Anda di halaman 1dari 60

drg. Arwita Mulyawati MH.

Kes
Nip 195312051982032001
LATAR BELAKANG

Dalam era global yang terjadi sekarang ini,


profesi kedokteran adalah salah satu profesi
yang mendapat sorotan dari masyarakat.
Etik profesi kedokteran yang semula mampu
menjaga citra dokter dalam menjalankan
profesinya semakin melemah.
Melemahnya kepercayaan masyarakat
terhadap etik profesi seringkali menyebabkan
sengketa antara dokter - pasien.
a. Adanya perbedaan persepsi dari sebagian
masyarakat pengguna jasa kedokteran
mengenai hasil dari pelayanan medik.
Mereka kurang mengerti bahwa perikatan
antara dokter dengan pasien itu adalah
bersifat inspanningsverbintenis.
Mereka menganggap hasil akhir yang
terpenting jika hasil akhir tidak sesuai
dengan harapannya maka akan menuntut
dokter dengan menyebutnya malpraktek.
b. Adanya kesalah pahaman antara dokter
dengan pasien karena pasien tidak mengerti
masalah kedokteran, namun enggan
bertanya karena malu.

c. Adanya kesenjangan antara harapan dari


masyarakat pengguna jasa medik dan
keadaan yang diterima.

d. Adanya berbagai perubahan dalam


masyarakat.
PENYEBAB TERJADINYA
SENGKETA
ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN
• Isi informasi tentang penyakit yg diderita pasien dan
alternatif terapi yg dipilih tidak disampaikan scr
lengkap;
• Kapan informasi itu disampaikan (oleh Dokter kepada
pasien), apakah pada waktu yang sebelum terapi
berupa tindakan medis tertentu itu dilaksanakan?
Informasi harus diberikan (oleh dokter kepada
pasien), baik diminta atau tidak (oleh pasien) sebelum
terapi dilakukan. Lebih-lebih jika informasi itu berkait
dg kemungkinan perluasan terapi;
• Cara penyampaian informasi harus lisan dan
lengkap serta diberikan secara jujur dan benar,
kecuali bila menurut penilaian dokter
penyampaian informasi akan merugikan pasien,
demikian pula informasi yang harus diberikan
kepada dokter oleh pasien;

• Yang berhak memberikan informasi ialah


dokter yang menangani atau dokter lain
dengan petunjuk dokter yang menangani.
KARAKTERISTIK SENGKETA
ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN
Bila dilihat dari sengketa yang terjadi antara dokter -
pasien dapat ditarik ciri-ciri dari sengketa yaitu :
1. Sengketa terjadi dlm hubungan dokter – pasien;
2. Obyek sengketa adalah upaya penyembuhan yang
dilakukan oleh dokter;
3. Pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa adalah
pasien, baik kerugian berupa luka/cacat, maupun
kematian,
4. Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh
adanya dugaan kelalaian /kesalahan dari dokter, yang
sering disebut “malpraktek medik”
KESALAHAN
meliputi :
• Kesengajaan.
• Kelalaian/ kealpaan (culpa).
• Di dalam Undang-Undang untuk
menyatakan “kealpaan” dipakai
bermacam-macam istilah yaitu: schuld,
onachtzaamhid, emstige raden heef om
te vermoeden, redelijkerwijs
moetvermoeden, moest verwachten,
• di dalam ilmu pengetahuan dipakai
istilah culpa
Culpa dibedakan :
1. Culpa levissima atau lichtste
schuld, artinya adalah kealpaan yang
ringan,

2. Culpa lata atau merkelijke schuld,


grove schuld artinya adalah
kealpaan berat.
Negligence (Kelalaian)
• Tidak sama dengan kecelakaan
• Tidak melakukan sesuai standar
profesi
• Tidak memeriksa sesuai kebutuhan
medis
• Tidak bertindak sesuai SOP
• Tidak memeriksa secara legeartis
• Tidak memberikan informed consent
• Tidak membuat rekam medis
Kelalaian
Bisa menyebabkan kecelakaan
Termasuk kesalahan (schuld,error)
Ciri-ciri Kesalahan menurut Jonkers: 3 Unsur;
1.Bahwa akibat sebenarnya dapat dibayangkan
sebelumnya (voorzienbaarheid,forseeability)
2.Akibat itu sebenarnya dapat dicegah atau
dihindarkan (vemijdbeerheid,avoidable)
3.Sehingga timbulnya akibat itu dapat
dipersalahkan kepada si pelaku
(verwijtbaarheid,reproacful)
Kesalahan dalam menjalankan profesi
kedokteran akan membentuk
pertanggungjawaban hukum pidana atau
perdata (bergantung sifat akibat kerugian
yang timbul)
Wanprestasi (inkar janji)
Dokter digugat oleh pasien;
- Digugat memang mempunyai kewajiban (duty)
sebagai akibat ada hub kontraktual
- Adanya wanprestasi atau melalaikan kewajiban
(dereliction of duty)
- Terjadi kerugian (damage atau compensable
injury)
- Ada hubungan langsung antara kerugian dengan
kelalaian melaksanakan kewajiban (direct
causation)
Wanprestasi Pasien

• Pasien tidak membayar jasa kepada


dokter atau sarana pelayanan kesehatan.
• Dokter dapat menggugat pasien
• Penyanderaan (gazeling) tidak
dibenarkan.
Kecelakaan Medik (Medical Accident)
Menurut:The Oxford Illustrated Dictionary
(1975);
Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tak
terduga, tindakan yang tak disengaja
(accident, mishap, misfortune, misadventure)
• Tidak enak
• Tidak menguntungkan
• Mencelakakan
Sengketa Medik

• Dalam UUPK Psl 66 (Kepentingan pasien


dirugikan oleh tindakan dokter dalam
menjalankan praktik)
• Kondisi dimana terjadi persengketaan
dalam praktek kedokteran.
Malpraktik (malpraktice)
ADALAH MENJALANKAN SUATU PROFESI
SECARA SALAH ATAU KELIRU, YANG BARU
DAPAT MEMBENTUK
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BAGI
PEMBUATNYA APABILA MEMBAWA AKIBAT
SUATU KERUGIAN YANG DITENTUKAN
ATAU DIATUR DALAM HUKUM.
MENGANDUNG 3 (TIGA) ASPEK POKOK –
SEBAGAI SUATU KESATUAN YANG TAK
TERPISAHKAN, IALAH :
(1) PERLAKUAN YANG TIDAK SESUAI
NORMA,
(2) DILAKUKAN DENGAN CULPA DAN
(3) MENGANDUNG AKIBAT KERUGIAN DALAM
HUKUM.
MALPRAKTIK
 ArtiHarfiyah: Pelaksanaan atau tindakan
yang salah.
 Tindakan yang salah dalam melaksanakan
profesi (professional miscoduct)
 Tindakan tenaga kesehatan yang salah
dalam melaksanakan profesi bidang
kedokteran :malpraktik medis (medical
malpractice)
SUDUT PANDANG
MALPRAKTIK
 Dari ethica :ethical malpractice
 Dari hukum:legal malpractice

 Setiap ethical malpractice tidak


merupakan legal malpractice
 Semua bentuk legal malpraktice sudah
pasti ethical malpractice
PENGERTIAN MALPRAKTIK
 Menjelaskan praktik-praktik yang tidak seharusnya
dilakukan tapi dikerjakan
 Yang seharusnya dikerjakan tapi tidak dilaksanakan
 Ukurannya: Etika dan Hukum
 Etika; norma perilaku, asas moral,untuk kelompok
(komunitas)
 Hukum;aturan yang berlaku dan harus ditaati semua
warga.
 Malpraktik adL setiap kesalahan profesional yg diperbuat
oleh dokter karena pada waktu melakukan pekerjaan
profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak
berbuat atau meninggalkan hal-hal yang seharusnya
diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh para
dokter pada umumnya, didalam situasi dan kondisi yg
sama (C Berkhouwer & L.D. Vorstman, 1950)
 Malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh
dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah
standar yg sebenarnya scr rata-rata & masuk akal, dapat
dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi dan kondisi
dan/ataupun tempat yang sama (A. Hoekema, 1981)
(J.D. Peters, 1983)
 Malpraktik adalah setiap kesalahan yang
diperbuat oleh seorang dokter, yang
didalamnya termasuk kesalahan karena
perbuatan – perbuatan yang tidak masuk akal
serta kesalahan karena keterampilan ataupun
kesetiaan yang kurang dalam
menyelenggarakan kewajiban ataupun
kepercayaan profesional yang dimilikinya
Inti pokok malpraktik adalah kesalahan yang
diperbuat oleh seorang dokter
-Kesalahan karena disengaja
-Kesalahan karena kelalaian
Malpraktik terkait dengan kesalahan karena
kelalaian. Kesalahan karena disengaja, tidak
termasuk malpraktik melainkan tindakan
kriminal biasa.
UNSUR –UNSUR MALPRAKTIK
1. ADANYA KEWAJIBAN BAGI DOKTER MEMBERIKAN
JASA PELAYANAN KEDOKTERAN KEPADA PASIENNYA
 Bukan kewajiban etis, melainkan kewajiban
karena berlakunya perjanjian pengobatan
(kontrak terapetik)
 Perjanjian pengobatan, bukan untuk hasil akhir
yang ingin dicapai, melainkan untuk usaha
yang akan dilakukan
 Harus diawali dengan penjelasan untuk
persetujuan (informed consent)
UNSUR –UNSUR MALPRAKTIK

2. Adanya pelanggaran terhadap kewajiban yang


seharusnya dilakukan oleh dokter terhadap
pasiennya
 Tolok ukur : standar pelayanan profesi yang
berlaku umum disuatu negara
 Standar pelayanan profesi adalah rumusan tata
cara dan hasil pelayanan profesional minimal
yang dalam situasi dan kondisi yang sama, dapat
dilaksanakan dan dicapai oleh rata-rata dokter
UNSUR –UNSUR MALPRAKTIK

3. Sebagai akibat dari pelangaran kewajiban


tersebut/timbul kerugian pada diri pasien

 Kerugian dapat bersifat fisik, metal dan


material, moral atau kematian.

(Bernard Knight, 1972)


LEGAL MALPRACTICE
1. Criminal malpractice
(malpraktek pidana)
2. Civil malpractice
(malpraktek perdata)
3. Administrative malpractice
(malpraktek administrasi)
CRIMINAL MALPRACTICE
A. INTENSIONAL (Kesengajaan)
1. Melakukan aborsi tanpa indikasi medis
2. Melakukan euthanasia
3. Membocorkan rahasia kedokteran
4. Tidak melakukan pertolongan terhadap orang
yang emergensi
5. Menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak
benar
6. Membuat visum et repertum yang tidak benar
7. Memberikan keterangan yang tidak benar di
pengadilan
B. RECKLESSNESS (Kecerobohan)

CRIMINAL MALPRACTICE
1. Melakukan tindakan medik yang tidak
lege artis
2. Melakukan tindakan medik tanpa
informed consent
C. NEGLIGENCE (Kealpaan)

1. Alpa atau kurang hati-hati dalam


melaksanakan tindakan
2. Alpa atau kurang hati-hati sehingga
pasien menderita luka-luka (cacat
atau meninggal dunia)
(tanggung gugat individu (personal)
CIVIL MALPRACTICE
Tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji)
1. Tidak melakukan (negative act) apa yang wajib
dilakukan
2. Melakukan (positive act) wajib dilakukan tetapi
terlambat
3. Melakukan apa yang wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna
4. Melakukan yang tidak seharusnya dilakukan
(tanggung gugat bersifat individual atau korporasi)
ADMINISTRATIVE MALPRACTICE
Jika dokter melanggar hukum tata usaha negara :
1. Praktek dokter tanpa lisensi atau izin
2. Tindakan medik yang tidak sesuai lisensi atau
izin yang dimiliki
3. Praktek kedokteran dengan memakai lisensi
atau izin yang sudah kadaluarsa
4. Tidak membuat rekam medis
PELANGGARAN ETIKA YANG BERPOTENSI
MENJADI PELANGGARAN HUKUM

1. Penggunaan berlebihan alat canggih


2. Pengobatan alakadarnya pada pasien kurang
mampu
3. Perpanjangan masa rawat pasien di kelas dan
maksud tertentu
4. Pemulangan atau pemaksaan halus untuk
pasien pulang
5. Pemingpongan pasien
6. Mempersulit atau tidak menerima pasien sakit
berat
PELANGGARAN ETIKA YANG BERPOTENSI
MENJADI PELANGGARAN HUKUM.ltd

7. Menahan-nahan pasien
8. Tidak melaksanakan doktrin informed consent
9. Tidak melaksanakan ketentuan rekam medis secara
lege artis
10. Aborsi yang dikaitkan dengan faham pro choice dan
pro life
11. Kekaburan pandangan etik terhadap kemajuan bidang
kedokteran ; bank sperma dan sewa rahim
12. Kemusykilan euthanasia
PEMBUKTIAN DALAM SENGKETA ANTARA
DOKTER DENGAN PASIEN
Dari contoh kasus-kasus diatas, tampak bahwa
kesulitan yang paling utama bagi hakim dan penggugat
atau kuasanya adalah membuktika adanya kelalaian
atau kesalahan yang dilakukan oleh seorang dokter,
sehingga dari seluruh contoh kasus diatas tidak ada
putusan yang diputus sesuai harapan pasien.
Untuk bisa mendapatkan gambaran yang lebih
jelas mengenai pembuktian,berikut ini adalah cara
pembuktian menurut hukum pidana, hukum
perdata,Undang-undang Perlindungan Konsumen dan
menurut undang-undang Tentang Praktek
Kedokteran.
1. PEMBUKTIAN MENURUT HUKUM PIDANA

Dalam ilmu hukum pidana, suatu


perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila
memenuhi semua unsur yang telah ditentukan
secara limitatif dalam suatu aturan
perundang-undangan pidana. Pasal 1 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
menyatakan tiada suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam peraturan perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
Perbuatan pidana dapat bersifat
kesengajaan (delik culpa) maupun kealpaan (delik
alpa). Berdasarkan doktrin ilmu hukum pidana
inilah criminal malpractice juga harus dibingkai
apakah masuk dalam delik culpa atau delik alpa.
Malpraktek medik dalam bidang Hukum pidana
antara lain ditemukan dalam hal :

a. Karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain


(Pasal 359 KUHP);
b. Karena kealpaan menyebabkan orang lain luka
berat/sakit (Pasal 360 ayat (1),(2) KUHP;
c. Perbuatan pengguran kandungan tanpa indikasi
medik (Pasal 299, 348, 349, 350 KUHP)
d. Membuka rahasia kedokteran (Pasal 322 KUHP);
e. Pemalsuan surat keterangan (Pasal 263,267
KUHP);
f. Dan lain-lain.
Negara Indonesia adalah suatu negara hukum
(rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machtsstaat).
Demikian bunyi Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 pada penjelasannya.azas
utama negara hukum adalah Rule of law dimana salah
satu prinsipnya adalah “praduga tidak bersalah”
(presumption of innocence). Seorang terdakwa harus
dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan
kesalahannya.
Azas ini antara lain dapat dilihat
/tercemin di dalam :
• KUHAP Pasal 66: “tersangka atau terdakwa
tidak dibebani kewajiban pembuktian.”
• KUHAP Pasal 158: “hakim dilarang
menunjukan sikap atau mengeluarkan
pernyataan disidang tentang keyakinan
mengenai salah atau tidaknya terdakwa.”
Dengan demikian maka jelaslah bahwa di dalam
hukum pidana seseorang yang dituduhkan sesuatu
tidak dibebani pembuktianya.kewajiban untuk
membukyikan terletak pada penuntut umum.
Pasien yang diwakili penuntut umum adalah
seorang yag awam dalam bidang kedokteran.
Bagaimana ia bisa memberikan bukti-bukti bahwa
misalnya seorang dokter telah berbuat kelalaian
(negligence)? Disini memang terletak kesulitan pada
Hukum Kedokteran, karena pasien atau penuntut
umum tidak mengetahui seluk beluk ilmu kedokteran.
Untuk itu biasanya akan dimintakan pendapatnya
saksi ahli dari profesi kedokteran. Namun hakim tidak
terikat dengan kesaksian yang diberikan. Kalau
perlu,ia dapat memanggil saksi ahli lainya.
kealpaan atau kelalaian pada hakikatnya
mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu:

1. Pelaku berbuat (atau tidak berbuat, “het doen”


atau “het nien doen”) lain dari pada apa yang
seharusnya ia perbuat (atau tidak perbuat),
sehingga dengan berbuat demikian (atau tidak
berbuat itu), ia telah melakukan tindakan
melawan hukum;
2. Pelaku telah berbuat lalai, lengah, atau kurang
berpikir panjang; dan
3. Perbuatan pelaku tersebut dicela, oleh karena itu
pelaku harus mempertanggungjawabkan atas
akibat yang terjadi karena perbuatanya.
PEMBUKTIAN MENURUT HUKUM PIDANA
Malpraktek medik dalam bidang Hukum Perdata
antara lain ditemukan dalam hal:

a. Melakukan wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata);


b. Melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365
KUHPerdata);
c. Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan
kerugian (Pasal 1366 KUHPerdata);
d. Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab
(Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata).
Hukum Pembuktian, Pasal 1865 KUHPerdata menentukan :

“setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai


sesuatu hak atau guna menenguhkan haknya sendiri
ataupun membantah suatu hak orang lain, menunjukan
pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristiwa tersebut.”

Singkatnya dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHP,


setiap orang yang mendalilkan adanya perbuatan melawan
hukum, maka dia harus membuktikan telah terjadi
perbuatan melawan hukum itu, dalam arti pasien harus
dapat membuktikan kelalaian atau kesalahan dokter.
Kesalahan dokter dalam menjalankan profesinya
(kesalahan profesional), pada dasarnya berkaitan
dengan pekerjaanya yang timbul karena profesinya.
Sedangkan pengertian wanprestasi adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajiban
yang didasarkan pada suatu perjanjian/kontrak.
Wanprestasi dapat berarti: tidak memenuhi prestasi
sama sekali, atau telambat berprestasi. Sebab tidak
berprestasi sama sekali dapat diartikan apabila
pemenuhan prestasi itu sudah tidak ada manfaatnya
lagi bagi debitur dan dapat diartikan terlambat
berprestasi apabila pemenuhan prestasi ity masih ada
manfaatnya bagi debitur.
Meskipun antara dokter dan pasien terikat
dalam hubungan dengan dasar perjanjian (kontrak
terapeutik), pasien sangat sulit untuk menggugat
dokter dengan dasar wanpestasi, karena prestasi dari
dokter yang tidak dapat diukur, kecuali kalau jelas-
jelas bahwa dokter tersebut telah
Melakukan ingkar janji terhadap hak-hak pasien
dalam transaksi terapeutik. Untuk itu dasar gugatan
terhadap dokter, dalam hal dokter dapat dibuktikan
telah berbuat kesalahan atau kelalaian adalah
perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam pasal
1365 KUHP, berbunyi sebagai berikut:
“tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian terhadap seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.”
UPAYA MENCEGAH MALPRAKTIK
• Defensive medicine

1. Diagnosis yang akurat akan


menurunkan tuntutan hukum
2. Tes dan prosedur medik akan
meningkatkan probabilitas kebenaran
diagnosis
3. Penggunaan teknologi maju cerminan
pelayanan medik yang lebih baik
• Upaya lain
1. Tidak memberikan garansi kesembuhan
2. Hati-hati menangani kasus yang
berpotensi menimbulkan medikolegal
trouble
3. Tidak menggunakan metode pengobatan
atau obat-obatan yang sudah ketinggalan
zaman
4. Tidak menggunakan metode pengobatan
atau obat-obatan yang masih bersifat
eksperimental
• Upaya lain.Ltd
5. Semua prosedur medik hendaknya dilakukan
dengan informed consent
6. Rekam medis harus dibuat lengkap dan akurat
7. Bila terjadi ragu-ragu konsultasi dengan
dokter ahli
8. Perlakukan pasien secara manusiawi
9. Jalin komunikasi yang baik dengan pasien
maupun masyarakat
Enam ciri dan mulia insan medis
1. Sifat ketuhanan
2. Kemurnian niat
3. Keluhuran budi
4. Kerendahan hati
5. Kesungguhan kerja
6. Integritas ilmiah dan sosial
Kesimpulan
1. Terdapat dua cara penyelesaian sengketa
medik yaitu melalui jalur hukum yang
terdiri dari Hukum Pidana dan Perdata dan
melalui Jalur Etika Profesi Kedokteran
Indonesia. Putusan dari pengadilan perdata
berupa ganti rugi, putusan pengadilan
pidana ditentukan oleh pasal undang-
undang sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan,
.

2. Malpraktik kedokteran, pada dasarnya masuk


dalam dua lapangan hukum, yakni perdata dan
pidana. Masuk perdata sebagai wanprestasi dan
atau perbuatan melawan hukum yang membeban
pertanggungjawaban pemulihan kerugian. Masuk
lapangan hukum pidana sebagai suatu kejahatan,
yang membeban pertanggungjawaban pidana.
Malpraktik pidana pada dasarnya juga sekaligus
masuk lapangan perdata melalui perbuatan
melawan hukum.
3. Kriteria umum malpraktik perdata atau
pidana ada pada sifat dan tempat pengaturan
atau penyebutan dari akibat kerugian. Bila
kerugian itu bersifat perdata dan diatur
dalam hukum perdata, maka malpraktik –
masuk menjadi malpraktik perdata. Jika sifat
kerugian dan pengaturannya ditentukan oleh
hukum pidana yang menjadi unsur kejahatan,
maka malpraktik masuk dalam lapangan
hukum pidana.
Keadaan Malpraktik kedokteran pidana harus
memenuhi syarat-syarat dalam 3 (tiga) hal pokok,
yakni syarat-syarat pada perlakuan medis, syarat
sikap batin dalam hubungannya dengan perlakuan
serta akibat perlakuan medis, dan akibat perlakuan
yang merugikan pasien.
4. Dalam syarat mengenai perlakuan terdiri al
dari: wujud, cara dan alat perlakuan, kepada
siapa perlakuan dilakukan; penarikan diagnosa,
terapi, sampai pada perlakuan setelah terapi.
Syarat sikap batin adalah merupakan culpa
(culpa lata), tidak tahu - teledor baik terhadap
prosedur maupun terhadap perlakuan dan
akibat. Mengenai akibat haruslah akibat yang
merugikan pasien yang diatur dan ditentukan
hukum.
5. Persoalan malpraktik kedokteran acapkali
menimbulkan polemik – tidak seragam pemecahannya,
karena tidak ada standard hukum yang mengatur secara
khusus. Secara kompensional pada tataran praktik
malpraktik pidana diselesaikan melalui pasal 359 dan
360 KUHP. Seraca perdata malpraktik diselesaikan
melalui gugatan perdata penggantian kerugian melalui
hukum wanpretasi dan perbuatan melawan hukum.

Anda mungkin juga menyukai