Anda di halaman 1dari 56

PENGELOLAAN

DILEMA ETIK
KLINIS DALAM
ASUHAN PASIEN
DR. PUKOVISA PRAWIROHARJO, SP.S(K), PHD
CIPA, FISQUA,CIT,CMC
PRINSIP AWAL ETIKA KEDOKTERAN

“I will use treatment to help the sick according to my ability and


judgement but never with a view to injury and wrongdoing;
(Hippocratic oath); bring benefit and do no harm (hippocratic
imperative)
“Cure sometimes, support frequently, comfort always”.
Clinical medicine is a science of uncertainty and an art of probability
(William Osler).
Every human being of adult years and of sound mind has a right to
determine what shall be done with his body (Schloendorff v Society NY
1914: dasar Anglo-American law.)
RENTANG LAYANAN RS

Rentang layanan RS sangat luas:


Nakes RS ke Orang sehat dan masyarakat umum;
Pasien/Orang sakit. → pembahasan etika khusus, terikat KODEKI &
UU/produk hukum yang mengatur. Pembahasan dari ranah
hukumnya pun khusus (lex specialis).
Sesama sejawat dokter (esprite d’corpse) baik sesama
disiplin/antar disiplin → terutama diikat dengan KODEKI (hukum
tidak terlampau jauh mengatur).
Dg pimpinan fasyankes (RS/klinik) → diikat KODEKI, Kode etik RS, UU
perumahsakitan
Dg nakes lain → KODEKI, Kode etik RS, UU perumahsakitan, UU
Pradok, UU nakes.
KODEKI juga mengatur etika kedokteran terhadap diri sendiri.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


PELEMBAGAAN ETIKA, DISIPLIN, DAN
HUKUM KEDOKTERAN DI INDONESIA
KERJASAMA SUB KOMITE ETIK RS - MKEK


Pengawasan melalui sistem manajerial yang baik dari RS temuan
masalah etis.
Pertanyaan tentang cara bersikap pada konteks kasus tertentu: dilema etis
→ jika dibutuhkan fatwa khusus, dapat berkomunikasi dengan MKEK PB IDI
dan MAKERSI yg memiliki jurisdiksi/otoritas.
Temuan etis yang memerlukan penetapan dan diberikan sanksi etis →
kerjasama dengan MKEK Wilayah/Cabang, Majelis etik profesi lainnya.
Sanksi etik MKEK: Hanya pelanggaran berat saja yang terkena pemecatan
sementara.
PERSIMPANGAN UNTUK MEMILIH (MENGUTAMAKAN)
SALAH SATU PRINSIP (BIO)ETIK DAN MENGORBANKAN
(MENOMORSEKIANKAN) PRINSIP LAINNYA DALAM
MEMBUAT SUATU KEPUTUSAN.

NON
BENEFICENCE
MALEFICENCE AUTONOMY JUSTICE HONESTY

?
DILEMA ETIK DALAM SNARS: HPK 3
Dilema Etik dalam SNARS:
ELEMEN PENILAIAN HPK 3

1. Ada regulasi yang mendukung konsistensi pelayanan dalam


menghadapi keluhan, konflik, atau beda pendapat
2. Pasien diberitahu tentang proses menyampaikan keluhan, konflik,
atau perbedaan pendapat.
3. Keluhan, konflik, dan perbedaan pendapat ditelaah (dalam
penelaahan menggunakan pendekatan bioetik, kode etik, peraturan
perundangan, dsb) serta ditindaklanjuti oleh rumah sakit serta
didokumentasikan.
4. Pasien dan/atau keluarga pasien ikut serta dalam proses
penyelesaian.
DILEMA ETIK DALAM SNARS: TKRS 12.2
PENERAPAN ETIKA KEDOKTERAN DI
LINGKUNGAN RS: SNARS
HPK 3: OTONOMI 🡪 KERANGKA KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DI RS.
TKRS 12.2: TANGGUNGJAWAB BUDAYA KERJA DI RS YANG ETIS TERMASUK
MEMBAHAS DILEMA ETIS DI RS. ELEMEN PENILAIAN TKRS 12.2:

RS memiliki sistem pelaporan bila terjadi dilema etis dan pelaporan yang dimaksud terjadi.
Regulasi tentang manajemen etis yang mendukung pada pelayanan kepada pasien baik
klinis maupun non klinis.
DILEMA ETIK DALAM SNARS: TKRS 12.2
PASAL PASAL DALAM
KODEKI 2012
KODEKI 2012:
KEWAJIBAN UMUM, PASAL 1-2
Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.

Pasal 2: Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan


profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku
profesional dalam ukuran yang tertinggi.
Keputusan: kombinasi selaras, serasi dan seimbang antara
keputusan medis teknis dengan keputusan etis (KDB:
Beneficence, non Maleficence, Otonomi, Justice) yang berasal
dari totalitas pelayanan.
Jika terjadi dilema etis, dokter membuat keputusan dg
mengutamakan nilai profesionalisme (prima facie KDB).
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 3

Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter


tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
Keputusan tak boleh dipengaruhi tekanan politik, bisnis RS,
kedekatan farmasi, tekanan senior yang di luar kewajaran
profesionalisme, motivasi bisnis MLM, dan sebagainya.
Dilarang mempraktikkan obat/tindakan yang tidak ada bukti
ilmiahnya.
Dokter-Farmasi P2KB: boleh diundang, boleh difasilitasi sewajarnya
(registrasi, tiket pp, akomodasi, makan sewajarnya, honorarium lain
dilarang kecuali bertindak sebagai narasumber dan moderator,
serta MoU panitia.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 4-5

Pasal 4: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang


bersifat memuji diri.
Hati-hati iklan RS yang melibatkan Dokter..
Profiling Dokter dalam media internal RS diperbolehkan dg
sewajarnya. Hindari berlebihan menuliskan keunggulan diri
terutama pada pasien/awam.
Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh
persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk
kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 6-8

Pasal 6: Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam


mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-
hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7: Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8: Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis
dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 9-10

Pasal 9: Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan
atau penggelapan.
Pasal 10: Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga
kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Seorang dokter harus memberikan akses kepada pasien dan mengobati tanpa
prasangka SARA, kedudukan sosial, kondisi kecacatan tubuh & status kemampuan
membayarnya.
Pasien berhak memperoleh informasi dari dokternya dan mendiskusikan tentang
manfaat, risiko, dan pengobatan yang tepat untuk dirinya, serta wajib mendapatkan
tuntunan dan arahan profesional dari dokter dalam membuat keputusan.
Menghormati hak pasien untuk mendapatkan pendapat dokter lain (second opinion),
bahkan dari RS lain 🡪 profesi menolong lebih utama daripada bisnis, kecuali RS telah
menyediakan.
Tidak menyembunyikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, kecuali dokter
berpendapat hal tersebut untuk kepentingan pasien.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 11-13

Pasal 11: Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya


melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, paliatif), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13: Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral
di bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling
menghormati.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP PASIEN, PASAL 14-17
Pasal 14: Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk
itu.
Pasal 15: Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT,
PASAL 18-19

Pasal 18: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia


sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI
SENDIRI, PASAL 20-21

Pasal 20: Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pemasangan APD.
Dokter usia > 60 tahun atau pasca sakit berat perlu dilakukan reasesmen.
Perlu pembatasan jumlah pasien.
Pasal 21: Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


LINK DOWNLOAD KODE ETIK KEDOKTERAN
INDONESIA (PDF)

website: www.mkekidi.id
KONTEKS LAYANAN GADAR (1)

Pasien datang ke IGD RS dengan curiga


gagal napas. Langkah pertolongan yg
dibutuhkan bersifat invasif (mis. Intubasi). Tolong dulu?
1
Orang tak dikenal, tanpa identitas, yg (non-maleficence)
sedang ada di lingkungan RS tiba2 sesak
Administrasi dulu?
napas. Segera dilakukan BLS, namun 2
(beneficence, justice)
diputuskan dibutuhkan pertolongan Izin keluarga dulu?
3
lanjutan bersifat invasif. (autonomy)
Pasien ranap tiba2 curiga gagal napas.
Keluarga penunggu kebetulan sedang
keluar makan siang.
KONTEKS LAYANAN GADAR (2)

Pasien sedang ditangani situasi gadar


(mis. Status epileptikus) di IGD, lalu Lanjutkan rawat?
1
keluarga pasien berembuk dan (non-maleficence)
menyampaikan keputusan tidak
Administrasi beres?
melanjutkan perawatan, dan pasien mau 2
(beneficence, justice)
dibawa pulang. Ikuti keluarga?
3
Pasien sedang ditangani situasi gadar (autonomy)
akibat keracunan di IGD, lalu tiba2 salah 3 Jujur apa adanya?
satu kerabat pasien memutuskan tidak (honesty)

melanjutkan perawatan, dan pasien mau


dibawa pulang.
Kewenangan klinis dibagi 3:
delegasi tanpa supervisi (dapat khusus di luar hari dan jam
kerja),
delegasi dg supervisi (didefinisikan supervisi adekuat sejauh
apa supaya tidak melanggar etik)), dan
tidak didelegasikan sama sekali (Tidak ada pilihan, DSp wajib
hadir).
Apablia prosedur medis yang direkomendasikan per telepon:
Masuk dalam kewenangan klinis penuh dokter jaga => tidak
melanggar etik.
Masuk dalam kewenangan klinis tak penuh (supervisi) =>
selama ada supervisi yang memadai => tidak melanggar etik.
Kausul kewenangan klinis tertentu saja saat jaga malam =>
saat pelayanan rajal/jam kerja kewenangan tsb kembali ke
DSp.
Berikan kewenangan klinis seluas mungkin untuk dokter
jaga.
Tekan serendah-rendahnya area abu2.
Berikan jasa medik yg adil => jasa tindakan kewenangan
klinis penuh saat jaga => diberikan pada dokter jaga
Konteks layanan RS: Emergensi (1)
Nilai2 keutamaan (etika) layanan emergensi:
Menyelamatkan nyawa (mencegah kematian).
Mencegah kecacatan dan penyulit medis di kemudian
hari.
Penanganan secepat/sesegera mungkin, minimal sesuai
standar.
Prima facie Kaidah Dasar Bioetika (KDB): Umumnya non-
maleficence.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Emergensi (2)
Pasal 17 KODEKI: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu wujud perikemanusiaan, kec yakin ada orang lain
bersedia & mampu.
BHD wajib
GD tanpa perlu BHD, sesuai kewenangan klinis
menangani/segera merujuk.
Setiap dokter menolong GD => Kewajiban etis ini mengalahkan
pertimbangan2 etika lainnya.
Dalam menjalankan kewajiban etis ini => dokter harus dilindungi
dan dibela oleh TS, RS, organisasi profesi, pemerintah,
masyarakat.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Emergensi (3)

Kasus yg butuh GD => Dr dapat menghentikan layanannya pada


pasien lain yang non-GD atau GD dg prioritas secara medik lebih
rendah.
Jika terdapat perbedaan penafsiran GD dg pasien/keluarga, => Dr
berupaya untuk menjelaskan pada ps/keluarga agar penafsiaran
sama.
Kewajiban hanya dapat gugur jika:
Dalam saat yg sama, dokter dalam kondisi terancam jiwanya
Dr memiliki kecacatan yg tidak memungkinkan melakukan
pertolongan GD
Ada dr/tenaga medis yang lebih kompeten
Kejadian GD di satu RS yg SDM nya tersedia
Pada pasien DNR (paliatif)
Kondisi2 yg menurut prosedur BHD, pertolongan dapat diakhiri
KODEKI
Konteks layanan RS: Emergensi (4)

Kendala mewujudkan nilai keutamaan layanan emergensi di


lapangan:
Penjaminan biaya.
Sikap/keputusan keluarga yang tidak mendukung
(lamban, menolak prosedur tertentu, kepercayaan2
tertentu, dsb).
Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal
fasyankes.
Ketersediaan layanan (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).
Keputusan etis kontekstual layanan emergensi: dinamika niat
besar mewujudkan nilai2 keutamaan layanan emergensi
sesuai Kodeki vs kendala lapangan.
Pukovisa Prawiroharjo, 2016
Ny. B didiagnosis mengalami kanker
payudara metastasis dan saat ini ada di
ranap RS. Ny. A juga mengalami
Penuhi seluruh target perawatan?
metabolik tak stabil yg sukar dikoreksi (beneficence, non maleficence)
karena dinamika penyakit dan terapi Hitung cost-benefit?
yang dijalankan (kemoradiasi). Mis (Justice)
anemia, gangguan elektrolit dsb. Ikut pendapat keluarga?
Keluarga ingin Ny. B dirawat sampai akhir (autonomy)
di RS, supaya mereka terhindar dari rasa Ikut pendapat pasien?
berdosa. Ny. B yg sudah tahu penyakitnya (autonomy)
terminal, ingin habiskan waktu di rumah
saja sehingga bisa bersilaturahmi dengan
bebas dan wafat di tengah keluarga.
Konteks layanan RS: Paliatif (1)

Nilai2 keutamaan (etika) layanan paliatif:


Mengutamakan kenyamanan/kualitas hidup pasien
sampai akhir hidupnya, bukan agresif
mengupayakan kesembuhan.
Prima facie Kaidah Dasar Bioetika (KDB): Umumnya
otonomi pasien dg orientasi kenyamanan).

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Paliatif (2)

Kendala mewujudkan nilai keutamaan layanan paliatif di lapangan:


Perbedaan sikap sesama TS, terutama yg menganut paham
heroik-positivistik.
Sikap/keputusan pasien/keluarga yang menolak keadaan terminal
dan menganut paham heroik-positivistik.
Sikap/keputusan pasien/keluarga yang tidak mendukung (lamban,
menolak prosedur tertentu, berubah2, kepercayaan2 tertentu, dsb).
Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal fasyankes.
Ketersediaan layanan homecare (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).
Keputusan etis kontekstual layanan paliatif: dinamika niat besar
mewujudkan nilai2 keutamaan layanan paliatif sesuai Kodeki vs kendala
lapangan. Pukovisa Prawiroharjo, 2016
Perbedaan Prioritas Layanan

Pasien A sakit jantung dan biasa berobat ke dr. B,


SpJP. Suatu saat masuk ke RS karena stroke dan
dirawat bersama dg dr. C, SpS. Keluarga ps ingin
DPJPnya dr. B, SpJP. Selama perawatan, terdapat
pula pneumonia dan kemudian dirawat pula dr. D,
SpP. Ketiga Sp ini seringkali berbeda pendapat
dalam pemberian obat dan prioritas layanan.
Akibatnya dokter umum jaga bangsal selalu kena
marah setiap mendampingi mereka visite.
Konteks layanan RS: Perbedaan
Prioritas Layanan antar Spesialis (1)

Nilai-nilai keutamaan (etika) yang Prima facie Kaidah Dasar Bioetika


perlu diperhatikan: (KDB):

Kepemimpinan yang jelas (DPJP): Beneficence (dalam menyepakati


kriteria medis, otonomi pasien. prioritas kepentingan pasien
Mengutamakan kepentingan pasien. secara medis) dan kemudian
Menghormati keputusan otonomi pasien. Non maleficence
pasien/keluarganya (otonomi). dapat menjadi prima facie pada
Etika kesejawatan: Musyawarah episode emergensi.
antar sejawat untuk mendefinisikan
prioritas kepentingan pasien yg
lentur dan sesuai dinamika; dan
melibatkan ps/keluarga.
Memperhatikan dinamika klinis dan
sosial pasien: dapat merubah skala
prioritas, dapat merubah
keputusan2 bersama.
Konteks layanan RS: Perbedaan
Prioritas Layanan antar Spesialis (2)
Kendala mewujudkan nilai keutamaan:
Kendala bermusyawarah antar sejawat multi disiplin internal
(segala penghambat komunikasi, termasuk arogansi, kesibukan
tanpa mekanisme pengambilalihan tanggungjawab, dsb).
Kendala tidak update dinamika klinis.
Sikap/keputusan pasien/keluarga yang tidak mendukung
(lamban, menolak prosedur tertentu, berubah-ubah,
kepercayaan2 tertentu, dsb).
Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal fasyankes.
Ketersediaan layanan (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Keputusan Memulangkan Pasien Ranap

Pasien pasca stroke iskemik telah dirawat 7


hari. Menurut DPJP utama fase akut sudah
selesai. Namun DPJP konsul mengingatkan 1 Penuhi seluruh target perawatan?
(beneficence)
masih ada hipokalemia ringan dan
Penuhi sebagian yg bahaya & hindari Infeksi
dispepsia yang idealnya perlu rawat 2
nosokomial?
(non-maleficence)
tambahan. RS belum dibayar BPJS 10 miliar,
Hitung cost-benefit?
dan biaya sudah melewati plafon. Ada 3
(Justice)
pasien seruangan yg diduga kena pneumoni 4 Ikuti keluarga?
(autonomy)
nosokomial. Keluarga meski sudah dilatih
sejak hari 1,inginnya tetap diranap karena
belum siap merawat di rumah, ingin pasien
Adakah solusi lebih baik?
bisa duduk dan makan sendiri dulu.
MANAJEMEN ANTREAN
ANTREAN MASUK ICU, OK, DSB

Satu bed ICU “diperebutkan” 2 kandidat


pasien, 1 kerabat pejabat dengan jaminan
tunai besar dan asuransi bonafid Ny. A Dahulukan yg prognosis lbh baik?
1
(beneficence, non-maleficence)
dengan gagal nafas akibat kanker
metastasis ke paru vs 1 pasien Tn. C Dahulukan ps dg jaminan lbh baik?
2
kurang mampu dg asuransi sosial yang (justice)

hendak dioperasi dugaan prognosis 3 Ikuti keluarga yg berkehendak >>?


dapat baik pasca operasi. Keluarga Ny. A (autonomy)

berkehendak kuat merawat Ny. A sampai


akhir, sementara keluarga Tn. C sudah
pasrah, ikhlas.
MENGAKHIRI PERAWATAN
PASIEN MATI BATANG OTAK
Tn. B dengan stroke perdarahan dalam
perkembangan rawat di ICU tampak reflex
batang otak menghilang dan menurut Jujur apa adanya?
1
(honesty)
kesepakatan dokter SpS dan SpAn
dinyatakan “Mati Batang Otak” hari Senin. 2 Akhiri rawat sbg adab kpd jenazah?
(non-maleficence)
Keluarga Tn. B sangat kaya dan ingin Tn. B Hentikan bertahap obat suportif 🡪 mati
3 klinis?
dirawat terus. Jika diakhiri rawat, (beneficence)
mengancam secara hukum. Tokoh 4 Ikuti keluarga?
(autonomy)
masyarakat yg dituakan mencoba mediasi,
andai dicabut, inginnya di hari Jumat yang
hitungan mereka sebagai hari baik untuk
Adakah solusi lebih baik?
meninggal.
PENYIKAPAN NAKES
PASCA
REHABILITASI SANKSI
ETIK /
DISIPLIN
Dr. A, diputuskan menjalani sanksi berupa
pemberhentian praktek di RS sementara 3 bulan.
Masalahnya, sanksi diberikan karena Dr. A melakukan
bullying kepada sesama staf di RS. Setelah menjalani 3
bulan, dan menjalani sanksi lain yg dimintakan yaitu
minta maaf dan memperbaiki kepercayaan telah
dilakukan, Dr. A akan kembali berpraktek seperti biasa.
Sejauh ini kasus berhasil ditutup rapat menjadi
informasi internal RS dan untuk kepentingan sidang
MKEK saja.
MANAJEMEN
KOMPLAIN
Nakes on Duty Dikomplain

Dokter A yang sedang tugas jaga di IGD


dikomplain keluarga pasien karena merasa
pasien lambat ditangani. Keluarga pasien Jujur apa adanya?
1
(honesty)
sampai marah dan mengancam dokter A
tersebut. Dokter A karena masih banyak 2 Bertahan dg prinsip Darurat medis?
(non-maleficence)
pasien yang membutuhkan tindakan Dahulukan pasien u/ hindari tuntutan?
3
darurat dan pengawasan intensif menjawab (beneficence, justice)

diplomatis dengan “ya..ya..ya”, “segera 4 Ikuti keluarga?


(autonomy)
ditangani”, dan “maaf ya..”. Keluarga pasien
makin marah dan mengancam akan
menuntut ke jalur hukum karena ia
Adakah solusi lebih baik?
pengacara.
Nakes on Duty Dikomplain

Nakes saat dikomplain “on duty”, terlebih jika tugas2 lain masih
banyak yang lebih prioritas dibandingkan mengelola komplain, akan
cenderung naif dan pragmatis, tidak memberi informasi sebenarnya,
agar masalah ini segera berlalu. Dari pengalaman, cara paling cepat
keluar dari masalah ini ialah minta maaf dan menanggapi komplain
sebisa mungkin 🡪 pasien komplain yg cerdik akan tahu ini bukan
pengelolaan komplain yang sejati, namun karena ia juga sedang
marah karena panik dsb 🡪 tuntutan.

Bagaimana manajemen RS mampu menjaga baik2 masa dinas jaga


staf medisnya? Manajemen komplain perlu ambil alih, hingga nakes yg
on duty selesai berdinas dan cukup bugar mengelola komplain
bersama manajemen menghadapi pasien.
Kepentingan Pasien vs Kepentingan
Keluarga
1. Tn. B sering batuk. Dalam penelusuran
ternyata mengalami pneumonia terkait 1 Ikut keluarga?
(autonomy)
HIV/AIDS. Tn. B jujur mengatakan ke dr,
Ikut pasien?
tetapi tidak mau bahkan mengancam dr 2
(autonomy)
untuk tak memberitahu ke siapapun 3 Jujur apa adanya?
(honesty)
terutama istrinya.
2. Tn. C didiagnosis kanker metastasis. 4 Menangkan dari cost-benefit?
(Justice)
Keluarga tn. C tahu lebih dulu. Keluarga Menangkan dari Kepentingan medis
melarang dr memberitahu diagnosis 5 & compliance pasien?
(beneficence, non maleficence)
sebenarnya ke pasien. Dr khawatir jika
pasien tak tahu, kepatuhan berobat buruk.
Adakah solusi lebih baik?
Kebaikan Hati vs Aturan Profesi
Kebaikan Hati
vs
Aturan Profesi

Teman baik kita, Tn. D Dr. G sakit dan kita rawat.


minta tolong dibuatkan Teman-teman seangkatan
surat sakit tetapi mohon dan sealmamaternya
maaf tak sempat datang sangat peduli dengan dr.
ke tempat praktek. G dan menanyakan
penyakit dr. G kepada kita
dan bersedia iuran
membayari ongkos
perawatannya.
Any questions?
pukovisa@ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai