Anda di halaman 1dari 66

Blok Etika Kedokteran, Hukum Kedokteran dan

Kedokteran Forensik
Pleno 1 Kelompok 4
Selasa 12 Februari 2019
Kelompok 4
 Tutor : dr.Frudensia
 Ketua : Hapsari Mustika Cahyani 405150076
 Sekretaris : Theresia Fitriyana Dwi K 405150086
 Penulis : Muhammad Abdu Quraisy S 405150066

1. Sanity Savant Suhendra 405140022


2. Imelda Jarisa Arisal 405140188
3. Kemala Putri Alifah 405150026
4. Muhammad Aulia Yusuf D 405150030
5. Angela Oktaviani 405150039
6. Alfin Nur Zahra 405150055
7. Timmy Yonatan Nangoy 405150100
8. Ni Nyoman Luxzi Harini 405150158
9. Riraz Meriam Claudia 405150197
Dokter Tokcer
Dokter A diminta temannya untuk menggantikan ppraktik selama tiga minggu. Temannya, dokter B akan berpergian ke luar negeri untuk
mengikuti seminar kedokteran dengan di sponsori sebuah perusahaan obat dan sekaligus berlibur. Meskipun sudah berpraktik di tiga tempat,
dokter A tidak menolak tawaran tersebut, karena menurutnya ia hanya menggantikan sementara.
Tempat praktik tersebut ternyata sangat ramai dikunjungi masyarakat sekitar. Dokter A merasa heran mengapa praktik pribadi dapat
seramai itu. Ternyata dokter B terkenal pintar di masyarakat karena banyak pasien yang ditanganinya sembuh setelah berobat. Berbagai
sertifikat kedokteran, piagam penghargaan dan testimoni kesembuhan pasien dipajang di dinding tempat praktik sehingga membuat
masyarakat percaya pada kepintaran dokter tersebut. Meskipun demikian, beberapa pasien mengatakan sebenernya dokter B kurang
komunikatif dan informatif saat melayani pasien, tetapi obatnya sangat manjur. Bila pasien banyak bertanya mengenai penyakitnya, dokter
tampak tidak senang dan mempersilahkan pasien tersebut mencaari opini dokter lain.
Kecepatan penyembuhan penyakit merupakan hal terpenting bagi masyarakat sehinggaa mereka tidak peduli dengan cara dokter melayani
pasien. Mereka juga tidak peduli dengan tarif pengobatan yang mahal. Mereka mengganggap obat mahal lebih manjur. Dokter B juga sering
menyuntik dengan alasan agar pasien cepat sembuh, sehingga pasien terkadang meminta sendiri untuk disuntik. Hal tersebut membuat
berbagai perusahaan obat berlomba-lomba bekerja sama dengan dokter tersebut.
Hal lain yang membuat pasien senang berobat yaitu kemudahan dalam mendapatkan surat keterangan dokter. Ada pasien langganan yang
pernah meminta surat keterangan sakit untuk menghindari sidang pengadilan perdata. Dokter langsung memberikannnya tanpa pemeriksaan
lebih lanjut.

Apa yang dapat Saudaa pelajari dari pemicu di atas?


Mind Mapping
Etika & Hukum Kedokteran

Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik Hak & Kewajiban Dokter

Berdasarkan :
•Bietika, Etika Kedokteran
•KODEKI, KODERSI
•Sistem, Nilai Terkait Pelayanan Kesehatan
•Moral Praktik Kedokteran
•Profesionalisme Dokter
•Penyelesaian Masalah Sengketa
•Hukum Pelayanan Kesehatan
Learning Issues
1. MM. Regulasi Kedokteran Indonesia
2. MM. Surat Keterangan Dokter
3. MM. Asas Bioetika
4. MM. Bioetika dalam Kodeki
5. MM. Hak dan Kewajiban Dokter
6. Analisa Pemicu
LI 1 : MM Regulasi Praktik Dokter
di Indonesia
(STR,SIP, KODEKI, UU No.36 Tahun 2014, UU No.36 Tahun 2009, Sumpah Dokter)
Sumpah Dokter Indonesia

 Sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani profesi dokter


Indonesia secara resmi.
• Didasarkan atas Deklarasi Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah
Hipokrates.
• Lafal Sumpah Dokter Indonesia pertama kali digunakan pada 1959 
• Kedudukan hukum dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1960.
• Perbaikan pada 1983 dan 1993.
Lafal Sumpah Dokter Indonesia
Demi Allah saya bersumpah, bahwa: 6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat
pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien,
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
kepentingan perikemanusiaan. 8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial
yang terhormat dan bersusila sesuai dengan dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap
martabat pekerjaan saya sebagai dokter. pasien.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga 9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan
dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang kandung.
saya ketahui karena keprofesian saya. 11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan Kedokteran Indonesia.
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan 12.Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan
perikemanusiaan, sekalipun diancam. dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Yang Wajib Mengucapkan Lafal Sumpah Dokter :

 Semua dokter warga negara Indonesia baik lulusan pendidikan dalam


negeri maupun luar negeri.
 Mahasiswa asing yang belajar di Fakultas Kedokteran di Indonesia
diharuskan juga mengucapkan lafal sumpah dokter Indonesia.
 Dokter asing yang bertugas di Indonesia tidak harus diambil
sumpahnya karena ia menjadi tanggung jawab instasi yang
mempekerjakannya, tetapi dokter tersebut harus tunduk pada Kode
Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Proses Penyempurnaan Sumpah Dokter

 Lafal tersebut dalam esensi yg sama telah mengalami penyempurnaan urutan lafal
dan redaksional berulang kali :
Versi 1 : Declaration of Geneva 1948
Versi 2 : PP No.26 Th. 1960
Versi 3 : Munas Etik II, 14-16 Desember 1981
Versi 4 : SK Menkes No.434 th. 1983
Versi 5 : hasil Rakernas MKEK 1993  diperkuat pada Mukernas Etika
kedokteran III, Jakarta 21-22 April th.2001
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
Pasal 1 melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk
mengamalkan sumpah dan atau janji dokter. kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Pasal 2 Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau
keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap
perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi. hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Pasal 3 Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
Pasal 8
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan
Pasal 4
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
yang bersifat memuji diri .
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga
kepercayaan pasien.

Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas Pasal 16
dan mempergunakan seluruh keilmuan dan Setiap dokter wajib merahasiakan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien,
segala sesuatu yang diketahuinya
yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas tentang seorang pasien, bahkan juga
persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib setelah pasien itu meninggal dunia.
merujuk pasien kepada dokter yang Pasal 17
mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib melakukan
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan
pertolongan darurat sebagai suatu
pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi wujud tugas perikemanusiaan,
dengan keluarga dan penasihatnya, kecuali bila ia yakin ada orang lain
termasuk dalam beribadat dan atau bersedia dan mampu
penyelesaian masalah pribadi lainnya. memberikannya.
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 18 Pasal 20
Setiap dokter memperlakukan Setiap dokter wajib selalu
teman sejawatnya sebagaimana ia memelihara kesehatannya, supaya
sendiri ingin diperlakukan. dapat bekerja dengan baik.

Pasal 19 Pasal 21
Setiap dokter tidak boleh Setiap dokter wajib senantiasa
mengambil alih pasien dari teman mengikuti perkembangan ilmu
sejawat, kecuali dengan pengetahuan dan teknologi
persetujuan keduanya atau kedokteran/ kesehatan.
berdasarkan prosedur yang etis.
Surat Tanda Registrasi (STR)
Registrasi
Pasal 44
1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.

UU No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan


Perizinan

Pasal 46
1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kesehatan menjalankan praktiknya.
4) Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus memiliki:
1) STR yang masih berlaku;
2) Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan
3) Tempat praktik.
5) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat.
6) SIP masih berlaku sepanjang:
1) STR masih berlaku; dan
2) Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 47
Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan

Pasal 49
1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil masing-
masing tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin tenaga Kesehatan.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis;
b. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.
3) Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menter
Penyelesaian Perselisihan

Pasal 77
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan
dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 78
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang
menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 79
Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Sanksi Administratif

Pasal 82
1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), Pasal 58 ayat
(1), Pasal 59 ayat (1), Pasal 62 ayat (1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat (1), Pasal 70 ayat (2), Pasal 70
ayat (3) dan Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
2) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (2), Pasal 53 ayat (1), Pasal 70
ayat (4), dan Pasal 74 dikenai sanksi administratif.
3) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
memberikan sanksi administratif kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/atau
d. pencabutan izin.
5) Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pidana

Pasal 83
Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai
Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 84
1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun.
2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian,
setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 85
1) Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan
kesehatan tanpa memiliki STR Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 86
3) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
4) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan
kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Surat Ijin Praktik (SIP)
 Bukti tertulis yang diberikan pemerintah → dokter dan dokter
gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran, setelah memenuhi
persyaratan
 Dikeluarkan pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten / kota
tempat praktik kedokteran / kedokteran gigi dilaksanakan
 Diberikan paling banyak untuk 3 tempat
 1 surat izin hanya berlaku untuk 1 tempat praktik
 Masih tetap berlaku sepanjang :
 STR dokter / dokter gigi masih berlaku
 Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum di SIP
Contoh formulir permohonan SIP Contoh format
UU No.36 Tahun 2009
LI 2 MM. Surat Keterangan Dokter
Surat Keterangan Dokter

 Pedoman dalam memberikan surat-surat 1. Surat keterangan meninggal


keterangan : 2. Surat keterangan sehat (untuk asuransi
1. Bab I pasal 7 KODEKI : “seorang dokter jiwa, Surat Izin Mengemudi (SIM), nikah,
hanya memberi keterangan dan pendapat lamaran kerja, pendidikan, dsb)
yang telah diperiksa sendiri 3. Surat keterangan sakit untuk istirahat
kebenarannya”
4. Surat keterangan cacat
2. Bab II pasal 12 KODEKI : “setiap dokter
5. Surat keterangan pelayanan medis untuk
wajib merahasiakan segala sesuatu yang
penggantiuan biaya dari Asuransi
diketahuinya tentang seorang pasien
Kesehatan
bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia” 6. Surat keterangan cuti melahirkan
3. Paragraf 4, pasal 48 UU No.29/2004 7. Surat keterangan ibu hamil berpergian
tentang Praktik Kedokteran : kepentingan dengan pesawat udara
kesehatan pasien, rahasia kedokteran 8. Visum et Repertum (perkosaan,
hanya dapat dibuka untuk memenuhi pembunuhan, trauma, autopsi forensik,
permintaan aparatur penegak hokum, atas dsb)
permintaan pasien atau berdasarkan 9. Laporan penyakit menular
ketentuan perundang-undangan
10. Kuitansi
1. Surat Keterangan Lahir
• SK kelahiran berisi tentang waktu (tanggal dan
jam) lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama
orang tua.
Hal yg menjadi masalah ialah surat keterangan
kelahiran dari:
1. Anak yg lahir hasil inseminasi buatan dari
semen donor (Artificial Insemination by
Donor = A.I.D)
2. Anak yg lahir dari hasil bayi tabung yg telur
dan/atau sel maninya berasal dari donor ( In
Vitro Fertilization by Donor)
3. Anak yg lahir dari konsepsi saudara
kandung.
2. Surat Keterangan Meninggal
a. Surat keperluan penguburan. Perlu
dicantumkan identitas jenazah,
tempat, dan waktu meninggalnya.
b. Surat keterangan (laporan)
meninggal.
3. Surat Keterangan Sehat
1. Untuk Asuransi jiwa
2. Untik Surat Izin
Mengemudi (SIM) darat,
laut, udara.
3. Untuk nikah
4. Surat Keterangan Sakit Untuk
Istirahat
 Surat keterangan cuti sakit
palsu dapat menyebabkan
seorang dokter dituntut menurut
pasal 263 dan 267 KUHP.
5. Surat Keterangan Cacat
 Seorang dokter harus hati hati
memberikan keterangan
mengenai tingkat cacat seseorang
pekerja akibat kecelakaan di
tempat kerjanya.
 Besar tunjangan yg akan
diberikan tergantung pada
keterangan dokter tentang sifat
cacatnya.
6. Surat Keterangan Penggantian Biaya Dari
Asuransi Kesehatan 7. Surat Keterangan Cuti Melahirkan

 Berisi identitas pasien dan pernyataan


 Hak cuti melahirkan seorang ibu adalah 3
pemberian kuasa pasien/ wali pasien keada bulan, yaitu 1 bulan sebelum persalinan dan 2
dokterm untuk memebrikan data medisnya bulan setelah persalinan.
kepada perusahaan asuransi yg bersangkutan.
8. Surat Keterangan Ibu Hamil Berpergian Dengan
Pesawat Udara
 Sesuai dengan peraturan
International Avation, ibu hamil
tidak dibenarkan bepergian dengan
pesawat udara, jika mengalami:
 Hipertensi atau emesis gravidarium
 Hamil dengan komplikasi (perdarahan,
preeklamsi, dll)
 Hami 36 minggu atau lebih
 Hamil dengan penyakit-penyakit yg
beresiko
9. Visum et Repertum
 Visum er Repertum (VeR) : surat keterangan yg
dikeluarkan dokter untuk polisi dan pengadilan.
• Kasus Pemerkosaan
– Kesulitan jika korban dikirim terlambat
karena hasil pemeriksaan tidak menunjukkan
keadaan sebenarnya
• Bedah mayat kedokteran kehakiman
– Harus objektif tanpa pengaruh dari mereka
yang berkepentingan dalam perkara.
Keterangan dibuat dengan istilah yang
mudah dipahami, berdasarkan apa yang
dilihat dan ditemukan, sehingga tidak
berulang kali dipanggil ke pengadilan untuk
dimintakan keterangan tambahan.
10. Laporan Penyakit Menular 11. Kuitansi

 Kewajiban melaporkan penyakit menular di • Tanda bukti pembayaran atas imbalan jasa yg
Indonesia diatur dalam Undang-Undang N0.6 diterimanya.
tahun 1962 tetang Wabah.
Sanksi Hukum
• Penyimpangan dalam pembuatan surat • Pasal 179 KUHAP:
keterangan selain tidak etis merupakan
pelanggaran terhadap pasal 267 KUHP sebagai
– Setiap orang yg dimintai pendapatnya
berikut, sebagai ahli kedokteran kehakiman
– Seorang dokter yg dengan sengaja memberikan atau dokter atau ahli lainnya wajib
surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya memberikan keterangan ahli demi
penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan keadilan.
hukuman penjara paling lama empat tahun.
– Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
– Semua ketentuan tersebut di atas untuk
memasukkan seseorang dalam rumah sakit gila saksi berlaku juga bagi mereka
atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan mengucapkan sumpah atau janji akan
hukuman penjara paling lama delapan tahun enam memberikan keterangan yg sebaik-
bulan.
baiknya dan sebenar-benarnya menurut
– Diancam dengan pidana yg sama, barang siapa
dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu pengetahuan dalam bidang
itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. keahliannya.
LI 3 : MM Asas Bioetik
Asas Bioetik
 Van Rensselaer Potter (1971)  Beauchamp / Childress : mereka
 Ia memaksudkan bioetika sbg memilih empat prinsip tertentu
suatu ilmu baru yg (four cluster of principles ) :
menggabungkan pengetahuan  Menghormati otonomi
ilmu2 hayati dg pengetahuan  Tidak merugikan
tentang sistem2 nilai manusiawi
dari etika  Berbuat baik
 Keadilan
 Bioetika ditandai sekurang2nya  Prinsip2 moral lain lagi :
tiga ciri berikut :  Jangan membunuh
 Interdisiplinaritas  Jangan mencuri
 Internasionalisasi  Jangan menipu
 pluralisme
Prinsip umum etik kedokteran
 4 prinsip Etik Biomedis (Beuchamp & childress, 2001) :

Menghormati otonomi (Respect Tidak


Berbuat baik Keadilan (Justice)
For Autonomy) (Beneficience) merugikan
(Nonmaleficience)

1. Menghormati otonomi berarti Prinsip ini Prinsip ini 1. Prinsip ini mengacu pada
seorang pasien yang mampu menalar dengan menyatakaan perlakukaan kepada setiaap
pilihan pribadinya harus diperlakukan kewajiban bahwa jika kita orang sama dalam
dengan menghormati kemampuannya menolong tidak dapat memperoleh haknya dalam
mengambil keputusan mandiri. orang lain melakukan hal memeproleh pelayanan
2. Melindungi seseorang yang dengan yang bermanfaat kesehatan, 6tidak dipengaruhi
otonominyaa kurang atau terganggu mengupayaka maka setidaknya oleh pertimbangan
yang berarti pada pasien yang n manfaat jangan merugikan keagamaan, kesukuan ,
tergaantungan (vulnareble, orang maksimal orang lain. perbedaan kelamin (gender).
cacat, gangguan jiwa, demensia dll) sambil 2. Keadilaan distributif,
perlu dilindungi terhadap kerugian meminimalkan proporsional antara beban
(harm). resiko. (termasuk biaya), dan risiko
dengan manfaat.

Etika Biomedis K Bertens dan Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan


1. Nonmaleficence (Tidak Merugikan)
 Latin:non= tidak; mal= buruk, jahat; ficere=
melakukan
 Bersifat negatif
 Tidak mengakibatkan kerugian fisis,Tidak
menyangkut barang milik, nama baik atau
kebebasan,Tidak mengakibatkan risiko untuk
mengalami kerugian di kemudian hari, Tidak
mengakibatkan kerugian finansial
1a. Prinsip Efek Ganda

Efek baik disamping efek buruk 1b. Prinsip Totalitas


 Bagian boleh dikorbankan
4 syarat yang harus dipenuhi :
 Tindak itu sendiri haruslah bersifat baik demi menyelamatkan tubuh
atau setidak-tidaknya netral secara sebagai keseluruhan atau
normal demi menjamin kualitasnya
 Hanya efek baik dan bukan efek buruk
1c. Distingsi antara
secara langsung dimaksud oleh si
pelaku membunuh dan
 Efek baik tidak dihasilkan melalui efek membiarkan pasien
buruk meninggal
 Harus ada alasan proporsional untuk 1d. Distingsi antara sarana
membiarkan efek buruk yang diketahui
akan terjadi biasa dan sarana luar biasa
Non-Maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi
Dengan gambaran:
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) atau berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya dan kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien (euthanasia)
4. Tidak menghina atau mencaci maki atau memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
2. Beneficence (Berbuat Baik)
 Latin: Bene= baik; 5 Syarat Beneficence
 B berisiko mengalami kerugian besar
Ficence= melakukan,
berbuat  Perbuatan A diperlukan

 Berbuat baik sebagai cita2  Perbuatan A agaknya akan mencegah

moral khusus kerugian itu


Berbuat baik sebagai  Perbuatan A tidak berisiko

kewajiban  Manfaat yg diperoleh B mengimbangi


 Superogatory acts : kerugian
perbuatan baik yg
melampaui kewajibannya.
 Bersifat positif
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain)

2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia


3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter

4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya


5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
Beberapa Masalah Khusus
 Treating Physician & Assessing Physician
 Treating Physician
 Subjektif
 Tidak harus selalu mengatakan yg benar kpd PS atau keluarganya
 Assessing Physician
 Objektif
 Harus mengatakan yg benar
 Dokter & Pertolongan Kemanusiaan
 Sifat humaniter profesi kedokteran
1. dr wajib melayani PS, jika pelayananya diminta malam hari
2. dr & tenaga medis tidak boleh mogok kerja. Jika harus, pastikan dengan cermat bahwa PS
tidak menjadi korban
3. dr yang bekerja sama dengan intansi kehakiman
Contoh: terpidana mati diberikan suntikan letal oleh dr tidak dibolehkan
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi
3. Menghormati Otonomi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
 Yunani: autos= sendiri;
6. Menghargai rasionalitas pasien
nomos= hukum, peraturn, 7. Melaksanakan informed consent
pengaturan, pemerintahan. 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
 Inform consent sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
 Kompetensi
 Inkompeten  keputusan bisa 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil
diwakili oleh orang lain (keluarga keputusan termasuk keluarga pasien sendiri
terdekat) atau melalui living will/
advance directive 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada
kasus non emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien

13. Menjaga hubungan (kontrak)


4. Keadilan

 Memberi kepada setiap orang apa yang menjadi haknya


 Keadilan dapat menyangkut kewajiban individu terhadap
masyarakat, masyarakat terhadap individu dan kewajiban
individu satu sama lain. Dengan demikian timbul 3 macam
keadilan:
 Keadilan umum (general justice): warga masyarakat diwajibkan
memberi kepada masyarakat apa yang menjadi haknya
 Keadilan distributif (distributive justice): negara diwajibkan memberi
kepada warga negara apa yang menjadi haknya
 Keadilan komutatif (commutative justice): setiap orang atau kelompok
harus memberik haknya kepada orang atau kelompok lain
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Asas Prima Facie
 Dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan
pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah” sesuai konteksnya
berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah
 Merupakan bahasa Latin untuk: at first appearance atau at first sight
 Pada ilmu filsafat dipakai sebagai dasar teori etika oleh W.D. Ross
yang berarti mempunyai obligasi
 Pemakaian dalam konteks modern menggunakan istilah “pro tanto
obligation” yang berarti sebuah obligasi yang dapat di overrule oleh
obligasi lain yang lebih penting dan berlaku hanya sementara
 Sebagai dokter kita mempunyai kewajiban prima facie yang terdiri atas
empat kaidah dasar moral, sbb:
Asas etika medis Asas etika medis
Klasik Kontemporer

Nonmalefice Menghormati
Beneficence Berlaku adil
nce otonomi
manusia

4 KAIDAH DASAR
MORAL DOKTER
Prinsip Prima Facie
 WD. Ross mengajukan prinsip Prima Facie, artinya kita dituntut untuk
menemukan “kewajiban terbesar” dalam situasi yang ada dengan
menemukan “keseimbangan terbesar” dari hal yang baik atas hal yang buruk.
 WD Ross membedakan kewajiban prima facie dengan kewajiban actual,
dimana kewajiban yang selalu harus dilaksanakan kecuali kalau dalam situasi
khusus tertentu bertentangan dengan atau dikalahkan oleh suatu kewajiban
yang sama atau yang lebih kuat.
LI 4 : MM Bioetika dalam KODEKI
KODEKI yang Mengandung Dasar Bioetika
PASAL BIOETIK
1 Beneficence, Non-Maleficence, Autonomi, Justice
2 Beneficence, Non-Maleficence
3 Beneficence, Non-Maleficence, Justice
4
5 Beneficence, Non-Maleficence, Autonomi
6 Beneficence, non-Maleficence
7 Beneficence, Non-Maleficence
8 Beneficence, Non-Maleficence
9 Beneficence, Non-Maleficence
10 Non-Maleficence, Autonomi, Justice
KODEKI yang Mengandung Dasar Bioetika

PASAL BIOETIK
11 Beneficence, Non-maleficence
12 Beneficence, Non-Maleficence, Justice
13 Beneficence
14 Beneficence, Non-Maleficence, Justice, Autonomi
15 Non-Maleficence, Autonomi
16 Non-Maleficence, Autonomi
17 Non-Maleficence, Justice
18 Beneficence
19 Beneficence, Autonomi
20 Non-Maleficence
LI 5 : MM Hak dan Kewajiban Dokter
UU no 29 tahun 2004 Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 6: Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50

 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
 a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional
 b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional
 c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
 d. menerima imbalan jasa
Pasal 51
 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
 a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
 b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
 c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia;
 d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
 e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi
UU no 29 tahun 2004 Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 7: Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52

 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:


 a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
 b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
 c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
 d. menolak tindakan medis; dan
 e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
 a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
 b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
 c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
 d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
LI 6 : Analisis dari Pemicu
1. Menggantikan praktik sejawat padahal sudah mempunyai 3 tempat praktik
 UU No. 29 tahun 2004 pasal 4 tentang praktik kedokteran  paling banyak 3 tempat
 UU No 29 tahun 2004 pasal 37  tidak perlu SIP bila sementara
 UU No 29 tahun 2004 Pasal 40  harus membuat surat keterangan pemberitahuan dokter
pengganti dan memiliki SIP
2. Sponsor mengikuti seminar sekaligus liburan
 Memperbolehkan mengikuti temu ilmiah menggunakan sponsor  KODEKI pasal 3 ayat 6
 Tidak boleh liburan menggunakan sponsor  KODEKI pasal 3 ayat 11 (dibatasi dalam
kewajaran dan jelas tujuannya)
3. Dokter kurang komunikatif dan informatif
 Melanggar KODEKI pasal 10 ayat 5  seorang dokter wajib memberikan informasi yang jelas
 Mencari opini lain: KODEKI padal 10 ayat 4  menghormati pendapat atau tanggapan pasien
atas penjelasan dokter.
4. Membuat surat keterangan palsu
 Melanggar KODEKI pasal 7 ayat 1  seorang dokter membuat surat keterangan
berdasarkan fakta medis yang diyakininya sesuai pertanggungjawaban profesi
 Hukuman penjara maksimal 4 tahun

5. Bekerjasama dengan perusahaan obat


 KODEKI pasal 3 ayat 3: menolak segala bentuk apapun yang mempengaruhi kapasitas
profesionalnya
 KODEKI pasal 3 ayat 4: bila dokter merupakan pekerja industri farmasi/alat/produk
kesehatan apabila memberikan ceramah-informasi wajib memberitahukan status/posisinya
kepada pasien atau orang awam.
6. Pasien meminta untuk disuntik
 KODEKI Pasal 10 (penghormatan hak-hak pasien dan sejawat) ayat 2  memenuhi hak
pasien sebagai bagian dari HAM dalam bidang kesehatan
 KODEKI Pasal 9  dokter wajib mengingatkan teman sejawat apabila melakukan
pelanggaran (membuat surat keterangan palsu)
Daftar Pustaka
 Bertens K. Etika Biomedis. Yogyakarta: Kanisius,2011
 Hanafiah,M.Jusuf. Etika Kedokteran&Hukum
Kesehatan.Jakarta:EGC,2016
 UU No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
 UU No.36 Tahun 2009
 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai