Anda di halaman 1dari 51

Dilema Etik Staf Medis di RS

Pukovisa Prawiroharjo

Staf Departemen Neurologi FKUI/RSCM


Editor Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) 2012
Sekretaris MKEK PB IDI 2015-2018
Manajer Jurnal Etik Kedokteran Indonesia
DILEMA ETIK
• Persimpangan untuk memilih (mengutamakan) salah satu prinsip
(bio)etik dan mengorbankan (menomorsekiankan) prinsip lainnya
dalam membuat suatu keputusan.

NON
BENEFICENCE AUTONOMY JUSTICE HONESTY
MALEFICENCE
Prinsip awal Etika Kedokteran

• “I will use treatment to help the sick according to my ability and


judgement but never with a view to injury and wrongdoing;
(Hippocratic oath)  bring benefit and do no harm (hippocratic
imperative)
• “Cure sometimes, support frequently, comfort always”.
• Clinical medicine is a science of uncertainty and an art of probability
(William Osler).
• Every human being of adult years and of sound mind has a right to
determine what shall be done with his body (Schloendorff v Society
NY 1914: dasar Anglo-American law.)

Agus Purwadianto, 2008


Rentang Layanan RS
• Rentang layanan RS sangat luas:
• Nakes RS ke Orang sehat dan masyarakat umum;
• Pasien/Orang sakit.  pembahasan etika khusus, terikat KODEKI & UU/produk hukum
yang mengatur. Pembahasan dari ranah hukumnya pun khusus (lex specialis).
• Sesama sejawat dokter (esprite d’corpse) baik sesama disiplin/antar disiplin 
terutama diikat dengan KODEKI (hukum tidak terlampau jauh mengatur).
• Dg pimpinan fasyankes (RS/klinik)  diikat KODEKI, Kode etik RS, UU perumahsakitan
• Dg nakes lain  KODEKI, Kode etik RS, UU perumahsakitan, UU Pradok, UU nakes.
• KODEKI juga mengatur etika kedokteran terhadap diri sendiri.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Pelembagaan Etika, Disiplin, dan Hukum
kedokteran di Indonesia
• Etika:
• Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), badan semi otonom pada IDI. Terdapat kepengurusan di
IDI tingkat pusat, wilayah, dan beberapa cabang. Kewenangan: kemahkamahan (sd menjatuhkan sanksi
etika), pengawasan, pembinaan, pembuatan fatwa etika kedokteran (di tingkat pusat).
• Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp), badan semi otonom pada PDSp. Kewenangan:
pembinaan dan pengawasan. Bekerjasama dengan MKEK dalam kemahkamahan dan pembuatan fatwa
etika kedokteran.
• Majelis Kehormatan Etika Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI). Terutama mengatur etika RS dan
pimpinannya serta relasi antar nakes dalam RS.
• Komite Etika di RS. Tidak semua RS memiliki ini karena belum diwajibkan. Kebanyakan RS
melembagakan di bawah atau bersama dg Komite Disiplin RS.
• Disiplin:
• Majelis Kehormatan Displin Kedokteran Indonesia (MKDKI), di bawah KKI (Konsil kedokteran Indonesia).
Kewenangan: kemahkamahan (sd menjatuhkan sanksi disiplin), pembinaan.
• Hukum:
• Legislasi hukum: DPR dan pemerintah (UU). Pemerintah (produk hukum di bawah UU).
• Proses penegakkan hukum: Kepolisian RI, Jaksa, Pengadilan; dan aparat hukum lain sesuai
kewenangannya (KPK, BNN, dsb).

AD/ART IDI 2015; UU tentang KKI, MKDKI, dan tatanegara


KERJASAMA KOMITE ETIK RS - MKEK
• Pengawasan melalui sistem manajerial yang baik dari RS  temuan
masalah etis.
• Pertanyaan tentang cara bersikap pada konteks kasus tertentu: dilema
etis  jika dibutuhkan fatwa khusus, dapat berkomunikasi dengan
MKEK PB IDI dan MAKERSI yg memiliki jurisdiksi/otoritas.
• Temuan etis yang memerlukan penetapan dan diberikan sanksi etis 
kerjasama dengan MKEK Wilayah/Cabang, Majelis etik profesi lainnya.
• Sanksi etik MKEK: berubah dari lebih banyak pemecatan/peringatan
menjadi lebih variatif dengan banyak varian untuk pembinaan
perilaku. Hanya pelanggaran berat saja yang terkena pemecatan
sementara.
• Pemecatan keanggotaan sementara (kehilangan seluruh hak dan
wewenang yang didapat sebagai dokter Indonesia) dalam kurun
waktu 3-12 bulan.
• Jika sangat berat, dapat dijatuhkan sanksi usulan Pemecatan
Pelanggaran keanggotaan tetap (disahkan di Muktamar).
Etik Berat

• Pencabutan kewenangan etika dan profesionalisme tertentu


Pelanggaran dalam kurun waktu 3-12 bulan.
Etik Sedang • Pencopotan dari jabatan di IDI dan organisasi di bawah IDI serta
pelarangan menjabat di IDI &organisasi di bawah IDI untuk 1
periode kepengurusan pasca keputusan.
• Kerja sosial pengabdian profesi dalam kurun waktu 4-6 bulan.

• Membuat refleksi diri.


Pelanggaran • Membuat surat penyesalan dan permohonan maaf.
Etik Ringan • Mengikuti workshop etik.
• Mengikuti Modul Etik di FK yang ditunjuk.
• Mengikuti program membayangi panutan ≤ 3 bulan.
• Kerja sosial pengabdian profesi ≤ 3 bulan.
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 1-2

• Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan


mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
• Pasal 2: Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan
keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan
perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi.
• Keputusan: kombinasi selaras, serasi dan seimbang antara keputusan
medis teknis dengan keputusan etis (KDB: Beneficence, non Maleficence,
Otonomi, Justice) yang berasal dari totalitas pelayanan.
• Jika terjadi dilema etis, dokter membuat keputusan dg mengutamakan
nilai profesionalisme (prima facie KDB).

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 3

• Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak


boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan
dan kemandirian profesi.
• Keputusan tak boleh dipengaruhi tekanan politik, bisnis RS, kedekatan farmasi,
tekanan senior yang di luar kewajaran profesionalisme, motivasi bisnis MLM, dan
sebagainya.
• Dilarang mempraktikkan obat/tindakan yang tidak ada bukti ilmiahnya.
• Dokter-Farmasi P2KB: boleh diundang, boleh difasilitasi sewajarnya (registrasi,
tiket pp, akomodasi, makan sewajarnya, honorarium lain dilarang kecuali bertindak
sebagai narasumber dan moderator, serta MoU panitia.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 4-5

• Pasal 4: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang


bersifat memuji diri.
• Hati-hati iklan RS yang melibatkan Dokter..
• Profiling Dokter dalam media internal RS diperbolehkan dg sewajarnya. Hindari
berlebihan menuliskan keunggulan diri terutama pada pasien/awam.
• Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh
persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk
kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 6-8

• Pasal 6: Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan


atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
• Pasal 7: Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
• Pasal 8: Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan
moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 9-10
• Pasal 9: Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani
pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan.
• Pasal 10: Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya,
dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
• Seorang dokter harus memberikan akses kepada pasien dan mengobati tanpa prasangka SARA,
kedudukan sosial, kondisi kecacatan tubuh & status kemampuan membayarnya.
• Pasien berhak memperoleh informasi dari dokternya dan mendiskusikan tentang manfaat,
risiko, dan pengobatan yang tepat untuk dirinya, serta wajib mendapatkan tuntunan dan
arahan profesional dari dokter dalam membuat keputusan.
• Menghormati hak pasien untuk mendapatkan pendapat dokter lain (second opinion), bahkan
dari RS lain  profesi menolong lebih utama daripada bisnis, kecuali RS telah menyediakan.
• Tidak menyembunyikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, kecuali dokter berpendapat hal
tersebut untuk kepentingan pasien.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN UMUM, PASAL 11-13

• Pasal 11: Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban


dirinya melindungi hidup makhluk insani.
• Pasal 12: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib
memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, paliatif), baik fisik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi
pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
• Pasal 13: Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat
lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP
PASIEN, PASAL 14-17
• Pasal 14: Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang
ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas
persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian untuk itu.
• Pasal 15: Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk
dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
• Pasal 16: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
• Pasal 17: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia
dan mampu memberikannya.
Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP
TEMAN SEJAWAT, PASAL 18-19
• Pasal 18: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
• Pasal 19: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan
prosedur yang etis.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


