Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan peradangan dan degenerasi jaringan


lunak dan tulang penyangga gigi yang ditandai dengan migrasi junctional epithelium ke
arah apikal, hilangnya perlekatan dari cement enamel junction (CEJ) ke arah apikal.
Penyakit periodontal bersifat kronis, kumulatif dan progresif yang dapat mengakibatkan
kerusakan tulang penyangga gigi, sehingga penderita dapat kehilangan giginya.
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi
dan intensitas yang masih tinggi. Prevalensi maupun intensitas penyakit periodontal
berhubungan dengan keadaan geografi, sosial, keadaan rongga mulut dan kebiasaan-
kebiasaan lainnya (oral habit).
Penyakit periodontal dapat didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai
jaringan periodontal. Sebagian besar penyakit periodontal inflamatif disebabkan oleh
infeksi bakteri. Walaupun faktor-faktor lain dapat mempengaruhi jaringan periodontal,
penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkoloni di
permukaan gigi. Ada pula beberapa faktor lokal yang bersama-sama dengan plak bakteri
menyebabkan penyakit kronis jaringan periodontal, diantaranya adalah karies dan
trauma oklusi. Beberapa kelainan sistemik dapat berpengaruh buruk terhadap jaringan
periodontal. 1
Gingivitis dan periodontitis merupakan penyakit periodontal yang sering ditemui.
Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi gingiva yaitu gingiva berwarna merah
sampai kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena edema dan mudah berdarah
jika diberikan stimulasi seperti saat makan dan menyikat gigi. Periodontitis adalah suatu
infeksi dari beberapa mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan peradangan pada
jaringan pendukung gigi yang biasanya menyebabkan kehilangan tulang dan ligamen
periodontal.2,6 Klasifikasi periodontitis menurut American Acadeny of Peiodontology
International Workshop for Classification of Periodontal Diseases 1999, dibagi menjadi
tiga yaitu, periodontitis kronis, periodontitis agresif dan periodontitis sebagai
manifestasi dari penyakit sistemik.
Menurut Carranza dan Takei (2012), perawatan penyakit periodontal merupakan
serangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, terdiri dari perawatan etiotropik yang
merupakan kunci utama keberhasilan perawatan, fase evaluasi, perawatan bedah, dan

1
perawatan restoratif. Pada perawatan etiotropik, semua yang menjadi penyebab
terjadinya penyakit periodontal dihilangkan. Apabila perawatan etiotropik dilakukan
dengan tepat dan sesuai, maka akan diperoleh kesembuhan dan perawatan periodontal
yang lebih invasif pada tahap selanjutnya tidak perlu dilakukan. Apabila perawatan fase
etiotropik gagal maka dapat dilakukan fase perawatan bedah seperti kuretase, bedan flap
maupun gingivektomi.2
Kuretase merupakan prosedur pembersihan jaringan patologis yang mengalami
inflamasi kronis yang terbentuk pada dinding lateral poket periodontal. Jaringan
patologis pada poket periodontal mengandung jaringan yang mengalami inflamasi
kronis (faktor iritasi). Kalkulus dan koloni bakteri yang masih tertinggal dalam poket
periodontal akan memperparah penyakit periodontal dan menghambat penyembuhan
walaupun sudah dilakukan skeling dan penghalusan akar (Newman dkk., 2012).2
Berdasarkan uraian diatas akan dibahas mengenai kelainan jaringan periodontal gigi
43-33 pada periodontitis kronis generalis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan peradangan dan degenerasi
jaringan lunak dan tulang penyangga gigi yang ditandai dengan migrasi junctional
epithelium ke arah apikal, hilangnya perlekatan dari cement enamel junction (CEJ)
ke arah apikal. Penyakit periodontal bersifat kronis, kumulatif dan progresif yang
dapat mengakibatkan kerusakan tulang penyangga gigi, sehingga penderita dapat
kehilangan giginya. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga
mulut dengan prevalensi dan intensitas yang masih tinggi. Prevalensi maupun
intensitas penyakit periodontal berhubungan dengan keadaan geografi, sosial,
keadaan rongga mulut dan kebiasaan-kebiasaan lainnya (oral habit).1
Gingivitis dan periodontitis merupakan penyakit periodontal yang sering
ditemui. Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi gingiva yaitu gingiva
berwarna merah sampai kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena edema
dan mudah berdarah jika diberikan stimulasi seperti saat makan dan menyikat gigi.
Periodontitis adalah suatu infeksi dari beberapa mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi dan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang biasanya menyebabkan
kehilangan tulang dan ligamen periodontal. Klasifikasi periodontitis menurut
American Acadeny of Peiodontology International Workshop for Classification of
Periodontal Diseases 1999, dibagi menjadi tiga yaitu, periodontitis kronis,
periodontitis agresif dan periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik.2,6
Periodontitis Kronis dibagi menjadi dua yaitu generalis dan lokalis. Kondisi
generalis melibatkan >30% bagian gingiva. Sedangkan kondisi lokalis, melibatkan
<30% bagian gingiva. Periodontitis agresif dibagi menjadi dua yaitu generalis dan
lokalis. Periodontitis agresif generalis biasanya (tetapi tidak selalu) terkena pada
seseorang yang berusia <30% tahun, terdapat kehilangan perlekaran proksimal
secara umum melibatkan setidaknya 3 gigi selain gigi molar pertama dan gigi
insisivus. Sedangkan periodontitis agresif lokalis mengenai gigi molar pertama atau
insisivus dengan perlekatan proksimal yang hilang atau setidaknya 2 gigi permanen,

3
yang salah satunya gigi molar pertama. Biasanya pada pasien periodontitis agresif
memiliki OH yang baik.10
B. Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis adalah suatu peradangan kronik yang terjadi pada jaringan
periodonsium yang disebabkan oleh penumpukan plak pada gigi akan menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal. Periodontitis kronis sering terjadi pada pasien
dewasa.3
Periodontitis kronis secara klinis dapat didiagnosis dengan mendeteksi adanya
inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal, dan kehilangan
perlekatan. Secara radiografis, maka akan terlihat adanya kerusakan tulang. Untuk
membedakan dengan periodontitis agresif, pada periodontitis kronis jumlah
kerusakan tulang yang ada sebanding dengan faktor lokal yang ada, sementara pada
periodontitis agresif jumlah faktor lokal tidak sebanding dengan keparahan
penyakit.2
Periodontitis kronis dapat terjadi secara lokal dan general. Periodontitis kronis
lokal terjadi jika melibatkan poket periodontal kurang dari 30%. Periodontis kronis
general terjadi jika melibatkan poket periodontal lebih dari 30% yang menunjukan
adanya kerusakan tulang dan hilangnya perlekatan. Tingkat keparahan periodontitis
dilihat berdasarkan besarnya poket periodontal yang terbentuk, antara lain ringan (1
2 mm), sedang (3-4 mm) dan berat ( 5mm).2

C. Cara Mengukur Poket


Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan keberadaan dan
distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar
gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni). Metode satu-satunya yang paling
akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan probe
periodontal.7 Radiografi menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana
dicurigai adanya poket. Radiografi tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga
radiografi tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah penyisihan
poket kecuali kalau tulangnya sudah diperbaiki. Ujung gutta percha atau ujung
perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan radiografi untuk menentukan
tingkat perlekatan poket periodontal.7,8

4
Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis, antara
lain:9
Kedalaman biologis
Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket
(ujungkoronal dari junctional epithelium).
Kedalaman klinis atau kedalaman probing
Kedalaman klinis adalah jarak dimana suatu instrumen ad hoc (probe) masuk ke
dalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukuran probe, gaya
yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium
adalah 0,3 mm. Prosedur mengukur poket yang benar adalah probe dimasukkan
pararel dengan aksis vertikal gigi dan berjalan secara sirkumferensial
mengelilingi permukaan setiap gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi
terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit
untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi masuknya
probe. Maka,dilakukan pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar (gross
scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedidkk, 2004).

Gambar 1. Probe berjalan untuk mengetahui poket dan perluasannya (Carranza, 1990) 9

Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara


oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik
terdalam padapoket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

5
Gambar 2. Insersi probe secara vertikal (kiri) tidak mendeteksi interdental crater; probe dengan
posisi oblique (kanan) mencapai titik terdalam crater (Carranza, 1990) 9

Pada gigi berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan
furkasi.Probe dengan desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat
untuk mengekplorasi komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990) 9

Gambar3. Eksplorasi dengan probe


periodontal (kiri); Nabers
probe (kanan) (Carranza, 1990)9

D. Kuretase
Kuretase adalah prosedur pengerokan dinding poket yang patologis. Dinding
jaringan lunak poket yang diambil adalah epitel poket dan jaringan ikat yang
mengalami peradangan dengan tujuan memperoleh perlekatan baru jaringan gingiva
ke gigi. Keuntungan perawatan kuretase adalah pengerutan jaringan gingiva yang
terjadi setelah prosedur akan mengurangi kedalaman poket dan penyembuhan terjadi
dengan terbentuknya perlekatan baru antara jaringan ikat dengan akar.3,6
Skeling dan penghalusan akar merupakan bagian dari prosedur kuretase,
dimana kuretase bertujuan untuk menghilangkan jaringan patologis dengan cara
membuat perlukaan baru, serta dilakukan dengan closed method/blind method.6
Kuretase tidak mengeliminasi penyebab terjadinya inflamasi, seperti bakteri
maupun akumulasi plak dan kalkulus. Oleh karena itu, kuretase harus selalu

6
didahului dengan prosedur skeling dan penghalusan akar, yang merupakan dasar
dari prosedur terapi periodontal. Penggunaan anestesi lokal infiltrasi diperlukan
dalam prosedur kuretase.4
Kuret yang digunakan dalam prosedur kuretase harus memiliki ujung yang
tajam sehingga dapat mengkerok permukaan dinding poket sampai bersih. Kuret
diinsersikan sampai ke dasar poket dengan tekanan horizontal dengan fiksasi bukal
menggunakan jari. Ujung kuret ditekan kearah lateral pada bagian junctional
ephitelium sehingga jaringan patologis dapat terambil dengan sempurna. Daerah
yang dikuret harus diirigasi untuk menghilangkan debris. Gingiva diadaptasikan
kembali ke gigi dengan tekanan ringan menggunakan jari. Apabila diperlukan dapat
dilakukan penjahitan pada papila interdental dan pemasangan pek periodontal.3
Kuretase dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : (1) kuretase gingiva, kuretase yang
dilakukan pada gingiva hingga junctional epithelium; (2) kuretase subgingiva,
kuretase yang dilakukan hingga puncak tulang alveolar; (3) kuretase inadvertent,
kuretase yang dilakukan secara tidak sengaja waktu melakukan skeling dan
penghalusan akar.2,4,6
Indikasi kuretase adalah:6
1. Dinding poket udematus yang mudah dicapai alat
2. Poket infraboni yang dapat dicapai dengan alat (misal : gigi anterior)
3. Poket gingiva dengan kedalaman 3-4mm
4. Poket periodontal <6 mm
5. Perawatan bedah pendahuluan
6. Perawatan pemeliharaan berkala
Kontraindikasi kuretase adalah:6
1. Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan
2. Pada pasien dengan dinding gingiva yang fibrotik
3. Poket yang dalam
4. Keterlibatan bifurkasi
5. Pada daerah yang sulit dijangkau/aksesibilitas kurang memadai
Instrumen kuretase adalah kuret Gracey, yang mempunyai 1 sisi pemotong dan
spesifik untuk setiap regio. Keuntungan kuret Gracey adalah dapat digunakan untuk

7
regio spesifik, yang ditandai dengan nomornya, karena bentuknya sesuai dengan
anatomi gigi pada regio tersebut. Berikut adalah nomor kuret Gracey:6
a. 1-2, 3-4 : untuk gigi anterior (insisif)
b. 5-6 : untuk gigi anterior dan premolar
c. 7-8 : untuk permukaan bukal/fasial
d. 9-10 : untuk permukaan palatal/lingual gigi posterior (molar)
e. 11-12 : untuk permukaan mesial gigi posterior (molar)
f. 13-14 : untuk permukaan distal gigi posterior (molar)
g. 15-16 : modifikasi nomor 11-12
h. 17-18 : modifikasi nomor 13-14

Gambar 1. Kuret Gracey dan Kuret Universal

Selain kuret Gracey, juga terdapat kuret universal yang memiliki 2 sisi
pemotong dan bisa digunakan untuk seluruh regio (anterior dan posterior).2,5

E. Penyembuhan Paska Kuretase


Secara langsung, beku darah akan mengisi ruang pada poket periodontal
setelah kuretase dilakukan. Gambaran klinis dari gingiva terlihat berwarna
merah terang. Perdarahan yang terjadi saat kuretase diikuti dengan terjadinya
ploriferasi jaringan granulasi, dengan penurunan jumlah pembuluh darah sebagai
pengganti jaringan yang sudah matang.4
Epitelisasi pada sulkus gingiva membutuhkan waktu 2-7 hari dan
perbaikan pada junctional epithelium terjadi pada hari ke-5 paska perawatan.
Serat-serat kolagen muncul dalam 21 hari.4

8
BAB III
INFORMASI KASUS

A. Identitas Pasien

9
Nama Pasien : Upi M
Jenis Kelamin : Wanita
Tanggal Lahir : 1/5/1973
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMU
Berat Badan : 67 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Keinginan Pasien : Ingin membersihkan karang gigi dan dibuatkan gigi
palsu
Alamat : Jalan Bojong 127, Jakarta Barat

B. Pemeriksaan Subjektif
1. Anamnesis
Pasien wanita usia 45 tahun datang ke RSGM Usakti dengan keluhan seluruh
gigi di rahang bawah terasa kasar, bau mulut dan sering berdarah saat menyikat
gigi. Pasien belum pernah membersihkan karang gigi. Pasien hanya menyikat
gigi 2 kali sehari saat mandi pagi dan malam sebelum tidur sering berdarah saat
disikat.
2. Riwayat kesehatan umum.
Pasien datang dalam keadaan sehat.
3. Riwayat kesehatan gigi
Pernah dilakukan pencabutan gigi 36 dan 46

C. Pemeriksaan Klinis
1. Keadaan umum : Baik
2. Ekstra Oral : wajah simetris, kelenjar parotis, submental,
submandibular tidak ada kelainan, palpasi normal.
3. Intra Oral : Plak dan kalkulus pada regio 1,2,3,4
B
4. Kebersihan Mulut
TANGGAL 24 / 11 / 2016 29 / 11 / 2016 13 / 12 / 2016
PEMERIKSAAN

PBI 2,73 0,8 0

HYG 6,67% 53,33% % 93% % 95%

C.I 2,2 (Kelas III) 1,3 (Kelas II) 0,25 (Kelas I)

Tabel 1. Hasil pemeriksaan kebersihan mulut

10

A B
D. Pemeriksaan Gigi dan Jaringan Periodonsium

Tabel 2. Hasil pemeriksaan kondisi gingiva

E. Status Lokalis

11
F. Etiologi
Lokal : Iritasi plak (inisiasi) dan kalkulus

12
Fungsional spacing gigi 21,22, margin oklusal tidak sama 17,16,
mengunyah menggunakan gigi depan
Sistemik : Tidak ada

G. Gambaran Klinis
Gingiva mengalami oedem, kemerahan, papil membulat hampir seluruh gigi, resesi
gingiva, plak dan kalkulus pada regio 1,2,3,4.

H. Pemeriksaan Radiografis

Gambar 3.Terlihat adanya resorbsi horizontal tulang alveolar pada rahang atas dan
bawah

I. Diagnosis Klinis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografis
diagnosisnya sebagai periodontitis kronis generalis disebabkan oleh plak, kalkulus,
spacing, mengunyah menggunakan gigi depan

13
J. Rencana Perawatan
Fase Darurat

Fase I Kontrol plak dan skeling


Koronoplasti

Evaluasi

Fase IV Kontrol berkala

( PBI, HYG, check poket )

Fase II Fase III

Kuretase gigi 43,42,41,31,32,33 Penambalan 18,27,28,37,47, 48


Bedah Flap gigi 47

K. Prognosis
Umum :
Baik Pasien kooperatif, etiologi bisa dikoreksi, motivasi tinggi, tidak ada
penyakit sistemik, sosial ekonomi baik
Lokal :
Baik Etiologi (plak dan kalkulus) dapat dihilangkan

14
BAB IV
KURETASE

A. Alat dan bahan


Alat yang digunakan antara lain:
a. Sarung tangan dan masker
b. Alat diagnostik : 2 buah kaca mulut, pinset, sonde halfmoon, ekskavator
c. Probe Michigan
d. 1 disposable syringe 2 cc
e. 1 disposable syringe 15 cc
f. Saliva ejector
g. Kuret Gracey no 7-14

Bahan yang digunakan antara lain:


a. Alkohol 70%
b. Anestesi topikal
c. Larutan anestesi Pehacaine
d. Larutan povidone iodine
e. Larutan H2O2 3%
f. Akuades
g. Kassa, tissue

B. Penatalaksanaan Kuretase gigi 43-33


a. Pengukuran tekanan darah dengan hasil 130/80 mmHg
b. Pasien membaca dan menandatangani informed consent
c. Persiapan alat dan bahan yang sudah disterilkan, pasien, dan operator.

15
d. Pengukuran poket berkisar 3-5 mm, pemakaian duk steril

e. Asepsis ekstra oral dan intra oral dengan larutan povidone iodine (gbr.4) dan
anestesi topikal dengan precaine.

Gambar 4. Asepsis ekstra oral, daerah kerja bukal, lingual

f. Anestesi infiltrasi lokal (gambar 5) pada bagian bukal di antara gigi 42, 31, 33
sebanyak masing-masing 1 cc. Kemudian cek numbness dengan pinset.

16
Gambar 5. Anestesi topikal dan infiltrasi lokal.

g. Sebelum melakukan kuretase, dilakukan skeling dan penghalusan akar untuk


membuang jaringan patologis yang terdapat pada sementum dan tulang alveolar.
h. Kuretase bagian distal, bukal, mesial, dan lingual gigi 43-33 (gambar 6).
Melakukan kuretase dan pembuangan jaringan patologis dengan fiksasi bukal
menggunakan jari. Alat kuret Gracey digerakkan ke lateral dari apikal ke koronal
dengan sisi tajam menghadap ke arah gingiva. Proses ini dilakukan berulang
sampai poket bersih dari jaringan patologis.

gk A B C

17
D E F
Gambar 6. A (Kuretase bagian distal gig 32), B(Kuretase bagian mesial gigi 32), C&D
(Kuretase bagian lingual gigi 31), E (Kuretase bagian lingual gigi 41), F (Jaringan
Nekrotik)

i. Setelah semuanya bersih, dilakukan irigasi menggunakan syringe 15 cc dengan


larutan H2O2 3% (gbr. 7a) dilanjutkan dengan aquadest (gbr. 7b) dan povidone
iodine. Kemudian lakukan massage gingiva. Lalu pemasangan pek periodontal
(gbr. 7c).

18
Gambar 7a. Irigasi dengan H2O2 3% Gambar 7b. Irigasi dengan Akuades

Gambar 7c. Massage gingiva

j. Instruksi Kepada Pasien


Dibersihkan daerah paska kuretase dengan kapas/kassa basah pada 3 hari
pertama setelah kuretase hingga peradangan hilang.
Jangan makan atau minum panas 2 jam paska kuretase.
Meminum obat sesuai aturan.
Kontrol periodik (1 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu setelah bedah).

19
A. Evaluasi Paska Kuretase
KONTROL PERTAMA
7 hari paska kuretase
1. Anamnesis:
Pasien wanita datang untuk melakukan kontrol setelah tindakan kuretase 7 hari
yang lalu. Tidak ada keluhan yang dirasakan pasien.
2. Pemeriksaan Klinis:
A. Ekstra Oral
Tidak ada kelainan
B. Intra Oral : Kontrol pertama 1 minggu paska kuretase
Pada papil gigi 43-33 warna papil merah muda dan tidak disertai
pembengkakan, dengan bentuk ujung papil normal dan konsistensi kenyal.
Gingiva margin berwarna merah muda dan tidak disertai pembesaran
dengan konsistensi kenyal. Gingiva cekat berwarna merah mudah tidak
disertai pembesaran dengan konsistensi kenyal. Terdapat resesi sebanyak 2
mm dari gigi 43 sampai 33. tidak terdapat kegoyangan pada gigi-gigi
tersebut.

