Anda di halaman 1dari 15

Penyampaian Hasil Pembelajaran Mandiri

1. Peraturan perundang-undangan mengenai hak dan kewajiban dokter dan hak pasien

 KEWAJIBAN UMUM
o Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dan atau janji dokter.
o Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran
yang tertinggi.
o Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
o Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri .
o Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
o Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
o Pasal 7
Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
o Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa
kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
o Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
o Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak pasien, teman sejawatnya, dan
tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
o Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup
makhluk insani.
o Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif), baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
o Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
Sumber : Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik
Kedokteran Indonesia. 2015. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah
pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

 KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan.
Sumber : Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik
Kedokteran
Indonesia. 2015. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
Dari pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia terkait Kewajiban
Umum, pasal-pasal yang dilanggar oleh dokter A yaitu :
 Pasal 1, dokter A melanggar beberapa poin dalam sumpah dokter 
 Pasal 2, dokter A tidak berperilaku dengan profesional seperti datang terlambat
 Pasal 8, dokter A dalam melayani pasien bersikap diskriminasi / memilih-milih
pasien dengan mengutamakan pasien yang membayar terlebih dahulu

UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan


hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal
tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan
dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala
aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain.

Pasal 52 Undang undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,


menyebutkan hak pasien, yaitu mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis, meminta pendapat dokter, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
menolak tindakan medis dan
mendapatkan isi rekam medis.
Hak pasien juga diatur dalam Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 , Pasal 8 , Pasal 56 dan Pasal 58.

Sumber : Suhardini E. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai pengguna jasa


pelayanan rumh sakit swasta [Internet]. Media.neliti.com. 2021 [cited 17 May 2021].
Available from: https://media.neliti.com/media/publications/281784-perlindungan-hukum-
terhadap-pasien-sebag-0c99d14b.pdf

Menurut Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran mengenai Hak
dan Kewajiban Pasien sebagaimana diatur dalam pasal 45-52 adalah:

HAK

- Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang akan dilakukan
dokter sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)
- Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion)
- Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan
- Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada keraguan
- Bisa mendapat informasi rekam medis

KEWAJIBAN

- Memberikan informasi yang lengkap, jujur dan dipahami tentang masalah kesehatannya
- Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
- Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
- Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang prima

Apabila hak-hak tersebut dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien adalah:

- Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum maupun
kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)
- Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undang-undang
yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien

Berdasarkan Permenkes No 69 pasal 17 hingga 24 tentang kewajiban RS dan kewajiban


pasien dapat kita ketahui secara garis besar bahwa pasien berhak untuk mendapatkan seluruh
informasi terkait pelayanan medis tanpa ada yang dirahasiakan. Pihak RS juga harus menjaga
kerahasian seluruh informasi pasien. Hak-hak pasien juga lebih detailnya tertulis pada
Permenkes no.69 pasal 24 yang berjumlah 12 hak, yakni:

a. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;


b. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional;

c. memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi; dan sisanya akan saya cantumkan pada bagian chat di teams

d. memilih Dokter dan Dokter Gigi serta kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

e. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada Dokter dan Dokter Gigi lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

f. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data


medisnya;

g. mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya perkiraan biaya pengobatan;

h. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh Tenaga
Kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

i. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

j. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal tersebut
tidak mengganggu pasien lainnya;

k. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah


Sakit;

l. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

m. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang dianut;

n. mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran termasuk kerahasiaan rekam medik;

o. mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;

i. memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian dalam suatu penelitian
kesehatan;

j. menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan yang diterima;

k. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

l. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Kewajiban pasien juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 69 tahun 2014
pasal 28, yang berbunyi :

1. Mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit.

2. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung.


3. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas
lainnya yang bekerja di rumah sakit.

4. Memberikan informasi yang jujur, lengkap, dan akurat sesuai kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatan pasien tersebut.

5. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang


dimilikinya

6. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit
dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi
yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah
kesehatan pasien tersebut.

8. Memberikan imbalan jasa atau pelayanan yang diterima.

Sumber : Permenkes No. 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien [JDIH BPK RI] [Internet]. Peraturan.bpk.go.id. 2014 [cited 19 May 2021]. Available
from: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129905/permenkes-no-69-tahun-2014

Tertera pada undang-undang tahun 2004 pasal 50 dan 51 mengatur mengenai hak
dan kewajiban dokter. Hak dokter adalah untuk

memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar


profesi dan standar operasional prosedur, memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar profesi dan standar operasional prosedur, memperoleh informasi yang lengkap dan
jujur dari pasien dan keluarga, dan menerima imbalan jasa.

    Adapun kewajiban seorang dokter adalah memberikan pelayanan medis sesuai standar
profesi dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis, merujuk pasien ke dokter/
sarana kesehatan lain jika tidak tersedia alat keseharan atau tidak mampu melakukan
pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahui mengenai pasien, melakukan
pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

Untuk hak pasien diatur pada undang-undang no 29 tahun 2004 pasal 52. Hak pasien adalah
untuk mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan dokter,
meminta pendapat ke dokter lain, mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan,
menolak tindakan medis yang dilakukan jika terdapat keraguan, dan mendapat informasi
rekam medis. Adapun yang dlanggar dokter pada bagian ini adalah

Hak pasien untuk mendapat penjelasna lengkap karena dokter A datang dengan terlambat,
menjelasan secara terburu-buru jadi hak pasien untuk mendapt penjelasan yang lengkap
dan pelayanan medis yang sesuai dilanggar
Selain itu, dokter melanggar kewajibannya untuk merujuk pasien ke tempat lain apabila
tidak mampu melakukan pengobatan atau tidak tersedianya alat kesehatan

sumber: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG


PRAKTIK KEDOKTERAN. [Internet]. 2014 [cited 20 May 2021];. Available
from: https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/uu292004.pdf

2. Etika Biomedis dalam melayani pasien

Dalam perkembangan ilmu kedokteran secara global, dibutuhkan sebuah prinsip dasar
dalam menjalankan prosedur medis dan pengevaluasian manfaat dari prosedur. Prinsip-
prinsip tersebut dirangkum dalam ‘bioetika’ yaitu empat prinsip dasar etika perawatan
kesehatan. Bioetika diterapkan sebagai alat ukur untuk menentukan praktik medis dianggap
"etis".Seorang dokter harus menghormati keempat prinsip tersebut, yaitu berbuat baik
(beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), otonomi pasien, dan keadilan. (JESSIE)
1. Berbuat baik (beneficence)
Prinsip ini mengharuskan agar prosedur medis dilakukan dengan maksud baik untuk
pasien yang terlibat. Dokter dituntut untuk mengembangkan dan mempertahankan
keterampilan dan pengetahuan, secara terus-menerus, sekaligus memperbarui
pelatihan.
2. Tidak merugikan (non-maleficence)
Prinsip ini mengharuskan para dokter untuk tidak merugikan pasien yang terlibat
ataupun orang lain dalam masyarakat. Dokter harus selalu menghindari pasiennya dari
kerugian jasmani, material, dan psikis. Ini juga berarti dokter bertindak
meminimalkan bahaya dan mengejar kebaikan yang lebih besar.
3. Otonomi pasien
Prinsip ini berarti pasien memiliki hak untuk memutuskan sendiri pilihannya
mengenai perawatan kesehatan dan prosedur medis. Proses pengambilan keputusan
tersebut harus bebas dari paksaan atau bujukan. Dokter bertanggung jawab untuk
memastikan pasien memahami semua risiko dan manfaat prosedur dan
kemungkinannya yang dapat terjadi
4. Keadilan 
Prinsip ini menjunjung tinggi semangat hukum yang ada dan adil bagi semua pihak
yang terlibat. Para dokter harus bertindak seadil mungkin dan tidak mendiskriminasi
pasien berdasarkan kondisi ekonomi ataupun SARA.

Jika dikaitkan antara skenario dan etika biomedis :


1. Tidak merugikan : Dokter A melanggar prinsip ini, dapat dilihat pada skenario
bahwa dokter A datang terlambat membuat pasien mengalami kerugian dalam
hal waktu serta melayani pasien dengan terburu-buru sehingga akan terjadi
kelalaian dalam rekap medis bahkan kesalahan dalam mendiagnosis yang akan
merugikan pasien.
2. Berbuat baik : Dokter A melayani dengan terburu-buru sehingga pasien bisa
saja belum memberitahukan hal apa yang dialami secara detail dan
mengakibatkan kesalahan diagnosis. Sedangkan, Dokter B sudah melakukan
kewajibannya sebagai dokter yaitu berbuat baik. Ia teliti dalam mencatat
keluhan pasien, memberi edukasi yang baik kepada pasien dan mendengarkan
keluhan pasien dengan baik.
3. Menghormati otonomi : Dokter A kurang menghormati otonomi pasien
dimana pasiennya tidak memiliki waktu yang cukup / seharusnya untuk
menceritakan baik apa yang dialami maupun riwayat penyakit sebelumnya dan
lain sebagainya.
4. Keadilan : Dokter A bersikap tidak adil dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang dokter yang dapat dilihat bahwa ia bersikap diskriminasi dengan
mendahulukan pasien yang membayar lebih tanpa memikirkan pasien yang
sudah mengantri terlebih dahulu.

Dua prinsip keadilan yaitu :

a. setiap orang memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup keseluruhan system kesamaan
kemerdekaan fundamental yang setara bagi kemerdekaan semua warga yang lain
b. ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian sehingga keduanya :
paling menguntungkan bagi yang paling tertinggal, dan melekat pada posisi-posisi dan
jabatan-jabatan terbuka bagi semua di bawah syarat kesamaan kesempatan yang adil.

Sumber: Bertens, K. Etika Biomedis, Kanisius, Yogyakarta: 2011.

the principle of nonmaleficence (tidak merugikan)

Kata “nonmaleficence” berasal dari bahasa latin,non : tidak,mal : buruk,jahat dan ficere :
melakukan,berbuat .prinsip ini intinya menyatakan bahwa dokter tidak boleh melakukan sesuatu
yang merugikan atau sesuatu yang kurang baik bagi pasien dan tindakana dokter atau rumah
sakit terhadap pasien harus bermanfaat.dapat disimpulkan bahwa prinsip tidak merugikan
berhubungan dengan hak-hak asasi manusia sebagai berikut 

- hak untuk tidak dibunuh


- hak untuk tidak dilukai atau disakiti
- hak untuk tidak diambil miliknya
- hak untuk tidak dibuka rahasianya kepada orang lain

pelanggaran terhadap prinsip ini terjadi dengan perbuatan seperti 


- secara fisik smerugikan seseorang seperti abortus,mutilasi,penyiksaan dan kekerasan
- mengekibatkan kerugian fisik dengan melakukan tindakan medis yang tidak perlu atau
menggunakan metode yang membahayakan tanpa alasan kuat
- merugikan kehormatan dan nama baik seseorang atau barang milik dan kepentingannya
dengan membuka informasi yang bersifat konfidensial 
- ada beberapa prinsip dan distingsi yang melengkapi prinsip tidak merugikan

1. prinsip efek ganda (the principle of double effect)


merupakan salah satu prinsip pertama yang bisa membantu agar prinsip tidak merugikan
tidak mengalami jalan buntu

prinsip ini menekankan efek baik disamping efek buruk.efek buruk yang ditimbulkan
bukanlah hal yang diharapkan secara langsung,meksipun sudah diketahui pasti akan
terjadi.namun jika tidak ada pilihan lain bagi dokter untuk hanya menghasilkan efek baik
tanpa adanya efek buruk,makan tindakan medis harus dilakukan 
contoh : wanita hamil yang terkena kanker cervix 

prinsip efek ganda harus memenuhi 4 syarat 

tindakan itu sendiri harus bersifat baik atau setidak-tidaknya netral secara moral 

hanya efek baik dan bukan efek buruk secara langsung dimaksud oleh pelaku

efek baik tidak dihasilkan melalui efek buruk : efek buruk bukan merupakan sarana untuk
mencapai efek baik

harus ada alasan proposional untuk membiarkan efek buruk yang diketahui akan terjadi 

2. prinsip totalitas (the principle of totality)

Prinsip ini sering kali dipakai ketika seorang dokter akan mengamputasi anggota badan yang
dengan kata lain melenyapkan integritas tubuh manusia dengan tujuan utama
menyelamatkan tubuh sebagai keseluruhan

3. distingsi antara membunuh dan membiarkan pasien meninggal

Hal ini biasa terjadi dalam kasus pasien terminal. Pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi
akhirnya pasien akan dibiarkan meninggal,tetapi bukan karena kita yang membunuhnya.
Distingsi ini penting dalam etika tentang akhir kehidupan.

4. distingsi antara sarana biasa dan sarana luar biasa


- didasarkan pada penggunaan sarana biasa (ordinary means) untukmenyelamatkan pasien
atau memperbaiki kualitas hidupnya, tetapi kita tidak wajib menggunakan sarana luar biasa
(extraordinary means). Hal yang menjadi perhatian adalah beban dan manfaat dari suatu
tindakan medis. Jika suatu tindakan medis menimbulkan penderitaan yang terlalu berat,
maka tindakan tersebut dikatakan tidak proporsional yang sebaiknya dihindari 

Sumber :  Etika Biomedis Bertens, K.

1.Tidak melakukan tindakan yang merugikan pasien.

Contoh : meminta pasien untuk berkonsultasi ke dokter lain jika dokter pertamanya tidak

dapat membantu atau diluar kemampuan dokter.

2. Memperlakukan pasien menurut tingkat kemampuan dan penilaian dokter yang terbaik

Contoh : dokter memberikan usaah terbaiknya dalak menuangkan ilmu ilmu yang telah ia

pelajari selama bertahun tahun.

3. Tidak pernah memberi racun kepada pasien, bahkan jika diminta

Contoh : tidak pernah membiarkan pasien membeli atau meminta suatu resep obat yang tidak
disetujui oleh dokternya.
4. Tidak pernah melakukan abortus

Contoh : jika sorang dokter diminta pasien untuk melakukan abortus pada pasien tersebut
karena pasien hamil diluar nikah, maka dokter harus menolaknya.

5. Tidak pernah melakukan pembedahan yang tidak sesuai kompetensinya

Contoh : tidak boleh melakukan pemeriksaan pada pasien jika memang dokter tidak dapat
menanganinya.

6. Tidak pernah menipu pasien atau melakukan pelecehan seksual terhadap pasien dan
keluarganya

Contoh : menolong pasien dengan ikhlas, jujur, dan baik hati.

7. Tidak pernah membocorkan rahasia tentang diri pasien

Contoh : dokter tidak boleh membocorkan rahasia pasien mereka untuk menunjukkan rasa
hormat terhadap pasien.

Sumber: Bertens, K., 2011. Etika Biomedis. 1st ed. Yogyakarta: Kanisius, pp.58-88.

- kaidah yang terkait pada prinsip beneficience adalah mengutamakan altruisme


- kaidah yang terkait pada prinsip non maleficence adalah menolong pasien dan memberikan
semangat hidup
- kaidah yang terkait pada prinsip menghormati otonomi adalah menghargai hak menentukan
nasib sendiri dan tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
- kaidah yang terkait pada prinsip justice adalah memberlakukan segala sesuatu secara
universal dan menghargai hak sehat pasien

Prinsip etika biomedis “menghormati otonomi” berhubungan dengan informed


consent. Dalam pelayanan kesehatan, informed consent merupakan persetujuan pasien
terhadap suatu tindak medis tanpa dipaksa setelah dokter telah menyampaikan informasi
secukupnya tentang arti tindakan itu, risiko, manfaat yang dapat diharapkan, dan alternatif
yang tersedia. Dasarnya adalah dokter mempunyai pengetahuan dan keahlian medis,
sedangkan pasien merupakan orang awam dan pada umumnya tidak mengerti soal
pengobatan dan pemeriksaan kesehatan. Oleh sebab itu, pasien harus memperoleh
informasi dari dokter. Pasien berhak untuk mengetahui dan menyetujui apa yang akan
terjadi dengan dirinya. Walaupun dokter yakin bahwa tindak tersebut harus dilakukan, ia
tidak boleh melakukannya tanpa persetujuan dari pasien. Informed consent utamanya
berlaku untuk tindak medis besar, sedangkan untuk tindak medis kecil persetujuan pasien
dapat diandaikan saja seperti mengukur tekanan darah. Jika pasien tidak berkompeten
maka akan diganti dengan proxy consent. Proxy consent ini digunakan apabila pasien
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk memberikan informed consent (pasien
tidak sadar, orang cacat mental, dll.) sehingga informed consent dapat diberikan kepada
keluarga.

Bertens, K. Etika Biomedis, Kanisius, Yogyakarta: 2011.

Profesi dokter sejak perintisannya telah membuktikan sebagai profesi yang luhur dan mulia.

Keluhuran dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang
dokter, yakni:

- Sifat ketuhanan
- Kemurnian niat
- Keluhuran budi
- Kerendahan hati
- Kesungguhan kerja
- Integritas ilmiah dan sosial

Dalam mengamalkan profesinya, setiap dokter akan berhubungan dengan manusia yang sedang
mengharapkan pertolongan dalam suatu hubungan kesepakatan terapeutik

Agar dalam hubungan tersebut keenam sifat dasar dapat tetap terjaga, maka disusun Kode Etik
Kedokteran Indonesia yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia sebagai pedoman
pelaksanaan profesi. 

    Kode Etik Kedokteran Indonesia didasarkan pada asas-asas hidup bermasyarakat, yaitu
Pancasila yang telah sama-sama diakui oleh Bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup bangsa.

Sumber : Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran
Indonesia. IDI

Untuk memenuhi harapan pasien dan mahasiswa, penting bagi dokter untuk mengetahui
dan memberikan contoh nilai inti dari pengobatan terutama belas kasih, kompeten, dan
otonomi. Nilai-nilai ini, bersama dengan penghargaan terhadap hak asasi manusia yang utama
merupakan dasar dari etika kedokteran
Belas kasih, memahami dan perhatian terhadap masalah orang lain, merupakan hal yang pokok
dalam praktek pengobatan. Agar dapat mengatasi masalah pasien, dokter harus mengidentifikasi
gejala yang dialami pasien dan penyebab yang mendasarinya dan harus bersedia membantu
pasien mendapatkan pertolongan. Pasien akan merespon dengan lebih baik jika dia merasa
bahwa dokternya menghargai masalah mereka dan tidak hanya sebatas melakukan pengobatan
terhadap penyakit mereka.

Kompetensi yang tinggi diharapkan dan harus dimiliki oleh dokter. Kurang kompeten dapat
menyebabkan kematian pasien yang serius. Dokter menjalani pelatihan yang lama agar tercapai
kompetensinya, namun mengingat cepatnya perkembangan pengetahuan medis, merupakan
suatu tantangan sendiri untuk dokter agar selalu menjaga kompetensinya. Terlebih lagi tidak
hanya pengetahuan ilmiah dan ketrampilan teknis yang harus dijaga namun juga pengetahuan
etis, ketrampilan, dan juga tingkah laku, karena masalah etis baru muncul sejalan dengan
perubahan dalam praktek kedokteran dan juga lingkungan sosial dan politik.
Otonomi, atau penentuan sendiri, merupakan nilai inti dari pengobatan yang berubah dalam
tahun-tahun terakhir ini. Dokter secara pribadi telah lama menikmati otonomi klinik yang tinggi
dalam menetukan bagaimana menangani pasien mereka. Dokter secara kolektif (profesi
kesehatan) bebas dalam menentukan standar pendidikan dokter dan praktek pengobatan.
Selain terikat dengan ketiga nilai inti tersebut, etika kedokteran berbeda dengan etika secara
umum yang dapat diterapkan terhadap setiap orang karena adanya pernyataan di depan publik
di bawah sumpah seperti World Medical Association Declaration of Geneva dan/atau kode.
Sumpah dan kode beragam di setiap negara bahkan dalam satu negara, namun ada persamaan,
termasuk janji bahwa dokter akan mempertimbangkan kepentingan pasien diatas
kepentingannya sendiri, tidak akan melakukan deskriminasi terhadap pasien karena ras, agama,
atau hak asasi menusia yang lain, akan menjaga kerahasiaan informasi pasien , dan akan
memberikan pertolongan darurat terhadap siapapun yang membutuhkan.

Sumber : John R. Williams . Medical Ethics Manual. Ethics Unit of the World Medical Association.
Retrieved May 17, 2021,
from https://www.wma.net/wp-content/uploads/2016/11/ethics_manual_indonesian.pdf

Bagian ketiga dari Sumpah Hippocrates dapat dibedakan menjadi empat bagian, yakni:

- Invokasi (invocation) = dengan gaya doa menyerukan nama-nama dewa


- Kewajiban terhadap guru dan keluarganya
- Kewajiban terhadap pasien
- Inti sumpah

Dalam konteks etika biomedis, yang paling penting adalah bagian ketiga karena terdiri atas
aturan etika kedokteran dalam arti sesungguhnya. Dalam hal ini terutama disoroti hubungan
dokter dengan pasiennya. Barangkali aturan-aturan etis yang tercantum dalam bagian ini dapat
disingkatkan sebagai berikut:

- Tidak melakukan tindakan yang merugikan pasien


- Memperlakukan pasien menurut tingkat kemampuan dan penilaian dokter yang terbaik
- Tidak pernah memberi racun kepada pasien, bahkan tidak jika diminta
- Tidak pernah melakukan abortus
-

Prinsip-prinsip bioetika pada dasarnya merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dalam bidang
kedokteran dan kesehatan. Etika kedokteran terapan, terbagi atas 2 kategori besar :

1. principlism : mementingkan prinsip etik dalam bertindak. Termasuk dalam konteks ini
adalah etika normative, empat basic moral principle, konsep libertarianism (mengutamakan
otonomi) serta beneficence in trust (berbuat baik dalam suasana kepercayaan). Dasar
utama dalam principlism adalah memilih salah satu prinsip etik ketika akan mengambil
keputusan
2. Alternatif principlism : termasuk dalam etika ini adalah etika komunitarian, etika normatif
dan etika kasih sayang.

Ada 3 teori etika normative yaitu :

a) Deontology : deon (wajib), tidak bersyarat (kategori) dan tidak bergantung pada
tujuan tertentu. Benar tidaknya tindakan bergantung pada perbuatan/ cara
bertindak itu sendiri, bukan pada akibat tindakan. Dasarnya adalah kewajiban/
keharusan, mutlak/ absolut atau “kewajiban demi kewajiban”.
b) Teleologi : bersyarat (hipotesis), benar tidaknya tindakan bergantung pada akibat-
akibatnya. Bila akibat baik : wajib; bila buruk : haram. Hendak dicapai tujuan
kedokteran tertentu namun tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat
kemanusiaan” (bukan tujuan asal-asalan). Dasarnya adalah pengalaman (efektif-
efisien). Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa kepastian etis, tidak
berketetapan, pemicu “tujuan menghalalkan cara”
c) Virtue : keutamaan, benar tidaknya tindakan tergantung dari norma-norma yang
diambil. Dalam pengertian bahwa meminimalkan norma-norma kemanusiaan yang
akan dikorbankan. Dasarnya adalah menghormati norma kebahagiaan manusia.
Kelemahan : tidak mampu membuat keputusan klinik yang etik karena terlalu
bersifat pribadi dan cindering sangat individual.

Sumber: Bertens, K. Etika Biomedis, Kanisius, Yogyakarta: 2011.

Menjaga kerahasiaan pasien berhubungan juga dengan etika biomedis yang saya temukan
saat literasi yang berhubungan dengan menghargai kewenangan otonomi pasien. Ketika pasien
sudah berpendapat untuk tidak menyebarkan catatan medis, dokter harus menjaga kerahasiaan
tersebut sekalipun dari keluarga pasien itu sendiri (apabila pasien juga tidak mengizinkan
keluarga untuk mengetahui catatan medisnya) dan apabila pasien sudah mengizinkan untuk
boleh dipublikasi baru seorang dokter boleh untuk mempublikasikannya

3. Hubungan masalah moral dan sumpah dokter

Kedokteran merupakan sebuah profesi yang dikarakteristikkan dengan berbagai tujuan yang secara
moral dapat diterima. Sumpah dokter dicontohkan sebagai dasar dari prinsip etik beneficence, non-
maleficence, dan confidentiality. Saat ini, para profesional kesehatan secara rutin menghadapi
tantangan etika dalam praktik klinis modern. Daripada mengandalkan prinsip-prinsip yang
bermaksud baik tetapi ketinggalan zaman, mereka harus menggunakan pengalaman dan pelatihan
mereka, pedoman modern yang diterima secara luas, nasihat dari mentor, dan perasaan pribadi
mereka tentang benar dan salah untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan. Untungnya, ada
banyak sumber berguna di luar Sumpah Hipokrates untuk membantu membimbing mereka ke arah
yang benar.

sumber: 

- Brody H, Miller F. The internal morality of medicine: explication and application to managed
care. PubMed [Internet]. 1998 [cited 20 May 2021];. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9831284/
- Askitopoulou H, Vgontzas A. The relevance of the Hippocratic Oath to the ethical and moral
values of contemporary medicine. PubMed [Internet]. 2018 [cited 20 May 2021];II. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29786117/#:~:text=The%20Oath%20has
%20exemplified%20the,abortion%2C%20as%20is%20generally%20believed.
- Shmerling, MD R. The myth of the Hippocratic Oath - Harvard Health [Internet]. Harvard
Health. 2015 [cited 20 May 2021]. Available
from: https://www.health.harvard.edu/blog/the-myth-of-the-hippocratic-oath-
201511258447
Saya bersumpah/ berjanji bahwa: 

1.Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikekemanusiaan

2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran

3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bersusila, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya;

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat

5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan
karena keilmuan saya sebagai Dokter

6. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang
bertenyangan dengan perikemausiaan

7. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan

8. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita

9. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau Kedudukan Sosial
dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita

10. Saya akan memberikan kepada Guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima
kasih yang selayaknya; 

11. Saya akan perlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan

12. Saya akan menaati dan mengamalkan kode erik kedokteran indonesia yang berdasarkan
pancasila

13. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh- sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya".

PP 26/1960 tentang lafal sumpah dokter


"Saya bersumpah/berjanji bahwa: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikekemanusiaan; Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya; Saya akan memelihara dengan sekuat
tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran; Saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai Dokter;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan; Dalam menunaikan kewajiban
terhadap penderita" saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau
Kedudukan Sosial; Saya akan memberikan kepada Guru-guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya; Teman-sejawat saya akan saya perlakukan sebagai
saudara kandung; Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan; Saya ikrarkan sumpah ini
dengan sungguh sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya".
Berdasarskan sumpah dokter yang diatur dalam PP 26/1960 ini dokter A sudah melanggar
bagian di mana “Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan”. Hal itu tercermin
dari cara dokter A dalam melakukan pemeriksaan pasiennya secara terburu-buru,
mendengarkan keluhan pasien secara singkat, dan datang terlambat karena praktek di
rumah sakit yang berbeda. Mendengarkan keluhan pasien secara singkat dan melakukan
pemeriksaan secara terburu-buru dapat mengakibatkan terciptanya suatu kesalahan dalam
mendiagnosa penyakit atau keluhan yang dialami oleh pasien.Selain itu, dokter A juga
melanggar sumpah dokter pada bagian “Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita"
saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau Kedudukan
Sosial”. Hal ini tercermin dari cara dokter A memperioritaskan pasien yang membayar lebih
yang berlawanan dengan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kedudukan sosial.

Sumber :https://ropeg.kemkes.go.id/download/pp196026.pdf

Dokter A telah melanggar sumpah dokter yang berbunyi “Saya akan membaktikan
hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan” karena ia memeriksa pasien secara terburu-
buru dan lebih mengutamakan pasien yang membayar lebih. Dari situ, dapat dilihat bahwa ia
tidak mementingkan kepentingan perikemanusiaan secara menyeluruh terhadap semua
orang. Ia lebih memilih untuk mementingkan pasien yang membayar lebih dan tidak
bersikap secara adil terhadap pasiennya. Pelanggaran ini dapat dihubungkan dengan
sumpah dokter yang berbunyi “Saya akan menaati pengalaman Kode Etik Kedokteran
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.” Dokter A telah melanggar sila ke-5 dari Pancasila
yang merupakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, dokter A juga
melanggar sumpah dokter yang berbunyi “Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan
pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.” Dari skenario di atas, diketahui
bahwa ia tidak mengutamakan kesehatan pasien karena menulis rekam medis dengan
terburu-buru. Hal tersebut dapat berdampak negatif serta berbahaya karena bisa saja dokter
A melakukan kesalahan dalam penulisan rekam medis dan memberi diagnosis yang salah
sehingga dapat membuat penyakit pasien semakin buruk. Karena menjelaskan penyakit
kepada pasien dengan terburu-buru, pasien menjadi kurang mengerti tentang penyakitnya
dan tidak dapat mengambil keputusan untuk tindakan yang harus diambil dengan baik. 

Sumber:

Bertens, K. Etika Biomedis, Kanisius, Yogyakarta: 2011.

George – LO3

Nilai moral memiliki sifat yang mewajibkan secara absolut dan tidak ada tawar-menawar.
Nilai moral berjalan bersama nilai-nilai lain, artinya nilai moral bersifat formal. Nilai moral tersebut
ada dalam bidang kedokteran tertuang dalam ‘sumpah dokter’ dan ‘bioetika’. Sumpah Dokter
Indonesia didasarkan atas Deklarasi Jenewa 1948 yang isinya menyempurnakan Sumpah
Hippokrates. Lafal sumpah dokter telah mengalami penyempurnaan urutan lafal dan redaksional
berulang kali. Dokter lulusan fakultas kedokteran di Indonesia wajib melafalkan sumpah dokter di
depan pimpinan fakultas kedokteran yang bersangkutan. Isi ‘Sumpah Dokter’ adalah sebagai berikut.

Demi Allah saya bersumpah bahwa:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.


2. Saya aan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan
martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
peri kemanusiaan, sekalipun diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan
jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang
selayaknya.
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.

Perbuatan dokter A jelas melanggar sumpah dokter poin ketujuh yang berbunyi “Saya akan
senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat”.
Dokter A tidak mengutamakan pasien dengan datang terlambat dan melakukan pemeriksaan,
mendengarkan keluhan pasien, dan pembuatan rekam medis yang terburu-buru. Dokter A juga
melanggar sumpah dokter poin kedelapan yang berbunyi “Saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap
pasien”. Yang terjadi adalah tindakan dokter A terpengaruh oleh pertimbangan kedudukan
sosial. Beliau mau menerima honorarium (upah sebagai imbalan jasa) untuk maksud
memprioritaskan pasien tertentu.

Sumber: Mustari, M., 2021. SUMPAH DOKTER - pdf. [online] Academia.edu. Available at:
<https://www.academia.edu/34039326/SUMPAH_DOKTER_pdf?auto=download> [Accessed 18
May 2021> [Accessed 18 May 2021].

Anda mungkin juga menyukai