1
hukumannya ditambah seperempat dan apabila meninggal dunia hukumannya
ditambah sepertiganya.1
Dalam Pasal 1 ayat 1 undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,
berisi “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan
dinyatakan “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
Sehubungan dengan adanya hak atas kesehatan yang menurut pasal-pasal
tersebut diatas merupakan hak yang sama yang dipunyai setiap orang, maka
negara mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya.
Hak atas pelayanan kesehatan memerlukan penanganan yang sungguh-
sungguh hal ini dituangkan dalam hak & kewajiban pasien seperti yang tercantum
dalam Pasal 52 yaitu Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktek
kedokteran, yaitu pasien dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran
mempunyai hak :
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3
b. Meminta pendapat dokter/dokter gigi lain
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Menolak tindakan medis, dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Dengan demikian, maka seorang pasien dalam melakukan pengobatan atau
menerima pelayanan pada kedokteran harus/mempunyai hak-hak yang mana hak
tersebut juga dituangkan dalam Pasal 45 ayat 3 Undang-undang No. 29 tahun
2004 tentang praktek kedokteran persetujuan dari pasien, dimana persetujuan bisa
secara lisan atau tertulis.
1
Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter, Dr. bahder Johan Nasution, SH.,MM.,M.Hum, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, thn 2005 hlm 84
2
Pada zaman sekarang manusia makin memehami tentang kesadarannya dalam
bidang hukum, maka bisa saja seorang dokter digugat oleh pasien/keluarga pasien
yang mengalami kerugian karena tindakan medis dari dokter yang bila karena
kelalaiannya mengakibatkan pasien cacat atau bahkan meninggal dunia.
Atas dasar hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian
tentang Hubungan Pasien dan Dokter dalam Perspektif Undang-undang No.
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2
Opacit, hlm 24
3
Hubungan yang timbul antara ketiga perihal tersebut diatas akan dikuasai oleh
kaidah-kaidah tentang kedokteran (bagian dari kesehatan), baik hukum maupun
non hukum (misalnya terhadap moral yaitu etika, kesopanan, kesusilaan, dll)3
Kita ketahui bahwa hubungan pasien dengan tenaga kesehatan pada
umumnya, misalnya hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik,
yang bisa meliputi hubungan medic, hubungan hukum, hubungan non hukum,
hubungan sosial dan hubungan ekonomi.
Dengan adanya Undang-undang No. 39 tahun 2009 tentang kesehatan dan
dengan adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, ada orang yang berpendapat bahwa hubungan antara pasien dan dokter
dikuasai oleh Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
dan ada juga yang berpendapat undang-undang No. 8 tahun 1999 tidak bisa
menguasai hubungan antara pasien dan dokter disebabkan hubungan antara kedua
pihak tersebut bukan dalam bidang ekonomi.
Dari uraian diatas, maka saya tertarik membuat penelitian dengan judul
Hubungan Pasien dan Dokter dalam Perspektif Undang-undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
3
Hukum Kedokteran, dr. Wila Chandrawila Supriadi, SH, Penerbit CV. Mondar Maju., Bandung, thn
2001, hlm 36