Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

KEJAHATAN SEKSUAL

Oleh :
Fadhil Alfino Azmi

1010312024

Marini Khairana Sari

1010312046

Hamdini Humaira

1010312115

M. Yoga Sefia Nurindra

1010313011

Hadli Oktavioreta F

1110312074

Preseptor:
Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
PADANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan case report yang berjudul
Kejahatan Seksual ini. Case report ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa case report ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir
kata, semoga case report ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang,
2016

Januari

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................


i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
ii
BAB 1.
1.1.

TINJAUAN PUSTAKA
Kekerasan pada Anak.........................................................................................

1.2.

4
Kejahatan Seksual..............................................................................................

1.3.

6
Peran Forensik pada Kejahatan Seksual.............................................................

1.4.

9
Pemeriksaan Forensik pada Kejahatan Seksual.................................................
14

BAB 3.

LAPORAN KASUS .

.............

22
BAB 4.
25

DISKUSI ...........

DAFTAR PUSTAKA .............


26

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kejahatan Seksual


1.1.1. Definisi Kejahatan Seksual
Kejahatan atau disebut juga delik atau tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.Atau dapat juga diartikan sebagai perbuatan
yang diancam dengan pidana.

Kejahatan seksual adalah setiap bentuk penyerangan yang bersifat seksual


terhadap perempuan, baik telah terjadi persetubuhan ataupun tidak, dan tanpa
mempedulikan hubungan antara pelaku dengan korban.4 Ilmu Kedokteran
Forensik berguna dalam fungsi penyelidikan, yaitu untuk:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin.
Peraturan mengenai kejahatan seksual terdapat pada beberapa pasal dalam
KUHP. Kejahatan seksual dapat dilakukan dengan pemaksaan atau tanpa
pemaksaan, baik berupa kekerasan fisik atau ancaman kekerasan.4
1.1.2.

Undang-Undang yang Mengatur Kejahatan Seksual 5,6


Peraturan mengenai persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP tentang

kejahatan terhadap kesusilaan.


(a)Persetubuhan dalam perkawinan: Pasal 288 KUHP
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan

belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan lukaluka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(b) Persetubuhan di luar perkawinan:
1. Dengan persetujuan si wanita
a. Tanpa ikatan
Wanita < 15 tahun : Pasal 287 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau
umumnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu
hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang
menurut undang-undang belum cukup umur. Jika umur korban belum
15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila
ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu
persetubuhan tersebut merupakan delik aduan (bila tidak ada
pengaduan, tidak ada penuntutan.
Tetapi akan berbeda jika:
a. Umur korban belum cukup 12 tahun, atau
b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau
mati akibat perbuatan itu (KUHP pasal 291); atau
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anak tirinya,
muridnya, anak yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya
atau bawahannya (pasal 294).
Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan walaupun
tidak ada pengaduan (delik biasa).

Wanita > 15 tahun : Pasal 284 KUHP


(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan
itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin
dan pasal 27 BW berlaku baginya.
2. Tanpa Persetujuan
a. Dengan Kekerasan/ ancaman (Pasal 285 KUHP)
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b. Si wanita pingsan/tidak berdaya (Pasal 286 KUHP)
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Salah satu kejahatan kesusilaan adalah pencabulan. Pencabulan Pencabulan
merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang
tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan kekerasan maupun
tanpa kekerasan.
Peraturan mengenai perbuatan cabul tertera pada KUHP Pasal 289-296
a. Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan
cabul, diancam

karena melakukan perbuatan yang menyerang

kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

b. Pasal 290 KUHP


Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
1. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal
diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima
belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu
dikawin.
3. barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk
melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar
perkawinan dengan orang lain
c. Pasal 291 KUHP
1. Kalau salah satu kejahatan uang diterangkan dalam pasal 286, 287,
288, dan 290 itu berkibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara
selama-lamanya 12 tahun.
2. Kalau salah satu kejahatan yng diterangkan dalam pasal 285, 286,
287, 289, 290 itu berakibat matinya orang, dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya 15 tahun.
d. Pasal 292 KUHP
Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa
belum cukup umur,diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun
e. Pasal 293 KUHP
1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan,
atau dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum
cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal
tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus
diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap


dirinya dilakukan kekerasan itu.
3. Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah
masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan

atas

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2002

tentang

Perlindungan Anak (usia <18 tahun)


Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada
pasal 76D, 76E, 81, dan pasal 82
Pasal 76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa
Anak melakukanpersetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk
Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (KDRT)
Pada UU anti KDRT, tidak ditemukan pasal khusus mengenai pencabulan, namun
pasal 46 dan 47 dapat dipakai, namun dalam hal ini bila telah terjadi adanya
kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud pada pasal 8 huruf a (pemaksaan hubungan seksual dengan diri
sendiri) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau
denda paling banyak Rp 36 juta.
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b
(dengan orang lain dengan tujuan komersil atau tujuan lain) dipidana dengan
pidana penjara 4-15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12 juta atau denda
paling banyak Rp 300 juta.
1.2. Peran Forensik pada Kejahatan Seksual
Peran forensik adalah sebagai berikut:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas atau tidaknya korban untuk dikawin
1.2.1

Menentukan Adanya Tanda-Tanda Persetubuhan

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke


dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa
terjadinya pancaran air mani.
a. Robekan Selaput Dara
Selaput dara merupakan lapisan tipis seperti selaput lendir yang
mengelilingi atau menutupi liang vagina bagian luar. Pada pemeriksaan, harus
ditentukan adakah ruptur atau tidak. Keadaan selaput dara yang ditemukan
harus dapat dibedakan dengan adanya variasi anatomi dan bentuk selaput dara.
Berikut ini beberapa contoh variasi bentuk selaput dara.7,8

Gambar 1.1. Variasi Bentuk Selaput Dara


Perlukaan yang terjadi pada koitus pertama ialah robeknya selaput dara.
Robekan selaput dara biasanya terjadi pada dinding belakang dan
menimbulkan pendarahan sedikit, yang kemudian akan berhenti secara
spontan. Akan tetapi walaupun jarang, perdarahan bisa demikian banyaknya,
sehingga diperlukan pertolongan dokter untuk menghentikannya. 7,8

Gambar 1.2. Contoh bentuk selaput dara pada wanita yang robek saat
melakukan hubungan seksual pertama kali. Tampak robekan pada bagian
belakang arah jam 4,5,7,8.
Pada keadaan-keadaan tertentu perlukaan akibat koitus dapat lebih berat.
Koitus yang dilakukan secara kasar dan keras, misalnya oleh laki-laki yang
menderita psikopatia seksualis atau yang sedang mabuk, akan menimbulkan
perlukaan-perlukaan vulva dan vagina yang luas dengan perdarahan banyak.
Lebih-lebih bila wanita menolak untuk melakukan hubungan seksual. Dalam
keadaan demikian koitus hanya mungkin dilakukan bila pihak laki-laki
memaksanya dengan kasar dan kekerasan. Faktor pradisposisi dari pihak
wanita untuk mengalami trauma pad koitus ialah hipoplasia genitalis,
penyempitan introitus vagina, vagina yang kaku, dan selaput dara yang tebal.
Tidak adanya pengalaman, sedang mabuk, memiliki penis yang besar
merupakan faktor-faktor dari pihak laki yang memudahkan terjadinya trauma
pada waktu koitus. 7
Celah bawaan pada selaput dara dapat dibedakan dari ruptur dengan
memperhatikan sampai di insertio (pangkal) selaput dara. Celah bawaan tidak
mencapai insertio, sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada
vagina akan ditemukan parut bila ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang
tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan parut. Ruptur akibat
persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan
asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. 7
Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan
tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan
dinyatakan sesuai menurut angka pada jam.9

c. Pemeriksaan Cairan Mani dan Sel Sperma


Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda
pasti adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit
sekali sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani
seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan lebih
rendah karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas.10
1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 45 jam setelah persetubuhan.
2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak
bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan
pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling
lama 7-8 hari setelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak
2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90%
bergerak (motile).
4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya
pada sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya
ultraviolet dan akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke
laboratorium.
5. Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar
harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada
zakar. Ini dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis
(tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk
mikroskopis.
1.2.2 Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan yang dicari adalah yang menunjukkan adanya unsur pemaksaan,
seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik pada leher,
kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan,
memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet pada
pergelangan tangan akibat pencekalan, dan lain-lain.

Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari


penampang benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan
itu sendiri. Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga
adanya racun dan gejala akibat obat bius/racun pada korban. Adanya luka berarti
adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan. Faktor
waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak
ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh.
Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum
digunakan untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan,
karena tindakan membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan
juga sebagai kekerasan.Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang,
alkohol, obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy) dsb.
1.2.3 Memperkirakan Umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur. Perkiraan umur dapat
dinilai berdasarkan berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin
sekunder, serta pemeriksaan rontgen untuk melihat penyatuan tulang tengkorak.
Datangnya masa remaja, ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik.
Baik laki-laki maupun perempuan organ seks mengalami ukuran matang pada
akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun
kemudian (dewasa).
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan
yang meliputi perkembangan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi
atau penyatuan dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan
radiologik lainnya. Salah satu cara memperkirakan umur pada korban kekerasan
seksual adalah dengan memperhatikan ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal ini
termasuk perubahan pada genitalia, payudara dan tumbuhnya rambut-rambut
seksual yang pertama tumbuh hampir selalu di daerah pubis.
Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging
merupakan penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan
rambut pubis, perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada perempuan.
SMR stadium 1 menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan prapubertal,
sedangkan stadium 2-4 menunjukkan pubertas progress. SMR stadium 5

pematangan seksual sudah sempurna. Pematangan seksual berhubungan dengan


pertumbuhan liniar, perubahan berat badan dan komposisi tubuh, dan perubahan
hormonal. 11

Gambar 1.3. SMR perubahan-perubahan payudara pada remaja wanita

Gambar 1.4. SMR perubahan-perubahan rambut pubis pada remaja wanita


Tabel 1.2. Klasifikasi Tahap-tahap Maturitas Seks pada Anak Perempuan

1.2.4 Menentukan pantas atau tidaknya korban untuk dikawin


Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu
perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU
No. 1/1974 tentang perkawinan).
1.3 Pemeriksaan Forensik pada Kejahatan Seksual
1.3.1 Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Pemeriksaan9
1. Ada surat permintaan visum dari penyidik

2. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang
bukti
3. Visum dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada
4.
5.
6.
7.
8.

waktu SPV diterima oleh dokter.


Ijin tertulis untuk pemeriksaan.
Ada perawat atau bidan yang mendampingi pemeriksaan oleh dokter.
Pemeriksaan dilakukan sesegera mungkin, jangan ditunda terlampau lama.
Dokter menjelaskan apa yang dilakukan dan tujuan pemeriksaan.
Visum et repertum segera dibuat.

1.3.2 Anamnesis 9,10


Anamnesis umum memuat:
Identitas

Nama, umur, tempat dan tanggal lahir, status

perkawinan.
Spesifik

Siklus haid, penyakit kelamin, penyakit kandungan,

penyakit lain, pernah bersetubuh atau tidak, kapan persetubuhan


yang terakhir, penggunaan kondom.
Anamnesis khusus memuat:

waktu kejadian
dimana tempat kejadian
apakah korban melawan
apakah korban pingsan
apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi
apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, dan mengganti
pakaian

1.3.3 Pemeriksaan Fisik 9,10


Pemeriksaan fisik umum memuat :

Penampilan (rambut, wajah), pakaian, rapi atau kusut, keadaan emosional,


tenang atau gelisah, dan sebagainya.

Tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius,


adanya needle marks.

Tanda-tanda bekas kekerasan, seperti memar atau luka lecet di daerah mulut,
leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.

Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, pupil


pinpoint, tinggi, dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru, dan
abdomen.
Pemeriksaan bagian khusus (daerah genitalia) memuat :

Ada tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu akibat air
mani yang mengering. Gunting rambut tersebut untuk pemeriksaan

laboratorium.
Ada tidaknya bercak air mani di sekitar alat kelamin. Kerok bercak tersebut
dengan sisi tumpul skalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan

larutan garam fisiologis.


Pemeriksaan vulva : adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemin,
edema, memar, dan luka lecet (goresan kuku).
Pemeriksaan introitus vagina : apakah hiperemi atau edema.
Ambil bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum dengan kapas lidi.
Pemeriksaan selaput dara : jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak.
Bila ruptur : tentukan baru atau lama, catat lokasi ruptur, teliti apakah sampai
ke insertio atau tidak. Pada ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio

disertai adanya parut pada jaringan di bawahnya.


Pemeriksaan orifisium : tentukan ukuran. Lingkaran orifisium yang
memungkinkan persetubuhan dapat terjadi adalah minimal 9 cm.
Periksa vagina dan serviks : adakah tanda penyakit kelamin.
Ambil bahan untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir
vagina dari forniks posterior. Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh,

pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.


1.3.4 Pemeriksaan Laboratorium 9,10
A. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma dan cairan mani :
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan
adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
a. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
a) Tanpa pewarnaan
Tujuan : untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak.
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
Cara pemeriksaan :

Satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan
sperma.
- Lama bertahannya spermatozoa :
Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan
masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina.
Haid akan memperpanjang masa ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu
spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan
menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan
pewarnaan.
Menurut Voight, sperma masih bergerak kira-kira 4 jam
pascapersetubuhan.
Menurut Gonzales,

sperma

masih

bergerak

30-60

menit

pascapersetubuhan.
Menurut Ponzold, kurang dari 5 jam pascapersetubuhan, tetapi
kadang-kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks, dapat
bertahan sampai 20 jam.
Menurut Nickols, sperma masih dapat ditemukan 5-6 hari
pascapersetubuhan walaupun setelah 3 hari hanya tinggal beberapa
saja. Menurut Voight, 66 jam pascapersetubuhan, sedangkan
menurut Davies dan Wilson 30 jam.
Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih dapat
ditemukan sampai 2 minggu pascapersetubuhan, bahkan mungkin
lebih lama.
Dapat disimpulkan, spermatozoa masih dapat ditemukan sampai 3
hari pasca persetubuhan, kadang-kadang sampai 6 hari pasca
persetubuhan. Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam
vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau
pascavasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam
cairan vagina.
b) Dengan pewarnaan
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
dengan pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut :

Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci
dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin
Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci dengan air.
Keuntungan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
bewarna hijau.
b. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu
dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan
pemeriksaan laboratorium berikut :
a) Reaksi fosfatase asam
Cara pemeriksaan : bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring
yang telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa
menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagens.
Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna
ungu.
b) Cara elektro-imunodifusi (baxter)
Cara ini adalah satu-satunya cara untuk menentukan dengan pasti adanya
mani manusia pada keadaan azoospermia. Dengan cara ini, Baxter dapat
menentukan adanya semen di dalam vagina sampai 4 hari pasca
persetubuhan.
c) Elektroforetik (Adam & Wraxall)
Cara ini menggunakan lempeng akrilamid dan dikembangkan dengan
bufer (pH3), dilihat di bawah sinar ultra violet. Hasil : fosfatase asam
seminal bergerak sejauh 4 cm, sedangkan fosfatase asam vaginal
bergerak sejauh 3 cm.
d) Reaksi florence
Cara pemeriksaan : bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak
diletakkan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup dengan kaca
penutup. Reagen dialirkan dengan pipet di bawah kaca penutup. Bila
terdapat mani, tampak kristal kholin-peryodida berwarna coklat,
berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah . Reaksi ini dilakukan bila
terdapat azoospermi dan cara lain untuk menentukan semen tidak dapat
dilakukan.

e) Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen adalah larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan : sama seperti reaksi Florence.
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang
kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, dan kadangkadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin
pula berbentuk ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik
tidak ditemukan spermatozoa.
Penentuan adanya spermin dapat pula dengan tes Puranen yang khas
untuk cairan mani, tetapi mungkin terjadi hasil negatip semu dan
reaksinya lebih lambat dibandingkan dengan tes berberio, reagen adalah
larutan 5 g naphothol S yellow dalam 100 cc aquadest. Cara pemeriksaan
: sama seperti tes florence, tunggu kira-kira 1 jam, hasilnya positif
terlihat kristal-kristal spermin flavinat berwarna kuning.
B. Penentuan golongan darah ABO pada cairan mani
Penentuan golongan darah ABO pada semen golongan sekretor dilakukan
dengan cara absorpsi inhibisi. Hanya untuk golongan sekretor saja dapat
ditentukan golongan darah dalam semen.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai substansi golongan
darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina, dapat
dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 1.3. Penentuan Golongan Darah pada Cairan Mani


Golongan darah si wanita
O
A
H
A
A+H

Substansi
sendiri
dalam

A
B
A+B

asing
semen

AB
A+B

A
H*

H*
A+H

sekret

vagina
Substansi
berasal

B
B
B+H

dari

B
H*

H* : hanya H
Jika dari sekret vagina wanita golongan O, ditemukan substansi A dan H
atau B dan H berarti terdapat substansi sendiri bersama dengan substansi
asing. Jika ditemukan substansi A atau B atau A dan B, berarti pada sekrit
vagina

tersebut

terdapat

substansi

asing.

Adanya

substansi

asing

menunjukkan bahwa di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.


C. Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
Visual bercak mani berbatastegas dan lebih gelapdari sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada
bahan sutera/nylon batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
dari sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap bercak yang segar akan
menunjukkan permukaan mengkilat dan translusen, kemudian akan
mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai
coklat.
Pada tekstil yang menyerap bercak yang segartidak berwarna atau
bertepi kelabu yang berangsur-angsur akan berwarna kuning sampai
coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet bercak semen menunjukkan fluoresensi
putih. Hasil pemeriksaan ini kurang memuaskan untuk bercak pada
sutera buatan atau nylon karena mungkin tidak memberi fluoresensi.
Fluoresensi terlihat jelas pada bercak mani yang melekat di bahan tekstil
yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina dan
serbuk detergen yang tersisa pada pakaian sering menunjukkan
fluoresensi juga.
Secara taktil (perabaan) bercak mani terabamemberi kesan kaku
seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku,
kita masih dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba
kasar.
Uji pewarnaan Baecchi
Reagen Baecchi dibuat dari :
- Asam Fukhsin 1% 1 ml
- Biru mutilena 1% 1 ml
- Asam klorida 1% 40 ml
Cara :

-Bercak yang dicurigai, digunting sebesar 5 mm x 5 mm, pada bagian pusat


bercak.
-Bahan dipulas dengan reagens Baecchi selama 2-5 menit, dicuci dalam
HCL 1% dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70%, 80%,
dan 95%-100% (absolut).
-Lalu dijernihkan dalam xylol (2x). Kemudian keringkan diantara kertas
saring.
-Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, letakkan pada gelas obyek dan
diuraikan sampai serabut-serabut saling terpisah.
-Tutup dengan gelas tutup dan balsem Kanada, periksa dengan mikroskop
pembesaran 400x.
-Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan kepala
berwarna merah dan ekor bewarna merah muda terlihat banyak menempel
pada serabut benang.
Skrining dapat dilakukan dengan Reagen Fosfatase Asam. Sehelai kertas
saring yang telah dibasahi dengan akuades ditempelkan pada semprot
dengan reagen. Bila terlihat bercak bewarna ungu, kertas saring diletakkan
kembali pada pakaian sesuai dengan letakknya semula. Dengan demikian
letak bercak pada kain dapat diketahui. Reaksi Fosfatase Asam dan Florence
dilakukan bila pada pemeriksaan tidak dapt ditemukan sel spermatozoa.
D. Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
E. Pemeriksaan kehamilan
F. Toksikologi darah dan urin
1.3.5 Pemeriksaan terhadap Pelaku 10
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ? cedera ?
- Infeksi gonokokus (klinis dan dari pemeriksaan sekret uretra)

- Smegma
Pemeriksaan pria tersangka :
Tujuan : untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seorang wanita, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
sebagai berikut :
Cara lugol.
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama
pada bagian kolum, korona serta frenulum. Kemudian letakkan dengan
spesimen menghadap ke bawah di atas tempat yang berisi larutan Lugol
dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil positif
akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat
karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (Barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dari Carl Barr Bodies. Ciricirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 u yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Apabila persetubuhan tersebut telah berlangsung lama atau telah
dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka pemeriksaan tersebut di atas
tidak akan berguna lagi.

BAB II
LAPORAN KASUS
PRO JUSTITIA

Padang, 11 Januari 2016


VISUM ET REPERTUM
No. VER/05/I/2016/Sektor

Yang bertanda tangan di bawah ini, Rika Susanti, Doktor, dokter spesialis
forensik pada Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, berdasarkan surat
permintaan visum et repertum Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Resor
Kota Padang, dengan surat nomor VER/05/I/2016/Sektor, tertanggal 11 Januari
2016, maka menerangkan dengan ini bahwa pada tanggal sebelas Januari dua ribu
enam belas, pukul sebelas lewat lima puluh lima menit Waktu Indonesia Bagian
Barat, bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat DR. M. Djamil Padang, telah
dilakukan pemeriksaan korban yang menurut Surat Permintaan Visum tersebut
adalah :----------------------------------------------------------------------------------------Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat

: Elisa Efrilia Nanggolan----------------------------------: Perempuan------------------------------------------------: 14 tahun----------------------------------------------------: Pelajar------------------------------------------------------: Perumahan Jondul V Blok A No. 06 RT/RW 04/03
Kelurahan

Parupuk

Tabing

Kecamatan

Koto

Tangah.----------------------------------------------------HASIL PEMERIKSAAN------------------------------------------------------------------

Lanjutan VeR No
______
Halaman 2 dari 2

1. Korban datang dalam keadaan sadar, keadaan umum baik, dan pakaian sudah
diganti. Sikap selama pemeriksaan membantu dan emosi tenang.-----------------

2. Menurut pengakuan korban, korban hendak pergi ke pasar pada tanggal


sembilan Januari tahun dua ribu enam belas pukul tujuh belas tiga puluh
Waktu Indonesia bagian Barat kemudian bertemu pelaku di Bundaran Khatib
secara tidak sengaja. Korban dan pelaku mengajak korban jalan-jalan.
Kemudian pelaku mengajak korban ke penginapan di daerah Pasir Jambak
pada pukul dua Waktu Indonesia bagian Barat tanggal sepuluh Januari tahun
dua ribu enam belas. Di penginapan tersebut terjadi persetubuhan antara
korban dan pelaku. Persetubuhan terjadi dengan ejakulasi diluar dengan
riwayat

pemakaian

kondom

tidak

diketahui.

Riwayat

persetubuhan

sebelumnya diakui korban dengan orang yang berbeda.---------------------------3. Korban menarche usia 11 tahun, haid belum teratur dan HPHT pada tanggal
tiga satu Desember tahun dua ribu lima belas.--------------------------------------4. Pertumbuhan seks sekunder: rambut axila dan pubis baru tumbuh; payudara
menonjol delapan sentimeter. ---------------------------------------------------------Lanjutan VeR No
5. Pada korban ditemukan : tidak ditemukan luka-luka--------------------------------

VER/06/I/2016/Reskrim
Halaman 2 dari 2
6. Pada pemeriksaan genitalia--------------------------------------------------------------

1) Pada bagian luar: tidak ditemukan luka.------------------------------------------2) Pada selaput dara: terdapat robekan lama mencapai dasar pada arah jam
sembilan dan arah jam tiga sesuai arah jarum jam.------------------------------3) Bagian dalam: tidak diperiksa.-----------------------------------------------------7. Pemeriksaan tambahan :-----------------------------------------------------------------1) pemeriksaan swab vagina dilakukan : tidak ditemukan sel sperma dan
cairan mani pelaku.-----------------------------------------------------------------KESIMPULAN-----------------------------------------------------------------------------Pada pemeriksaan korban perempuan yang menurut surat permintaan Visum
berumur empat belas tahun ditemukan robekan lama pada selaput dara akibat
kekerasan tumpul yang melalui liang senggama. Selanjutnya tidak ditemukan
luka-luka pada bagian tubuh lainnya.------------------------------------------------------

Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan sesungguhnya,


berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.--------------------------------------------------Padang, 11 Januari 2016
An. Dirut RSUP Dr. M. Djamil Padang
Dokter yang memeriksa,
Dr. dr Rika Susanti, Sp.F
NIP. 197607312002122002
BAB III
DISKUSI
Dilaporkan kasus, permintaan visum et repertum Kepala Kepolisian Daerah
Sumatera Barat Resor Kota Padang, dengan surat nomor VER/05/I/2016/Sektor,
tertanggal 11 Januari 2016, terhadap korban dengan identitas:
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat

: Elisa Efrilia Nanggolan----------------------------------: Perempuan------------------------------------------------: 14 tahun----------------------------------------------------: Pelajar------------------------------------------------------: Perumahan Jondul V Blok A No. 06 RT/RW 04/03 Kelurahan
Parupuk Tabing Kecamatan Koto Tangah.---------------------------

Korban datang diantar oleh orang tua dengan membawa surat permintaan
visum. Berdasarkan literatur seharusnya korban datang didampingi oleh polisi.
Pemeriksaan dilakukan segera setelah SPV datang dengan sebelumnya mengisi
lembaran persetujuan informed consent. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter
spesialis forensik didampingi dokter muda, dan orang tua korban. Untuk
pemeriksaan yang lebih pribadi terhadap korban hanya dilakukan oleh dokter dan
dokter muda. Diawali dengan anamnesis terhadap korban, didapatkan bahwa
korban berusia 14 tahun, belum menikah, kronologis kejadian (melakukan
persetubuhan dengan persetujuan korban), dan bersetubuh telah dilakukan 3 kali
dengan 2 riwayat persetubuhan sebelumnya diakui korban dengan dua orang lain
yang berbeda.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan korban telah mandi, pakaian sudah
diganti. Pada pemeriksaan genitalia terdapat robekan lama mencapai dasar pada
arah jam sembilan dan arah jam tiga sesuai arah jarum jam menunjukkan telah
terjadinya penetrasi.

Untuk ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan


komponen cairan mani. Pada korban yang saat itu pada hari kedua setelah terjadi
persetubuhan, dilakukan pemeriksaan swab vagina untuk menemukan cairan
mani. Sel sperma dapat ditemukan pada <72 jam dan cairan mani hingga 7 hari
pasca persetubuhan. Pada kasus ini, hasil pemeriksaan negatif (tidak ditemukan
sel sperma dan cairan mani pelaku). Menurut pernyataan korban, ejakulasi
memang dilakukan di luar. Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan
pada persetubuhan, meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti
menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Pemeriksaan tes kehamilan tidak
dilakukan.
Pada pemeriksaan tanda-tanda kekerasan tidak ditemukan luka-luka lecet
bekas kuku, gigitan (bite marks), luka-luka memar di muka, leher, buah dada,
bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin tidak ditemukan. Adanya luka dapat
berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan.
Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau
tidak ditemukan. Pada korban didapatan informasi persetubuhan dilakukan tanpa
paksaan.
Umur korban diketahui berusia 14 tahun, bedasarkan Undang-Undang
Perkawinan, yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya
diizinkan jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16
tahun. Sehingga pada korban belum pantas untuk dikawin.
Jika umur korban belum 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun maka
penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi
dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan (bila tidak ada
pengaduan, tidak ada penuntutan). Pada kasus ini yang melapor kepada polisi
adalah orang tua korban sehingga pelaku tidak dapat dituntut KUHP pasal 287:
(1)Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum
lima belas tahun, atau kalau umumnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk
dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur


wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan
pasal 291 dan pasal 294.
KUHP Pasal 291 berbunyi Korban yang belum cukup 15 tahun itu
menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu dan pasal 294 Korban
yang belum cukup 15 tahun itu adalah anak tirinya, muridnya, anak yang berada
di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya.
Oleh karena itu, untuk menuntut pelaku pada kasus ini digunakan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal76E dan
pasal 82. Pasal 76E berbunyi Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul. Untuk hukumannya disebutkan dalam Pasal 82 ayat 1 Setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

1.

WHO.

Diakses

melalui

http://www.who.int/topics/violence/en/ pada 2 November 2014 tanggal 14.30.


2.

UU

Perlindungan

Anak

diakses

www.depkop.go.id pada tanggal 3 November 2014 pukul 03.30 WIB

melalui

3.

Krurg EA dkk .World Report on Violence and Health.


Geneva. 2002

4.

Susanti R.Hidayat T. Ilmu Kedokteran Forensik Modul


Pembelajaran. Padang. 2013. hal 75-90

5.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diakses dari


http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b2_14 pada

3 November 2014

pukul 14.20 WIB.


6.

UU Kesusilaan diakses melalui www.bphn.go.id pada


tanggal 3 November 2014 pukul 03.35 WIB

7.

Prawirohardjo S. Perlukaan Alat-alat Genital. Dalam


Wiknjosastro H (ed). Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. hal 409-18.

8.

Progestian P. Variasi Anatomi dan Bentuk Selaput Dara.


Diakses

melalui

http://drprima.com/ginekologi-estetik/variasi-anatomi-dan-

bentuk-selaput-dara.html pada 3 November 2014 pukul 21.00.


9.

Budiyanto A dkk. Pemeriksaan Medik pada Kasus


Kejahatan Seksual. Dalam Budiyanto A dkk (eds). Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1997. hal 147-158.

10.Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principle and Practice.


5th Ed. New Delhi. Elsevier. 2011. P 575-80.
11.Needlman RD. Kedewasaan. Dalam Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM
(eds). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.1. Jakarta.EGC. 1999. hal 729.

Anda mungkin juga menyukai