Anda di halaman 1dari 68

Ahmad Furqo

n Abdusyakur
A I D A H E TI K
K I P LI N ,
R A N , D I S
K ED O K TE E A M A NA N Pembimbing :
a n K
HUKUM d Dr. Suryo Wijoy
PASIEN o Sp.KF,MH.
01 03
Pendahuluan Disiplin Profesi

02 04
Etika Profesi Hukum Profesi

OUTLINE 05
Patient Safety
• Etika diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang
azas-azas ahlak atau moral. Etika profesionalisme dokter
meliputi 4 prinsip moral, yaitu beneficence (prinsip moral
yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien), non-maleficence (prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien), autonomi
(prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien), justice (prinsip moral yang
mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya)
• Hukum kedokteran dapatlah dikatakan merupakan
Pendahuluan perangkat norma-norma hukum yang mengatur profesi
kedokteran. Dalam hal ini makan norma-norma hukum
tersebut memberikan batas-batas atau patokan-patokan
mengenai sikap tindak yang dikehendaki atau yang pantas.
Terhadap patokan tersebut mungkin diadakan
pengecualian-pengecualian; namun tidaklah mustahil,
bahwa terjadi penyelewengan.
• Dengan demikian, maka etika menyangkut sikap tindak
yang benar atau salah, sedangkan hukum berisikan
larangan, suruhan dan kebolehan. Kalau etika berkaitan
dengan hati nurani (geweten), maka norma hukum berkaitan
dengan kedamaian(vrede).
01
ETIKA KEDOKTERAN
Etika
Etik (Ethes)  Ethos  Akhlak adat kebiasaan, watak perasaan, sikap, yang
baik yang layak.

Etik profesi kedokteran  seperangkat perilaku dokter dan dokter gigi dalam
hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan
mitra kerja.

Kode Etik Tenaga Kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI).
Etika
Kode Etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik
Kedokteran Indonesia tahun 2012

• Kewajiban umum : Pasal (1) – Pasal (13)


• Kewajiban Dokter terhadap Pasien : Pasal (14) – Pasal (17)
• Kewajiban dokter terhadap teman sejawat : Pasal (18) – Pasal (19)
• Kewajiban Dokter terhadap diri sendiri : Pasal (20) – Pasal (21)
Prinsip dasar etika kedokteran

Teori Beauchamp &


Childress :
● Autonomy
● Beneficence
● Non-malficence
● Justice
Autonomy

Pasien berhak menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya dan dokter
menghargai keputusan itu. Diantaranya berupa
● Mendapat informasi dan layanan
● Penentuan tindakan klinik dengan kedudukan yang setara
Beneficence

Berusaha untuk meningkatkan kesehatan pasien, dengan melakukan yang paling baik untuk
pasien dalam setiap situasi, altruism, dan mengedepankan golden rule principle.

Beberapa contoh penerapan prinsip beneficence ini adalah:


 Melindungi dan menjaga hak orang lain.
 Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.
 Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.
 Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan). Menolong orang yang dalam
kondisi bahaya
Non-malficence

Dikenal juga sebagai “primum non nocere” atau “do no harm”

Melarang tindakan yang membahayakan atau memperburuk keadaan pasien.

Berhubungan dengan Patient Safety


Justice

Keadilan dalam bertindak atau pendistribusian sumber daya.

Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara lain:


• Untuk setiap orang ada pembagian yang merata (equal share)
• Untuk setiap orang berdasarkan kebutuhan (need)
• Untuk setiap orang berdasarkan usahanya (effort)
• Untuk setiap orang berdasarkan kontribusinya (contribution)
• Untuk setiap orang berdasarkan manfaat atau kegunaannya (merit)
• Untuk setiap orang berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-market exchange)
KODE ETIK KEDOKTERAN

• Pasal 1 : Sumpah Dokter


Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dan atau janji dokter.

• Pasal 2 : Standar Pelayanan Kedokteran Yang Baik


Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran
yang tertinggi.
KODE ETIK KEDOKTERAN

• Pasal 3 : Kemandirian Profesi


Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

• Pasal 4 : Memuji diri


Setiap dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
KODE ETIK KEDOKTERAN

• Pasal 5 : Perbuatan Melemahkan Psikis maupun Fisik.


Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan
pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien
tersebut.

• Pasal 6 : Bijak Dalam Penemuan Baru.


Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
KODE ETIK KEDOKTERAN
• Pasal 7: Keterangan dan pendapat yang valid.
Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.

• Pasal 8 : Profesionalisme
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara berkompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
KODE ETIK KEDOKTERAN
• Pasal 9: Kejujuran dan Kebajikan Sejawat.
Seorang dokter wajib bersikap jujur ketika berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.

• Pasal 10 : Penghormatan hak-hak pasien dan sejawat..


Seorang dokter wajib senantiasa menghormati hak-hak- pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan
pasien.
KODE ETIK KEDOKTERAN

• Pasal 11: Pelindung kehidupan.


Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya dalam melindungi
hidup makhluk insani.

• Pasal 12 : Pelayanan Kesehatan Holistik.


Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
dan paliatif ), baik fisik maupun psiko- sosial-kultural pasiennya, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
KODE ETIK KEDOKTERAN

• Pasal 13 : Kerjasama
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.

• Pasal 14 : Konsul dan Rujukan.


Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan atau demi kepentingan terbaik
pasien, atas persetujuan pasien/keluarganya, ia wajib berkonsultasi/merujuk
pasien kepada dokter lain yang mempunyai keahlian untuk itu.
KODE ETIK KEDOKTERAN

Pasal 15 : Kebebasan beribadat dan lain-lain


Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasien agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan/atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.

Pasal 16 : Rahasia Jabatan


Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
KODE ETIK KEDOKTERAN
• Pasal 17 : Pertolongan Darurat
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

• Pasal 18 : Menjunjung Tinggi Kesejawatan


Setiap dokter wajib memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.

• Pasal 19: Pindah Pengobatan


Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KODE ETIK KEDOKTERAN
• Pasal 20 : Menjaga Kesehatan
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik.

• Pasal 21: Perkembangan Ilmu dan teknologi kedokteran.


Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.
WEWENANG MKEK
Pasal 9 :
1. Secara umum menyampaikan pertimbangan pelaksanaan Etika kedokteran dan usul secara lisan dan atau
tertulis, diminta atau tidak diminta kepada pengurus IDI yang setingkat.
2. Melakukan koordinasi internal setiap permasalahan tentang bioetik dan etika kedokteran dengan seluruh
jajaran dan perangkat IDI.
3. Dalam koordinasi dengan IDI yang setingkat melakukan kerja sama atau membentuk jejaring dengan
berbagai lembaga sejenis dari organisasi profesi lainnya, di dalam negeri maupun di luar negeri dalam
tingkatannya masing-masing yang dipandang berdampak baik pada pelaksanaan dan penegakan etika
kedokteran.
4. Menyelesaikan konflik etik perbedaan kepentingan pelayanan kesehatan antar perangkat dan jajaran IDI
termasuk namun tidak terbatas pada pengurus maupun anggota perhimpunan dokter spesialis dan
perhimpunan dokter seminat atau seokupasi, khususnya yang berpotensi menjadi sengketa medik, dengan
cara meneliti, memeriksa, menyidangkan dan memutuskan perkaranya.
5. MKEK Pusat membuat fatwa, pedoman pelaksanaan etika dan peraturan kelembagaan lainnya dalam
pengabdian. profesi untuk meneguhkan keluhuran profesi, penyempurnaan Kode Etik Kedokteran Indonesia
dan atau meredam potensi konflik etik antar sejawat dokter, antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya
atau mencegah sengketa medik.
Wewenang MKEK
6. Melakukan koordinasi penanganan kasus sengketa medik dengan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia tingkatannya sesuai ketentuan yang berlaku.
7. MKEK Pusat atas permintaan MKEK Wilayah/Cabang mengukuhkan kepengurusan MKEK
Wilayah/Cabang sedangkan MKEK Wilayah atas permintaan MKEK Cabang dapat mengukuhkan
kepengurusan MKEK Cabang yang telah ditetapkan IDI yang setingkat.
8. MKEK Pusat melakukan pengumpulan semua data dan informasi tentang pengaduan etika, konflik etik dan
atau sengketa medik yang diperoleh dan diselesaikan oleh segenap lembaga di jajaran dan perangkat IDI
yang setingkat dan data dari MKEK Wilayah, dan Dewan Etik PDSp. Sedangkan MKEK Wilayah dari
segenap lembaga di jajaran dan perangkat IDI yang setingkat dan data dari MKEK Cabang.
9. MKEK Pusat dapat membentuk komite untuk mengatur administratif kelembagaan etika di seluruh
perangkat dan jajaran IDI.
10. MKEK Pusat dapat membuat pengaturan, pengelompokan dan tata cara persidangan kemahkamahan MKEK
sesuai dengan perkembangan masyarakat, keorganisasian IDI, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran serta bioetika internasional.
11. Melakukan kewenangan lain dalam pembinaan etika kedokteran yang ditetapkan kemudian oleh PB IDI
bersama MKEK Pusat.
Kriteria Pelanggaran
• akibat yang ditimbulkan terhadap
Pelanggaran Kode Etik keselamatan pasien
• Akibat yang ditimbulkan
terhadap kehormatan profesi
• Akibat yang ditimbulkan
• Pelanggaran kode etik
terhadap kepentingan umum
Kelakuan yang tidak sesuai dengan
• Itikad baik dalam turut
mutu profesional yang tinggi, kebiasaan
menyelesaikan masalah
dan cara-cara atau kebijakan yang lazim
• Motivasi yang mendasarkan
digunakan
timbulnya masalah atau kasus
• Situasi lingkungan yang
• Penilaian pelanggaran etik
mendasari timbulnya kasus
dilakukan oleh majelis kejormatan
• Pendapatan dan pandangan biro
etika kedokteran (MKEK)
hukum dan pembelaan angota
(bhp2a)
KATEGORI SANKSI

1. Bersifat murni pembinaan


2. Penginsafan tanpa pemberhentian
keanggotaan
3. Penginsafan dengan pemberhentian
keanggotaan
4. Pemberhentiaan keanggotan tetap
Jenis
Pelanggaran
Pasal 29 (2)
 Pelanggaran etik ringan mendapatkan minimal satu jenis sanksi
kategori 1
 Pelanggaran etik sedang mendapatkan satu jenis sanksi kategori 2 dan
kategori 1
 Pelanggaran etik berat mendapatkan minimal satu jenis sanksi kategori
1, satu jenis kategori 2, dan satu jenis sanksi kategori 3
 Pelanggaran etik sangat berat mendapatkan sanksi kategori 4 berupa
pemberhentian keanggotaan tetap
SANKSI KATEGORI 2
SANKSI KATEGORI 1
Pasal 29 (7) : Sanksi kategori 3 (tiga) - pemberhentian
keanggotaan sementara &
pencabutan sementara hak & kewenangan profesi sbg dokter di
Indonesia > 12 bulan
DISIPLIN
PROFESI

CRÉDITOS: este modelo de apresentação foi criado


pelo Slidesgo, e inclui ícones da Flaticon e infográficos
e imagens da Freepik
Disiplin Profesi
• Ketaatan terhadap aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan praktik kedokteran yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan ,serta menjaga kehormatan profesi
• Disiplin kedokteran  Norma disiplin dan standar profesi
• Diatur oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
• Dibawah pengawasan oleh MKDKI
Disiplin Profesi (Perkonsil No..4
Tahun 2011
“PERATURAN DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI”
yang memuat, diantaranya pada Pasal 1 :
• Disiplin Profesional dokter dan dokter Gigi
• Praktik kedokteran
• Dokter dan dokter gigi
• Konsil kedokteran Indonesia
• Majelis kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
• Majelis kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi
Disiplin Profesi

Pasal 2 :
Pengaturan Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi bertujuan untuk:
• memberikan perlindungan kepada masyarakat;
• mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; dan
• menjaga kehormatan profesi.
Disiplin Profesi

Pasal 3 :
1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang melakukan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
(2) Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk
Disiplin Profesi

• Pasal 4
Dalam rangka penegakan disiplin, Dokter dan Dokter Gigi yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan KKI ini dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pasal 5
Pada saat Peraturan KKI mulai berlaku, Keputusan KKI Nomor
17/KKIIKEPNIIII2006 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi
Kedokteran dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Disiplin Profesi
Pasal 6
Peraturan KKI ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Pelanggaran Profesi

1. Melakukan praktik yang tidak kompeten. Tidak merujuk pasien ke dokter lain yang memiliki
kompetensi sesuai.
2. Tidak merujuk pasien kepad Dokter atau Dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kkesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi sementara dengan kompetensi yang tidak sesuai atau tanpa
perihal pemberitahuan penggantian tersebut.
5. Menyediakan praktik dengan kesehatan fisik atau mental sedemikian rupa, sehingga tidak kompeten
dan dapat membahayakan pasien.
6. Tidak melakukan asuhan/tindakan medis pada keadaan tertentu sehingga membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atua pengobatan berlebih, yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan jujur, etis dan memadai kepada pasien atau keluarga dalam praktik
kedokteran.
Pelanggaran Profesi
9. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat, wali, atau pengampunya.

10. Tidak membuat atau menyimpan rekam medis dengan sengaja.

11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12.Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya.

13.Menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau


teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang layak.
Pelanggaran Profesi

14. Melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai
subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang
diakui pemerintah

15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.

16. Menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

17. Membuka rahasia kedokteran.


Pelanggaran Profesi

18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.

19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati.

20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelanggaran Profesi

21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien
dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran.

22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya. Penjelasan.

23. Menerima imbalan sebagai hasll dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memberikan
resep obat dan alat kesehatan.

24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuanl pelayanan yang dimiliki


baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan.

25. Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya.
Pelanggaran Profesi

26.Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

27. Tidak jujur dalam menentukan jasa medis.

28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I
MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi
Kategori Sanksi (pasal 52 Perkonsil
No.2 tahun 2011
1. Peringatan tertulis;

2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk:
a) reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi; atau
b) reedukasi nonformal yang dilakukan di bawah supervisi dokter atau dokter gigi tertentu di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan
jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang- kurangnya 2 (dua) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau

3. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat:


a) sementara paling lama 1 (satu) tahun;
b) tetap atau selamanya; atau
c) pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dalam
pelaksanaan praktik kedokteran.
MKDKI
Pasal 3 Perkonsil No.3 tahun 2011

MKDKI mempunyai tugas:

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional
dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter
atau dokter gigi.
Wewenang (Pasal 5 Perkonsil No.3 tahun 2011) :
• Menyusun tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi;

• Menyusun buku pedoman pelaksanaan tugas MKDKI dan MKDKI-P;

• Menerima pengaduan dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi serta menerima
permohonan banding;

• Menolak pengaduan yang bukan yurisdiksi MKDKI dan menolak permohonan banding;

• Menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi dengan melakukan
klarifikasi, investigasi, dan pemeriksaan disiplin, termasuk meminta dan memeriksa rekam medis dan
dokumen lainnya dari semua pihak yang terkait pada tingkat pertama dan tingkat banding;
• Memanggil teradu, pengadu, saksi-saksi, dan ahli yang terkait dengan pengaduan untuk didengar
keterangannya;

• Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi pada tingkat pertama dan
tingkat banding;

• Menentukan sanksi disiplin terhadap pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi pada tingkat
pertama dan tingkat banding;

• Melaksanakan Keputusan MKDKI yang menjadi kewenangan MKDKI;

• Membina, mengoordinasikan, dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P;

• Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada KKI;

• Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan MKDKI-P;

• Mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan Keputusan MKDKI.


HUKUM
KEDOKTERAN
Didalam penerapan kode etik kedokteran Indonesia
seorang okter salah satunya harus

Hukum mengedepankan tanggung jawab. Tanggung


jawab ini berkaitan dengan ketentuan-
ketentuan hukum dalam menjalankan profesi
kedokteran kedokteran.

Terdapat 3 tanggung jawab dokter terhadap hukum :


1. Tanggung jawab terhadap hukum perdata
2. tanggung jawab terhadap hukum pidana
3. Tanggung jawab terhadap hukum administrasi
Wanprestasi : keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian
atau kontrak

Hukum Pasal 1243 KUHPer


Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
Perdata dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur,
walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya
dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Pasal 1365 KUHPer
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan

Hukum kerugian tersebut.

Yang dimaksud dengan melanggar hukum ialah tindakan :


Perdata •

Melanggar hak orang lain
Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri
• Menyalahi pandangan etis yang umumnya dianutt
• Tidak sesuai dengan kepatuhan dan kecermatan sebagai
persyaratn tentang diri dan benda orang seorang dalam
pergaulan hidup
Hukum Perdata

Pasal 1366 KUHPER


• Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan- perbuatan, melainkan juga atas
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
Pasal 1367 KUHPER
• Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas
kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-
barang yang berada di bawah pengawasannya.
• Orangtua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal
pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali. Majikan dan orang yang mengangkat
orang lain untuk mewakili urusan-
Hukum Pidana
● Pasal 263 KUHP
1. (1) Barang siapa membuat surat palsu atau ● Pasal 267 KUHP
memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu 1. (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan
hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya
diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang pidana penjara paling lama empat tahun
lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar 2. (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana
dengan pidana penjara paling lama enam tahun. penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
2. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa 3. (3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa
dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu
dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
dapat menimbulkan kerugian.
Hukum Pidana
Pasal 294
1. (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan (2) Diancam dengan pidana yang sama:
anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah 1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan
pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang orang yang karena
yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan 2. jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang
atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, yang penjagaannya
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh 3. dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
tahun. 4. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau
pesuruh dalam
5. penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pen-
didikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit
jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan
ke dalamnya.
Hukum Pidana
Pasal 322 KUHP
Pasal 299 KUHP 1. (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia
1. (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang yang wajib disimpannya karena jabatan atau
wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan pencariannya, baik yang sekarang maupun yang
diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau sembilan ribu rupiah.
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu 2. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang
rupiah. tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
2. (2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk pengaduan orang itu.
mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidmmya
dapat ditambah sepertiga
3. (3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut
dalam menjalankan pencariannya, dapat dicabut
haknya untuk menjalakukan pencarian itu.
Hukum Pidana
Pasal 304 KUHP
Pasal 344 KUHP
● Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau ● Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
membiarkan seorang dalam keadaan sengsara,
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana
karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan,
penjara paling lama dua belas tahun.
perawatan atau pemeliharaan
● kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Hukum Pidana

● Pasal 347 KUHP Pasal 348 KUHP


1. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau 1. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. paling lama lima tahun enam bulan.
2. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita 2. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun tujuh tahun.
Hukum Pidana

Pasal 349 KUHP


● Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
Pasal 359 KUHP
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun
● Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
melakukan atau membantu melakukan salah satu
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
paling lama satu tahun.
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.
Hukum Pidana
Pasal 531 KUHP
● Pasal 360 KUHP ● Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang
1. (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) yang sedang menghadapi maut tidak memberi
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa
diancam dengan pidana penjara paling lama lima selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. orang lain, diancam, jika kemudian orang itu
2. (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga
menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan lima ratus rupiah.
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu
tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama
enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.
Hukum Administrasi

● SANKSI (PerMenKes No..10 tahun 2018 tentang pengawasan di bidang


kesehatan)
PAT I E N T
SA F E TY
Definisi

“freedom from accidental injury”

bebas dari cedera (harm) yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan
kesehatan yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Insiden Keselamatan
(Permenkes no.11 Tahun 2017)

1. Kondisi Potensial Cedera

Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.

Contoh : Contohnya obat-obatan LASA (look a like sound a like) disimpan


berdekatan

2. Kejadian Nyaris Cedera

Kejadian insiden yang belum terpapar ke pasien.

Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi
staf lain megetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada
pasien
Insiden
Keselamatan
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)

Kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seluruhnya dapat yang dapat
mencederai pasien tetapi cedera tidak terjadi, dikarenakan keberuntungan (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat); dan peringatan (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, segera diketahui secara dii lalu diberikan antidotumnya sehingga tidak menimbulkan cedera berat).

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Kejadian yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil
tindakan (omission) dan bukan karena penyakit dasarnya (underlying disease) atau kondisi pasien.

Contoh : pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih kareba kesalahan saat membaca dosis obat pada resep sehingga
pasien mengeluhkan efek samping dari obat tersebut

5. Kejadian Sentinel

Suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi
untuk memperthankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
KESIMPULAN
REFERÊNCIAS
● Akhmad SA. Pendidikan Bioetika Islam di Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Tanpa tahun.
● Bertens K. Etika. Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2005
● Buku Penuntun skill lab Modul Etika dan Hukum Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tahun 2005.
● Buku tutor blok Bioetika dan Humaniora FK Unsyiah. Suryadi T, Effendy A (ed). Edisi 1. Tahun 2006.
● Dahlan S. Hukum Kesehatan-Rambu-rambu bagi Profesi Dokter. Edisi 3. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang; 2005.
● Darmadipura MS (ed). Kajian Bioetik 2005. Unit Bioetik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya; 2005.
● Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Penerbit buku EGC. Jakarta; 1999.
● Hanafiah MJ. Etika Kedokteran dan Ajaran Islam/ Penerbit Pustaka Bangsa Press. Medan. 2008.
● Jacobalis S. Pengantar tentang perkembangan ilmu kedokteran, etika medis dan bioetika. Penerbit Sagung Seto. Cetakan I. Jakarta; 2005.
● Kulsum. Mengenal Bioetika dan Humaniora. Kongres Nasional PDFI IV. Medan, 2007. Martaadisoebrata D, Perkembangan Bioetika serta
Aplikasinya. Seminar Kesehatan dan Hak Asasi Manusia. Jakarta 19-20 Maret 2003.
● Purwadianto A. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. Program Non Gelar
Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Purwadianto A. Kaidah Dasar Moral dan Teori Etika Dalam Membingkai Tanggungjawab Profesionalisme Dokter. Program Non Gelar Bioetika,
Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta; 2001.
● Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Informed consent. Dalam Bioetik dan Hukum Kedokteran. Pengantar untuk mahasiswa kedokteran dan
hukum.cetakan pertama; Oktober 2005.
● Suryadi T. Manajemen Konflik Hubungan Dokter Pasien Melalui Pendekatan Bioetika. Pertemuan Nasional JBHKI III. Surabaya. 2006.
● Suryadi T. Pelayanan medik di instalasi gawat darurat RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Ditinjau dari sudut pandang bioetika, hukum
kedokteran dan HAM. Makalah akhir Program Non Gelar Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Wijono D. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya ; 2000. Wujoso H. Aspek hukum Undang-undang
praktik Kedokteran. Kongres Nasional PDFI IV. Medan, 2007.
Terima kasih!
Alguém tem alguma pergunta?

seuemail@freepik.com
+91 620 421 838
seusite.com

CRÉDITOS: este modelo de apresentação foi criado


pelo Slidesgo, e inclui ícones da Flaticon e infográficos
e imagens da Freepik

Mantenha este slide para atribuição

Anda mungkin juga menyukai