Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol (Direja 2011 hal 131).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan secara verbal maupun nonverbal bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Yosep, 2009 hal 245).
2. Rentang Respon
Menurut Direja (2011 hal 133) rentang respon perilaku kekerasan
dapat digambarkan dalam skala sebagai berikut :
Skala 2.1 Rentang Respons Perilaku Kekerasan
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keter
Keterangan :
a. Asertif, individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi, individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternative.
c. Pasif, individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
d. Agresif, perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan, perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Direja (2011 hal 132) tanda dan gejala perilaku kekerasan
sebagai berikut :
a. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral
dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
4. Penyebab
Menurut Kusumawati (2010 hal 78) etiologi perilaku kekerasan
dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor psikologis
a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan
masa kecil yang tidak menyenangkan.
c) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
2) Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secaraagresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya.
3) Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada system limbic)
ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi
kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal (untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka
lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada
disekitarnya.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri.
5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya.
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah (Direja, 2011 hal 137) :
a. Sublimasi adalah Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi adalah Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c. Represi adalah Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi adalah Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
e. Displacement adalah Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain
(Direja, 2011 hal 137) :
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan inirespon fisiologis timbul karena kegiatan system
syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual,
peristaltic gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif
dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga
dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
6. Siklus Agresi
Perawatan pada klien dengan kekerasan memerlukan pengetahuan
yang cukup mengenai siklus agresi. Adapun siklus agresi menurut Bowie
(1996) terdiri dari enam fase yaitu (Nurjannah, 2008 hal 8) :
a. Triggering incidents
Fase ini ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi
klien. Beberapa faktor yang mungkin jadi pemicu meliputi provokasi,
respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang
menyebabkan frustasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal dan
harapan yang tidak terpenuhi.
b. Escalation phase
Fase ini ditandai dengan kondisi kebangkitan fisik dan
emosional, dapat disetarakan dengan respon ‘Flight or flight. Karena
kondisi ini ada kondisi sebelum terjadinya kekerasan.
c. Crisis point
Fase ini merupakan fase lanjutan dari Escalation phase apabila
negoisasi dan tahnik de-escalation gagal mencapai tujuannya. Emosi
menonjol yang ditunjukkan oleh klien adalah bermusuhan.
d. Setting phase
Fase ini adalah fase dimana klien yang melakukan perilaku
kekerasan telah melepaskan energy marahnya. Meskipun begitu, klien
mungkin masih merasa cemas atau marah dan mempunyai resiko
kembali ke fase awal.
e. Post-crisis depression
Dalam fase ini, klien mungkin mengalami kecemasan, depresi
dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Ini adalah fase dimana klien telah kembali kepada
keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi dan kelelahan.
C. POHON MASALAH
Menurut Fitria (2009 hal 146) pohon masalah pada masalah Perilaku
Kekerasan sebagai berikut :
Gambar Pohon masalah Perilaku Kekerasan

Risiko Tinggi Menciderai Orang


Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan Perubahan Persepsi


(Masalah utama) Sensori : Halusinasi

Penatalaksanaan
Regimen Harga Diri Rendah Isolasi Sosial
Terapeutik
Inefektif
Koping Keluarga Berduka Disfungsional
Inefektif
Gambar 2.3 Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri

Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis

(Fitria hal 95)


D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah Keperawatan
a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subjektif
1) Klien mengancam
2) Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
3) Klien mengaatkan dendam dan jengkel
4) Klien mengatakan ingin berkelahi
5) Klien mengatakan menyalahkan dan menuntut
6) Klien meremehkan
b. Data Objektif
1) Mata melotot/pandangan tajam
2) Tangan mengepal
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah dan tegang
5) Postur tubuh kaku
6) Suara keras
E. Diagnosa keperawatan.
Perilaku Kekerasan
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah
yang dirasaka keluarga
2. Mengidentifikasi tand gejala PK
dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yang dilkukan 2. Menjelaskan pengertian PK,
4. Menidentifikasi akibat PK tanda gejala serta proses
5. Menyebutkan cara mengontrol PK tejadinya PK
6. Membantu pasien mempraktikkan latihan 3. Menjelaskan cara merawat
cara mengontrol PK pasien dengan PK
7. Mengnjurkan pasien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP 2
SP 2 1. Melatih keluarga
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian pesien mempraktikkan cara
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara merawat pasien dengan PK
fisik II 2. Melatih keluarga melakukan
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam cara merawat langsung
kegiatan harian kepada pasien PK
SP 3
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian pasien SP 3
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara 1. Membantu keluarga
verbal membuat jadwal aktivitas di
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam rumah termasuk minum obat
jadwal kegiatan harian 2. Menjelaskan follow up
SP 4 pasien setelah pulang
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan
minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha


Medika

Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Keliat, A. (2009). Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta : EGC

Kusumawati. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Nurjannah I, (2008).Penanganan Klien Dengan Masalah Psikiatrik Kekerasan


(Agresi). Yogyakarta : Moco Medika

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai