Hukum Kedokteran:
- Merupakan bagian dari Hukum Kesehatan
- Menyangkut asuhan/ pelayanan kedokteran
(Medical Care/ pelayanan)
4
Perbedaan Etika dan Hukum
5
4. Sanksi pelanggaran etika berupa tuntunan, sanksi
pelanggaran hukum berupa tuntutan
5. Pelanggaran etika diselesaikan oleh MKEK yang
dibentuk oleh IDI, Pelanggaran Hukum selalu
diselesaikan melalui Pengadilan
6. Penyelesaian pelanggaran etika tidak selalu
disertai bukti fisik, penyelesaian pelanggaran
Hukum selalu disertai bukti fisik.
6
Sumber Hukum:
- Undang-undang
- Peraturan Pemerintah
- Kepres
- Per Pres
- Kep Men
- Per Men
- Standar profesi
- Standar Pelayanan Medis
- Prosedur Tetap
- dll
7
Persamaan Etika dan Hukum (no 3) :
Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar
tidak saling merugikan
Profesi Kedokteran
Hubungan dokter-pasien
Proses
Output
Outcome
-Profesi dokter atau dokter gigi, dll
- Etika
- Pasien dan keluarga
- Sarana Kesehatan
- Aturan-aturan yang berlaku
- Tindakan – tindakan kedokteran
9
UU no. 29/ 2004 tentang Praktek Kedokteran diatur
sangat jelas: Hak dan Kewajiban dokter-pasien:
10
Hak Dokter dan Dokter Gigi
11
- Hak atas Fair Play
Pasien tidak puas dengan perawatan yang diberikan,
dokter yang merawat berhak memperoleh pemberitahuan
pertama untuk peristiwa tersebut karena hubungan
profesional dokter-pasien diwarnai oleh kemauan atau
itikad baik kedua belah pihak.
12
Pasal 51, Kewajiban Dokter dan Dokter Gigi
13
Kewajiban dokter dan dokter gigi
- Bekerja sesuai SPM
- Memberikan informasi tentang tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien
- Menyimpan rahasia jabatan atau pekerjaan medik ( diatur PP
No. 10/ 1966)
14
Pasal 52, Hak Pasien
15
Hak Pasien :
16
Pasal 53, kewajiban pasien
17
Kewajiban pasien:
Timbul cedera
18
Tujuan ilmu kedokteran:
1. Menyembuhkan dan mencegah penyakit
Hidup berkualitas
2. Meringankan penderitaan
3. Mendampingi pasien
2. Standar medis:
- Tindakan bersifat profesional
- Terapi harus dilakukan berdasarkan
diagnosis yang sudah ditegakkan.
- Dokter tidak dibenarkan melakukan
tindakan yang bukan wewenangnya
atau di luar bidang keahliannya.
20
3.Kemampuan rata-rata dalam bidang keahlian
yang sama.
5. Asas proporsionalitas
Tidak boleh : - Diagnostic overkill
- Therapeutic overkill
21
Dokter : - Mempunyai kebebasan profesional
tetapi tidak mempunyai kebebasan
terapeutik
- Dapat menolak melakukan perawatan/
pengobatan/ tindakan medis tertentu
apabila ia tidak dapat
mempertanggungjawabkannya secara
profesional
- Dapat mengakhiri hubungan dengan
pasien
22
Tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum
apabila dipenuhi ketiga syarat berikut:
Lege artis
3. Telah mendapat persetujuan pasien
Informed consent
23
Informed concent
Menurut pasal 45 UU no 29/2004
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang –
kurangnya menyangkut :
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
24
(4). Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan
baik secara tertulis maupun lisan
25
Aspek hukum dari informed concent
I. Aspek hukum pidana
Dikaitkan dengan pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan
27
II. Aspek hukum perdata
KUHPerdata )
29
Para pakar hukum :
• Dianggap wanprestasi,
apabila salah satu pihak tidak melakukan, terlambat
melakukan, salah melakukan ataupun melakukan apa yang
tidak boleh dilakukan menurut perjanjian tadi.
30
Situasi Khusus yang berkaitan dengan Informed
concent
A. Keadaan Gawat Darurat ( Emergency )
31
Leenen, menjelaskan mengenai fiksi hukum bahwa seseorang
yang berada dalam keadaan tidak sadar akan menyetujui apa
yang umumnya akan disetujui oleh seorang yang berada dalam
keadaan sadar, pada situasi dan kondisi sakit yang sama
Presumed concent
Dasar hukumnya adalah pasal 1354 KUH Perdata, yang mengatur
tentang perwalian sukarela atau zaakwaarneming
32
B. Pembiusan ( Anesthesia )
Pasal 89 KUHP menyatakan membuat seseorang tidak
berdaya atau pingsan, dapat dikategorikan sebagai tindak
kekerasan.
Mengingat sifat dan tanggungjawab yang khusus dari tindak
pembiusan dalam suatu pembedahan
33
D. Blanket concent
34
Implikasi keberadaan Informed Concent
35
Implikasi keberadaan Informed Concent
36
Dasar-dasar Peniadaan Hukuman dalam
Hukum Kedokteran
Guwandi menyusun sistematika untuk beberapa dasar peniadaan
hukuman atau kesalahan khusus bidang medik :
37
• Dalam tindakan medik, selalu ada risiko yang melekat pada tindak
medik tersebut.
• Apabila dokter melakukan tindakan medik dengan hati-hati, seiizin
pasien dan berdasarkan SPM, tetapi ternyata risiko itu tetap terjadi,
maka dokter tidak dapat dipersalahkan.
Demikian pula bila terjadi reaksi alergi yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, seperti halnya komplikasi yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya
• Dalam hal terjadi kecelakaan medik, perlu direnungkan ucapan
seorang hakim yang mengadili suatu perkara, yaitu “Kita memang
mensyaratkan bahwa seorang dokter harus bertindak hati-hati
pada setiap tindakan medik yang dilakukan. Namun demikian kita
tidak dapat mencap begitu saja sebagai tindak kelalaian terhadap
suatu yang sebenarnya adalah suatu kecelakaan”.
38
• Kekeliruhan penilaian klinis
Teori respectable minority rule, menyebutkan bahwa seorang
dokter tidak dianggap lalai apabila ia memilih salah satu dari
sekian banyak cara pengobatan yang diakui oleh dunia
kedokteran.
39
• Volenti Non Fit Iniura
• Contributory Negligence
42
Penilaian dan sikap pengendalian masyarakat pasien sebagai sistem
kontrol yang efektif terhadap eloknya layanan medis
(Telaah Kisch & Reeder)
Kasus Prita bukan cuma satu. Tak sedikit pasien kita yang
dikecewakan dokter atau rumah sakit akhirnya merasa
terabaikan
Tanpa melacak apa di balik kasus itu, kasus Prita masih akan terus
menjadi endemis. Anggapan bahwa “dokter selalu benar, pasien pasti
salah” atau “mana mungkin pasien salah, dokter pasti salah” perlu
dilempangkan.
Dokter dan rumah sakit bukan pihak yang untouchable. Kerja profesi
dokter sudah lengkap diberi “pagar”. Pendidikan etika kedokteran saat
sekolah, sumpah dokter kepada Yang Maha Mengawasi saat lulus, dan
selama berpraktik dokter dipandu oleh perangkat Undang-Undang
Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan konsumen dan Undang-undang
Praktik Kedokteran. Tiap dokter menginsafi semua itu.
43
Dokter mau berbicara
Bukan sikap kesengajaan profesi dokter kalau muncul kasus.
Bukan karena semua dokter ingin melompati “pagar” yang
disepakati. Lebih sering, ada yang lebih kuat dari hanya hukum dan
regulasi jika praktik dokter tampil tak elok di mata pasien.
Ada dua hal yang membuat kinerja profesi dokter tidak elok,
yaitu komunikasi dokter dengan pasien dan akhlak dokter sendiri.
Soal komunikasi, harus diakui, opini pasien ihwal penyakitnya
belum tentu sama dengan opini medis. Makin terbatas wawasan
medis pasien, makin banyak yang perlu dokter komunikasikan.
Salah sangka pasien terhadap kasus medisnya lebih sering karena
dokter menjawab pasien jika ditanya.
Kasus Steven – Johnson misalnya. Ini kasus alergi hebat yang
bisa mengancam nyawa pasien akibat obat atau suntikan. Kita tahu,
dalam kondisi berobat, pasien kita umumnya tak memiliki “paspor”
kesehatan selain tak punya dokter keluarga. Pasien kita umumnya
selalu asing dimata dokter yang dikunjunginya.
44
Secara medis, tanpa data lengkap pasien, sulit bagi
dokter meramal reaksi alergi hebat yang mungkin menimpa
pasien. Selain itu, karena keterbatasan waktu praktik, banyak
dokter juga kurang mengorek kondisi medis pasien yang
belum dikenal. Jika saja dokter lebih banyak bertanya,
misalnya adakah bakat alergi, dan menjelaskan kemungkinan
alergi hebat bisa terjadi sehabis berobat, dan sekiranya
sampai muncul kasuspun, tentu tak sampai diopinikan
sebagai malapraktik karena pasien sudah tahu jika resiko itu
bakal terjadi. Hingga kini, kasus Steven-Johnson diopinikan
masyarakat sebagai kesalahan pihak medis.
Industri medis yang kita anut dan fakta yang merongrong moral
dokter adalah rumah sakit harus berinvestasi dan perlu berhitung agar
tetap melaba. Pasien yang dilayanipun melebihi jumlah dokter sehingga
tergoda berpraktik hingga larut malam dengan konsekuensi praktiknya
tidak lagi profesional berpotensi membahayakan pasien.
48
TERIMA KASIH
49
DISKUSI KASUS
50
RSUP DR SARDJITO :
Ada 5 Komite :
1. Komite Medik
2. Komite Keperawatan
3. Komite Etik
4. Komite Hukum
5. Komite DiKlitBang
51
Komite Medik :
1. Panitia Audit Medik
2. Panitia Forensik Medik
3. Panitia Kredensial
52
Pasal 51, Kewajiban Dokter dan Dokter Gigi
UU No: 29/2004
53
UU no. 29/ 2004 tentang Praktek Kedokteran diatur
sangat jelas: Hak dokter :
54
Input
Proses
Output
Outcome
-Profesi dokter atau dokter gigi, dll
- Etika
- Pasien dan keluarga
- Sarana Kesehatan
- Aturan-aturan yang berlaku
- Tindakan – tindakan kedokteran
55