Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RUANG H1 RSPAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

Oleh :

Dhea Putri Magfihro


P2920230214

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease di Ruang H1 RSPAL


Dr. Ramelan Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2023 sampai
02 September 2023 telah disahkan sebagai Laporan Praktek Profesi Keperawatan
Dasar Semester I di Ruang H1 RSPAL Dr. Ramelan Surabaya atas nama Dhea
Putri Magfihro NIM P2920230214

Surabaya, 02 September 2023


Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep,Ns.,M.Kep Irma Zuhalifa, S.Kep.,Ns


NIP. 198003252005012004 NIP. 196607301990032001

Mengetahui
Kepala Ruangan,

Sri Ayun Siswati, A.Md.Kep


NIP. 197704032005012006
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG H1
RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage Renal
Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suriani et al., 2023).
Penyakit ginjal kronis merupakan penyakit ginjal kronis yang
berlangsung > 3 bulan dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversibel, sehingga ginjal tidak mampu untuk menjaga keseimbangan antara
metabolisme dan cairan dan elektolit dan haluaran urin dengan nilai GFR
kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 (Kasiske, 2014).
B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma (2016) etiologi dari penyakit gagal ginjal kronis
diantaranya :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronis dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher
vesika urinaria dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal secara progresif. Total
laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan
kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat
usaha jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan
kemampuan memekatkan urine. Untuk melanjutkan eksresi sebagian, sebagian
urine dikeluarkan yang menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan.
Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit.
Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi
poliuri. Kerusakan berlanjut dan jumlah nefron yang berfungsi semakin sedikit
dan GFR semakin menurun. Tubuh menjadi kelebihan air, garam dan sampah
sisa metabolisme lain. Ketika GFR turun di bawah 10-20 ml/mnt, efek toksin
uremia timbul pada tubuh klien (Bayhakki, 2013).
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suriani et al (2023) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metilguanidine serta
sembabnya mukosa usus.
b. Faktor uremia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga nafas berbau
amonia.
c. Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
2. Gangguan pada sistem integumen
a. Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremia dan pengendapan kalsium di
pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologi.
c. Uremic frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
d. Bekas-bekas garukan karena gatal.
3. Sistem Hematologi
a. Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya massa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat,
dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan, dan
fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidisme sekunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
4. Sistem saraf dan otot
a. Restless leg syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan.
b. Burning feet syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di
telapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
d. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat
penimbunan cairan hipertensif.
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastasik.
d. Edema akibat penimbunan cairan.
6. Sistem Endokrin
a. Gangguan seksual, libido, infertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore.
b. Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
c. Gangguan metabolisme lemak.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan Sistem Lain
a. Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteosklerosis, osteitis
fibrosa dan klasifikasi metastasis.
b. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme.
c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalemia.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2015)
yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal.
f. Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam darah
g. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) menurut Suriani et al (2023) yaitu :
1. Urine
Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
Warna : secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin. Berat jenis: kurang dari 1.105
(menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg
2. Darah
a. BUN/kreatinin meningkat
b. Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. Natrium serum rendah
d. Kalium meningkat
e. Magnesium meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (albumin) menurun.
h. Gula darah tinggi
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Ultrasonografi ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Endoskopi ginjal : untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan peningkatan tumor selektif.
c. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler.
d. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
e. Foto polos abdomen : menunjukkan ukuran ginjal /ureter/kandung kemih
dan adanya obstruksi (batu).
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan pada gagal ginjal
kronik adalah :
1. Diit
Kepatuhan diit merupakan satu penatalaksanaan untuk mempertahankan
fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip rendah protein, rendah
garam, rendah kalium dimana pasien harus meluangkan waktu menjalani
pengobatan yang dibutuhkan.
2. Pemberian obat
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep
antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium.
3. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia.
4. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Ada 2 jenis dialisis
yaitu :
a. Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin
dialisis yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
b. Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
peritoneum (selaput rongga perut).
5. Tranplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan.
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. PENGKAJIAN
I. Identitas
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit umum yang berkaitan dengan
proses penuaan. Semakin tua usia seseorang semakin tinggi resikonya.
Resiko meningkat tajam pada umur 35-44 tahun dan lebih tinggi pada
pria daripada wanita (Saputra, 2019).
II. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas bau (amonia), dan gatal pada kulit (Suriani et al., 2023).
III. Riwayat Keluhan Utama
1. Upaya yang telah dilakukan
Upaya yang telah dilakukan ketika klien sakit. Pada umumnya
keluarga membawa klien ke rumah sakit.
2. Terapi / operasi yang pernah dilakukan
Tentang terapi/operasi yang pernah dijalani oleh klien sebelumnya.
Terapi pada pasien gagal ginjal kronik yaitu dialisis meliputi
hemodialisis atau dialisis peritoneal dan trensplantasi ginjal (Kowalak
et al., 2017).
IV. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi penurunan output urine, perubahan pola napas,
merasa lelah, napas berbau, mual, munath, tidak nafsu makan, adanya
perubahan kulit seperti rasa gatal (Suriani et al., 2023).
2. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab (Muttaqin
& Sari, 2011).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu CKD, maupun penyakit
diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus
terjadinya penyakit CKD (Oktaviani, 2017).
4. Alat bantu yang dipakai
Alat yang dipakai oleh klien seperti gigi palsu, kacamata, alat bantu
dengar dan lainnya.
V. Pola – Pola Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pola tentang pandangan klien mengenai kesehatan pada klien dan
penyakitnya. Pada umumnya sering mengonsumsi makanan tinggi
protein dan kemak meningkatkan resiko terkena gagal ginjal,
kebiasaan merokok, konsumsi kandungan garam tinggi, kurang tidur
serta kurang olahraga (Ramadhani, 2017).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya klien akan mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, peningkatan BB (edema), penurunan BB (malnutrisi), rasa
tidak sedap pada mulut (Haryono, 2013).
3. Pola eliminasi
Pada umumnya klien terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria,
anuria, diare, konstipasi, perubahan warna urine seperti kuning pekat,
merah, coklat (Haryono, 2013).
4. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya klien mengalami penurunan aktivitas dan lebih banyak
waktu yang dihabiskan untuk tidur/istirahat karena mudah lelah serta
kemungkinan terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri atau gelisah
yang dialami klien (Ramadhani, 2017).
5. Pola aktivitas
Pada umumnya klien mengalami keletihan, kelelahan, dan rasa tidak
kuat untuk melakukan aktivitas sehingga ditemukan gangguan
aktivitas dan latihan (Haryono, 2013).
6. Pola hubungan dan peran
Pada umumnya klien memiliki hubungan yang baik dengan semua
orang baik keluarga, orang lain disekitar klien maupun rekan kerja
klien.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Pada umumnya klien mengalami rasa tidak percaya diri serta rasa
malu akibat penyakit yang dideritanya serta rasa gelisah dan protektif
(waspada) terhadap penyakitnya (Saputra, 2019).
8. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan sensori dan kognitif.
9. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan reproduksi seksual
tetapi dapat juga yang mengalami penurunan libido, amenorea, dan
infertilitas (Suriani et al., 2023).
10. Pola penanggulangan stress
Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan pada pola koping
stress namun kemungkinan juga mengalami masalah jika kurangnya
dukungan dari keluarga (Saputra, 2019).
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada umumnya klien berdoa dan pendekatan diri kepada Tuhan-Nya
serta klien nampak pasrah dengan penyakit yang dideritanya.
VI. Pengkajian Fisik
a. Penampilan
1. Kesesuaian usia
Pada umumnya usia klien sesuai dengan penampilan dan raut
wajahnya.
2. Perkembangan seksual
Pada umumnya klien ada yang mengalami penurunan libido,
amenorea, dan infertilitas (Ramadhani, 2017).
3. Mengingat dan berorientasi
Pada umumnya klien mampu mengingat dan berorientasi dengan
baik.
4. Fitur wajah
Pada umumnya tidak mengalami kelainan pada wajah.
b. Struktur Tubuh dan Mobilitas
1. Berat badan
Klien umumnya mengalami penurunan berat badan akibat
penurunan nafsu maka, mual, dan muntah dapat juga peningkatan
berat badan karena edema (Haryono, 2013).
2. Susunan tubuh
Klien umumnya tidak mengalami cacat fisik.
3. Berdiri tegak
Biasanya tidak terdapat kelainan pada tulang punggung seperti
