Disusun oleh :
Nim : S20151
Kelas : S20C
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejadian tidak terduga bisa saja terjadi saat di dalam klinik yang menyebabkan kondisi
kegawatdaruratan dimana tenaga medis baik dokter, perawat, maupun tim kesehatan yang
lain dituntut harus melakukan tindakan yang sesegera mungkin untuk menolong pasien.
Misalnya saja di klinik kedokteran gigi, pada saat melakukan perawatan saluran akar
operator kurang berhati – hati dan tidak menggunakan rubber dam sehingga tidak sengaja
reamer atau K-file tertelan. Tentu ini sangat membahayakan pasien jika tenaga kesehatan
tidak sigap dan segera menolong pasien.
Selain itu perlu diperhatikan apabila saat pencabutan gigi dan pasien memiliki riwayat
penyakit sistemik yang akan membahayakan diri pasien, sehingga tenaga kesehatan perlu
memahami cara penanganan pasien gawat darurat sebelum di tangani oleh tenaga medis
yang lebih professional.
Maka dari itu, pengetahuan akan cara penanganan kegawatdaruratan, etika kegawat
daruratan sangat diperlukan oleh tenaga kesehatan, termasuk kita sebagai calon perawat gigi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prinsip etika kegawatdaruratan dalam medis dan keperawatan?
2. Bagaimana aspek legal dan etika dalam menangani pasien gawat darurat?
C. TUJUAN
Mengetahui aspek legal dan etis dalam kegawat daruratan medis dan keperawatan untuk
panduan tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan etika medis dan
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Autonomy
Perawat yang mengikuti prinsip autonomy akan menghargai hak klien untuk mengambil
keputusan sendiri. Dengan hal ini, berarti perawat menyadari keunikan individu secara
holistik.
b. Non-maleficence (do no harm)
Tindakan yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi klien. Prinsip ini
adalah prinsip dasar sebagian kode etik keperawatan.
c. Beneficence (do good)
Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan hal dengan baik, yaitu
mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan klien dan keluarga. Beneficence itu
dimaksudkan untuk menentukan cara terbaik yang dapat meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan klien. Perawat harus selalu melakukan hal dengan baik, termasuk dalam hal
pemberian asuhan keperawatan guna membantu mempercepat proses penyembuhan klien.
d. Informed Consent
Merupakan persetujuan seseorang untuk mengizinkan dilakukannya sesuatu terhadap
dirinya. Dalam informed consent berisi pemberitahuan tentang resiko penting yang potensial,
keuntungan, dan alternatif yang ada.
e. Justice (perlakuan adil)
Perawat harus selalu berlaku adil kepada semua klien.
f. Kejujuran, kerahasiaan, dan kesetiaan
Prinsip mengatakan yang sebenarnya (kejujuran) mengarahkan praktisi untuk
menghindari melakukan kebohongan atau menipu klien. Dalam hal ini perawat harus
menginformasikan semua hal yang berkaitan dengan kondisinya.
Kerahasiaan adalah suatu tindakan dari perawat untuk menghindari pembicaraan
mengenai kondisi klien dengan siapapun yang tidak terlibat secara langsung terlibat dalam
perawatan klien.
Kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang janji yang dibuatnya pada klien.
Ketika seorang perawat jujur dan memegang janjinya, maka seorang pasien akan menaruh
kepercayaan pada perawat, dengan hai itu perawat dapat dengan mudah melakukan
intervensi.
BAB III
CONTOH KASUS
Contoh kasus dilema etik keperawatan gawat darurat KASUS DAN PEMBAHASAN
KASUS :
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang telah
resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari kamar mandi
dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang
dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi denganpemberian dosis morphin
intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat
saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering
meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang
tersengal- sengal sehingga mutlak membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter,
klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja. Melihat penderitaan pasien yang
terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter, keluarga memutuskan untuk
mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat
kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik
ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang
rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang adakarena sudah maksimal dan dapat
bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat
yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.
Pemecahan masalah :
Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan
tersebut
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri dan melepaskan
oksigen Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
3) Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin
4) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
5) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
6) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen
nyeri. Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian pasien
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila
diperlukan. . Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
d. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses
berdukanya Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
3) Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap
BAB. IV
ANALISIS KASUS DENGAN TEORI DAN JURNAL
Seorang pasien wanita datang ke rumah sakit mengeluhkan adanya rasa nyeri setelah,
melakukan olahraga Muaythai. Pasien disarankan melakukan USG untuk mengetahui penyebab
sakit yang dirasakan. Hasil USG menunjukkan pasien terindikasi kista, pasien direkomendasikan
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut kesalah satu dokter kandungan. Selanjutnya dokter
tersebut
melakukan tindakan pengangkatan kista terhadap pasien, empat hari setelah tindakan, dokter
tersebut memberitahu pasien jika dua indung telur telah diangkat. Namun sebelum dilakukan
tindakan, dokter belum melakukan pemeriksaan laboratorium, dokter mengakui mengalami
situasi yang sulit ketika melakukan tindakan operasi dan memperkirakan dengan sendiri jika
indung telur pasien terindikasi kanker, sehingga memutuskan untuk mengangkat dua indung
telur pasien sekaligus. Pasien sekaligus didampingi pengacaranya menganggap bahwa tindakan
dokter tersebut merupakan hal yang tidak wajar, tidak manusiawi, dan kejam karena
mengangkat dua indung telur tanpa izin pasien. Dokter melakukan pengangkatan indung telur
tanpa seizin pasien dan tanpa melakukan pemeriksaan penunjang lainnya. Tindakan dokter
tersebut sangatlah tidak benar lantaran ini sangat merugikan pasien.
BAB. V
PENUTUP
Pengetahuan akan cara penanganan kegawatdaruratan dan etika kegawatdaruratan sangat
diperlukan oleh tenaga kesehatan.
Azas-azas legalitas dalam medis diantaranya azas legalitas, azas keseimbangan, azas
tepat waktu, azas etiket baik, azas kejujuran, azas kehati-hatian, dan azas keterbukaan.
Prinsip Etik dalam Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan adalah autonomy, non-
maleficence, beneficence, informed consent, justice, kejujuran, kerahasiaan, dan
kesetiaan.
Herkutanto, 2007, Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat vol. 57, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Desember 2021
Removal of Bilateral Ovarian Cysts Without The Patient's Consent; Modern Ethical
Analysis And Islam
Elfin Ainul Fikri1 ,Laras Kesuma Wardani1, Yasmindra Caroline Purdiatmaja1, Zhela Fatin
Fatiha1, Dyah Bunga Adisty 1, Aliza Mibawani1, Yusuf Alam Romadhon 2
1
Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
2
Dosen Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Korespondensi: yar245@ums.ac.id
ABSTRAK
Kata Kunci: Kaidah Dasar Bioetik, Maqasid Syariah, Kasus Praktik Medik Sensitif Etik
197
Prociding Call For Paper Thalamus Fakultas Kedokteran
Desember 2021
ABSTRACT
Doctors in carrying out their daily practice are always faced with ethically sensitive medical
events. A good understanding of ethically sensitive medical events allows doctors to carry out
medical practice properly in a scientific discipline as well as ethically and legally. In the
context of Indonesia, where the majority of the population is Muslim, the understanding of
Islamic ethics represented in the principles of Maqasid Syariah makes medical practice more
acceptable and feasible to achieve the therapeutic contract of Muslim doctors - patients. This
paper examines the case of a doctor who performed bilateral ovarian removal without the
patient's consent, in the perspective of the basic principles of bioethics and sharia maqasid.
The description in this paper will enrich the understanding of doctors when implementing the
basic principles of bioethics and sharia maqasid in daily medical practice.
Keywords: Basic Principles of Bioethics, Maqasid Syariah, Cases of Ethical Sensitive Medical
Practice
198
Prociding Call For Paper Thalamus Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah
dan UUD 1945 adalah dasar struktural. adalah untuk menganalisis kaidah dasar
ISSN : 2721-2882
199
Prociding Call For Paper Thalamus Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah
kista, pasien direkomendasikan untuk dengan anestesi umum, sehingga dia tidak
melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke tahu apakah dokter telah mengangkat
salah satu dokter kandungan. kedua indung telurnya yang
mengakibatkan dia tidak dapat memiliki
Selanjutnya dokter tersebut
anak. kasus ini belum sepenuhnya
melakukan tindakan pengangkatan kista
terungkap, kedua belah pihak tidak
terhadap pasien, empat hari setelah
menemukan solusi. Sehingga pasien
tindakan, dokter tersebut memberitahu
ditawari uang damai atas dugaan
pasien jika dua indung telur telah diangkat.
malpraktik oleh dokter. Selain dua indung
Namun sebelum dilakukan tindakan, dokter
telur yang diangkat selama operasi kista
belum melakukan pemeriksaan
yang dijalaninya, pasien juga mengaku
laboratorium, dokter mengakui mengalami
dokter telah melakukan prosedur medis
situasi yang sulit ketika melakukan
lain, seperti mengeluarkan usus buntu
tindakan operasi dan memperkirakan
tanpa persetujuannya.Pihak rumah sakit
dengan sendiri jika indung telur pasien
belum bisa memberikan keterangan yang
terindikasi kanker, sehingga memutuskan
jelas mengenai kasus tersebut.
untuk mengangkat dua indung telur pasien
sekaligus.
Selanjutnya kasus ini akan
diajukan ke pengadilan. Dokter yang
Pasien sekaligus didampingi
bersangkutan diketahui telah dipecat dari
pengacaranya menganggap bahwa tindakan
Rumah Sakit tersebut. (Setiawan, et al.,
dokter tersebut merupakan hal yang tidak
2018)
wajar, tidak manusiawi, dan kejam karena
mengangkat dua indung telur tanpa izin PEMBAHASAN
pasien.
Dalam kasus yang terjadi pada
Dokter mempunyai hak untuk artikel diatas, terdapat pelanggaran pada
mengambil tindakan medis apabila Ethical Principles
menyangkut nyawa pasien dan dalam
keadaan gawat darurat. Akan tetapi, pada 1. Non Maleficence
DAFTAR PUSTAKA
ISSN : 2721-2882
201
Prociding Call For Paper Thalamus Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah