Anda di halaman 1dari 14

LITERATURE REVIEW

LESI ENDO-PERIO

KOMANG KARMA YOGA 1802642025


A.A. NGURAH GDE WIHARDI 1802642030
I GEDE PUTRA ADI WIBAWA 1802642032
A.A.NGR TRISNA INDRA PRADIPTA 1802642044

Pembimbing:
drg. Valeo Adika Laksana, Sp. Perio

Penguji:
Drg. Eka Pramudita Ramadhany, Sp. Perio, Sert.KGI, FISID

DEPARTEMEN ILMU PERIODONSIA PROGRAM STUDI SARJANA


KEDOKTER GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2022
Lembar Pengesahan

MAKALAH LAPORAN KASUS INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL 15 NOVEMBER 2022

Pembimbing,

drg. Valeo Adika Laksana, Sp. Perio


BAB I
PENDAHULUAN

Keterkaitan pulpa dan jaringan periodonsium dimulai dari tahap


perkembangan embrio gigi, dental folikel menjadi tanda dari adanya jaringan
periodonsium yang memiliki hubungan dengan papilla gigi yang menjadi asal dari
jaringan pulpa. Keduanya dipisahkan oleh epitel Hertwig, dengan demikian pulpa dan
jaringan periodonsium memiliki hubungan embrio, fungsional dan anatomi.
Hubungan antara lesi endodontik dan periodontal pertama kali dikemukakan oleh
Simring dan Goldberg pada tahun 1964 yang dikenal istilah lesi endo- perio ( Medika
Chrisna, 2019).
Jaringan periodonsium dan pulpa gigi secara anatomi berhubungan melalui
foramen apikal dan lateral, yang memungkinkan masuknya patogen antara kedua
anatomi yang berbeda ini. Meski ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap
perkembangan lesi endo- perio, penyebab utama keduanya adalah adanya infeksi
bakteri dengan flora mikroba kompleks. Bakteri obligat anaerob yang mendominasi
area ini adalah Streptococcus, Peptostreptococcus, Eubacterium, Bacteroides
dan Fusobacterium. Lesi endo-perio ditandai dengan adanya keterlibatan penyakit
pulpa dan periodontal pada gigi yang sama. Sangat penting untuk mengenali
keterkaitan keduanya yang menunjang keberhasilan perawatan akhir dari lesi ini.Jalur
penyebaran infeksi masih kontroversi karena adanya pengaruh seperti anatomi
(foramen apikal, aksesori, kanal lateral dan kanal sekunder, tubulus dentin), patologi
dan iatrogenik. Identifikasi dan eliminasi etiopatogenesis primer dari kondisi yang
ada adalah kunci utama untuk keberhasilan perawatan. Karena pada gambaran
klinisnya terdapat kerusakan jaringan periodontal dari apikal ke arah servikal. Kasus
ini merupakan kebalikan dari periodontitis orthograde yang disebabkan adanya
infeksi sulkular yang berkelanjutan. Masuknya bakteri dan produk-produknya ke
dalam pulpa dan jaringan periodonsium dibagi kedalam beberapa jalur yaitu: Jalur
anatomi, meliputi pembuluh darah seperti foramen apikal, kanal aksesori/lateral dan
tubulus dentin. Foramen apikal adalah jalur langsung antara periodonsium dan pulpa.
Penyakit periodontal telah terbukti memberi efek destruksi pada jaringan pulpa jika
plak bakteri melibatkan foramen apikal yang mempengaruhi suplai pembuluh darah.
Iritan dari penyakit pulpa dapat menginvasi melalui foramen apikal yang
mengakibatkan patosis area periapikal. Kanal aksesori merupakan jalur potensial
dalam penyebaran mikroorganisme dan produk toksiknya, serta iritasi lainnya dari
pulpa ke ligamen periodontal ataupun sebaliknya yang mengakibatkan proses
inflamasi pada jaringan yang terlibat. Tubulus dentin merupakan jalur masuknya
mikroorganisme antara pulpa dan jaringan periodontal saat lapisan sementum
terbuka. Hal ini disebabkan oleh berbagai defek perkembangan seperti inkomplit
sementum dan enamel pada cemento-enamel junction (CEJ), penyakit atau prosedur
bedah yang melibatkan permukaan akar seperti skeling dan root planning yang
kurang tepat. Penyebab lain adalah jalur nonfisiologi meliputi perforasi saluran akar
secara iatrogenik, fraktur akar vertikal, trauma, kehilangan sementum karena iritan
ekternal, resorpsi internal dan ekternal, dan lain-lain (Medika Chrisna, 2019).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Lesi periodontal merupakan inflamasi yang diakibatkan oleh akumulasi plak


dan kalkulus pada permukaan eksterna gigi. Lesi endodontik dan lesi periodontal
yang muncul bersamaan pada gigi yang sama disebut lesi endoperio. Secara anatomis,
jaringan periodontal terhubung dengan jaringan pulpa melalui foramen apikal dan
kanal lateral.

2.1 Etiologi
Faktor utama lesi endo-perio adalah bakteri, jamur, virus dan patogen serta
faktor resiko seperti trauma. Selain itu, banyak faktor yang berkontribusi seperti
trauma, resorpsi akar, perforasi, dan anomali gigi berperan penting dalam inisiasi dan
perkembangan lesi. Kobayashi et al., (1990) melaporkan bahwa bakteri anaerob
obligat utama yang umum ditemukan pada lesi endoperio adalah: Streptococcus,
Peptostreptococcus, Eubacterium, Bacteroides dan Fusobacterium. Selain temuan
mikroba, kesamaan dalam komposisi infiltrat seluler juga menunjukkan adanya
komunikasi antara pulpa dan jaringan periodontal (Bergenholtz, 1978). Temuan ini
menyimpulkan bahwa kontaminasi silang antara pulpa dan jaringan periodontal
adalah mungkin. Meskipun penularan penyakit dari pulpa ke jaringan periodontal
dimungkinkan, pengaruh penyakit periodontal pada status pulpa tetap ada
kontroversial (Bergenholtz & Lindhe, 1978). Respon jaringan pulpa terhadap
penyakit periodontal yang sudah berlangsung lama meliputi :
- Deposisi dentin sekunder reparatif dalam jumlah besar di sepanjang dinding
pulpa
- Induksi fibrosis pulpa
- Kalsifikasi distrofik
- Berkurangnya vaskularisasi dan lebih sedikit serabut saraf
- Pulpitis irreversibel yang tidak ditangani dapat menyebabkan nekrosis pulpa,
yang sering disertai dengan resorpsi tulang inflamasi pada apeks akar. (Bender
& Seltzer 1972).

2.2 Klasifikasi Lesi Endodontik-Periodontik


Klinisi harus mengevaluasi gejala pasien; temuan klinis dan radiografis, ada
tidaknya serta lokasi pembengkakan (drainase). Berbagai variabel ini dapat
dipahami mengapa kesalahan seringkali terjadi saat menentukan suatu lesi itu
endodontik, periodontal atau lesi kombinasi (Bhat D,2020).

Secara umum lesi endodontik dan periodontal dapat diklasifikasikan menjadi


(Bhat D,2020):
1. Lesi Endodontik Primer
Dikarateristikkan dengan pulpa nekrotik serta keterlibatan area apikal secara
kronis. Kemungkinan tidak terjadi keterlibatan periodontal, gambaran radiograf
tidak adanya kehilangan tulang krestal.

Gambar 1. Karies Pada Mahkota Gigi 36 Sampai Radiolusensi Area Furkasi dan Apikal Dan Post
Perawatan Endodontik Pada Gigi 3

2. Lesi Periodontal Primer


Poket periodontal yang meluas hingga ke apeks gigi. Perluasan infeksi dari
poket ke pulpa terjadi pada kasus ini, tetapi kondisi pulpa tidak nekrosis. Tanpa atau
adanya nyeri yang minimal dari pasien.
Gambar 2. Peningkatan Kedalaman Poket Periodontal pada Pemeriksaan Klinis dan Radiograf.

3. Lesi Endodontik Primer dengan Keterlibatan Periodontal Sekunder


Jika lesi endo primer tidak didiagnosis dan dirawat lebih awal, masalah
periodontal dapat terjadi dikarenakan akumulasi plak dan kalkulus pada saluran
drainase sehingga menjadi lesi sekunder pada area jaringan periodontal. Radiograf
dengan gambaran kehilangan tulang dapat terjadi pada lesi ini.

Gambar 3.a. Kunjungan pertama adanya lesi endo primer dengan keterlibatan furkasi (jar.Periodontal)
pada pemeriksaan radiograf. b-c. Kontrol 3 bulan perawatan endo dengan lesi furkasi dari
pemeriksaan radiograf dan klinis. d. Perawatan periodontal menggunakan aplikasi bone graft. e.
kontrol 2 tahun post perawatan periodontal terjadi penyembuhan

4. Lesi Periodontal Primer dengan Keterlibatan Endodontik Sekunder


Lesi ini sering disebut retro-infeksi pulpa, ketika lesi periodontal meluas ke
area apeks atau mengikuti kanal lateral. Lesi periodontal mungkin melibatkan
pulpa nekrosis dan pasien merasakan nyeri hebat. Pulpa nekrosis bisa sebagai hasil
dari terapi periodontal yang mana pembuluh darah ke pulpa terputus selama
penggunaan instrumen periodontal.
Gambar 4. Gambaran radiograf awal gigi 37, setelah obturasi dan saat kontrol 1tahun yang
menunjukkan penyembuhan pada area lesi

5. Lesi Kombinasi

Lesi terbentuk ketika pulpa dan periodontitis bergabung atau bebas. Lesi ini
biasanya dari periodontal, gigi dengan fraktur akar vertikal juga termasuk dalam
katagori lesi ini. Lesi ini dapat terjadi ketika lesi endodontik meluas dari arah
korona bergabung dengan lesi periodontal yang sudah ada berkembang di area
apikal (Bhat D,2020).

2.3 Penatalaksanaan
2.3.1 Lesi Endodontik Primer dengan Keterlibatan Periodontal Sekunder
Jika lesi endodontik primer tetap tidak dirawat, lesi tersebut dapat menjadi
penyebab sekunder dari kerusakan periodontal. Lesi periapikal yang lama dibiarkan
hingga mencapai ligamen periodontal dapat menjadi komplikasi sekunder yang
menyebabkan periodontitis retrograde (Ahmed HMA, 2016). Akumulasi plak pada
margin gingiva dari saluran sinus menyebabkan periodontitis yang diinduksi plak
di daerah ini. Ketika plak dan kalkulus terdeteksi, perawatan dan prognosis gigi
akan berbeda dengan gigi yang hanya terkena penyakit endodontik yang
menyebabkan gigi tersebut membutuhkan perawatan endodontik dan periodontal.
Lesi endodontik primer dengan keterlibatan periodontal sekunder juga dapat terjadi
sebagai akibat dari perforasi akar selama perawatan saluran akar, atau di mana pin
dan pasak mungkin salah tempat selama restorasi mahkota. Gejala yang terjadi bisa
saja gejala yang akut, dengan pembentukan abses periodontal yang berhubungan
dengan nyeri, pembengkakan, nanah atau eksudat, pembentukan poket, dan
mobilitas gigi. Respons yang lebih kronis dapat terjadi tanpa rasa sakit, dan
melibatkan munculnya poket secara tiba-tiba dengan perdarahan saat probing atau
eksudasi nanah. Fraktur akar juga dapat muncul sebagai lesi endodontik primer
dengan keterlibatan periodontal sekunder. Ini biasanya terjadi pada gigi yang
dirawat saluran akar, seringkali dengan pasak dan mahkota. Tanda-tandanya dapat
berkisar dari kedalaman poket periodontal hingga pembentukan abses periodontal
yang lebih akut (Ahmed HMA, 2016).
Perawatan Prognosis
Lesi endodontik primer Perawatan saluran akar Baik
Lesi periodontal primer Perawatan periodontal Tergantung pada
perawatan periodontal dan
respon pasien
Lesi periodontal primer Perawatan saluran akar Tergantung pada
endodontik-sekunder lebih dulu lalu diikuti oleh endodontik dan periodontal
periodontal pengobatan pengobatan dan respon
setelah 2-3 bulan pasien
Lesi endodontik primer Perawatan endodontik dan Tergantung pada tingkat
periodontal-sekunder periodontal (GTR) keparahan penyakit
periodontal penyakit dan
respon jaringan periodontal
terhadap tindakan yang
dilakukan
Lesi kombinasi Prosedur perawatan Prognosis perlu lebih
endodontik dan periodontal diobservasi lebih lanjut
termasuk prosedur bedah
seperti amputasi, hemiseksi
atau bikuspidisasi
2.3.2 Pertimbangan Rencana Perawatan Lesi Endo-Perio
Terdapat beberapa pertimbangan dalam pemilihan rencata perawatan lesi
endo-perio yaitu ketepatan dalam diagnosis, penggunaan antiobiotik sistemik, dan
pembersihan jaringan pulpa yang adekuat. Diagnosis yang tepat merupakan hal
yang sangat penting dalam penatalaksanaan lesi endo-perio karena akan
menentukan hasil perawatan. Faktor pertimbangan utama adalah vitalitas pulpa dan
tipe perluasan dari kerusakan jaringan periodontal. Penggunaan antibiotik sistemik
diindikasikan bila pasien mengalami peningkatan temperatur, selulitis, penyakit
sistemik dan immunocompromised. Prosedur manajemen abses apikal akut, abses
harus diinsisi dan drainase. Pembersihan jaringan pulpa yang terinfeksi
miokroorganisme di dalam saluran akar dilanjutkan dengan aplikasi kalsium
hidroksida pada setiap salurannya. Kalsium hidroksida terbukti sebagai medikamen
intrakanal yang tepat karena stabilitas dan efek bakterisid. Sedangkan pada kasus
dengan kehilangan struktur jaringan periodontal yang luas dapat dilakukannya
terapi lanjutan yaitu terapi bedah periodontal regenerasi jika diperlukan seperti
penggunaan guide tissue regeneration (GTR) dengan kombinasi menggunakan
bone graft (Khan RN & Kumar A).

2.4 Kegagalan Penatalaksanaan


Kegagalan perawatan kasus lesi endodontik-periodontik bisa disebabkan oleh
beberapa hal seperti:
1. Adanya kebocoran pada permukaan tambalan
Tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Meshack dkk. menyebutkan
bahwa keberhasilan perawatan lesi endo-perio dipengaruhi oleh identifikasi
etiologi, pengendalian, keberadaan micro-biota, karakteristik imunologi
individu dan strategi perawatan serta kemungkinan prognosis yang berkaitan
dengan perkembangan proses infeksi. Perawatan saluran akar yang sempurna-
pun tidak menjadi prognosis. Ray dan trope melaporkan bahwa restorasi yang
buruk dengan pengisian saluran akar yang baik memiliki insiden kegagalan
yang lebih tinggi daripada gigi yang diisi saluran akar kurang baik namun
memiliki restorasi yang adekuat (Dwingadi, 2017).
Restorasi permanen direct maupun indirect, harus sesegera mungkin
diaplikasikan setelah selesainya dilakukan perawatan saluran akar yang mana
kebocoran koronal atau permukaan tambalan merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan dari perawatan endo-perio (Tsesis, 2019).
2. Perforasi pada saat perawatan saluran akar
Perawatan endodontic pada gigi bisa mengarah pada hasil yang tidak
diinginkan apabila perawatan saluran akar yang dilakukan tidak mengikuti
bentuk anatomi dari saluran akar, yang mana akan menghasilkan perforasi
pada saluran akar pada saat perawatan. Hal ini bisa terjadi karena anatomi gigi
yang sangat kompleks, atau ketidakmampuan untuk meenemukan lokasi kanal
pada saat perawatan, atau kurangnya pengalaman dari operator. Selama
struktur gigi masih adekuat, perforasi tersebut masih bisa diperbaiki dengan
retreatment pada gigi dan dilakukan bedah jika diperlukan. Gejala yang
ditemukan pada pasien adalah adanya rasa sakit yang berulang pada gigi yang
telah dilakukan perawatan dan. Ditemukan juga adanya pocket yang dalam
pada gigi dan adanya pembengkakan pada gingiva. Perlu dilakukan
pengambilan radiografi periapikal untuk mengkonfirmasi adanya perforasi
pada perawatan yang telah dilakukan (Tsesis, 2019).

Gambar 1 gambaran radiografi dari fiber pist yang dipasat melewati saluran akar, menghasilkan
perforasi dan kehilangan tulang periodontal
3. Perawatan periodontal tepat setelah dilakukan perawatan endodontik
Terapi periodontal tidak dilakukan setelah perawatan endodontik
selesai karena terdapat perbaikan kedalaman poket setelah beberapa bulan
pasca perawatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Torabinejad bahwa
defek periodonrtal yang disebabklan oleh infeksi pulpa dapat diperbaiki cukup
dengan cleaning dan shaping yang adekuat serta pengisian saluran akar yang
hermetis (Medika, 2019).
Perawatan periodontal seperti pembersihan kalkulus dan penghalusan
akar dapat mengangkat sementum dan dentin superfisial. Pulpitis kronis dapat
terjadi karena penetrasi bakteri melalui tubuI dentin pada daerah yang telah
dibersihkan tersebut. Disintegrasi histologi total baru akan terjadi pada saat
seluruh foramen apical terinfeksi oleh bakteri plak.
Perawatan lesi kombinasi umunya akan dilakukan perawatan saluran
akar terlebih dahulu, baru setelah itu dievaluasi apakah memerlukan terapi
periodontal. Lesi yang sudah masuk tahap lanjut mungkin dapat
dipertimbangkan untuk melakukan terapi endodontik dan periodontal
(Dwingadi, 2017).
4. Anomali anatomi gigi
Dalam beberapa keadaan, beberapa kondisi patologi seperti fraktur
akar, perforasi, resopsi atau anomali bentuk anatomi dari gigi, bisa menjadi
jalan masuk dari bakteri. Adanya hubungan dari bakteri terhadap saluran akar
bisa menyebabkan terjadinya infeksi jaringan periodonsium dan sekitarnya
(Tsesis, 2019).
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan klasifikasi lesi endo-perio dapat disimpulkan bahwa sangat


penting bagi dokter gigi menbgetahui bagaimana membedakan antara etiologi lesi
endo-perio. Termasuk semua jalur yang menghubungkan anatara pulpa dan jaringan
periodonsium yang bertidak sebagai jalur masuk untuk mikroorganisme, sehingga
menungkinkan penyebaran infeksi dari satu area ke area lainnya. Lesi endo-perio
memiliki patogenesis komplek dan kebutuhan ketrampilan yang baik dalam
mengidentifikasi serta melakukan perawatan melalui pemeriksaan klinis dan
radiografis. Karenanya, kerjasama antara berbagai disiplin ilmu yang mencakup
periodontis dan endodontis sangat direkomendasikan untuk perawatan lesi secara
komprehensif. Perawatan lengkap dari kedua aspek lesi endo-perio sangat penting
untuk keberhasilan hasil jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed HMA. Different perspectives in understanding the pulp and periodontal


intercommunications with a new proposed classification for endo-perio lesions.
ENDO (Lond Engl) 2016; 6(2):87–104

A S, Khawar S, N S, SM A, Bhat D. Endo- perio lesion: A case report. Int J


Appl Dent Sci. 2020; 3(3): 113–6.

Bhala S. 2017. Textbook of Periodontic. Jp Medical

Dwingadi Edward et al. 2017. Diagnosis dan Penatalaksanaan Lesi Endo-Perio Sari
Pustaka. Surabaya. Perios The 3rd Periodontic Seminar: 156-157

Edoardo F. Endo-Periodontal Lesions. London: Quintessence Publishing; 2011.


p. 1-2.

George PM, Ramamurthy J. Endo Perio Lesion- A Case Report. J Med Biomed
Appl Sci. 2019; 5(2): 108–10.

Khan RN, Kumar A, Chadgal S, Jan SM. Endo-PerioInterrelationship-An


Overview. Int J Inf Res Rev. 2019; 4(3): 3895–8

L. Tsesis et al. 2019. Endodontic-Periodontal Lesions, https://doi.org/10.1007/978-


3-030-10725-3_1

Medika Chrisna, 2019. Analisis Lesi Endo-perio di Periapikal melalui Radiografi.


Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia Vol 3 Nomor 2: 27-30

Singh P. Endo-perio dilemma: A brief review. Dent Res J (Isfahan) 2011;8:39-


47

Anda mungkin juga menyukai