spina bifida, skoliosis, kifosis, lordosis serta klien mampu berdiri
tegak.
4. Duduk nyaman
Posisi duduk yang nyaman yang dilakukan oleh klien.
5. Koordinasi gerak berjalan
Pada umumnya klien mampu berjalan dengan baik dan tidak ada
kelainan.
c. Perilaku
1. Kontak mata
Pada umumnya klien masih mampu melakukan kontak mata
apabila diajak berbicara.
2. Mood vs affeksi
Pada umumnya klien tampak gelisah menghadapi penyakitnya.
3. Nyaman dan kooperatif
Pada umumnya klien tampak kooperatif bila diajak berbicara.
4. Tampak bersih dan rapi
Pada umumnya klien tampak bersih dan rapi.
d. Tanda – Tanda Vital
1. Suhu tubuh
Pada umumnya suhu tubuh biasanya normal (36°C-37,5°C) dan
dapat terjadi peningkatan.
2. Respiratori rate
Pada umumnya terjadi peningkatan (> 20x/menit).
3. Tekanan darah
Pada umumnya tekanan darah meningkat.
4. Nadi
Pada umumnya nadi teraba lemah.
(Saputra, 2019)
e. Sistem Integumen
Pada umumnya struktur kulit halus, warna kulit sawo matang, tidak
ada benjolan, tidak terdapat lesi, tidak terdapat kelainan pada kulit,
biasanya terdapat edema dan gatal pada kulit (Ramadhani, 2017).
f. Kepala
Pada umumnya bentuk kepala simetrris, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada lesi.
1. Muka/wajah
Pada umumnya tampak simteris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan, dan biasanya klien tampak pucat.
2. Mata
Pada umumnya bentuk mata simetris, tidak ada lesi, konjungtiva
anemis, sklera putih.
3. Telinga
Pada umumnya bentuk telinga simetris, tidak ada lesi dan
pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada serumen, dan tidak
mengalami gangguan pendengaran.
4. Hidung dan sinus
Pada umumnya bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkakan,
tidak ada polip, tidak ada lesi, dan tidak terdapat nyeri tekan.
5. Mulut dan faring
Pada umumnya mukosa bibir lembab, bentuk bibir simetris, tidak
ada lesi, jumlah gigi lengkap dan tidak berlubang, napas berbau.
6. Leher
Pada umumnya tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembengkakan kelenjar getah bening dan vena jugularis, tidak ada
lesi.
(Ramadhani, 2017)
g. Thoraks
1. Payudara
Pada umumnya bentuk payudara simteris, tidak ada lesi/luka, tidak
ada nyeri tekan.
2. Paru – paru
Inspeksi : pada umumnya bentuk simteris, gerakan dada simetris,
tidak ada lesi biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan
kussmaul.
Palpasi : pada umumnya tidak terdapat nyeri tekan, vokal fremitus
kanan kiri sama.
Perkusi : pada umumnya bunyi perkusi paru-paru sonor.
Auskultasi : pada umumnya bunyi napas vesikuler.
3. Jantung
Inspeksi : pada umumnya ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavikula sinistra
Perkusi : pada umumnya redup
Auskultasi : pada umumnya suara S1 dan S2 normal
(Ramadhani, 2017)
h. Abdomen
Inspeksi : pada umumnya terdapat edema, asites (retensi cairan dan
natrium)
Auskultasi : pada umumnya bising usus nornal (5-30x/menit)
Palpasi : pada umumnya teraba adanya penumpukan cairan / asites
dan nyeri tekan pada pinggang.
Perkusi : pada umumnya perkusi tympani, redup dan dapat juga pekak
karena terjadinya asites
1. Hepar
Pada umumnya hepar tidak terdapat nyeri tekan, hepar tidak teraba
2. Kandung empedu
Pada umumnya lien tidak teraba dan murphy sign negatif
3. Ginjal
Pada umumnya perkusi tympani redup dan dapat juga pekak karena
terjadinya asites.
4. Usus
Pada umumnya bising usus nornal (5-30x/menit)
(Ramadhani, 2017)
i. Inguinal – Genetalia – Anus
Pada umumnya terjadi penurunan frekuensi urine, tidak terdapat lesi,
terkadang mengalami konstipasi atau diare, disfungsi ereksi, dan
penurunan libido (Suriani et al., 2023).
j. Ekstermitas
Pada umumnya tangan kanan kiri serta kaki tampak lurus, simetris
antara kanan dan kiri, tidak ada lesi, jari normal & lengkap, akral
teraba hangat, CRT > 3 detik, kelemahan pada tungkai, biasanya
terdapat edema, kram otot dan nyeri otot, dan mengalami keterbatasan
gerak sendi (Suriani et al., 2023).
k. Tulang Belakang
Pada umumnya tidak ada gagguan pada tulang belakang seperti
skoliosis, kifosis, dan lordosis.
VII. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
Volume : < 400 ml/hari
Warna : keruh, kecoklatan (darah)
Klirens kreatinin menurun (<100-180 ml/menit)
Natrium menurun (<135 mEq/l)
Protein meningkat
b. Darah
Serum kreatinin meningkat (>0,7 – 1,3 mg/dL)
BUN meningkat (>8-24 mg/dL)
Kalium meningkat (>3,5 – 5 mmol/L)
Hb menurun (<13 g/dL)
Kalsium menurun (<9-11 mg/dL)
Magnesium meningkat (>1,8-2,2 mg/dL)
Albumin menurun (<3,8-5,1 gr/dL)
pH menurun (<5-8)
c. Nilai GFR menurun (< 60 mt/menit)
d. Ultrasonografi ginjal
e. Endoskopi ginjal
f. Arteriogram ginjal
g. EKG
h. Foto polos abdomen (Doenges et al., 2014)
VIII. Therapy yang sedang berjalan
Terapi farmakologus (obat-obatan), tindakan pengobatan
0operasi/radiasi), diit, dan lainnya yang sedang berjalan. Menurut
Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan pada gagal ginjal
kronik adalah :
a. Diit
Kepatuhan diit merupakan satu penatalaksanaan untuk
mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip
rendah protein, rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus
meluangkan waktu menjalani pengobatan yang dibutuhkan.
b. Pemberian obat
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep
antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan
kalsium.
c. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia.
d. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Ada 2 jenis
