapat
diindikasikan. Terapi antibiotik tidak diindikasikan bagi pasien yang dinyatakan
sehat dan ketika abses terlokalisir. Prognosis dari abses apikalis akut secara umum
adalah baik, tergantung tingkat kerusakan jaringan periapikal pada gigi tersebut.
Seorang dokter gigi membutuhkan pemeriksaan klinis yang lengkap dan
disertai pemeriksaan radiograf dalam menegakkan diagnosis suatu abses terutama
abses apikalis akut. Hal ini perlu mengingat abses apikalis akut memiliki beberapa
diagnosis banding, namun memiliki penanganan/penatalaksanaan yang berbeda.
Oleh karena itu seorang dokter gigi harus mengenal dan memahami suatu kelainan
atau suatu keadaan patologis dengan terampil, menegakkan diagnosis yang tepat
dan diikuti dengan rencana perawatan yang sesuai, sehingga perluasan penyakit
menuju tingkat selanjutnya dapat dihentikan sedini mungkin dan kerusakan
jaringan lebih lanjut dapat dihindari

21
DAFTAR PUSTAKA

Laporan bulanan Puskesmas Bakarangan Kabupaten Tapin Tahun 2020

Syafii,I., 2012, Pemeriksaan-Saliva-dan-Plak-untuk-Menentukan-Faktor-Resiko- Karies,


http://tulisandoktergigimuda. Diakses tanggal 23 Februari 2013.

Tarigan, R., 2006, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), EGC, Jakarta, 23-37

Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Pickard, H.M., 2002, Manual Konsevasi Restoratif (Pickards,s
manual of operative dentistry), Widya Medika, Jakarta, 3-5.

Anonim.2011, Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi dengan Tingkat


Kebersihan,http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasidosen/Hubungan
%20Pendidikan%20Penyikatan%20Gigi%20dg%20Tingkat%20Kebersihan%20Gi.pdf
diakses pada tanggal 12-02-2013 pukul 23:42.

Astuti, T., 2006, 89% Anak Derita Penyakit Gigi dan Mulut,
http://www.Jurnalnet.com/konten.php?nama=beritautama&topic=7&id=515 diakses tanggal
06 Desember 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai