Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN ANTARA DOKTER DAN PASIEN DALAM

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1999


TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia dalam hidupnya pasti akan mengalami sakit, biasanya orang
yang sakit pasti akan memerlukan orang lain yang dipercaya akan
menyembuhkannya, yaitu dokter. Dokter adalah seseorang yang karena
pendidikannya mempunyai kewenangan untuk memberikan diagnosa,
memberikan obat dan tindakan yang sesuai dengan profesinya.
Profesi kedokteran atau dokter gigi menurut Undang-undang No. 29 Tahun
2004 tentang praktek kedokteran yaitu suatu pekerjaan kedokteran/kedokteran
gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi-kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat.
Dalam pasal 82 Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
disebutkan ”Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja
melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
32 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun / denda
paling banyak Rp. 100.000.000,- ( seratus juta rupiah).
Ketentuan tersebut adalah untuk melindungi pasien dari tindakan dokter yang
tidak mempunyai keahlian dan kewenangan sehingga menimbulkan
kerugian/penderitaan bagi pasien dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut
diancam hukuman penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 82 undang-undang No.
23 tahun 1992 tentang kesehatan, yaitu “Apabila pasien menderita cacat

1
hukumannya ditambah seperempat dan apabila meninggal dunia hukumannya
ditambah sepertiganya.1
Dalam Pasal 1 ayat 1 undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,
berisi “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan
dinyatakan “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
Sehubungan dengan adanya hak atas kesehatan yang menurut pasal-pasal
tersebut diatas merupakan hak yang sama yang dipunyai setiap orang, maka
negara mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya.
Hak atas pelayanan kesehatan memerlukan penanganan yang sungguh-
sungguh hal ini dituangkan dalam hak & kewajiban pasien seperti yang tercantum
dalam Pasal 52 yaitu Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktek
kedokteran, yaitu pasien dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran
mempunyai hak :
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3
b. Meminta pendapat dokter/dokter gigi lain
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Menolak tindakan medis, dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Dengan demikian, maka seorang pasien dalam melakukan pengobatan atau
menerima pelayanan pada kedokteran harus/mempunyai hak-hak yang mana hak
tersebut juga dituangkan dalam Pasal 45 ayat 3 Undang-undang No. 29 tahun
2004 tentang praktek kedokteran persetujuan dari pasien, dimana persetujuan bisa
secara lisan atau tertulis.

1
Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter, Dr. bahder Johan Nasution, SH.,MM.,M.Hum, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, thn 2005 hlm 84

2
Pada zaman sekarang manusia makin memehami tentang kesadarannya dalam
bidang hukum, maka bisa saja seorang dokter digugat oleh pasien/keluarga pasien
yang mengalami kerugian karena tindakan medis dari dokter yang bila karena
kelalaiannya mengakibatkan pasien cacat atau bahkan meninggal dunia.
Atas dasar hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian
tentang Hubungan Pasien dan Dokter dalam Perspektif Undang-undang No.
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Hukum dan Etika dalam Pelayanan Kesehatan


Sesudah disinggung diatas bahwa seorang manusia pabila sakit akan datang
pada dokter untuk berobat dan dokter berdasarkan pada profesinya tentu akan
berupaya dengan segala keahliannya untuk menyembuhkan pasien atau
setidaknya untuk mengurangi sakit pada pasien.
Dengan demikian maka wajar kiranya apabila yang dilakukan oleh dokter
mendapat perlindungan dari hukum sampai batas-batas tertentu. Mengetahui
tindakan mana yang diperbolehkan oleh hukum, mana yang tidak diperbolehkan
oleh hukum dan mana yang dibolehkan merupakan hal yang sangat penting baik
bagi dokter maupun pasien.
Hal ini tentunya akan berakibat timbul keragu-raguan dan sikap kehati-hatian
pada diri dokter dalam menjalankan tugasnya, yang memberikan diagnosis, terapi
dan obat-obatan pada pasien. Tetapi meskipun demikian, bisa terjadi
kemungkinan bahwa dalam menjalankan tugasnya mengalami kegagalan.2
Kegagalan bisa disebabkan oleh faktor manusia/dokter misalnya salah
mendiagnosa penyakit yang mengakibatkan salah memberikan terapi/obat-obatan
atau kurangnya obat-obat kedokteran untuk menyembuhkan pasien, tetapi
masyarakat akan menilai dokter gagal dalam melaksanakan tugasnya. Pada
pelayanan kesehatan individu terdapat hubungan yang erat antar pasien, tenaga
kesehatan (biasanya dokter) dan Rumah Sakit.

2
Opacit, hlm 24

3
Hubungan yang timbul antara ketiga perihal tersebut diatas akan dikuasai oleh
kaidah-kaidah tentang kedokteran (bagian dari kesehatan), baik hukum maupun
non hukum (misalnya terhadap moral yaitu etika, kesopanan, kesusilaan, dll)3
Kita ketahui bahwa hubungan pasien dengan tenaga kesehatan pada
umumnya, misalnya hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik,
yang bisa meliputi hubungan medic, hubungan hukum, hubungan non hukum,
hubungan sosial dan hubungan ekonomi.
Dengan adanya Undang-undang No. 39 tahun 2009 tentang kesehatan dan
dengan adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, ada orang yang berpendapat bahwa hubungan antara pasien dan dokter
dikuasai oleh Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
dan ada juga yang berpendapat undang-undang No. 8 tahun 1999 tidak bisa
menguasai hubungan antara pasien dan dokter disebabkan hubungan antara kedua
pihak tersebut bukan dalam bidang ekonomi.
Dari uraian diatas, maka saya tertarik membuat penelitian dengan judul
Hubungan Pasien dan Dokter dalam Perspektif Undang-undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3
Hukum Kedokteran, dr. Wila Chandrawila Supriadi, SH, Penerbit CV. Mondar Maju., Bandung, thn
2001, hlm 36

Anda mungkin juga menyukai