dialisis yaitu hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan
menggunakan mesin dialisis yang berfungsi sebagai ginjal buatan dan
dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
peritoneum (selaput rongga perut).
e. Tranplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosis keperawatan yang ungin
muncul pada pasien gagal ginjal kronik yaitu :
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun, warna kulit pucat, turgor
kulit menurun, edema (SDKI D.0009)
2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) d.d berat
badan menurun minimal 10% dibawah rentang normal, nafsu makan
menurun, membran mukosa pucat (SDKI D.0019)
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh leah, frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat, merasa lemah, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas (SDKI D.0056)
4. Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan
hemoglobin) (SDKI D.0142)
5. Hipervolemia b.d kelebihan asupan cairan dan natrium d.d ortopnea,
dispena, edema, berat badan meningkat dalam waktu singkat, kadar Hb
turun, oliguria, intake lebih banyak daripada output (SDKI D.0022)
6. Risiko perdarahan d,d gangguan gastrointestinal (SDKI D.0012)
7. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat,
pola napas berubah, nafsu makan berubah (SDKI D.0077)
8. Gangguan intregitas kulit/jaringan b.d kelebihan volume cairan d.d
kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma (SDKI D.0129)
9. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perifer d.d PCO 2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia pH arteri
meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, gelisah, pusing, warna kulit
abnormal (SDKI D.0003)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu,
keluarga, dan komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun, warna kulit pucat, turgor
kulit menurun, edema (SDKI D.0009)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka perfusi perigfer
meningkat
Kriteria hasil : (SLKI L.02011)
a. Pengisian kapiler membaik
b. Denyut nadi perifer meningkat
c. Warna kulit pucat menurun
d. Turgor kulit membaik
e. Edema perifer menurun
Intervensi : (SIKI 1.02079)
a. Periksa sirkulasi perifer (mis nadi perifer, edema, pengisian kapiler)
Rasional : untuk mengetahui sirkulasi perifer klien
b. Idenitifkasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis diabetes, perokok,
hipertensi)
Rasional : untuk mengetahui faktor risiko gangguan sirkulasi klien
c. Pasang kateter untuk menilai produksi urine
Rasional : untuk mengetahui warna dan jumlah urine
d. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan
perfusi
Rasional : untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan perifer
e. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan
perfusi
Rasional : untuk mencegah terjadinya kerusakan perifer
f. Anjurkan berhenti merokok
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi yang lebih membahayakan
2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) d.d berat
badan menurun minimal 10% dibawah rentang normal, nafsu makan
menurun, membran mukosa pucat (SDKI D.0019)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka status nutriri
membaik
Kriteria hasil : (SLKI L.03030)
a. Berat badan membaik
b. Nafsu makan membaik
c. Membran mukosa membaik
Intervensi : (SIKI 1.03119)
a. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Rasional : untuk mengetahui alergi makanan yang terjadi pada klien
b. Identifikasi makanan disukai
Rasional : agar meningkatkan nafsu makan klien
c. Monitor asupan makanan
Rasional : untuk memastikan klien mendapat nutrisi yang cukup
d. Monitor berat badan
Rasional : untuk memantau berat badan klien
e. Anjurkan diit yang diprogramkan
Rasional : kepatuhan terhadap diit dapat mencegah terjadinya komplikasi
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
protein yang dibutuhkan, jika perlu
Rasional : untuk menyesuaikan jumlah nutrisi dan apa saja yang harus
dikonsumsi klien
3. Intolernasi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh leah, frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat, merasa lemah, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas (SDKI D.0056)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka toleransi
aktivitas meningkat
Kriteria hasil : (SLKI L.05047)
a. Keluhan lelah menurun
b. Frekuensi nadi meningkat
c. Perasaan lemah menurun
Intervensi : (SIKI 1.05178)
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Rasional : untuk mengetahui penyebab kelelahan
b. Monitor pola dan jam tidur
Rasional : untuk mengetahui pola dan jam tidur klien
c. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Rasional : untuk mengetahui kelelahan fisik dan emosional klien
d. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis cahaya, suara)
Rasional : agar klien dapat beristirahat dengan tenang
e. Anjurkan melakukan aktivitas secrara bertahap
Rasional meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan adalah upaya perawat untuk membantu
kepentingan klien, keluarga, dan komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan
kondisi fisik, emosional, psikososial, serta budaya dan lingkungan, tempat
mereka mencari bantuan. Tindakan keperawatan adalah
implementasi/pelaksanaan dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Fau & Simatupang, 2023).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Ernawati, 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta:
EGC.

Ernawati, Nunung. (2021). Buku Ajar Metodologi Keperawatan Teori dan


Aplikasi Kasus Asuhan Keperawatan. Malang: Litesari Nusantara Abadi.

Fau, Piuskosmas., & Simatupang, Mei. (2023). Asuhan Keperawatan Keluarga:


Teori dan Aplikasi. Lombok: Pusat Pengembangan Pendidikan dan
Penelitian Indonesia.

Haryono, Yudi. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Kasiske, Betram. (2014). Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO).


https://kdigo.org/

Kowalak, J.P., Welsh, W., Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.

Muttaqin, Arif & Kumala, Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC-NOC. (3, Ed). Jogjakarta: Medication Publishing.

Oktaviani, Mrianne. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Chronic Kidney


Disease (CKD) di IRNA Non Bedah Penyakit dalam Wanita RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes Padang.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Ramadhani, Wahyu. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Chronic


Kidney Disease (CKD) di Ruang Penyakit dalam Pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Poltekkes Kemenkes Padang.

Saputra, Rahmad. (2019). Asuhan Keperawatan pada Klien Chronic Kidney


Disease (CKD) dengan Kelebihan Volume Cairan di RSUD Dr. Soeokardjo
Tasikmalaya. Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung.

Smeltzer & Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Vol 2. Jakarta: EGC.

Suriani., et al. (2023). Perawatan Holistik dan Efektif pada Anak dengan Penyakit
Kronis (Gagal Ginjal Kronik). Indramayu: Adanu Abitama.

Anda mungkin juga menyukai