Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Oleh :
Abdullah Arief Syahputra

1010313024

Aufa Azri Dany

0810312077

Hamdini Humaira

1010312115

Rafika Dona

1010311009

Preseptor :
dr. Saptino Miro, SpPD, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
2015

BAB 1
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
NAMA

: Tn. D

JENIS KELAMIN

: Laki-laki

UMUR

: 75 tahun

PEKERJAAN

: Buruh

ALAMAT

: Pampangan

AGAMA

: Islam

STATUS PERKAWINAN

: Sudah Menikah

SUKU

: Minang

TANGGAL MASUK RS

: 21 - 07 - 2015

RUANGAN

: HCU Bed 13

ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan allo anamnesis pada tanggal 27 - 07 - 2015, jam 17.30 WIB di
ruangan HCU bagian penyakit dalam bed 13. Pasien masuk melalui IGD dengan :

KELUHAN UTAMA
Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


- Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
pada awalnya telah dirasakan pasien sejak 3 hari sebelumnya dan bertambah sesak saat
1 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Sesak nafas disertai dengan bunyi menciut saat mengeluarkan nafas,


- Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, aktivitas ataupun posisi.
- Pasien mempunyai riwayat batuk - batuk sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, batuk
berdahak, dahak berwarna putih, tidak disertai adanya darah.
- Demam dirasakan pasien sejak 3 hari sebelumnya, demam tinggi sekitar 38-39 0C, tidak
disertai dengan menggigil dan berkeringat banyak.
- Pasien merasakan nafsu makannya menurun sejak 3 hari sebelumnya, makan nasi
hanya beberapa sendok makan dengan frekuensi 2x sehari.
- Mual (-), muntah (-).
- Nyeri dada (-)
- Pandangan terasa kabur (-)
- BAB dan BAK biasa.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu, kontrol tidak
teratur.
- Pasien terdapat riwayat penyakit tekanan darah tinggi sebelumnya.
- Pasien tidak ada riwayat alergi pada makanan, obat-obatan, cuaca ataupun riwayat
atopi lainnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


- Tidak ada keluarga pasien yang mederita penyakit seperti ini.
- Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat batuk lebih dari 2 minggu, batuk berdarah
ataupun meminum obat selama 6 bulan.
- Tidak ada keluarga yang menderita DM dan tekanan darah tinggi.
- Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat alergi pada obat - obatan, makanan,
maupun cuaca, asma, ataupun riwayat atopi lainnya.

RIWAYAT PEKERJAAN DAN KEBIASAAN


- Pasien merupakan seorang pekerja buruh bangunan.
- Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus setiap hari sejak 50 tahun ysng lalu

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran

: Composmentis Cooperative

Tanda Vital
TD

: 160/100 mmHg

Nadi

: 110 x/menit

RR

: 32 x/menit

Suhu

: 370C

Tinggi Badan

: 168 cm

Berat Badan

: 56 kg

BMI

: 19,85 (status gizi baik)

Kepala
Bentuk

: Normochepal

Rambut

: uban (+)

Mata
Palpebra

: Edem (-/-)

Konjungtiva

: Anemis (+)

Sklera

: Ikterik (-)

Lensa

: Jernih

Visus

: Tidak diperiksa

Gerakan

: Normal

Pupil

: Isokor, diameter 2mm/2mm

Reflek Cahaya

: (+/+)

Alis Mata

: Rata, simetris

Hidung
Bentuk

: Normal

Deviasi Septum

: (-)

Nafas Cuping Hidung

: (-)

Perdarahan

: (-/-)

Mukosa hidung

: Merah muda , sekret (-/-)

Telinga
Bentuk

: Normal

Tuli

: (-/-)

Lubang

: Lapang/lapang

Mulut
Bibir

: Kering, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)

Bau Pernafasan : Tidak ada


Gigi

: Karies (-)

Gusi

: Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-)

Tonsil

: T1 - T1

Faring

: Tidak hiperemis

Lidah

: Kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), deviasi (-)

Leher
Deformitas

: (-)

Trakhea

: Deviasi (-)

Kelenjar tiroid

: Pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)

KGB

: Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

JVP

: 5 + 2 cmH2O

Retraksi otot pernafasan : (-)

Thorak
Bentuk

: Barrel chest, simetris saat statis dan dinamis

Kulit

: Pucat (-), ikterik (-), spider nevi (-), venektasi (-), kolateral (-)

Paru-paru
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi

: Fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi
Kiri

: Hipersonor pada seluruh lapangan paru, batas bawah T11

Kanan : Hipersonor pada seluruh lapangan paru, batas bawah T10


Auskultasi : Suara nafas bronkovesikular, ronki (+/+) pada basal paru, wheezing
(+/+)
Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba setinggi RIC 5, 1 jari medial dari garis


midclavikularis sinistra, thrill (-)

Perkusi
Kanan : RIC V, linea sternalis kanan
Kiri

: RIC V, 1 jari medial dari garis midclavikularis sinistra

Atas

: RIC III, linea parasternalis sinistra

Auskultasi
Suara dasar

: S1 - S2 murni, reguler, irama teratur, frek. 110 kali/menit

Suara tambahan : Murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Tampak perut tidak membuncit, asites (-), warna kulit coklat, spider
nevi (-), venektasi (-), kolateral (-), jaringan parut (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi > 3 kali/menit


Palpasi

Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ballotement (-)
Undulasi (-)
Perkusi

Timpani keepmat kuadran abdomen

Nyeri ketok Costovertebrae (-/-)


Redup pada 4 jari dibawah proc. xyphoideus dan 1 jari dari arkus costarum
Shifting dullness (-)
Inguinal
Tidak teraba adanya pembesaran KGB
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Piting edema

: (-/-)

Sianosis

: (-/-)

Ikterik

: (-/-)

Kekuatan otot

: 5/5 5/5

CRT

: < 2 detik/ < 2 detik

Reflek fisiologis : (+/+)


Reflek patologis : (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb

: 14,1 g/dl

Ht

: 43 %

Leukosit

: 9070/mm3

Trombosit

: 305.000/mm3

GDS

: 66 mg/dl

Ureum

: 18 mg/dl

Creatinin

: 1,0 mg/dl

Natrium

: 139 mmol/L

Kalium

: 3,4 Mmol/L

Clorida

: 102 Mmol/L

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto polos Thoraks AP

sela iga melebar, gambaran paru hiperluschen

PEMERIKSAAN EKG

RBBB inkomplit

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
Kultur sputum (menunggu hasil kultur)

SARAN PEMERIKSAAN
Spirometri

RESUME
- Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Sesak pada awalnya telah dirasakan pasien sejak 3 hari sebelumnya dan bertambah
sesak saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Sesak nafas disertai dengan bunyi menciut saat mengeluarkan nafas,
- Pasien mempunyai riwayat batuk - batuk sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, batuk
berdahak, dahak berwarna putih, tidak disertai adanya darah.
- Demam dirasakan pasien sejak 3 hari sebelumnya, demam tinggi sekitar 38-39 0C, tidak
disertai dengan menggigil dan berkeringat banyak.
- Pasien merasakan nafsu makannya menurun sejak 3 hari sebelumnya, makan nasi
hanya beberapa sendok makan dengan frekuensi 2x sehari.
- Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu, kontrol tidak
teratur.
- Pasien merupakan seorang pekerja buruh bangunan.
- Pasien memiliki kebiasaan menghisap rokok sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu,
dengan rokok sebanyak 2 bungkus sehari.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran
Tanda Vital

: Composmentis Cooperative

TD

: 160/100 mmHg

Nadi

: 110 x/menit

RR

: 32 x/menit

Suhu

: 370C

Tinggi Badan

: 168 cm

Berat Badan

: 56 kg

Thorak
Bentuk

: Barrel chest, sela iga melebar, simetris saat statis dan dinamis

Paru-paru
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi

: Fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi
Kiri

: Hipersonor pada seluruh lapangan paru, batas bawah T11

Kanan : Hipersonor pada seluruh lapangan paru, batas bawah T10


Auskultasi : Suara nafas bronkovesikular, ronki (+/+) pada basal paru, wheezing
(+/+)
Jantung
Perkusi
Kanan : RIC V, linea sternalis kanan
Kiri

: RIC V, 1 cm lateral dari garis midclavikularis sinistra

Atas

: RIC III, linea parasternalis sinistra

Pemeriksaan penunjang
Hb

: 14,1 g/dl

Ht

: 43 %

Leukosit

: 9070/mm3

Trombosit

: 305.000/mm3

GDS

: 66 mg/dl

Ureum

: 18 mg/dl

Creatinin

: 1,0 mg/dl

Natrium

: 139 mmol/L sebelumnya Natrium 133 mmol/L

Kalium

: 3,4 Mmol/L

Clorida

: 102 Mmol/L

PEMERIKSAAN RADIOLOGI sela iga melebar, gambaran paru hiperluschen


EKG RBBB inkomplit

DIAGNOSIS KERJA
- PPOK ekseserbasi akut
- Bronkhopneumoni (CAP)
- Hipertensi stage II e.c esensial
- RBBB inkomplit dengan gangguan elektrolit

TINDAKAN PENGOBATAN
- Makanan lunak/ TKTP
- O2 3L
- Drip 2 ampul Amitropthylin dalam 500 cc NaCl 0,9 %, 8 jam/kolf
- Nebu farbivent / 6 jam
- Nebu fluimucil /8 jam
- Injeksi Ceftriakson 1x 2 gram

- Azitromicin 1x 500 mg (PO)


- Paracetamol 3x 500 mg (PO)
- Candesartan 1 x 8 mg (PO)
- Koreksi KCl 40 meq dalam 400 cc NaCl 0,9 % habis dalam 4 jam
- Balance cairan

FOLLOW UP
22 - 07 - 2015
S/
Sesak nafas (+), Demam (-), Batuk (+)

O/
KU

: Sakit sedang

Kesadaran

: CMC

TD

: 180/ 120 mmHg

Nadi

: 108 x/menit

RR

: 35 x/menit

Suhu

: 37,20C

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Thorak

: Fremitus kiri = kanan, hipersonor


suara nafas bronkovesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen

: supel, tidak membuncit, BU (+) Normal

Ekstremitas

: akral hangat

A/ PPOK eksaserbasi akut


BP (CAP)
Anemia sedang
RBBB incomplit

Th/ Drip amitrophtylin


Nebu Farbivent + Fluimucil
Ceftriakson
Azitromisin
Candesartan
Furosemid 1x 40 mg
KSR 2x1

P/ Evaluasi cairan

27 - 07 - 2015
S/
Sesak nafas (+) berkurang , Demam (-), Batuk (+)

O/
KU

: Sakit sedang

Kesadaran

: CMC

TD

: 160/ 90 mmHg

Nadi

: 110 x/menit

RR

: 36 x/menit

Suhu

: 36,30C

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Thorak

: Fremitus kiri = kanan, sonor


suara nafas bronkovesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen

: supel, tidak membuncit, BU (+) Normal

Ekstremitas

: akral hangat

A/ PPOK eksaserbasi akut


BP (CAP)
Anemia sedang
RBBB incomplit

Th/ O2 5 L
Drip amitrophtylin
Nebu Farbivent + Fluimucil
Ceftriakson
Azitromisin
Candesartan
Furosemid 1x 40 mg
KSR 2x1

P/ Evaluasi cairan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau
gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa obstruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas
yang berbahaya (Viegi, et al. 2007). Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema
sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda
(Kumar, et al. 2004)
Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak
dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis,
sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (PDPI. 2010) Bronkitis kronik
merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang
meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu
perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan
duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar (Kumar, et al. 2010 dan Price, et al.
2008).

2.2Patofisiologi PPOK
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru (Wiyono, 2009).

Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan


peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran
nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan dilepaskannya faktor
kemotataktik neutrofil seperti interleukin- 8 dan leukotriene B4, tumuor necrosis
factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen
species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease
yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding
alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan
dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi.
Pada keadaan normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim
NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron
ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH
dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan
diubah menjadi anion hipohalida (HOCl) (Mannino dan Brama. 2007)
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi
batuk kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi
paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur

berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas
yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok (Kumar, et al. 2004; Price, et
al. 2003; Spurzen dan Rennard.2005)
Gambar 1. Patogenesis PPOK

2.3 Diagnosis PPOK


2.3.1 Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda
dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan
penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat
menegakkan diagnosis ( Jindal, et al. 2004) Gejala klinis yang biasa ditemukan pada
penderita PPOK adalah sebagai berikut (Jindal, et al. 2004 dan COPD Health Centre.
2010)
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik
batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak
dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas
sesuai skala sesak (American Thoracic Society, 2014)
Tabel 2. Skala Sesak
Skala Sesak
0
1
2

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas


Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau
naik tangga 1 tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah


beberapa menit
Sesak bila mandi atau berpakaian

Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian
pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki
resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk perokok
aktif sekitar 25% (Jindal, et al. 2004 da Stephen, et al. 2008)
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus PPOK.
Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada perokok pasif, paparan
kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit pernapasan ketika masa kanakkanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi 1-antitripsin (Stephen, et al.
2008). Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak
dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang
berusia pertengahan atau yang lebih tua (Sciurba, et al. 2004).
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
yang signifikan (Sciurba, et al. 2004)

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak

ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah
mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai

berikut:

Inspeksi
o
Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
o
Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
o
Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
Palpasi
o
Fremitus melemah
o
Sela iga melebar
Perkusi
o
Hipersonor
Auskultasi
o
Suara nafas vesikuler melemah atau normal
o
Ekspirasi memanjang
o
Bunyi jantung menjauh
o
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang


2.3.3.1 Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri (GOLD. 2011 dan American Thoracic Society. 2014) The National Heart,
Lung, dan Darah Institute merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45
tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau
dahak persisten (Fergusson, et al. 2010) Meskipun spirometri merupakan gold
standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang
dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan (Kaminsky, et al. 2015)
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV 1 (Forced Expiratory
Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity).10,11 FEV1 adalah volume udara yang
pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh.
FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC
adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa

setelah inspirasi penuh (Guyton dan Hall. 2006 dan Petty.2008)


Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut.
1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal 14
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering
terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%

2.3.3.2 Pemeriksaan Penunjang lain


Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa tes
tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada harus
dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi
berulang atau tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-paru.
Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau
polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan ekokardiografi
pada pasien dengan tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi
paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur harus
dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan oksigen tambahan
(Sciurba, et al. 2004).
2.4 Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian (PDPI. 2010)
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan
merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta
memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan penyakit (Budiwever, et al 2008)

Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan


merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain

seperti

kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu.


Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting) (Tashkn.2008 dan Cazolla, et al. 2000)
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).
b. Golongan 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkanuntuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan
obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.

DAFTAR PUSTAKA
Wiyono HW. Penyakit Paru Obstruktif Kronik; Tantangan dan Peluang. Pidato Pada Upacara
Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Bidang Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 28
Februari 2009.
Mannino DM, Braman S. The Epidemiology and Economics of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. Proceedings of the American Thoracic Society [Internet]. October
2007
[cited
5
December
2012].
1;4(7):502-6.
Available
from
:
http://www.atsjournals.org/doi/full/10.1513/pats.200701-001FM

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
c2011 [updated February 2013, cited 5 December 2012]. Available from :
www.goldcopd.com

American Thoracic Society. Standard for The Diagnosis and Management of Patients with
COPD. c2004 [updated September 2005, cited 6 December 2012]. Available from :
www.thoracic.org

Viegi G, Pistelli F, Sherrill DL, Maio S, Baldacci S, Carrozzi L.Definition, Epidemiology and
Natural History of COPD.Eur Respir J [Internet]. November 2007 [cited 27 December
2012].
30(5):993-1013.
Available
from
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17978157 44
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2-Edisi 7. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2004.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK):
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. c2010. Available from :
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2003.
Spurzem JR, Rennard SI. Pathogenesis of COPD. Semin Respir Crit Care Med [Internet].
April 2005 [cited 26 15 January 2013]. (2):142-53. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16088433
Jindal SK, Gupta D, Anggarwal AN. Guidelines for Management of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) in India. Indian J Chest Dis Allied Sci [Internet]. c2004
[cited
15
January
2013].
Available
from
:
http://medind.nic.in/iae/t04/i2/iaet04i2p137.pdf
COPD Health Center. History and Physical Exam for COPD. May 2010 [cited 15 January
2013]. Available from : http://www.webmd.com
Stephens MB, Yew SK. Diagnosis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am Fam
Physician [Internet]. July 2008 [cited 15 January 2013]. 78(1):87-92. Available from :
http://www.aafp.org/afp/2008/0701/p87.html
Sciurba FC. Diagnosing and Assessing COPD in Primary Care: The Elephant in The Room.
Adv Stud Med. [Internet]. 2004 [cited 15 January 2013]. 4(10A):750-755. Available
from : http://utasip.com/files/articlefiles/pdf/XASIM_Issue_4_10Ap750_755.pdf
Badgett RG, Tanaka DJ, Hunt DK, Jelley MJ, Feinberg LE, Steiner JF, et al. Can Moderate
Chronic Obstructive Pulmonary Disease be Diagnosed by Historical and Physical
Findings Alone?. Am J Med [Internet]. 2003 [cited 20 January 2013]. 94:188-196.
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8430714
Ferguson GT, Enright PL, Buist AS, Higgins MW. Office Spirometry for Lung Health

Assessment in Adults: A Consensus Statement from TheNational Lung Health


Education Program. Chest [Internet]. 2000 [cited 20 Januari 2013]. 117(4):11461161.
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10767253
Kaminsky DA, Marcy TW, Bachand M, Irvin CG. Knowledge and Use of Office Spirometry
for The Detection of Chronic Obstructive Pulmonary Disease by Primary Care
Physicians. Respir Care [Internet]. 2005 [cited 20 Januari 2013]. 50(12):16391648.
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16318645
Guyton AC, Hall JE. Ventilasi Paru dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 495-506.
Petty T.L. Simple Office Spirometry. Clin Chest Med [Internet]. December 2002 [cited 20
Januari
2013].
2(4):845-59.
Available
from
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11787669
Budweiser S, Jrres RA, Pfeifer M. Treatment of Respiratory Failure in COPD. Int J Chron
Obstruct Pulmon Dis [Internet]. December 2008 [cited 28 January 2012]. 3(4): 605
618. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2650592/
Tashkin D.P, Celli B, Decramer M, Liu D, Burkhart D, Cassino C, et al. Bronchodilator
Responsiveness in Patients with COPD. Eur Respir J [Internet]. April 2008 [cited 28
January
2013].
31(4):742-50.
Available
from
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18256071
Cazzola M, Boveri B, Carlucci P, Santus P, DiMarco F, Centanni S, et al. Lung Function
Improvement in Smokers Suffering from COPD with Zafirlukast, a CysLT (1)Receptor Antagonist. Pulm Pharmacol Ther [Internet]. 2000 [cited 28 Jaunary 2008].
13(6):301-5. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11061985

Anda mungkin juga menyukai