Anda di halaman 1dari 11

Malpraktik dan Unforeseeable Risk di Bidang Kedokteran

Jocellyn Siauta

102017124 / A7

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Email: Jocellyn.2017fk124@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kedokteran merupakan suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang suatu penyakit
dan cara menyembuhkannya. Pada praktik kedokteran, seorang dokter harus melakukan
tindakan yang dilandasi oleh prinsip etik yaitu nil nocere (do no harm) dan bonum facere (do
good for the patient). Selain itu, terdapat pula empat prinsip dasar (basic moral principle)
etika kedokteran yaitu autonomy, beneficence, non-maleficence dan justice. Namun, pada
saat-saat tertentu, dokter dapat disebut melakukan malpratik apabila dianggap melakukan
tindakan medis yang buruk dalam hubungannya dengan pasien.

Kata kunci: etik, malpraktik,

Abstract

Medicine is a science and art that studies about a disease and how to cure it. In
medical practice, a doctor must perform actions based on ethical principles, namely nil
nocere (do no harm) and bonum facere (do good for the patient). In addition, there are four
basic moral principles of medical ethics, namely autonomy, beneficence, non-maleficence
and justice. However, at certain times, a doctor can be called malpratice if he is considered
to be doing bad medical treatment in relation to the patient.

Key words: ethics, malpractice


Pendahuluan

Etik (ethics) berasal dari kata Latin yaitu mores dan ethos, yang berarti akhlak, adat
kebiasaan, watak, perasaan atau sikap yang baik dan layak. Dokter sebagai salah satu pemberi
pelayanan kesehatan untuk masyarakat, memiliki landasan utama untuk melakukan tindakan
medis terhadap pasien berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetensi yang di
dapat dari pendidikan dan pelatihan.1,2

Praktik kedokteran dilandaskan prinsip etik yaitu nil nocere (do no harm) dan bonum
facere (do good for the patient). Prinsip tersebut diterapkan sebagai norma etik kedokteran.
Norma tersebut diterapkan karena dokter memiliki profesi yang istimewa karena berkaitan
dengan menyelamatkan manusia, dimana manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
dianggap paling mulia.1

Dalam praktik kedokteran sehari-hari, pasien mempercayakan dirinya kepada dokter


untuk diperiksa dan diobati. Sehingga terjadi hsubungan khusus antara dokter dan pasien
yang didasari kepercayaan.1

Skenario

Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke IGD RS dalam kondisi akan melahirkan.
Keadaan umum baik, Kesadaran CM, tidak ditemukan adanya tanda-tanda gawat janin.
Wanita tersebut kemudian diperiksa Rapid Test CoVID-19 dan memberikan hasil positif.
Kemudian dokter IGD tersebut merujuk ke RSUD yang merupakan pusat rujukan COVID 19.
Saat perjalanan ke RSUD rujukan tersebut, wanita tersebut melahirkan dan janin meninggal.
Bioetik

Bioetik berasal dari bahasa Yunani yaitu bios artinya hidup dan ethos artinya adat,
kebiasaan, dan praktik. Prinsip-prinsip bioetik merupakan penerapan prinsip etik dalam
bidang kedokteran dan kesehatan. Untuk dapat mengkaji dan menetapkan suatu perbuatan
baik atau buruk, atau memilih tindakan dari beberapa macam pilihan tindakan, terdapat dua
kategori besar, yaitu: 2,3

1. Consequentalism. Perbuatan baik ialah yang memberikan akibat baik bagi yang
dikenai perbuatan atau tindakan tersebut.
2. Principlism. Mementingkan prinsip etik dalam bertindak. Sebelum melakukan
perbuatan baik, harus ditetapkan terlebih dahulu ukuran-ukurannya, misalnya
memberikan manfaat, tidak merugikan, dan menghargai manusia.
Terdapat empat prinsip dasar (basic moral principle) etika kedokteran sebagai
berikut:1,2

1. Autonomy. Pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya, artinya
pasien berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik, ikut serta pada
penentuan tindakan klinik dalam kedudukan yang setara.
2. Beneficence. Melakukan tindakanan untuk meningkatkan kesehatan pasien dengan
melakukan yang paling baik untuk pasien dalam setiap situasi.
3. Non-maleficence. Dalam setiap situasi, menghindari tindakan yang menyebabkan
kerugian pasien.
4. Justice. Keadilan pemberian pelayanan kesehatan.

Saat seorang pasien datang ke dokter untuk mendapatkan pelayanan medis, dokter
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan tindakan, dokter dapat melakukan meminta
persetujuan melalui lisan ataupun tertulis. Persetujuan yang dinyatakan baik secara lisan
maupun tertulis disebut sebagai informed consent. Tujuan informed consent adalah untuk
melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak
diizinkan oleh pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap
kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.1

Penandatangan informed consent adalah pasien itu sendiri yang sudah dewasa atau
telah menikah dan dalam keadaan sehat secara mental. Bagi pasien dibawah umur atau pasien
yang mengalami gangguan kejiwaan, diwakilkan oleh orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk
pasien dalam keadaan tidak sadar, tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis
berada dalam keadaan gawat atau darurat yang memerlukan tindakan medis segera, maka
tidak diperlukan persetujuan dari siapapun (pasal 11 BAB IV PerMenKes No.585). Namun
untuk keamanan, diperlukan dua orang saksi, untuk mewakili pihak pasien dan mewakili
pihak dokter atau rumah sakit.1

Kode Etik Kedokteran

Kode etik kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter dalam hubungan


dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja. Perilaku dokter sebagai
anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama pemerintah menjadi suatu kode etik
profesi yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).1 KODEKI terdiri dari:1
1. Kewajiban Umum
Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dokter.
Pasal 2. Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara indipenden, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang
tertinggi.
Pasal 3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
profesi.
Pasal 4. Seorang dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.
Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan
untuk kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobata baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7. Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8. Seorang dokterwajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral spenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9. Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani
pasiennya dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau komoetensi, atau
yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10. Seorang dokter wajib menghormati dan hak-hak pasien, teman sejawatnya,
dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11. Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.
Pasal 12. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif),
baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
2. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 14. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan keterampilannya untk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya,
ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan
atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu
memberikannya.
3. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 18. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan
Pasal 19. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis
4. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 20. Setiap dokter wajib memelihara kesehatanya, supaya dapat bekerja dengan
baik.
Pasal 21. Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Malpraktik

Malpraktik/malpractice berasal dari kata mal yang berarti buruk, dan practice berarti
tindakan. Sehingga malpraktik diartikan sebagai tindakan medik yang buruk dan dilakukan
oleh dokter dalam hubungannya dengan pasien.4

Malpraktik medis merupakan tindakan pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang
berprofesi di bidang kesehatan atau disebut tenaga kesehatan. Malpraktik memiliki beberapa
pengertian, sebagai berikut:5
1. Dalam arti umum, malpraktik merupakan suatu praktik buruk, yang tidak memenuhi
standar yang telah ditentukan oleh profesi.
2. Dalam arti khusus, apabila dilihat dari sudut pasien artinya malpraktik dapat terjadi
dalam menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama menjalankan perawatan,
dan sesudah perawatan.

Sedangkan berdarkan Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai

“professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional

servicees to exercise that degree of skill and learning commonly apllied under all the circumtances in

the community by the average prudent reputable member of the profession with the result injury, loss

or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them” yang berarti

secara singkat adalah dokter tersebut sudah melakukan kelalaian. 5

Ada pula beberapa jenis malpraktik dari segi etika profesi dan hukum, yaitu:5

1. Malpraktik etik. Tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan


etika profesinya sebagai tenaga kesehatan.
2. Malpraktik yuridis. Pada malpraktik yuridis terdapat tiga bentuk, yaitu:5
a. Malpraktik perdata (civil malpractice). Terjadi apabila ada hal-hal yang tidak
terpenuhi isi perjanjian (wanprestasi) dalam transaksi terapeutik oleh tenaga
kesehatan, atau terjadi perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad),
sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktik perdata dikenal
juga istilah culpa levis atau kelalaian yang bersifat ringan dan culpa lata atau
kelalaian yang bersifat berat.
b. Malpraktik pidana. Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
kecacatan akibat tenaga kesehatan yang kurang berhati-hati atau kurang cermat
dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut. Malpraktik pidana memiliki tiga bentuk, yaitu:5
1) Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional). Tenaga medis tidak
melakukan pertolongan pada kasus gawat darurat padahal diketahui tidak
ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan
yang tidak benar.
2) Malpraktik pidana karena kecerobohan (lack of skill). Melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai penjelasan medis.
3) Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence). Apabila terjadi kecacatan
atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang
kurang hati-hati. Terdapat beberapa bentuk negligence, seperti:5
a) Malfeasance. Tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat atau
tidak layak.
b) Misfeasance. Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat.
c) Non-feasance. Tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajibannya.
3. Malpraktik administrasi. Terjadi bila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalan praktik tanpa
lisensi atau izin praktik, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau
izinnya, menjalankan praktik dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan
praktik tanpa membuat catatan medis.

Kasus malpraktik hanya diselesaikan dengan solusi damai pada tingkat Majelis

Kehormatan Kode Etik Kedokteran (MKEK). Pada kasus atau gugatan adanya civil

malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :6

1. Cara langsung. Untuk membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur 4D yakni: 6

a. Duty (kewajiban). Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter

haruslah bertindak berdasarkan:6

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi

4) Sudah ada informed consent

b. Dereliction of the duty (penyimpangan dari kewajiban). Jika seorang dokter

melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter dapat

dipersalahkan.

c. Direct Causal relationship (berkaitan langsung). Berkaitan langsung antara tindakan

dan kerugian.

d. Damage (kerugian). Haruslah ada hubungan langsung antara penyebab (causal) dan

kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau

tindakan diantaranya dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil negatif tidak

dapat sebagai dasar menyalahkan dokter.

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan

mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa

loquitur).6 Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria: 6

a. Fakta tidak mungkin ada atau terjadi apabila dokter tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada

contributory negligence.

Terdapat beberapa bentuk pencegahan malpraktik, yaitu:5,7

1. Tidak menjanjikan atau memberikan garansi akan keberhasilan upayanya. Tetapi


mengupayakan yang terbaik.
2. Sebelum melakukan intervensi, melakukan informed consent.
3. Mencatat tindakan di rekam medis.
4. Apabila terjadi keraguan, konsultasikan ke senior.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

Unforeseeable Risk
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), insiden keselamatan pasien (patient
safety incident) merupakan kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang tida seharusnya terjadi atau dapat dicegah.8 Ada beberapa jenis
insiden, yaitu:4,8

1. Kejadian tidak diharapkan (KTD)/adverse event yaitu insiden yang mengakibatkan


cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat terjadi oleh kesalahan medis maupun bukan kesalahan medis.
2. Kejadian nyaris cedera (KNC)/near miss yaitu insiden yang menyebabkan cedera
pada pasien akibat melaksanakan tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dapat terjadi karena:4
a. Keberuntungan. Misalnya pasien menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat.
b. Pencegahan. Misalnya secara tidak sengaja pasien akan diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan
c. Peringanan. Misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya,
sehingga tidak menimbulkan cedera yang berarti.

Berdasarkan World Medical Association (WMA), tidak semua kegagalan medis


merupakan akibat dari malpraktik medis. Ada peristiwa buruk yang tidak di duga
(unforeseeable) yang dapat terjadi saat dilakukannya tindakan medis yang sesuai standar
tetapi mengakibatkan cidera pada pasien, tidak termasuk dalam malpraktik atau kelalaian
medis. Sehingga adverse events (hasil yang tidak diharapkan) dapat terjadi sebagai akibat
dari peristiwa tanpa adanya error atau dengan error. Adverse events akibat adanya error
dianggap dapat di cegah sehingga apabila menimbulkan kerugian, maka memenuhi unsur
kelalaian medis menurut hukum, sehingga disebut negligent adverse event.8

Pembahasan

Berdasarkan skenario, wanita berusia 35 tersebut tahun datang dalam kondisi akan
melahirkan. Keadaan umum baik, Kesadaran CM, tidak ditemukan adanya tanda-tanda gawat
janin. Namun setelah diperiksa Rapid Test COVID-19, hasilnya positif. Kemudian dokter
IGD merujuk ke RSUD pusat rujukan COVID-19. Saat perjalanan ke RSUD rujukan tersebut,
wanita tersebut melahirkan dan janin meninggal.
Dokter tersebut dapat dikatakan melakukan malpraktik apabila tidak terdapat rekam
medis (malpraktik administrasi) atau sebelum diberangkatkan ke RSUD rujukan, dokter tidak
melakukan pemeriksaan ulang seperti melakukan pemeriksaan jalan lahir. Apabila
pembukaan sudah lengkap maka dokter sebaiknya melakukan pertolongan persalinan
menggunakan APD lengkap. Namun, apabila dari rekam medis tidak ada tanda gawat janin
maupun pembukaan jalan lahir saat pemeriksaan di IGD dan saat akan diberangkatkan ke
RSUD rujukan, maka yang terjadi bukan malpraktik melainkan unforeseeable risk.

Penutup

Kesimpulan

Malpraktik dapat diartikan sebagai tindakan medik yang buruk dan dilakukan oleh
dokter dalam hubungannya dengan pasien. Namun, tidak semua kegagalan medis merupakan
akibat dari malpraktik medis. Ada peristiwa buruk yang tidak di duga (unforeseeable) yang
dapat terjadi saat dilakukannya tindakan medis yang telah sesuai standar tetapi
mengakibatkan cidera pada pasien, hal tersebut tidak termasuk dalam malpraktik atau
kelalaian medis. Adverse events (hasil yang tidak diharapkan) dapat terjadi sebagai akibat
dari peristiwa tanpa adanya error atau dengan error. Adverse events akibat adanya error dapat
di cegah sehingga apabila menimbulkan kerugian, maka memenuhi unsur kelalaian medis
disebut negligent adverse event

Daftar Pustaka

1. Darwin E, Hardisman. Etika profesi dokter. Yogyakarta: Deepublish; 2014. h. 13-24 Di


akses online pada 18 september 2020 melalui
https://www.researchgate.net/profile/Hardisman_Dasman/publication/337445917_Falsafa
h_dan_Kode_Etik_Kedokteran/links/5dd807c992851c1feda731b1/Falsafah-dan-Kode-
Etik-Kedokteran.pdf?origin=publication_detail
2. Afandi D. Tinjauan Pustaka: kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan yang
etis. 2017. Di akses online pada 18 september 2020 melalui
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/484/306
3. Diran O, Sachrowardi Q. Isu etik dalam penelitian di bidang Kesehatan.
Jakarta:AIFI;2013. h. 3. Di akses online pada 18 september 2020 melalui
https://media.neliti.com/media/publications/51149-ID-isu-etik-dalam-penelitian-di-
bidang-kesehatan.pdf
4. Novianto WT. Penafsiran hukum dalam menentukan unsur-unsur kelalaian malpraktek
medik (medical malpractice). 2015. Di akses online pada 18 september 2020 melalui
https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/download/8670/7756
5. Tinjauan Pustaka: Malpraktek di bidang medis; Universitas Udayana. Di akses online
pada 18 september 2020 melalui
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/c2306541946e8011d4032c38cbbbd0c9.pdf
6. Fatriah HS, Sampurna B. Pembuktian malpraktek.. 2017. Di akses online pada 18
september 2020 melalui http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/47-Syarifah-
Hidayah-F.pdf
7. Ginting VPB. Penanggulangan malpraktek yang dilakukan oleh tenaga Kesehatan. 2017.
Di akses online pada 18 september 2020 melalui
https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/pidana/article/download/844/728
8. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Komite keselamatan pasien rumah
sakit (KKPRS) 2015. Di akses online pada 18 september 2020 melalui
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelaporan.pdf

Anda mungkin juga menyukai