Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
penulis, sehingga penulis merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah
ini. Atas bimbingan yang telah berikan, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan
masih belum sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini. Dan penulis
berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
BAB 3 : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan “patient safety” atau keselamatan pasien telah menjadi spirit dalam
pelayanan rumah sakit diseluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit dinegara maju
yang menerapkan keselamatan pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi
juga rumah sakit dinegara berkembang, seperti indonesia.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep keselamatan pasien.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari Normal Safety dan
2. Mengetahui standar atau normal keselamatan pasien
3. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien
4. Mengetahui definisi dari altered safety
5. Membuat rencana peaksanaan keselamatan pasien
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak pasien
1. Standarnya : pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2. Kriterianya adalah :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD
3
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
4
E. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1. Standarnya:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar
unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.
2. Kriterianya :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
5
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
B. GayaHidup
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya diantaranya
lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat kejahatan
tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan keamanan,adanya
akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
C. Statusmobilisasi
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan
keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
D. GangguanPresepsisensori
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting
bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba,
cium, dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.
7
E. Tingkatkesadaran
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi
tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien yang
mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur, klien
tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima obat-
obatan tertentu seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.
F. Statusemosional
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima
bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan
konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada simulus eksternal. Klien dengan
depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
G. Kemampuankomunikasi
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan
informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan
bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol
tanda bahaya.
H. Pengetahuanpencegahankecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan.
Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi
keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang
dapat mencegah terjadinya cedera.
I. Faktorlingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi
penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.
8
2.3 Altered Safety
Perawat berada dalam posisi untuk mendidik pasien tentang masalah
keselamatan dirawat inap, rawat jalan, rumah, dan masyarakat.prevention of
injury adalah tujuan menyeluruh,dan member pasien informasi keselamatan serta
member mereka alat yang diperlukan untuk keselamatan mereka sendiri.
a. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names)
2. Pastikan identifikasi pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi
nosokomial.
9
1. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
2. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat
10
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah
dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd
KKP-RS”
a. Bagi Rumah sakit:
1. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke
dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI
b. Bagi Tim:
1. Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg
penting
11
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden &
minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi
b. Bagi Tim:
1. Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
2. Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan
perubahan pd sistem pelayanan”
a. Bagi Rumah Sakit:
1. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis.Solusi mencakup
penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan
klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP.
b. Bagi Tim:
1. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
2. Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
3. Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan
12
6. Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
7. Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers,
analgesics, diuretics, or laxatives)
b. Riwayat kecelakaan
Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang,
oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi
kemungkinan kecelakaan itu terulang kembali.
c. Keracunan
Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan.
Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko
bahaya keracunan dan upaya pencegahannya.
d. Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh
mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan
klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat
api. Pengkajian Bahaya, Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan
rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-
zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman atau dapat
mengakibatkan kecelakaan.
.
2. Diagnosa
a. Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut
NANDA:
1. Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien
dikatakan mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya
cidera bila kondisi lingkungan dan adaptasi atau pertahanan
seseorang beresiko menimbulkan cedera.
b. Diagnosa umum tersebut memiliki tujuh sub kategori yang
memungkinkan
1. Perawat menjelaskan cedera secara lebih spesifik dan atau untuk
memberikan intervensi yang tepat (Wilkinson, 2000):
13
2. Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan
akivat terpapar, atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis
yang dapat menyebabkan keracunan.
3. Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang
menyebabkan tidak adekuatnya udara untuk proses bernafas.
4. Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera
pada jaringan (ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).
5. Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari
lateks.
6. Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi
terhadap produk yang terbuat dari lateks.
7. Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan
kedalam saluran pernafasan.
8. Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan):
klien beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas
sistem muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat
dihindari.
Contoh kasus:
Tn. ED, 70 tahun tinggal seorang diri dirumahnya. Klien memiliki riwayat
glaukoma sehingga klien harus menggunakan obat tetes mata dua kali sehari.
Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan
sebelah, dan tidak bisa melihat dalam gelap.
1.Diagnosa yang muncul adalah:
Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori
(tidak mampu melihat)
14
3. Perencanaan
a. Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu:
Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi
lingkungan agar lebih aman.
Contoh rencana asuhan keperawatan: (sesuai kasus)
1. Diagnosa: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan
sensori (tidak mampu melihat)
2. Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau
cidera (jatuh) tidak terjadi
3. Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi
lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan
Klien mampu:
Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan
kemungkinan cidera
Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari
cidera.
4. Penatalaksanaan
a) Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
b) Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
c) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran
tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
d) Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
e) Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan
pencahayaan yang baik, memasang penghalang tempat tidur,
menempatkan benda berbahaya ditempat yang aman)
f) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
15
Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera
adalah membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan
tindakan menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien
mampu: mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan
kemungkinan cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
16
ada, tutup pintu dan jendela jika perlu ketahui derajat kebakaran untuk
menentukan jenis pemadam yang tepat.
3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
a. Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem
komunikasi yang ada
b. Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
c. Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
d. Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
e. Berikan alas kaki yang tidak licin
f. Berikan pencahayaan yang adekuat
g. Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan
penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas
h. Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
17
Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar)
jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien
aman dari arus listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta henti
jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan mesin/alat listrik yang
berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas
lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung tangan non konduktif.
18
10. Melakukan pemasangan restrain pada klien
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi
gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain
diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical)
restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau
alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien
sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas
gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat
kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang
digunakan untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.
Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering
dikeluhkan akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik
diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB,
bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah
penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah.
Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif terakhir. Bila
dilakukan maka haruslah memperhatikan hal berikut :
dibawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa
penyebabnya, dan untuk berapa lama
klien setuju dengan tindakan tersebut.
19
yang diberikan, tanda-tangan dokter dan perawa, dan lakukan
evaluasi secara periodic
Memilih restrain :
Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:
Membatasi gerak klien sesedikit mungkin
Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga
Tidak mempengaruhi proses perawatan klien
Mudah dilepas/diganti
Aman untuk klien
Macam-macam restrain :
limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints
(khusus untuk
daerah sikut)
mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan
penghalang
Jacket restraints (jaket),
belt restraints (sabuk),
mitt or hand restraints (restrain tangan)
5. Evaluasi
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan
perawat dapat menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai
maka perawat perlu melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat
dapat menanyakan beberapa hal berikut pada klien:
a. Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?
b. Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?
c. Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang
diajarkan?
20
d. Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana
pendidikan kesehatan pada klien?
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa untuk mewujudkan patient safety
butuh upaya dan kerjasama dari berbagai pihak, patient safety merupakan upaya
dari seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan, dan perawat memegang peran
kunci untuk mencapainya.
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Marseno, Rudy. Patient Safety (Keselamatan Pasien dan Rumah sakit). Padang.
2011
Putri, Eka Kharisma. Konseo keamanan dan pasien safety. Pekalongan. 2013
23