3. Tindakan:
a. Pemeriksaan dan pembersihan daerah tindakan kuretase. Irigasi dengan
saline dan dilanjutkan dengan larutan povidon iodine.

4. Instruksi pasien:
Pasien diminta untuk menyikat gigi dengan metode Charter seperti yang telah
diajarkan sebelumnya. Menjaga kebersihan mulutnya dan diet makanan yang
mengandung banyak nutrisi.

20
KONTROL KEDUA
14 hari paska kuretase

1. Anamnesis:
Pasien wanita datang untuk melakukan kontrol setelah tindakan kuretase 14 hari
yang lalu. Tidak ada keluhan yang dirasakan pasien.
2. Pemeriksaan Klinis:
A. Ekstra Oral
Tidak ada kelainan
B. Intra Oral : Kontrol ke 2 minggu paska kuretase
Pada papil gigi 43-33 warna papil merah muda dan tidak disertai
pembengkakan, dengan bentuk ujung papil normal dan konsistensi kenyal.
Gingiva margin berwarna merah muda dan tidak disertai pembesaran dengan
konsistensi kenyal. Gingiva cekat berwarna merah mudah tidak disertai
pembesaran dengan konsistensi kenyal. Terdapat resesi sebanyak 2 mm dari gigi
43 sampai 33. tidak terdapat kegoyangan pada gigi-gigi tersebut. Gingiva pasien
sudah tidak pernah berdarah lagi saat menyikat gigi.

3. Tindakan:
Pemeriksaan dan pembersihan daerah tindakan kuretase. Irigasi dengan saline
dan dilanjutkan dengan larutan povidon iodine.

4. Instruksi pasien :
Pasien diminta untuk menyikat gigi dengan metode Stillman seperti yang telah
diajarkan sebelumnya. Menjaga kebersihan mulutnya dan diet makanan yang
mengandung banyak nutrisi.

21
KONTROL KETIGA
40 hari paska kuretase

5. Anamnesis:
Pasien wanita datang untuk melakukan kontrol setelah tindakan kuretase 14 hari
yang lalu. Tidak ada keluhan yang dirasakan pasien.
6. Pemeriksaan Klinis:
A. Ekstra Oral
Tidak ada kelainan
B. Intra Oral : Kontrol ke 2 minggu paska kuretase
Pada papil gigi 43-33 warna papil merah muda dan tidak disertai
pembengkakan, dengan bentuk ujung papil normal dan konsistensi
kenyal. Gingiva margin berwarna merah muda dan tidak disertai
pembesaran dengan konsistensi kenyal. Gingiva cekat berwarna merah
mudah tidak disertai pembesaran dengan konsistensi kenyal. Terdapat
resesi sebanyak 2 mm dari gigi 43 sampai 33. tidak terdapat kegoyangan
pada gigi-gigi tersebut. Gingiva pasien sudah tidak pernah berdarah lagi
saat menyikat gigi.

C. Tindakan:
Pemeriksaan dan pembersihan daerah tindakan kuretase. Irigasi dengan saline
dan dilanjutkan dengan larutan povidon iodine.

D. Instruksi pasien :

22
Pasien diminta untuk menyikat gigi dengan metode Stillman seperti yang telah
diajarkan sebelumnya. Menjaga kebersihan mulutnya dan diet makanan yang
mengandung banyak nutrisi

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada awal kunjungan pasien, dilakukan perawatan fase 1, yaitu fase etiotropik
yang bertujuan untuk menghilangkan etiologi dari periodontitis kronis. Perawatan fase
1 terdiri dari kontrol plak yang berisi motivasi, edukasi dan instruksi agar pasien dapat
menjaga kebersihan mulutnya, sehingga akumulasi plak dapat dihilangkan dan pasien
mengetahui cara menjaga kebersihan mulut sebelum dilakukan perawatan fase bedah. 1
Fase etiotropik merupakan kunci utama keberhasilan perawatan penyakit periodontal.
Jika fase 1 tidak dilakukan dengan baik, kesembuhan tidak sempurna. Apabila berlanjut
ke fase bedah, fase bedah yang dilakukan pun tidak akan efektif bila fase etiotropik
tidak dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, kontrol plak yang diberikan kepada
pasien harus berhasil untuk mencapai kesembuhan yang diinginkan.
Pasien dilakukan pemeriksaan PBI dan HYG sebagai syarat untuk dilakukannya
bedah periodontal. Syarat untuk dilakukan bedah periodontal adalah PBI1,0 dan HYG

