Anda di halaman 1dari 10

1.

Peraturan Perundang undangan yang mengatur pelayanan di bidang


Keperawatan Kritis
1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan
Gawat Darurat
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat
adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis,
dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan
gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut
sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan
yang optimal (pasal 4).
1.2. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan
dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat.
Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang
Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan
tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan
kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang
tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan
seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan
pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau
membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan
medis yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik
diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992 tentang Kesehatan yang merumuskan
bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan
yang bersangkutan.Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada
fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan
untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam
keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga
kesehatan maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai
dengan situasi (gawat darurat) saat itu.

1.3. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat


Darurat oleh profesi keperawatan.

Dalam Undang undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurnayang menyediakan pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan
dan Rawat Darurat. Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib memberikan
pelayanan gawat darurat kepada pasien atau penderita dengan arti kata setiap
rumah sakit wajib memiliki sarana, pra sarana dan SDM dalam pengelolaan
pelayanan gawat darurat, ini membuktikan adanya kepastian hukum dalam
pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Gawat darurat adalah suatu kondisi
klinik yang memerlukan pelayanan medis. Gawat Darurat medis adalah suatu
kondisi dalam pandangan penderita, keluarga, atau siapapun yang bertanggung
jawab dalam membawa penderitake rumah sakit memerlukan pelayanan medis
segera. Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat, bermutu
dan terjangkau.(Etika dan Hukum Kesehatan,Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010).

Kepmenkes RI Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik


Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien,
perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

PermenkesNomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn izin


praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang mengancam jiwa
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan
diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a)
Perawat berhak Memperoleh perlindungan hukum.
2. Kasus pelanggaran etik yang pernah terjadi
2.1. Oknum Perawat Ini Operasi Pasien Hingga Sarafnya Putus
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur,
menyelidiki kasus malapraktik yang diduga dilakukan oleh Bustami terhadap
pasiennya Sudeh (42) hingga menyebabkan yang bersangkutan lumpuh. Ketua PPNI
Pamekasan Cahyono, Kamis, mengatakan, pihaknya perlu melakukan penyelidikan
dengan minta klarifikasi secara langsung kepada yang bersangkutan, karena hal itu
berkaitan dengan kode etik profesi perawat. "Delik etik profesi perawat ini adalah
urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi profesi keperawatan," kata Cahyono
seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013).
Penyelidikan yang akan dilakukan PPNI, katanya, hanya berkaitan dengan kode etik
perawat untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar melanggar kode
etik atau tidak. Sedangkan dugaan kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga
menyebabkan korban lumpuh, menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian.
Ia menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan, sebenarnya seorang perawat
diperbolehkan menjalankan praktik keperawatan, maupun praktik mandiri
keperawatan. Sesuai dengan ketentuan itu, perawat yang diperbolehkan menjalankan
praktik mandiri ialah yang berpendidikan minimal D3 keperawatan, juga mempunyai
surat izin kerja, dan izin praktik perawat, apabila yang bersangkutan membuka praktik
keperawatan di luar tempat kerjanya. "Apabila persyaratan-persyaratan itu dipenuhi,
maka sebenarnya tidak ada persoalan bagi perawat tersebut untuk membuka praktik,"
kata Cahyono menjelaskan. Terkait dengan kasus malapraktik yang dilakukan
Bustami, Ketua PPNI Cahyono menyatakan belum bisa memberikan kesimpulan
apapun. Hanya saja ia memastikan, jika secara etika Bustami memang melanggar
ketentuan kode etik, maka PPNI hanya bisa merekomendasikan kepada instansi
berwenang agar izin praktik perawatnya di luar institusi kerja dicabut.
Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh alias Sudeh (42), warga
Desa Tebul Timur, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh oknum perawat Bustami
yang selama ini mengaku sebagai dokter spesialis bedah. Dugaan malapraktik itu
terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus yang
menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku dokter spesialis
bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama
Bustami itu. Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang
ke "Klinik Harapan" yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya di
Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan. Ketika itu, korban menderita pusing-pusing.
Oleh oknum perawat itu disarankan agar dibedah karena di bagian punggung korban
ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya.
"Saat itu kami bilang pada si dokter tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di
Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah. Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta
agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis
dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah. Atas saran Bustami itu, pasien
kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah
operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram,
pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh. "Kami lalu memeriksakan diri ke
rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya putus akibat operasi yang
dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah. Bustami merupakan pegawai Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai perawat di unit gawat darurat.
[ CITATION Sus13 \l 1033 ]
2.2. Bayi Nyaris Tewas Akibat Perawat Salah Suntik Obat
Dugaan malpraktek terjadi dan menimpa seorang bayi hingga nyaris tewas, akibat
muntah-muntah dan lemas serta perut kembung. Hal ini dialami korban, setelah
seorang perawat akademi kebidanan (akbid) yang masih praktek lapangan di rumah
sakit tersebut, asal-asalan menyuntikkan obat kepada pasien. Kepada Metro Aceh,
Mariana (39) warga Gampong Merandeh, Langsa Lama menceritakan peristiwa
dialami sang anak pada Kamis (5/12) siang, saat ditemui di ruang rawat inap anak
RSUD Langsa. "Kejadian itu berawal saat anak saya yang masih berusia 34 hari,
menderita penyakit GE/mencret dirujuk ke RSUD Langsa dari dokter praktek. Kami
pun masuk untuk perawatan intensif dengan infus pada Rabu (4/12) malam sekira
pukul 19.50 Wib. Namun jam 11 malam, masuk seorang mahasiswa perawat yang
sedang melakukan praktek di RSUD ke ruangan.
Ia lalu meminta supaya anak kami diberi injeksi obat Naritidin 50 mg dan Naufalgis
45 mg atas perintah perawat bakti berinisial CM," terang ibu korban. Bahkan sebelum
obat diberikan, Marianna sempat bertanya berulang kali kepada pelaku. Apa benar
obat tersebut buat anaknya. "Dia ngotot kalau obat itu tepat buat anak saya.
Kemudian, memasukan cairan suntik ke infus," sebut Mariana. Lanjutnya, namun
alangkah terkejutnya dia, selang beberapa menit usai injeksi obat, tiba-tiba anaknya
mengalami kejang-kejang, muntah-muntah, gembung dan lemas hingga saat ini.
Karena panik, akhirnya dia menanyakan ulang perihal obat dan melihat map tugas
perawat, Ternyata obat tersebut bukan buat anak saya, tapi pasien lain. Ini namanya
malpraktek karena kesalahan yang fatal, Lihat kondisi anak saya saat ini lemas dan
muntah-muntah terus," tegas Mariana lagi yang juga bekerja sebagai perawat
kesehatan.
Menurutnya, selain kesalahan injeksi obat, perawat bakti itu juga melanggar instruksi
dokter Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus saja, tapi ternyata dia
memberi obat suntikan yang berakibat fatal seperti ini. "Ironisnya lagi, ketika kami
tanya, perawat berinisial CM itu malah tidak terima dengan perlakuannya tersebut.
"Silahkan kakak mau melapor ke mana, saya siap," sebut Mariana kesal menirukan
ucapan perawat CM. Terkait dugaan kesalahan suntik obat tersebut, Wakil Direktur
bidang pelayanan, RSUD Langsa, dr.Dahniar, dalam konfirmasinya kepada wartawan
mengatakan, bahwa pemberian obat Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg, sudah ada
dalam rencana. Akan tetapi belum diintruksikan oleh dokter untuk secepat itu
dilakukan pemberian kepada pasien.
Seharusnya saat pemberian obat tersebut siswa yang sedang melakukan praktek
didampingi oleh perawat senior, tidak dibiarkan sendirian seperti itu. Dan, hasil
konsultasi dengan dr.Nursan, bahwa dosis yang diberikan itu sudah layak untuk
diberikan kepada pasien, bahkan efek samping dari obat yang diberikan itu juga tidak
ada. Selain itu, obat yang diberikan itu juga bisa untuk meredam rasa gangguan
pencernaan pasien. "Alhamdulillah kondisi pasien tersebut sudah mulai membaik,
bahkan penyakit GE/mencret yang dialami pasien sudah berkurang," ujar Dahniar.
Lanjutnya, terkait perawat tersebut, sudah diberikan teguran dan akan kita lakukan
pembinaan serta di istirahatkan sementara. "Dan, untuk siswa yang sedang melakukan
praktek itu, akan kita kembalikan ke kampusnya, apa sangsi yang diberikan itu
tergantung dari kampusnya," demikian Dahniar.[ CITATION Tim13 \l 1033 ]
3. Solusi yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut
3.1. Pengertian Etik
1. Melibatkan prinsip-prinsip dan aturan yang membimbing dan menjadi dasar
tindakan.
2. Etik individu: serangkaian nilai-nilai moral yang menjadi dasar perilaku
seseorang
3. Etik profesi: perilaku dan standar yang telah disetujui untuk diterapkan oleh
anggota dari kelompok profesi tertentu

3.2.Prinsip Etik
1. Asas menghormati otonomi klien
Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa yang
akan dilakukan terhadapnya, untuk ini perlu diberikan informasi yang cukup
2. Asas kejujuran
Tenaga kesehatan hendaknya mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang
terjadi, apa yang akan dilakukan serta risiko yang dapat terjadi.
3. Asas tidak merugikan
Tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang tidak diperlukan dan
mengutamakan tindakan yang tidak merugikan klien serta mengupayakan
risiko yang paling minimal atas tindakan yang dilakukan.
4. Asas Manfaat
Semua tindakan yang dilakukan terhadap klien harus bermanfaat bagi klien
untuk mengurangi penderitaan atau memperpanjang hidupnya
5. Asas kerahasiaan
Kerahasiaan klien harus dihormati meskipun klien telah meninggal.

6. Asas keadilan
Tenaga kesehatan harus adil, tidak membedakan kedudukan sosial ekonomi,
pendidikan, gender, agama, dan lain sebagainya. (Hariadi, 2004)
3.3.Kode Etik Perawat
1. Menghargai kebutuhan, nilai, budaya, dan kerentanan individu dalam memberikan
asuhan keperawatan
2. Menerima hak individu untuk membuat pilihan b.d. Perawatan diri mereka
3. Memberikan askep berkualitas pada semua orang
4.Menjaga kerahasiaan pasien, menggunakan jugdement profesional saat menentukan
kapan harus membagi informasi yang dimiliki tentang pasien demi kepentingan terapi
dan kesejahteraan pasien
3.4. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan
pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan masalah
secara ilmiah, antara lain :
1. Model pemecahan masalah (Megan,1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (Kozier & Erb, 1989)
a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat memerlukan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :
1. Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya
2. Apa tindakan yang diusulkan
3. Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4. Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah
umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
Asuhan keperawatan dilaksanakan dengan menjunjung nilai-nilai profesional,
Salah satunya adalah prinsip etika keperawatan. Tanggung jawab perawat terhadap
pelayanan telah diatur oleh undang-undang kesehatan, permenkes, dan kode etik
profesi. Dengan semakin majunya teknologi dan masyarakat yang semakin kritis
dalam menerima pelayanan, perawat harus bisa memberikan pelayanan dengan sangat
profesional.

Perawat yang melakukan pelanggaran etika akan dirujuk oleh bagian


keperawatan kepada komite etik untuk menyelesaikan permasalahannya dengan
aturan profesi atau penyelesaian berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia
apabila pelanggaran yang dilakukan berat, yang dapat mengancam hilangnya nyawa
seseorang.Disebutkan dalam Permenkes RI No.HK.02.02./Menkes/148/I/2013 pasal
14:Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,
pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada
perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktek
dalam peraturan ini.Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Teguran Lisan
b. Teguran tertulis
Pencabutan surat ijin praktik perawat
3.5. Solusi dari kasus tersebut
Kasus 1
Seharusnya perawat memberikan inform consent sebelum melakukan tindakan kepada
klien, seperti yang sudah dijelaskan bahwa prinsip etik salah satunya adalah asas
menghargai otonomi klien, dimana klien berhak menentukan keputusan apakah
menerima perawatan yang akan dilakukan atau menolak perawatan tersebut. Serta
asas tidak merugikan dan kejujuran. Pada kasus 1 perawat mengaku sebagai dokter
spesialis bedah serta hal yang dilakukan oleh perawat menimbulkan kerugian yang
sangat fatal yang diterima oleh pasien. Sesuai dengan Permenkes RI
No.HK.02.02./Menkes/148/I/2013 pasal 14, perawat yang melakukan pelanggaran
mendapatkan sanksi yaitu berupa pencabutan ijin praktik perawat.

Kasus 2
Seharusnya perawat mendampingi mahasiswa praktik ketika melakukan tindakan
invasif. Sebelum pemberian obat kita harus cek nama klien, nomor registrasi serta
dosis yang akan diberikan. Karena jika salah dalam pemberian obat dapat berakibat
fatal. Dan yang patut disalahkan adalah perawat ruangan yang memang bertanggung
jawab dalam pemberian obat tersebut. Sesuai dengan Permenkes RI
No.HK.02.02./Menkes/148/I/2013 pasal 14, perawat yang melakukan pelanggaran
mendapatkan sanksi yaitu dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis atau bahkan
pencabutan ijin praktik perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Amir amri. 1997. Hukum Kesehatan. Jakarta. Bunga Rampai


Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika
Lubis Sofyan. 2009. Mengenal Hak Konsumen dan Pasien. Jakarta. Pustaka Yusticia
Susanto, G. A. (2013, September 13). Oknum Perawat Ini Operasi Pasien Hingga Sarafnya
Putus. Health Liputan 6, p. 11.

Tim. (2013, Desember 6). Bayi Nyaris Tewas Akibat Perawat Salah Suntik Obat. JPNN, p. 1.

Anda mungkin juga menyukai