Anda di halaman 1dari 13

Portofolio Kasus Etik dan Disiplin Kedokteran

PENERAPAN PELAYANAN YANG BELUM DITERIMA KEDOKTERAN

Oleh:

dr. Hamdini Humaira

Dokter Internsip

Pendamping:

dr. Endayani T, MPH

dr. Dessy Rahmawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG

PERIODE FEBRUARI 2017


Portofolio Kasus Etik

Nama Peserta : dr. Hamdini Humaira

Nama Wahana : RSUD Padang Panjang

Topik : Kasus Etik

Tanggal (kasus) : 8 November 2011

Nama : Ny. MN

Tanggal Presentasi : 28 Agustus 2017

Nama Pendamping : dr. Endayani T, MPH

Tempat Presentasi : Ruang Konferensi RSUD Padang Panjang

Objektif Presentasi : Keilmuan

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi


TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis

yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar

dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar

atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya

kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan

yang tidak profesional.


Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan

naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional.

Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan.

Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya

sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat

perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak

sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas

kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini

sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing

profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru,

pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena

melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk

Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter

dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis

Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.


B. Kode Etik Kedokteran

KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar profesi yang tertinggi.


Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan

hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.


Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.


Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien


Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien


Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang

menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun

psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang

sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia

wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.


Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran,

dibutuhkan pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran

Indonesia telah menetapkan pedoman tersebut pada tahun 2011. Pada pedoman
penegakan disiplin profesi kedokteran, yang merupakan bentuk pelanggaran

disiplin kedokteran adalah :

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.


2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki

kompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.


4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak

memiliki kompetesi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan

pemberitahuan perihal penggantian tersebut.


5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik

ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat

membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak

dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan

tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang

sah sehingga dapat membahayakan pasien.


7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai

dengan kebutuhan pasien.


8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien

atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.


9. Melakukan tindakan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau

keluarga dekat atau wali atau pengampunya.


10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medis,

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika

profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang

tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan dan etika profesi.


12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas
permintaan sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau

keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara

praktik kedokteran yang layak.


14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan

manusia sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari

lembaga yang diakui pemerintah.


15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal

tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang

bertugas dan mampu melakukannya.


16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa

alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan atau etika profesi.


17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan atau etika profesi.


18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil

pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan

KODEKI pasal 7.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau

eksekusi hukuman mati.


20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.


21. Melakukan pelecehan sexual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan

kepada pasien di tempat praktik.


22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan

atau memberikan resep obat/alat kesehatan.


24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan

kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak

benar/menyesatkan.
25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.
26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.
27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medis.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang

diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan

pelanggaran disiplin.

Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3,

yaitu :

1. Pemberian peringatan tertulis.


2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1

tahun, maksimal selama-lamanya.


3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau

berupa pelatihan atau magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal

3 bulan atau maksimal 1 tahun.


BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Hamdini Humaira


Nama Wahana: RSUD Padang Panjang
Topik: Kasus etik
Tanggal (kasus): 8 November 2011
Nama Pasien: Ny. MN No. RM: -
Tanggal Presentasi: 28 Agustus 2017 Nama Pendamping: dr. Endayani T, MPH
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : dr.T melakukan pelanggaran etik dan disiplin kedokteran
Tujuan : Mengetahui jenis pelanggaran etik dan disiplin kedokteran beserta sanksinya
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama: Ny.M N Nomor Registrasi: -
Nama klinik: Klinik X Telp: - Tedaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
Data Utama untuk Bahan Diskusi : Dr. T menyarankan pasien menjalani waterbirth untuk
melahirkan anak pertamanya namun anak tersebut meninggal setelah dilahirkan.
Daftar Pustaka
1. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

2. Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui dan memahami etika dan disiplin kedokteran Indonesia dalam memberikan

pelayanan sesuai standar profesi yang berlaku

2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik dan disiplin kedokteran Indonesia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Kasus :
Ny. MN awalnya meminta persalinan anak pertamanya dilakukan melalui

sectio caesarea karena takut melihat darah. Tetapi dr T (dokter kandungan pasien)

menganjurkan untuk melahirkan dengan cara waterbirth karena pasien tidak ada

indikasi untuk dilakukan operasi sesar dan cara waterbirth tidak menimbulkan

rasa sakit. Pasien pun menyetujuinya.

Pada hari tindakan , pasien diinduksi karena tidak merasa ada kontraksi.

Pasien diinduksi sampai delapan kali (selama 3 hari). Setelah ada pembukaan 6

cm, pasien diminta untuk masuk ke kolam waterbirth. Saat pembukaan penuh, dr.

T belum datang. Dr. T pun datang terlambat dan ternyata juga sibuk menangani

pasien waterbirth lain di ruangan sebelah sehingga tidak fokus. Setelah 5 jam

dalam kolam, anak pun lahir, namun tidak ada suara tangis atau gerakan. Bayi

dibawa keluar kolam namun kemudian dinyatakan meninggal.


2. Pembahasan Kasus :

Persalinan di air (Inggris: waterbirth) adalah proses persalinan atau proses

melahirkan yang dilakukan di dalam air hangat. Persalinan di air merupakan

perkembangan yang relatif baru yang diperkenalkan di Eropa, Perancis pada tahun

1803. Pada 1970-an, beberapa bidan dan dokter di Rusia dan Prancis menjadi

tertarik dengan cara-cara membantu bayi melakukan transisi dari dalam kehidupan

di dalam rahim dengan kehidupan di luar sehalus mungkin.

Pada kasus waterbirth kali ini, seorang dokter kandungan yang berpraktik

di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan sempat diadukan oleh orangtua yang

anaknya meninggal saat melakukan waterbirth. Pihak MKDKI, pendidikan

kedokteran, kolegium obstetri-ginekologi, dan organisasi profesi kedokteran

belum mengakui waterbirth sebagai metode persalinan yang baik untuk

dilaksanakan di Indonesia sehingga merupakan pelayanan yang belum diterima

kedokteran Indonesia.

Persalinan dengan metode waterbirth dinilai Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia (MKDKI) belum boleh dilakukan di Indonesia. Sebab

metode itu belum masuk kurikulum pendidikan kedokteran. MKDKI pun memberi

rekomendasi pencabutan selama setahun surat registrasi seorang dokter yang

membantu persalinan waterbirth.

Pelaporan dilakukan tanggal 5 Juni 2012. Berdasarkan pemeriksaan, pada

23 Juli 2013 lalu, komisioner menemukan pelanggaran etika dan disiplin

kedokteran. Dari segi etika didapatkan bahwa dr. T melanggar Kewajiban Umum

Dokter Pasal 2, 6, dan 7. Dalam bidang kesehatan, melanggar etik termasuk

melanggar prinsip-prinsip moral, nilai dan kewajiban-kewajiban yang meminta


diambilnya tindakan sanksi, baik berupa teguran atau schorsing dari tempat kerja,

atau organisasi profesinya.

Dari segi disiplin, dr. T melanggar sebagaimana diatur dalam perkonsil

Nomor 4 tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi pasal 3

ayat 2. Selain merekomendasi pencabutan surat tanda registrasi selama satu tahun,

dokter yang bersangkutan juga tidak diperbolehkan menolong persalinan dengan

waterbirth sampai metode tersebut ada dalam kurikulum pendidikan kedokteran.

Sampai saat ini di Indonesia belum pernah ada penelitian terhadap metode

persalinan dalam air. Penelitian seharusnya dilakukan baik dari sisi medis ataupun

sosial, untuk diketahui apakah masyarakat Indonesia butuh dan cocok

menjalankan proses kelahiran ini.

Anda mungkin juga menyukai