Anda di halaman 1dari 20

Portofolio Kasus Etik

KETENTUAN DALAM MERUJUK PASIEN

Oleh:
dr. Alvenia
Dokter Internsip

Pendamping:
dr. Endayani, MPH

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG
2020

1
Portofolio Kasus Medis

Nama Peserta : dr. Alvenia


Nama Wahana : RSUD Padang Panjang
Topik : Kasus Etik
Judul : Ketentuan merujuk pasien
Tanggal (kasus) : 20 Juli 2020
Tanggal Presentasi : 20 Juli 2020
Nama Pendamping : dr. Endayani, MPH
Tempat Presentasi : Ruang Konferensi RSUD Padang Panjang
Objektif Presentasi : Keilmuan
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang

secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak

baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah,

perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik

adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau

nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968

menghasilkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode

Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban

terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode

Etik Kedokteran Internasional.

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada

prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam

membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-

salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan

etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika

biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis

yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.

Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan

zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan

tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri),

dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.

3
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian

pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan

cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat

pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit)

didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi

pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan

rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya”

akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik

profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke

bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu

(bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi

tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa

dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran

ilmu kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran

Indonesia yang terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun

2001 sebagai pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.

B. Kode Etik Kedokteran

KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar profesi yang tertinggi.


Pasal 3

4
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi

oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.


Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan

hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.


Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis

yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih

sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.


Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki

kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien


Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien


Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk

insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

5
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta

berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.


Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk

pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.


Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.


Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.
Pasal 15

6
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran,

dibutuhkan pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran

Indonesia telah menetapkan pedoman tersebut pada tahun 2011. Pada pedoman

penegakan disiplin profesi kedokteran, yang merupakan bentuk pelanggaran disiplin

kedokteran adalah :

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki

kompetensi sesuai.

3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak

memiliki kompetesi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan

pemberitahuan perihal penggantian tersebut.

5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik

ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat

7
membahayakan pasien.

6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan

atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung

jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga

dapat membahayakan pasien.

7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan pasien.

8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien

atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

9. Melakukan tindakan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau

keluarga dekat atau wali atau pengampunya.

10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medis, sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.

11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang

tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan dan etika profesi.

12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas

permintaan sendiri dan atau keluarganya.

13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau

keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik

kedokteran yang layak.

14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan

manusia sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari

lembaga yang diakui pemerintah.

15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal

8
tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang

bertugas dan mampu melakukannya.

16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa

alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan atau etika profesi.

17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan atau etika profesi.

18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan

yang diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal

7.

19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau

eksekusi hukuman mati.

20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.

21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan

kepada pasien di tempat praktik.

22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.

23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau

memberikan resep obat/alat kesehatan.

24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan

yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar/menyesatkan.

25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.

26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.

27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medis.

28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang

9
diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran

disiplin.

Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :

1. Pemberian peringatan tertulis.

2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1

tahun, maksimal selama-lamanya.

3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau

berupa pelatihan atau magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal 3

bulan atau maksimal 1 tahun.

10
LAPORAN KASUS
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta: dr. Alvenia
Nama Wahana: RSUD Padang Panjang
Topik: Ketentuan Merujuk Pasien
Tanggal (kasus): 20 Juli 2020
Nama Pasien: Tn. S
Tanggal Presentasi: 5 Agustus 2020 Nama Pendamping: dr. Endayani, MPH
Obyektif Presentasi:
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
Deskripsi : Pasien laki-laki usia 47 tahun datang diantar keluarga dengan kendaraan
pribadi dan membawa rujukan dari Puskesmas didiagnosis PPOK. Pasien tiba di IGD
dalam keadaan kesadaran apatis, nafas cepat dan dangkal, akral dingin, nadi teraba
cepat dan halus, dan tekanan darah 80/pulse. Belum terpasang IV line.
Tujuan : Mengkaji aspek etik dalam prosedur informed consent
Bahan bahasan:  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara membahas:   Presentasi dan  Email  Pos
Diskusi diskusi
Data pasien: Nama: Ny. S
Rawatan: IGD RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 16 Mei 2019
Panjang
Data utama untuk bahan diskusi:
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 Jam SMRS. Pasien telah
dibawa ke Puskesmas 1 Jam SMRS, pasien didagnosis dengan PPOK dan
mendapatkan terapi Salbutamol 4 mg, Aminofilin 1 tablet, dan Ambroxol 1 tablet.
Kemudian pasien dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD Padang Panjang. Berdasarkan
keterangan keluarga mereka telah menunggu untuk dirujuk dengan menggunakan
ambulan, akhirnya pasien berangkat dengan mobil pribadi tanpa terpasang IV line
dan oksigen dan tidak didampingi oleh tenaga kesehatan.

11
 Tampak semakin sesak sejak 4 jam SMRS.
 Sesak berhubungan dengan aktivitas, riwayat pasien sesak saat
beraktivitas berat ada, sejak 1 bulan ini pasien sesak dengan aktivitas
ringan seperti berjalan di rumah, pasien tidur dengan bantal yang tinggi.
 Pasien bertambah sesak sejak 4 jam SMRS. Pasien tampak gelisah dan
berkeringat dingin sejak 1 jam SMRS.
 Keluhan sesak yang berhubungan dengan cuaca,makanan, dan debu
disangkal.
 Batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS.
 Demam + sejak 1 minggu yang lalu.
 BAB dalam batas normal terakhir 24 jam yll.
 BAK tidak ada sejak 2 jam yang lalu.
 Merokok + sebanyak ±20 batang sehari sejak 30 tahun yang lalu.
 Riwayat TD tinggi namun tidak teratur minum obat jika tekanan darah
dirasa sudah normal
 Riwayat keluarga : ayah pasien menderita hipertensi.

Riwayat pengobatan: Riwayat kontrol ke poli paru dan mendapat obat semprot yang
digunakan rutin, namun sekarang keluhan sesak tidak berkurang
Riwayat PPOK mendapat retaphyl , asetilsistein dan methylpredisolon
Riwayat kontrol ke poli jantung disangkal pasien
Riwayat keluarga: ayah pasien menderita hipertensi.
Riwayat pekerjaan: -

Daftar Pustaka:
1. Manurung,Daulat.2006.Gagal Jantung Akut, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbita Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
2. Sani,Aulia.2007.Heart Failure Current Paradigm, Clinical Practice Pocket
Book Cardiovascular Disease Series. Jakarta: Medya Crea
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
4. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
5. Hudaya,Dadang.2012.Tatalaksana Rujuk-Transpor Anak Sakit Ukur, dalam
Simposium Tatalaksana Awal Kegawatan Pediatri. Padang: Bagian Ilmu

12
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RS.Dr.M.Djamil
Padang.

Hasil pembelajaran:

1. Mengetahui dan memahami etika dalam merujuk pasien kritis.

2. Mengetahui dan memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam merujuk


pasien kritis

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Obyektif
a. Vital sign
 KU : sakit berat
 Kesadaran : apatis
 Tekanan Darah : 80/40 mmhg
 Frekuensi nadi : teraba halus dan cepat
 Frekuensi nafas : 48 x /menit cepat, dangkal, dan tidak teratur.
 Suhu : 35,5 0C
 Berat badan : estimasi 65 kg.
 Tinggi badan : estimasi 165 cm
 sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik
 Kulit : Teraba dingin, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
 Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter 4 mm, refleks cahaya +/+ Normal.
 THT : Tidak ada kelainan.
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.
 Leher : JVP 5+4 mmH20
 KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan
inguinal.
 Thoraks :
Jantung : Ictus teraba 2 jari lateral LMCS RIC 6. Tidak kuat
angkat , Irama Reguler, bising – HR 115 x/menit.
Perkusi tidak dilakukan.

13
Paru : Tampak simetris ki=ka, retraksi (-), takipneu 48x/
menit, irama tidak teratur, cepat dan dangkal.
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal paru,
Wheezing -/-.
Perkusi dan palpasi tidak dilakukan.

 Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit.
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) Normal.
 Punggung : Tidak ada kelainan.
 Alat kelamin : Tidak ada kelainan.
 Ekstremitas :
Edema +/+, akral dingin, CRT > 2”

c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 15.300/mm3
Trombosit : 180.000/mm3
Ht : 38,9 %
GDR : 113 mg/dl
Kesan : Leukositosis

EKG : Irama sinus, HR 115x/menit, Kesan LVH.

Rencana Pemeriksaan : Darah Lengkap, Rontgen Thoraks Jika KU


terkontrol.

2. Assessment (penalaran klinis):


Syok Kardiogenik ec CHF fungsional class III dan IV + PPOK

3. Plan:

Pengobatan :
- Oksigen 4 liter/ menit.
- IV line 2 Jalur.

14
- Inj ceftriaxon 2x1 gr iv
- Inj ranitidin 2x1 amp iv
- Inj ketorolac 2x1 amp iv
- Candesartan 1x16 mg po
- Digoxin 1x1 tab po
- Nitrokaf 1x1 tab po
- Spironolakton 1x25 mg po
- Furosemid 1x40 mg po
- Clopidogrel 1x75 mg po
- Bisoprolol 1x1,25 mg po
- Simvastatin 1x20 mg po
- KSR 2x1 tab
- Drip dobutamin 3 mcg nai perlahan sampai 10 mcg iv

Tinjauan masalah etika


Syok Kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah
ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolise akibat gangguan fungsi pompa
jantung. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Vertikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfungsi jaringan.
Manifestasi klinis pada pasien syok kardiogenik:
• TD sistolik < 90 mmHg
• HR > 100 x/mnt
• Nadi lemah
• Penurunan bunyi jantung
• Perubahan sensori
• Kulit dingin, pucat, lembab
• Urin output < 30 ml/jam
• Nyeri dada
• Disritmia

15
• Takipnea
• Penurunan curah jantung

Kondisi syok kardiogenik merupakan kondisi yang kritis. Pasien perlu diberikan
penangan yang cepat dan tepat. Apabila tidak tertangani dengan cepat makan proses
syok akan berlanjut dan menimbulkan kondisi yang irrevesibel dan mengancam
nyawa pasien.

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik.


• Meningkatkan suplai O2 ke Miokard
– Suplemen O2 dan ventilator mekanik
– Narkotik analgesik à mengurangi nyeri dan beban miokard
– Reperfusi dengan trombolitik
• Memaksimalkan Cardiac Output
– Agen anti aritmia
– Pacu jantung
– Volume loading
– Simpatomimetik (dopamin, epinefrin, norepinefrin)
• Mengurangi beban kerja ventrikel kiri
– Vasodilator: nitropruside, nitrogliserin, hidralazine, captopril, enalapril
Pada puskesmas yang tidak mempunyai layanan yang memadai perlu
dipertimbangkan untuk melakukan rujukan. Undang Undang Republik Indonesia,
Nomor 29 tahun 2004 pasal 51 huruf b menyatakan: “Dokter dan dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban merujuk pasien ke dokter
atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan”. Sementara itu
pada kode etik kedokteran Indonesia disebutkan “ Setiap dokter wajib bersikap tulus
ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan
pasien. Dalam hal ini jika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan dan
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut”.

16
Pada pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran, yang merupakan bentuk
pelanggaran disiplin kedokteran pada kasus ini, bahwa dalam penatalaksanaan pasien,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau
pemaaf yang sah sehingga dapat membahayakan pasien.  Dokter  tidak melakukan
tatalaksana awal yang seharusnya dilakukan sehingga dokter  membahayakan
keselamatan pasien tersebut. Untuk kasus etik, hanya mendapat sanksi moral. Untuk
kasus disiplin profesi, apabila terjadi pengaduan, dokter tersebut dapat diproses oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan
bersalah dapat dijatuhi sanksi.
Rujuk transpor pasien kritis adalah memindahkan pasien ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih baik (intra atau antar rumah sakit rumah sakit), personil medis
spesialistis, maupun alat diagnostik dan alat medis yang lebih memadai (canggih),
supaya pasien mendapat pelayanan yang lebih baik dan mencegah perburukan
penyakit.
Prinsip rujuk transpor pasien kritis antar layanan kesehatan adalah
pemindahan pasien bila keuntungan jauh lebih banyak dibandingkan resiko selama
transpor. Stabilisasi pasien selama proses transport sangat bergantung pada
keterampilan tim medis dan peralatan penunjang. Dokter yang merujuk bertanggung
jawab terhadap stabilisasi pasien sebelum rujukan sampai di Sarana Kesehatan yang
dituju.
Tatalaksana rujukan pasien kritis antar sarana kesehatan memiliki beberapa
peraturan, tata cara dan hukum yang mengatur sistem rujukan antar sarana kesehatan.
Secara umum merujuk pasien harus berdasarkan alasan logis, keterbatasan sarana
penunjang atau perlu tim medis dengan keahlian tinggi, bukan karena masalah
finansial. Inform-consent tentang keuntungan rujuk transport serta resiko selama
transpor harus disampaikan. Bila tidak mungkin melakukan inform-consent maka
semua kondisi klinis yang menjadi alasan untuk merujuk harus tertera dengan jelas
pada rekam medis pasien.
Tatalaksana rujuk-transpor pasien kritis harus disiapkan sebaik mungkin
sesuai situasi, kondisi, sarana dan prasarana setempat. Persiapan dimulai dengan
penilaian awal, resusitasi (langkah ABCDE), pengobatan emergensi yang memadai
untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat rujuk transpor. Bila
memungkinkanyang melakukan rujuk transpor pasien kritis adalah tim transpor

17
khusus untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan. Transpor yang baik harus
mengikuti tahapan komunikasi efektif, perencanaan matang, komposisi tim transpor
yang benar, penilaian yang seksama dan stabilisasi sinambung, pemantauan dan
catatan rekam medis sinambung, memperhatikan tim transpor dan keluarga pasien,
dokumen lengkap, sertaselamat sampai tujuan.

Dalam melayani pasien harus menjunjung prinsip-prinsip bioetika yang


mendasari:

 Beneficence
 Non-maleficence
 Justice
 Autonomy

1. Beneficence

Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati


martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar
pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini
dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien.
Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat
baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu:

 Mengutamakan Alturisme
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan

18
 Memberi suatu resep

2. Non-maleficence

Non-maleficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak


melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan
yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do
no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-maleficence mempunyai
ciri-ciri:

 Menolong pasien emergensi


 Mengobati pasien yang luka
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Melindungi pasien dari serangan
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Tidak melakukan White Collar Crime

3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter


memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan
politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan,
dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :

 Memberlakukan segala sesuatu secara universal


 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
 Menghargai hak sehat pasien
 Menghargai hak hukum pasien

4. Autonomy

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap


individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak

19
menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk
berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan
membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:

 Menghargai hak menentukan nasib sendiri


 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien
 Melaksanakan Informed Consent

Keempat prinsip ini bersifat “prima facie”, berarti: Suatu prinsip yang
mengikat, kecuali apabila prinsip tersebut mempunyai konflik dengan
prinsip lain. Apabila terdapat konflik, kita harus memilih di antara
keduanya.

Di Indonesia, kode etik kedokteran berlandaskan pada etik dan norma-


norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam
falsafah Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil.
Untuk itu, perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), maupun secara
fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian telah
menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang dirumuskan dalam
pasal-pasal sebagai berikut.

20

Anda mungkin juga menyukai