Oleh:
dr. Alvenia
Dokter Internsip
Pendamping:
dr. Endayani, MPH
1
Portofolio Kasus Medis
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
menghasilkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode
terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada
membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-
salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan
etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika
biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis
yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan
zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan
tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri),
dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
3
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian
pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan
pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit)
didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi
pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan
rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya”
akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik
profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke
bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu
(bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi
ilmu kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran
Indonesia yang terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun
2001 sebagai pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
4
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
5
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
Pasal 14
diperlakukan.
Pasal 15
6
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.
Indonesia telah menetapkan pedoman tersebut pada tahun 2011. Pada pedoman
kedokteran adalah :
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki
kompetensi sesuai.
7
membahayakan pasien.
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medis, sebagaimana
keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik
8
tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan
yang diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal
7.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang
9
diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin.
10
LAPORAN KASUS
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta: dr. Alvenia
Nama Wahana: RSUD Padang Panjang
Topik: Ketentuan Merujuk Pasien
Tanggal (kasus): 20 Juli 2020
Nama Pasien: Tn. S
Tanggal Presentasi: 5 Agustus 2020 Nama Pendamping: dr. Endayani, MPH
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien laki-laki usia 47 tahun datang diantar keluarga dengan kendaraan
pribadi dan membawa rujukan dari Puskesmas didiagnosis PPOK. Pasien tiba di IGD
dalam keadaan kesadaran apatis, nafas cepat dan dangkal, akral dingin, nadi teraba
cepat dan halus, dan tekanan darah 80/pulse. Belum terpasang IV line.
Tujuan : Mengkaji aspek etik dalam prosedur informed consent
Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas: Presentasi dan Email Pos
Diskusi diskusi
Data pasien: Nama: Ny. S
Rawatan: IGD RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 16 Mei 2019
Panjang
Data utama untuk bahan diskusi:
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 Jam SMRS. Pasien telah
dibawa ke Puskesmas 1 Jam SMRS, pasien didagnosis dengan PPOK dan
mendapatkan terapi Salbutamol 4 mg, Aminofilin 1 tablet, dan Ambroxol 1 tablet.
Kemudian pasien dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD Padang Panjang. Berdasarkan
keterangan keluarga mereka telah menunggu untuk dirujuk dengan menggunakan
ambulan, akhirnya pasien berangkat dengan mobil pribadi tanpa terpasang IV line
dan oksigen dan tidak didampingi oleh tenaga kesehatan.
11
Tampak semakin sesak sejak 4 jam SMRS.
Sesak berhubungan dengan aktivitas, riwayat pasien sesak saat
beraktivitas berat ada, sejak 1 bulan ini pasien sesak dengan aktivitas
ringan seperti berjalan di rumah, pasien tidur dengan bantal yang tinggi.
Pasien bertambah sesak sejak 4 jam SMRS. Pasien tampak gelisah dan
berkeringat dingin sejak 1 jam SMRS.
Keluhan sesak yang berhubungan dengan cuaca,makanan, dan debu
disangkal.
Batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS.
Demam + sejak 1 minggu yang lalu.
BAB dalam batas normal terakhir 24 jam yll.
BAK tidak ada sejak 2 jam yang lalu.
Merokok + sebanyak ±20 batang sehari sejak 30 tahun yang lalu.
Riwayat TD tinggi namun tidak teratur minum obat jika tekanan darah
dirasa sudah normal
Riwayat keluarga : ayah pasien menderita hipertensi.
Riwayat pengobatan: Riwayat kontrol ke poli paru dan mendapat obat semprot yang
digunakan rutin, namun sekarang keluhan sesak tidak berkurang
Riwayat PPOK mendapat retaphyl , asetilsistein dan methylpredisolon
Riwayat kontrol ke poli jantung disangkal pasien
Riwayat keluarga: ayah pasien menderita hipertensi.
Riwayat pekerjaan: -
Daftar Pustaka:
1. Manurung,Daulat.2006.Gagal Jantung Akut, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbita Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
2. Sani,Aulia.2007.Heart Failure Current Paradigm, Clinical Practice Pocket
Book Cardiovascular Disease Series. Jakarta: Medya Crea
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
4. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
5. Hudaya,Dadang.2012.Tatalaksana Rujuk-Transpor Anak Sakit Ukur, dalam
Simposium Tatalaksana Awal Kegawatan Pediatri. Padang: Bagian Ilmu
12
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RS.Dr.M.Djamil
Padang.
Hasil pembelajaran:
1. Obyektif
a. Vital sign
KU : sakit berat
Kesadaran : apatis
Tekanan Darah : 80/40 mmhg
Frekuensi nadi : teraba halus dan cepat
Frekuensi nafas : 48 x /menit cepat, dangkal, dan tidak teratur.
Suhu : 35,5 0C
Berat badan : estimasi 65 kg.
Tinggi badan : estimasi 165 cm
sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba dingin, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter 4 mm, refleks cahaya +/+ Normal.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.
Leher : JVP 5+4 mmH20
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan
inguinal.
Thoraks :
Jantung : Ictus teraba 2 jari lateral LMCS RIC 6. Tidak kuat
angkat , Irama Reguler, bising – HR 115 x/menit.
Perkusi tidak dilakukan.
13
Paru : Tampak simetris ki=ka, retraksi (-), takipneu 48x/
menit, irama tidak teratur, cepat dan dangkal.
Suara napas vesikuler +/+, Rhonki +/+ di basal paru,
Wheezing -/-.
Perkusi dan palpasi tidak dilakukan.
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit.
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) Normal.
Punggung : Tidak ada kelainan.
Alat kelamin : Tidak ada kelainan.
Ekstremitas :
Edema +/+, akral dingin, CRT > 2”
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 15.300/mm3
Trombosit : 180.000/mm3
Ht : 38,9 %
GDR : 113 mg/dl
Kesan : Leukositosis
3. Plan:
Pengobatan :
- Oksigen 4 liter/ menit.
- IV line 2 Jalur.
14
- Inj ceftriaxon 2x1 gr iv
- Inj ranitidin 2x1 amp iv
- Inj ketorolac 2x1 amp iv
- Candesartan 1x16 mg po
- Digoxin 1x1 tab po
- Nitrokaf 1x1 tab po
- Spironolakton 1x25 mg po
- Furosemid 1x40 mg po
- Clopidogrel 1x75 mg po
- Bisoprolol 1x1,25 mg po
- Simvastatin 1x20 mg po
- KSR 2x1 tab
- Drip dobutamin 3 mcg nai perlahan sampai 10 mcg iv
15
• Takipnea
• Penurunan curah jantung
Kondisi syok kardiogenik merupakan kondisi yang kritis. Pasien perlu diberikan
penangan yang cepat dan tepat. Apabila tidak tertangani dengan cepat makan proses
syok akan berlanjut dan menimbulkan kondisi yang irrevesibel dan mengancam
nyawa pasien.
16
Pada pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran, yang merupakan bentuk
pelanggaran disiplin kedokteran pada kasus ini, bahwa dalam penatalaksanaan pasien,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau
pemaaf yang sah sehingga dapat membahayakan pasien. Dokter tidak melakukan
tatalaksana awal yang seharusnya dilakukan sehingga dokter membahayakan
keselamatan pasien tersebut. Untuk kasus etik, hanya mendapat sanksi moral. Untuk
kasus disiplin profesi, apabila terjadi pengaduan, dokter tersebut dapat diproses oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan
bersalah dapat dijatuhi sanksi.
Rujuk transpor pasien kritis adalah memindahkan pasien ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih baik (intra atau antar rumah sakit rumah sakit), personil medis
spesialistis, maupun alat diagnostik dan alat medis yang lebih memadai (canggih),
supaya pasien mendapat pelayanan yang lebih baik dan mencegah perburukan
penyakit.
Prinsip rujuk transpor pasien kritis antar layanan kesehatan adalah
pemindahan pasien bila keuntungan jauh lebih banyak dibandingkan resiko selama
transpor. Stabilisasi pasien selama proses transport sangat bergantung pada
keterampilan tim medis dan peralatan penunjang. Dokter yang merujuk bertanggung
jawab terhadap stabilisasi pasien sebelum rujukan sampai di Sarana Kesehatan yang
dituju.
Tatalaksana rujukan pasien kritis antar sarana kesehatan memiliki beberapa
peraturan, tata cara dan hukum yang mengatur sistem rujukan antar sarana kesehatan.
Secara umum merujuk pasien harus berdasarkan alasan logis, keterbatasan sarana
penunjang atau perlu tim medis dengan keahlian tinggi, bukan karena masalah
finansial. Inform-consent tentang keuntungan rujuk transport serta resiko selama
transpor harus disampaikan. Bila tidak mungkin melakukan inform-consent maka
semua kondisi klinis yang menjadi alasan untuk merujuk harus tertera dengan jelas
pada rekam medis pasien.
Tatalaksana rujuk-transpor pasien kritis harus disiapkan sebaik mungkin
sesuai situasi, kondisi, sarana dan prasarana setempat. Persiapan dimulai dengan
penilaian awal, resusitasi (langkah ABCDE), pengobatan emergensi yang memadai
untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat rujuk transpor. Bila
memungkinkanyang melakukan rujuk transpor pasien kritis adalah tim transpor
17
khusus untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan. Transpor yang baik harus
mengikuti tahapan komunikasi efektif, perencanaan matang, komposisi tim transpor
yang benar, penilaian yang seksama dan stabilisasi sinambung, pemantauan dan
catatan rekam medis sinambung, memperhatikan tim transpor dan keluarga pasien,
dokumen lengkap, sertaselamat sampai tujuan.
Beneficence
Non-maleficence
Justice
Autonomy
1. Beneficence
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan
18
Memberi suatu resep
2. Non-maleficence
3. Justice
4. Autonomy
19
menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk
berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan
membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:
Keempat prinsip ini bersifat “prima facie”, berarti: Suatu prinsip yang
mengikat, kecuali apabila prinsip tersebut mempunyai konflik dengan
prinsip lain. Apabila terdapat konflik, kita harus memilih di antara
keduanya.
20