Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi bersama
sejumlah perawat dan juga asisten dokter.
Saat tiba di UGD, pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu, anamnesis untuk
membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita yang terkena penyakit
serius biasanya lebih sering mendapat visite oleh dokter daripada mereka yang penyakitnya
tidak begitu parah. Setelah penaksiran dan penanganan awal, pasien bisa dirujuk ke RS,
distabilkan dan dipindahkan ke RS lain karena berbagai alasan, atau dikeluarkan. Kebanyakan
UGD buka 24 jam, meski pada malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit.
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1) dan (2), menentukan bahwa:
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan mencegah
kecacatan terlebih dahulu.
UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit - Pasal 29 ayat (1) huruf f: Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban: melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan
gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan;
UU No 29 tahun 2004, Pasal 51 huruf d :Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban : melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya;
ADVERTISING
Dari ketiga peraturan perundangan tersebut, maka terkandung makna bahwa ada
kekhususan dalam hal pelayanan kegawatdaruratan medis.
Pengertian Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien
gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan,
(Permenkes No 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan Pasal 1 ayat (1)
Sementara yang dimaksudkan dengan keadaan Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang
membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan. (ayat 3)
Menurut American Hospital Association (AHA) gawat darurat adalah: An emergency is any
condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility
of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical attention. This condition
continues until a determination has been made by a health care professional that the
patient's life or well-being is not threatened.
Gawat Darurat: Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Contoh pasien dengan AMI (Acut Miocart Infarc).
Gawat Tidak Darurat: Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat.
Darurat Tidak Gawat: Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Misal : pasien luka tanpa pendarahan, pasien Ca stadium
akhir.
Tidak Gawat Tidak Darurat: Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan.
Misalnya: pasien batuk, pilek yang datang ke Instalasi Gawat Darurat, maka diminta untuk
menunggu sampai pasien yang lainnya tertangani.
Hubungan Dokter- Pasien dalam Kegawatdaruratan Medis.
Seperti disebutkan pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 51 huruf d :
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Maka pada kegawatdaruratan medis, terjadi
hubungan hukum antara dokter dan pasien yang spesifik, pada keadaan ini tidak ada azas
voluntarisme, baik untuk dokter maupun pasien, tetapi hubungan hukumnya adalah akibat
perjanjian/perikatan karena undang-undang -- zaakwarneming. Yang pengertiannya adalah
mengambil alih tanggung jawab dari seseorang sampai yang bersangkutan sanggup untuk
mengurus dirinya sendiri (Pasal 1354 KUHPerdata).
Berbeda dengan hubungan hukum dokter dan pasien pada keadaan bukan kegawatdaruratan
medis dimana perikatan/perjanjian yang terjadi karena adanya kesepakatan (UU no 29/2004
tentang Praktik Kedokteran, Pasal 39: Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan).
Dokter yang bersedia menolong pasien gawat darurat, maka dia harus melakukannya sampai
tuntas atau sampai ada pihak lain (dokter lain) yang melanjutkan pertolongan atau sampai
pasien sudah tidak lagi memerlukan pertolongan.
Jika pertolongan yang diberikan tidak tuntas maka dokter tersebut dapat digugat karena
dianggap menghalangi kesempatan pasien untuk mendapatkan pertolongan lain (loss of
chance).
Secara yuridis kegawatdaruratan medis akan menimbulkan privilege tertentu bagi dokter dan
/ atau tenaga kesehatan lainnya, sehingga perlu ditegaskan pengertian kegawat daruratan
medis, karena seringkali pasien dan atau keluarganya menganggap bahwa dirinya sakit dan
dalam keadaan gawat darurat, yang harus segera ditolong, padahal sebenarnya tidak
demikian.
Sehingga timbulah apa yang disebutkan false emergency dan true emergency dimana A true
emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such
conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the
hospital to those that are diagnostic problems and may or may not require admission after
work-up and observation."
Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skrining secara cepat terhadap
semua pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, yang tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi kegawatdaruratannya.
Penanganan yang baik untuk yang dapat menyelamatkan nyawa dan atau mencegah
kecacatan pasien, maka penanganan kegawatdaruratan medis sebenarnya tidak hanya pada
saat pasien di IGD rumah sakit saja, tetapi juga ditentukan diluar atau sebelum pasien masuk
ke IGD rumah sakit.
Jadi ambulans adalah kendaraan transportasi yang diperuntukan bagi pasien/korban yang
akan dipindahkan dari satu tempat ketempat lain untuk mendapatkan perawatan medis.
Pemindahkan orang sakit/korban bisa dari suatu tempat kejadian diluar kerumah sakit atau
dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lain.
Fungsi Ambulan
Awalnya ambulan berfungsi sebagai kendaraan transport orang sakit dari suatu tempat ke
tempat lain untuk perawatan medis, dengan perkembangan teknologi kedokteran, maka
ambulan tidak hanya sekedar memindahkan orang sakit, tetapi juga sebagai sarana untuk
melakukan tindakan medis yang perlu dilakukan selama proses transportasi agar pasien dapat
selamat sampai ketempat fasilitas kesehatan tujuannya. Untuk itu maka ambulan harus
dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai. Ambulan juga digunakan untuk
melakukan evakuasi korban bencana alam.
Karena kemungkinan timbulnya cidera pada proses pertolongan pra fasilitas kesehatan baik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlebih yang dilakukan oleh orang awam, maka bagi
para penolong tersebut harus diberikan perlindungan, jangan sampai orang yang sudah
berniat menolong mendapatkan masalah karena perbuatannya tersebut, sehingga orang
tidak mau atau takut untuk melakukan pertolongan kepada pasien/korban.
Dengan doktrin ini, maka keluarga pasien/korban tidak bisa menggugat penolong, apabila
terjadi kecederaan pada pasien/korban saat dilakukan pertolongan sebelum/diluar fasilitas
kesehatan.
Ada dua syarat utama pada Doktrin Good Samaritan yaitu: Kesukarelaan dan itikat baik dari
pihak penolong, yang dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong
untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila penolong meminta imbalaan atas
pertolongan tersebut, maka doktrin tersebut tidak berlaku.
Di Indonesia doktrin ini dikenal dalam Pasal 1354 KUH Perdata: "Jika seorang dengan sukarela,
dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa
pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusannya."
Pasal ini dikenal sebagai perwakilan sukarela, untuk terjadinya perwakilan sukarena, harus
memenuhi syarat-syarat :