23
90%. Pada pasien di kasus ini, indeks PBI awal kunjungan = 2,73. Indeks HYG pada
awal kunjungan sebelum menyikat gigi : 6,67% dan setelah menyikat gigi : 53,33 %.
Perawatan fase 2 yang dilakukan adalah kuretase. Perawatan kuretase dilakukan
karena terdapat poket sedalam 3-5 mm, kerusakan tulang horizontal dan gingiva
udematus.
Seminggu setelah kuretase dilakukan kontrol pertama. Pada kontrol ini, tidak
terdapat keluhan apapun dari pasien. Gingiva tidak ada pembengkakan dan berwarna
merah muda. Papila interdental membulat dan tumpul. Probing tidak dilakukan pada
kontrol ini karena proses epitelisasi yang terjadi belum sempurna. Pasien diinstruksikan
untuk menyikat gigi dengan metode Charter.
Dua minggu paska kuretase dilakukan kontrol kedua. Pada kontrol ke-2, pasien
tidak mengeluhkan apapun. Papila interdental tumpul membulat dan berwarna merah
muda. Gingiva pasien sudah tidak pernah berdarah lagi saat menyikat gigi. Pasien
diinstruksikan untuk menyikat gigi dengan metode Stillman. Pengukuran poket belum
dilakukan pada kontrol kedua.
Kontrol ketiga dilakukan 1 bulan paska kuretase. Pada kontrol ke-3. Papilla
interdental meruncing dan berwarna merah muda. Hasil pengukuran poket terlihat
sangat baik, dimana kedalaman sulkus gingiva normal, yaitu 0-2 mm, dengan kondisi
poket periodontal sebelumnya berkisar 3-5mm. Pasien diinstruksikan untuk menyikat
gigi dengan metode Charter.

24
BAB V
KESIMPULAN

1. Seorang wanita di diagnosis Periodontitis Kronis Generalis


2. Berdasarkan kondisi gingiva dengan poket berkisar 3-5mm dilakukan
tindakan kuretase pada pasien tersebut
3. Setelah evaluasi satu bulan terjadi penurunan poket dengan resesi 2mm dan
pasien merasa permukaan gigi sudah halus, tidak bau mulut dan gingiva
sudah tidak berdarah saat menyikat gigi

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasim E. Merokok sebagai faktor risiko terjadinya penyakit periodontal, Jurnal


Kedokteran Trisakti 2001; 19 : 9-15.
2. Carranza, Fermin, Clinical Periodontology. 11th Edition. Philadelphia: W.B.
Sounders Company. 2012.
3. Reddy S. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics. Ed. 2nd. New
Delhi: Jaypee Brothers. 2008. 316-8.
4. Carranza, Newman, Clinical Periodontology. 9th Edition. Philadelphoa: W.B.
Sounders Company. 2012.
5. The American Academy of Periodontology. Treatment Of Plaque Induced
Gingivitis Chronis Periodontitis And Other Clinical Condition. J Periodontol
2001; 72: 1790-1800.
6. Ramfjord PS, Ash MM. Periodontology and periodontics modern theory and
practice. 1 th USA: inc. 2000: 47-50, 61-7. 5.
7. Yip Hak-Kong. Supragingival Calculus: Formation and Control. J SAGE 2002;
13(5): 426-441. 4.
8. Carneiro LC, Kabulwa Mn. Dental caries, and supragingival plaque and calculus
among students,tanga,tanzania. ISRN Dentistry 2012; 1-5
9. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranzas Clinical Periodontology.
11 th ed., Singapore: Elsevier., 2012: 219-240. 2.
10. Michael G, Henry H, Perry R. 2015. Caranzas Clinical Periodontology.Ed.ke-
12. Elsevier. Missouri. Hlm. 50-55.

26

Anda mungkin juga menyukai