KODEKI 2012: KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP
DIRI SENDIRI, PASAL 20-21
• Pasal 20: Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,
supaya dapat bekerja dengan baik.
• Pemasangan APD.
• Dokter usia > 60 tahun atau pasca sakit berat perlu dilakukan
reasesmen.
• Perlu pembatasan jumlah pasien.
• Pasal 21: Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/
kesehatan.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012


Link download Kode Etik Kedokteran
Indonesia (pdf)
• Website: www.mkekpbidi.org ada link unduhannya.
KONTEKS LAYANAN GADAR (1)
• Pasien datang ke IGD RS dengan curiga gagal
napas. Langkah pertolongan yg dibutuhkan
bersifat invasif (mis. Intubasi).
Tolong dulu?
• Orang tak dikenal, tanpa identitas, yg sedang (non-maleficence)
ada di lingkungan RS tiba2 sesak napas. Segera
dilakukan BLS, namun diputuskan dibutuhkan Administrasi dulu?
pertolongan lanjutan bersifat invasif. (beneficence, justice)
• Pasien ranap tiba2 curiga gagal napas. Keluarga
penunggu kebetulan sedang keluar makan
siang.
Izin keluarga dulu?
(autonomy)
KONTEKS LAYANAN GADAR (2)
• Pasien sedang ditangani situasi gadar (mis. Status
epileptikus) di IGD, lalu keluarga pasien berembuk
dan menyampaikan keputusan tidak melanjutkan
perawatan, dan pasien mau dibawa pulang.
• Pasien sedang ditangani situasi gadar akibat
Lanjutkan rawat?
(non-maleficence)
keracunan di IGD, lalu tiba2 salah satu kerabat
pasien memutuskan tidak melanjutkan perawatan,
dan pasien mau dibawa pulang.
Administrasi beres?
(beneficence, justice)
• Pasien ditangani di IGD dan setelah dianalisis
merupakan kasus tidak ancam nyawa/cacat dg
segera tapi ada potensi perburukan sehingga perlu
Ikuti keluarga?
ranap. Lalu keluarga memutuskan tak melanjutkan (autonomy)
perawatan, dan pasien mau dibawa pulang. Jujur apa adanya?
(honesty)
Pembahasan:
• Sejauh prosedur medis yang direkomendasikan per telepon masuk dalam
kewenangan klinis penuh (tanpa supervisi) dokter jaga, maka tidak melanggar
etik. Jika merupakan kewenangan klinis tak penuh (dalam supervisi), selama
diterapkan supervisi yg memadai maka dapat tidak melanggar etik.
• Boleh dibuat klausul kewenangan klinis ini tertentu saja saat jaga malam. Dan
saat pelayanan rawat jalan/jam kerja, yang melakukan kewenangan tsb kembali
ke DSp.
• Berikan kewenangan klinis seluas mungkin untuk dokter jaga.
• Tekan serendah-rendahnya area abu2: kewenangan klinis yg dilakukan dokter
jaga dalam supervisi DSp.
• Berikan jasa medik proporsional termasuk jasa tindakan yg diberikan
kewenangan klinis penuh tsb saat jaga pada dokter jaga.
Konteks layanan RS: Emergensi (1)
• Nilai2 keutamaan (etika) layanan emergensi:
• Menyelamatkan nyawa (mencegah kematian).
• Mencegah kecacatan dan penyulit medis di kemudian hari.
• Penanganan secepat/sesegera mungkin, minimal sesuai standar.
• Prima facie Kaidah Dasar Bioetika (KDB): Umumnya non-maleficence.
• Pasal 17 KODEKI: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud perikemanusiaan, kec yakin ada orang lain bersedia & mampu.
• BHD wajib, di manapun, kapan pun. Tak terikat STR, SIP, dan hukum administratif
lainnya. GD tanpa perlu BHD, sesuai kewenangan klinis menangani/segera merujuk.
• Setiap dokter melakukan pertolongan darurat, maka kewajiban etis ini mengalahkan
pertimbangan2 etika lainnya. Dalam menjalankan kewajiban etis ini, dokter harus
dilindungi dan dibela oleh TS, RS, organisasi profesi, pemerintah, masyarakat.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Emergensi (2)
• Jika terdapat kasus yg butuh Gadar, maka dr dapat menghentikan layanannya
pada pasien lain yang non-GD atau GD dg prioritas secara medik lebih rendah.
• Jika terdapat perbedaan penafsiran GD dg pasien/keluarga, dr berupaya
menjelaskan kepada ps/keluarganya untuk menyamakan penafsiran tsb
• Kewajiban hanya dapat gugur dalam syarat/kondisi ttu:
• Dalam saat yg sama, dokter dalam kondisi terancam jiwanya
• Dr memiliki kecacatan yg tidak memungkinkan melakukan pertolongan GD
• Ada dr/tenaga medis yang lebih kompeten
• Kejadian GD di satu RS yg SDM nya tersedia
• Pada pasien DNR (paliatif)
• Kondisi2 yg menurut prosedur BHD, pertolongan dapat diakhiri

KODEKI
Konteks layanan RS: Emergensi (3)
• Kendala mewujudkan nilai keutamaan layanan emergensi di lapangan:
• Penjaminan biaya.
• Sikap/keputusan keluarga yang tidak mendukung (lamban, menolak prosedur
tertentu, kepercayaan2 tertentu, dsb).
• Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal fasyankes.
• Ketersediaan layanan (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).
• Keputusan etis kontekstual layanan emergensi: dinamika niat besar
mewujudkan nilai2 keutamaan layanan emergensi sesuai Kodeki vs
kendala lapangan.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Penuhi seluruh
• Ny. B didiagnosis mengalami kanker
payudara metastasis dan saat ini ada di target perawatan?
ranap RS. Ny. A juga mengalami metabolik (beneficence, non maleficence)
tak stabil yg sukar dikoreksi karena Hitung cost-benefit?
dinamika penyakit dan terapi yang
(Justice)
dijalankan (kemoradiasi). Mis anemia,
gangguan elektrolit dsb. Keluarga ingin Ikut pendapat
Ny. B dirawat sampai akhir di RS, supaya keluarga?
mereka terhindar dari rasa berdosa. Ny. B (autonomy)
yg sudah tahu penyakitnya terminal, ingin
habiskan waktu di rumah saja sehingga Ikut pendapat
bisa bersilaturahmi dengan bebas dan pasien?
wafat di tengah keluarga. (autonomy)
Konteks layanan RS: Paliatif (1)
• Nilai2 keutamaan (etika) layanan paliatif:
• Mengutamakan kenyamanan/kualitas hidup pasien sampai akhir hidupnya, bukan agresif
mengupayakan kesembuhan.
• Prima facie Kaidah Dasar Bioetika (KDB): Umumnya otonomi pasien dg orientasi
kenyamanan).
• Kendala mewujudkan nilai keutamaan layanan paliatif di lapangan:
• Perbedaan sikap sesama TS, terutama yg menganut paham heroik-positivistik.
• Sikap/keputusan pasien/keluarga yang menolak keadaan terminal dan menganut paham
heroik-positivistik.
• Sikap/keputusan pasien/keluarga yang tidak mendukung (lamban, menolak prosedur
tertentu, berubah2, kepercayaan2 tertentu, dsb).
• Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal fasyankes.
• Ketersediaan layanan homecare (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).
• Keputusan etis kontekstual layanan paliatif: dinamika niat besar mewujudkan
nilai2 keutamaan layanan paliatif sesuai Kodeki vs kendala lapangan.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Perbedaan Prioritas Layanan
• Pasien A sakit jantung dan biasa berobat ke dr. B, SpJP.
Suatu saat masuk ke RS karena stroke dan dirawat bersama
dg dr. C, SpS. Keluarga ps ingin DPJPnya dr. B, SpJP. Selama
perawatan, terdapat pula pneumonia dan kemudian
dirawat pula dr. D, SpP. Ketiga Sp ini seringkali berbeda
pendapat dalam pemberian obat dan prioritas layanan.
Akibatnya dokter umum jaga bangsal selalu kena marah
setiap mendampingi mereka visite.
Konteks layanan RS: Perbedaan Prioritas Layanan
antar Spesialis (1)
• Nilai2 keutamaan (etika) yang perlu diperhatikan:
• Kepemimpinan yang jelas (DPJP): kriteria medis, otonomi pasien.
• Mengutamakan kepentingan pasien.
• Menghormati keputusan pasien/keluarganya (otonomi).
• Etika kesejawatan: Musyawarah antar sejawat untuk mendefinisikan prioritas
kepentingan pasien yg lentur dan sesuai dinamika; dan melibatkan ps/keluarga.
• Memperhatikan dinamika klinis dan sosial pasien: dapat merubah skala prioritas,
dapat merubah keputusan2 bersama.
• Prima facie Kaidah Dasar Bioetika (KDB): Beneficence (dalam menyepakati
prioritas kepentingan pasien secara medis) dan kemudian otonomi pasien.
Non maleficence dapat menjadi prima facie pada episode emergensi.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Perbedaan Prioritas
layanan antar Spesialis (2)
• Pasal Kodeki kunci:
• Pasal 18: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Jangan mengorbankan dan kambinghitamkan dokter umum jaga karena
perbedaan opini antar spesialis!
Sedapat mungkin DSp non-DPJP mengontak langsung DPJP (difasilitasi RS).
• Pasal 19: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
 sebaliknya, dokter jangan mempertahankan pasiennya dg cara tak etis.
• Pada penjelasan dua pasal itu disebutkan menghargai mekanisme
DPJP dan mengutamakan musyawarah untuk mengambil keputusan
terutama pada perbedaan pendapat antar TS.

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Konteks layanan RS: Perbedaan Prioritas
Layanan antar Spesialis (3)
• Kendala mewujudkan nilai keutamaan:
• Kendala bermusyawarah antar sejawat multi disiplin internal (segala
penghambat komunikasi, termasuk arogansi, kesibukan tanpa mekanisme
pengambilalihan tanggungjawab, dsb).
• Kendala tidak update dinamika klinis.
• Sikap/keputusan pasien/keluarga yang tidak mendukung (lamban, menolak
prosedur tertentu, berubah-ubah, kepercayaan2 tertentu, dsb).
• Birokrasi layanan, baik untuk asuransi maupun internal fasyankes.
• Ketersediaan layanan (obat, peralatan, tenaga ahli, dsb).

Pukovisa Prawiroharjo, 2016


Keputusan Memulangkan
Pasien Ranap Penuhi seluruh
• Pasien pasca stroke iskemik telah dirawat 7 hari. target perawatan?
Menurut DPJP utama fase akut sudah selesai. (beneficence)
Namun DPJP konsul mengingatkan masih ada
hipokalemia ringan dan dispepsia yang idealnya Penuhi sebagian
perlu rawat tambahan. RS belum dibayar BPJS 10 yg bahaya & hindari
miliar, dan biaya sudah melewati plafon. Ada
pasien seruangan yg diduga kena pneumoni Infeksi nosokomial?
(non-maleficence)
nosokomial. Keluarga meski sudah dilatih sejak
hari 1,inginnya tetap diranap karena belum siap Hitung cost-benefit?
(Justice)
merawat di rumah, ingin pasien bisa duduk dan
makan sendiri dulu.
Ikut pendapat
keluarga?
(autonomy)
ANTREAN MASUK ICU, OK, dsb
• Satu bed ICU “diperebutkan” 2 kandidat Dahulukan yg
pasien, 1 kerabat pejabat dengan jaminan
tunai besar dan asuransi bonafid Ny. A dengan prognosis lbh baik?
gagal nafas akibat kanker metastasis ke paru (beneficence, non-maleficence)
vs 1 pasien Tn. C kurang mampu dg asuransi
sosial yang hendak dioperasi dugaan
Dahulukan ps dg
prognosis dapat baik pasca operasi. Keluarga jaminan lbh baik?
Ny. A berkehendak kuat merawat Ny. A (justice)
sampai akhir, sementara keluarga Tn. C sudah
pasrah, ikhlas. Ikuti keluarga yg
berkehendak >>?
(autonomy)
Jujur apa adanya?
(honesty)

• Tn. B dengan stroke perdarahan dalam


perkembangan rawat di ICU tampak Akhiri rawat sbg adab
reflex batang otak menghilang dan
menurut kesepakatan dokter SpS dan
SpAn dinyatakan “Mati Batang Otak”
kpd jenazah?
(non-maleficence)
hari Senin. Keluarga Tn. B sangat kaya
dan ingin Tn. B dirawat terus. Jika
diakhiri rawat, mengancam secara Hentikan bertahap obat
hukum. Tokoh masyarakat yg dituakan
mencoba mediasi, andai dicabut, suportif  mati klinis?
inginnya di hari Jumat yang hitungan (beneficence)
mereka sebagai hari baik untuk
meninggal. Ikuti keluarga?
(autonomy)
• Dr. A, diputuskan menjalani sanksi berupa
pemberhentian praktek di RS sementara 3 bulan.
Masalahnya, sanksi diberikan karena Dr. A
melakukan bullying kepada sesama staf di RS.
Setelah menjalani 3 bulan, dan menjalani sanksi lain
yg dimintakan yaitu minta maaf dan memperbaiki
kepercayaan telah dilakukan, Dr. A akan kembali
berpraktek seperti biasa. Sejauh ini kasus berhasil
ditutup rapat menjadi informasi internal RS dan
untuk kepentingan sidang MKEK saja.
Nakes on Duty dikomplain Jujur apa adanya?
(honesty)

• Dokter A yang sedang tugas jaga di IGD Bertahan dg prinsip


dikomplain keluarga pasien karena merasa
pasien lambat ditangani. Keluarga pasien Darurat medis?
sampai marah dan mengancam dokter A (non-maleficence)
tersebut. Dokter A karena masih banyak
pasien yang membutuhkan tindakan Dahulukan ps u/
darurat dan pengawasan intensif menjawab
diplomatis dengan “ya..ya..ya”, “segera hindari tuntutan?
ditangani”, dan “maaf ya..”. Keluarga pasien (beneficence, justice)
makin marah dan mengancam akan
menuntut ke jalur hukum karena ia
pengacara.
Ikuti keluarga?
(autonomy)

Adakah solusi lebih baik?


Nakes on Duty dikomplain
• Nakes saat dikomplain “on duty”, terlebih jika tugas2 lain masih
banyak yang lebih prioritas dibandingkan mengelola komplain, akan
cenderung naif dan pragmatis, tidak memberi informasi sebenarnya,
agar masalah ini segera berlalu. Dari pengalaman, cara paling cepat
keluar dari masalah ini ialah minta maaf dan menanggapi komplain
sebisa mungkin  pasien komplain yg cerdik akan tahu ini bukan
pengelolaan komplain yang sejati, namun karena ia juga sedang
marah karena panik dsb  tuntutan.
• Bagaimana manajemen RS mampu menjaga baik2 masa dinas jaga
staf medisnya? Manajemen komplain perlu ambil alih, hingga nakes
yg on duty selesai berdinas dan cukup bugar mengelola komplain
bersama manajemen menghadapi pasien.
Ikut keluarga?
Kepentingan pasien vs keluarga (autonomy)
Ikut pasien?
• Tn. B sering batuk. Dalam penelusuran (autonomy)
ternyata mengalami pneumonia terkait Jujur apa adanya?
HIV/AIDS. Tn. B jujur mengatakan ke dr, tetapi (honesty)
tidak mau bahkan mengancam dr untuk tak
memberitahu ke siapapun terutama istrinya. Menangkan dari
• Tn. C didiagnosis kanker metastasis. Keluarga cost-benefit?
tn. C tahu lebih dulu. Keluarga melarang dr (Justice)
memberitahu diagnosis sebenarnya ke Menangkan dari
pasien. Dr khawatir jika pasien tak tahu,
kepatuhan berobat buruk. Kepentingan medis
& compliance ps?
Adakah solusi lebih baik? (beneficence, non maleficence)
Kebaikan hati vs Kebijakan Asuransi
• Ny. A didiagnosis sebagai meningitis TB.
Ternyata saat dilakukan penelusuran, terbukti Akali asuransi demi
juga mengidap HIV/AIDS. Saat dianamnesis,
Ny. A ialah suster RS lain yg pernah tak Menolong Ny. A?
sengaja tertusuk jarum suntik saat melayani (beneficence, non-maleficence)
pasien yang baru diketahui kemudian
mengidap HIV/AIDS tapi tak pernah cek. Jujur apa adanya?
Masalahnya, asuransi yg dipakai Ny. A ini (honesty)
memiliki kebijakan kalau penyakit terkait
HIV/AIDS tidak akan ditanggung. Ny. A ingin Ikuti pasien?
jangan disebutkan supaya dicover. (autonomy)

Adakah solusi lebih baik?


Kebaikan hati vs aturan profesi
• Teman baik kita, Tn. D minta tolong dibuatkan
surat sakit tetapi mohon maaf tak sempat
datang ke tempat praktek.
• Dr. G sakit dan kita rawat. Teman-teman
seangkatan dan sealmamaternya sangat
peduli dengan dr. G dan menanyakan
penyakit dr. G kepada kita dan bersedia iuran
membayari ongkos perawatannya.

Anda mungkin juga menyukai