Anda di halaman 1dari 2

Soal no.

1: Dari sudut pandang filsafat ilmu kedokteran, apakah dokter boleh menolak merawat
pasien? Berikan juga UU dari pemerintah (jika ada) yang memberikan arahan tentang hal ini.

Boleh tidaknya seorang dokter menolak pasien tergantung pada situasi/kondisi. Kondisi
dimana dokter tidak boleh menolak pasien adalah saat pasien sedang dalam keadaan gawat
darurat. Hal ini tertuang dalam:

● UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 32 : (1) Dalam keadaan darurat, fasilitas

pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan


kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. (2)
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.

● UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 59 : Tenaga Kesehatan yang

menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan


pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada
bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. (2) Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak Penerima Pelayanan Kesehatan
dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu.
Sekalipun dokter/fasilitas pelayanan kesehatan tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, ia
tetap wajib menolong pasien gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa/mencegah kecacatan.
Jika kondisi pasien sudah stabil dan pasien tersebut merupakan peserta BPJS, maka dokter segera
merujuk pasien ke fasilitas kesehatan lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini
sesuai dengan Peraturan BPJS No. 1 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan,
Pasal 63 ayat (3) dan (4) : (3) Pelayanan gawat darurat dapat diberikan oleh : a. Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama; b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan; baik yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan maupun tidak bekerjasama. (4) Fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus segera merujuk
ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan daruratnya
teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
Beberapa kondisi dimana dokter boleh menolak pasien adalah ketika:
1. Pasien menolak untuk mematuhi dokter/pasien tidak percaya dengan dokter.
Hubungan dokter dan pasien merupakan sebuah kesepakatan antara dokter dan pasien yang
disebut sebagai perjanjian terapeutik. Penjanjian terapeutik ini didasarkan pada rasa saling
percaya antara dokter dan pasien dimana yang dijanjikan bukanlah hasil berupa kesembuhan
namun usaha untuk mencapai kesembuhan. Dalam Permenkes Permenkes RI No.
512/PER/IV/2007 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, Pasal 14 ayat 1
dan 2 disebutkan bahwa: (1) Praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan
berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam
upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan. (2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan upaya maksimal pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien.
Adanya perjanjian terapeutik melahirkan apa yang disebut dengan hak dan kewajiban dokter
pasien. Jika salah satu pihak melanggar kewajiban, maka perjanjian terapuetik dapat
dianggap gagal. Salah satu kewajiban pasien yang tertuang dalam UU No. 29 tahun 2004
Pasal 53 adalah pasien wajib mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi serta
mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
2. Dokter tidak kompeten dan ada dokter lain yang kompeten untuk menangani pasien tersebut,
fasilitas Rumah Sakit tidak memadai untuk melakukan penanganan pada pasien tersebut, dan
ketika Rumah Sakit penuh. Hal tersebut tertuang dalam Permenkes No. 1 tahun 2012
Tentang Sistem Rujukan Kesehatan Perorangan, Pasal (7), (8), dan (9) dimana disebutkan
bahwa rujukan horizontal dan vertical dapat dilakukan apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Ketika menolak pasien, dokter harus menjelaskan mengenai alasan penolakan dan mencarikan
fasilitas kesehatan rujukan yang mampu menangani pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai