Anda di halaman 1dari 9

Manajemen pelayanan

UGD
kelompok 1
Nama kelompok :

Muthia azzahra 2010070160001


Windi anggraini 2010070160017

dosen Pengampu :Dr.Abdi setia putra.MARS


A.Pengertian pelayanan gawat darurat
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian
ini akan memberi kesan secara menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek
khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum
kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal
itu menjadi masalah, karena dispensasi di bidang ini sulit dilakukan.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas
kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra
rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen
penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit
perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah
sakit lain
B.Karakteristik pelayanan gawat
darurat
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati
beberapa masalah utama yaitu :

 Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat


 Perubahan klinis yang mendadak
 Mobilitas petugas yang tinggi

Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien
berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua
setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena
tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara
pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.
C. Pengaturan Staf dalam
Instalasi Gawat Darurat
Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat
yang harus dipenuhi oleh UGD. Selain dokter jaga yang siap di UGD,
rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit
dalam, anak, dll) untuk memberikan dukungan tindakan medis
spesialistis bagi pasien yang memerlukannya. Dokter spesialis yang
bertugas harus siap dan bersedia menerima rujukan dan UGD. Jika
dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya,maka tanggung jawab
terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak mampu
mendisiplinkan dokternya.
D.Peraturan Perundang–Undangan
Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan Gawat Darurat :

 Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah


UU No 23/1992 tentang Kesehatan

 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis

 Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal
23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam per hari
 Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan
tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal
5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.
Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang kesehatan tidak disebutkan
istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk
memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). Selanjutnya pasal 7 mengatur
bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan
kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat,
baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

 Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan


gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam
pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan. Dalam penanggulangan pasien gawat darurat
dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit.
E.Hubungan Hukum dalam Pelayanan
Gawat Darurat
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga
terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus
membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate
cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu
dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.

Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis
harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien
dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan
tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari
siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut
dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas
rekam medis
F. Kematian pada Instalasi Gawat
Darurat
Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:
 Meninggal pada saat dibawa ke UGD
 Meninggal akibat berbagai kekerasan
 Meninggal akibat keracunan
 Meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan

Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan Kematiannya adalah yang


cara kematiannya alamiah karena. penyakit dan tidak ada tanda-tanda
kekerasan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai