n Abdusyakur
A I D A H E TI K
K I P LI N ,
R A N , D I S
K ED O K TE E A M A NA N Pembimbing :
a n K
HUKUM d Dr. Suryo Wijoy
PASIEN o Sp.KF,MH.
01 03
Pendahuluan Disiplin Profesi
02 04
Etika Profesi Hukum Profesi
OUTLINE 05
Patient Safety
• Etika diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang
azas-azas ahlak atau moral. Etika profesionalisme dokter
meliputi 4 prinsip moral, yaitu beneficence (prinsip moral
yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien), non-maleficence (prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien), autonomi
(prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien), justice (prinsip moral yang
mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya)
• Hukum kedokteran dapatlah dikatakan merupakan
Pendahuluan perangkat norma-norma hukum yang mengatur profesi
kedokteran. Dalam hal ini makan norma-norma hukum
tersebut memberikan batas-batas atau patokan-patokan
mengenai sikap tindak yang dikehendaki atau yang pantas.
Terhadap patokan tersebut mungkin diadakan
pengecualian-pengecualian; namun tidaklah mustahil,
bahwa terjadi penyelewengan.
• Dengan demikian, maka etika menyangkut sikap tindak
yang benar atau salah, sedangkan hukum berisikan
larangan, suruhan dan kebolehan. Kalau etika berkaitan
dengan hati nurani (geweten), maka norma hukum berkaitan
dengan kedamaian(vrede).
01
ETIKA KEDOKTERAN
Etika
Etik (Ethes) Ethos Akhlak adat kebiasaan, watak perasaan, sikap, yang
baik yang layak.
Etik profesi kedokteran seperangkat perilaku dokter dan dokter gigi dalam
hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan
mitra kerja.
Kode Etik Tenaga Kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI).
Etika
Kode Etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik
Kedokteran Indonesia tahun 2012
Pasien berhak menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya dan dokter
menghargai keputusan itu. Diantaranya berupa
● Mendapat informasi dan layanan
● Penentuan tindakan klinik dengan kedudukan yang setara
Beneficence
Berusaha untuk meningkatkan kesehatan pasien, dengan melakukan yang paling baik untuk
pasien dalam setiap situasi, altruism, dan mengedepankan golden rule principle.
• Pasal 8 : Profesionalisme
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara berkompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai
rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
KODE ETIK KEDOKTERAN
• Pasal 9: Kejujuran dan Kebajikan Sejawat.
Seorang dokter wajib bersikap jujur ketika berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang pada saat
menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
• Pasal 13 : Kerjasama
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
Pasal 2 :
Pengaturan Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi bertujuan untuk:
• memberikan perlindungan kepada masyarakat;
• mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; dan
• menjaga kehormatan profesi.
Disiplin Profesi
Pasal 3 :
1) Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang melakukan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
(2) Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk
Disiplin Profesi
• Pasal 4
Dalam rangka penegakan disiplin, Dokter dan Dokter Gigi yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan KKI ini dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pasal 5
Pada saat Peraturan KKI mulai berlaku, Keputusan KKI Nomor
17/KKIIKEPNIIII2006 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi
Kedokteran dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Disiplin Profesi
Pasal 6
Peraturan KKI ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Pelanggaran Profesi
1. Melakukan praktik yang tidak kompeten. Tidak merujuk pasien ke dokter lain yang memiliki
kompetensi sesuai.
2. Tidak merujuk pasien kepad Dokter atau Dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kkesehatan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi sementara dengan kompetensi yang tidak sesuai atau tanpa
perihal pemberitahuan penggantian tersebut.
5. Menyediakan praktik dengan kesehatan fisik atau mental sedemikian rupa, sehingga tidak kompeten
dan dapat membahayakan pasien.
6. Tidak melakukan asuhan/tindakan medis pada keadaan tertentu sehingga membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atua pengobatan berlebih, yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan jujur, etis dan memadai kepada pasien atau keluarga dalam praktik
kedokteran.
Pelanggaran Profesi
9. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat, wali, atau pengampunya.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12.Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya.
14. Melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai
subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang
diakui pemerintah
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
18. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelanggaran Profesi
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien
dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya. Penjelasan.
23. Menerima imbalan sebagai hasll dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memberikan
resep obat dan alat kesehatan.
25. Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya.
Pelanggaran Profesi
26.Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I
MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi
Kategori Sanksi (pasal 52 Perkonsil
No.2 tahun 2011
1. Peringatan tertulis;
2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk:
a) reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi; atau
b) reedukasi nonformal yang dilakukan di bawah supervisi dokter atau dokter gigi tertentu di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan
jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang- kurangnya 2 (dua) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional
dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter
atau dokter gigi.
Wewenang (Pasal 5 Perkonsil No.3 tahun 2011) :
• Menyusun tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi;
• Menerima pengaduan dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi serta menerima
permohonan banding;
• Menolak pengaduan yang bukan yurisdiksi MKDKI dan menolak permohonan banding;
• Menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi dengan melakukan
klarifikasi, investigasi, dan pemeriksaan disiplin, termasuk meminta dan memeriksa rekam medis dan
dokumen lainnya dari semua pihak yang terkait pada tingkat pertama dan tingkat banding;
• Memanggil teradu, pengadu, saksi-saksi, dan ahli yang terkait dengan pengaduan untuk didengar
keterangannya;
• Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi pada tingkat pertama dan
tingkat banding;
• Menentukan sanksi disiplin terhadap pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi pada tingkat
pertama dan tingkat banding;
bebas dari cedera (harm) yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan
kesehatan yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Insiden Keselamatan
(Permenkes no.11 Tahun 2017)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
Contoh : suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi
staf lain megetahui dan membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada
pasien
Insiden
Keselamatan
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seluruhnya dapat yang dapat
mencederai pasien tetapi cedera tidak terjadi, dikarenakan keberuntungan (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat); dan peringatan (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, segera diketahui secara dii lalu diberikan antidotumnya sehingga tidak menimbulkan cedera berat).
Kejadian yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil
tindakan (omission) dan bukan karena penyakit dasarnya (underlying disease) atau kondisi pasien.
Contoh : pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih kareba kesalahan saat membaca dosis obat pada resep sehingga
pasien mengeluhkan efek samping dari obat tersebut
5. Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi
untuk memperthankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
KESIMPULAN
REFERÊNCIAS
● Akhmad SA. Pendidikan Bioetika Islam di Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Tanpa tahun.
● Bertens K. Etika. Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2005
● Buku Penuntun skill lab Modul Etika dan Hukum Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tahun 2005.
● Buku tutor blok Bioetika dan Humaniora FK Unsyiah. Suryadi T, Effendy A (ed). Edisi 1. Tahun 2006.
● Dahlan S. Hukum Kesehatan-Rambu-rambu bagi Profesi Dokter. Edisi 3. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang; 2005.
● Darmadipura MS (ed). Kajian Bioetik 2005. Unit Bioetik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya; 2005.
● Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Penerbit buku EGC. Jakarta; 1999.
● Hanafiah MJ. Etika Kedokteran dan Ajaran Islam/ Penerbit Pustaka Bangsa Press. Medan. 2008.
● Jacobalis S. Pengantar tentang perkembangan ilmu kedokteran, etika medis dan bioetika. Penerbit Sagung Seto. Cetakan I. Jakarta; 2005.
● Kulsum. Mengenal Bioetika dan Humaniora. Kongres Nasional PDFI IV. Medan, 2007. Martaadisoebrata D, Perkembangan Bioetika serta
Aplikasinya. Seminar Kesehatan dan Hak Asasi Manusia. Jakarta 19-20 Maret 2003.
● Purwadianto A. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. Program Non Gelar
Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Purwadianto A. Kaidah Dasar Moral dan Teori Etika Dalam Membingkai Tanggungjawab Profesionalisme Dokter. Program Non Gelar Bioetika,
Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta; 2001.
● Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Informed consent. Dalam Bioetik dan Hukum Kedokteran. Pengantar untuk mahasiswa kedokteran dan
hukum.cetakan pertama; Oktober 2005.
● Suryadi T. Manajemen Konflik Hubungan Dokter Pasien Melalui Pendekatan Bioetika. Pertemuan Nasional JBHKI III. Surabaya. 2006.
● Suryadi T. Pelayanan medik di instalasi gawat darurat RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Ditinjau dari sudut pandang bioetika, hukum
kedokteran dan HAM. Makalah akhir Program Non Gelar Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM 2007.
● Wijono D. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya ; 2000. Wujoso H. Aspek hukum Undang-undang
praktik Kedokteran. Kongres Nasional PDFI IV. Medan, 2007.
Terima kasih!
Alguém tem alguma pergunta?
seuemail@freepik.com
+91 620 421 838
seusite.com