Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi gawat darurat yang menuntut tindakan tepat dan cepat dalam
menangani pasien dengan tujuan live saving menimbulkan banyak dilema
moral dan etik dalam mengambil tindakan. Tak jarang terjadi kesalahan yang
berujung perkara, baik bagi pihak rumah sakit ataupun bagi keluarga pasien,
sehingga dibutuhkan aspek legal yang menjelaskan standar atau batasan
tertentu dalam menangani pasien gawat darurat ini. Dengan harapan dapat
mengurangi kesalahan atau hal lain yang tidak diharapkan, baik oleh pemberi
layanan atau penerima layanan.
Perawat adalah pelayan kesehatan lini pertama yang akan menerima
pasien sehingga perawat memiliki taggung jawab yang cukup besar dalam
area kegawat daruratan. Beberapa laporan menunjukkan adanya kelalaian
perawat dalam menangani pasien kritis. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
citra layanan kesehatan juga membahayakan pasien yang selanjutnya akan
menyebabkan konflik dengan keluarganya. Atas penjelasan tersebut kami,
penulis, bermaksud untuk mengangkat tema Isu Legal dalam Keperawatn
Kritis dengan harapan pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan,
memahami peran serta tanggung jawabnya secara legal dalam menangani
pasien kritis.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui Praktek Keperawatan Kegawatdaruratan tanggung
jawab legal
b. Untuk mengetahui Undang Undang Kesehatan terkait kegawatdaruratan
c. Untuk mengetahui Pengabaian/Negligence dan malpraktik
d. Untuk mengetahui Undang Undang Keperawatan terkait perawatan
kegawatdaruratan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Praktek Keperawatan Kegawatdaruratan Tanggung Jawab Legal
Profesi kesehatan (tenaga kesehatan) seperti perawat dan dokter dan
profesi kesehatan lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk
memberikan pertolongan pada kasus-kasus kegawatan daruratan dan bencana,
Yang disebut Tenaga Kesehatan dalam Undang-undang Kesehatan Nomor
36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (6) : Setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pasal ini mempertegas bahwa petugas kesehatan wajib melakukan upaya
kesehatan termasuk dalam pelayanan gawat darurat yang terjadi baik dalam
keadaan sehari-hari maupun dalam kedaaan bencana.
Dalam undang-undang No. 38. Tahun 2014 Pasal 30 ayat 1 berbunyi :
Memberikan pertolongan pertama dalam keadaan, perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya. Ketika
perawat melakukan tindakan kadang terjadi kesalahan/kelalaian, namun
terkadang sulit membedakan apakah kelalaian biasa atau malpraktik. The
New York Supreme Court pernah mendiskusikan perbedaan antara kelalaian
biasa dan malpraktik yang melibatkan profesional perawatan kesehatan dalam
kasus Borrillov. Beekman Downtown Hospital (1989).
Pertanggungjawaban

perawat

dalam

penyelenggaraan

pelayanan

kesehatan dapat dilihat berdasarkan bentuk pembidangan hukum yakni


pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, hukum pidana dan hukum
administrasi. Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua
bentuk yakni perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatigedaad) sesuai

dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan perbuatan wanprestasi


(contractual liability) sesuai dengan ketentuan Pasal 1239 KUH Perdata. Dan
Pertanggungjawaban perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata
maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat) prinsip sebagai berkut:
2

1. Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability)


berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan
kesalahan

dalam

menjalankan

fungsi

independennya

yang

mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul


tanggungjawabnya secara mandiri.
2. Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious
liability atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah
dengan asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW.

Bila

dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang


terjadi dalam menjalankan fungsi interdependen perawat akan
melahirkan bentuk pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari
tim maupun orang yang bekerja di bawah perintah dokter/rumah
sakit, maka perawat akan bersama-sama bertanggung gugat kepada
kerugian yang menimpa pasien.
3. Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal
1354 BW.
4. Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi
seorang perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus
melakukan pertolongan darurat di mana tidak ada orang lain yang
berkompeten untuk itu.
Perawat pada keperawatan kritis harus memiliki tanggung jawab dan
tanggung gugat kepada pasien. Beberapa masalah hukum yang melibatkan
perawat diantaranya :
1. Lisensi
Perawat yang terlibat dalam keperawatan kritis harus memilik
lisensi sebagai standar bahwa perawat tersebut dapat bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap pasien yang ditangani.
Lisensi ini dibutuhkan pada keperawatan kritis diantaranya : lisensi
dari PPNI yang didapatkan dengan melalui ujian kompetensi,
lisensi pelatihan keperawatan gawat darurat ( pelatihan PPGD )
2. Tuntutan perkara
3

Perawat dalam melaksanakan keperawatan kritis harus


memperhatikan segala prosedur yang ada. Ketika perawat tidak
dapat melaksanakan tugas dengan benar maka akan terjadi tuntutan
atau masalah-masalah hukum. Masalah hukum yang dapat dihadapi
dapat berupa pidana atau perdata. Oleh karena itu, perawat kritis
dalam melakukan keperawatan kritis harus bersikap baik pada
pasien ataupun keluarga.
1.2 Undang Undang Kesehatan terkait kegawatdaruratan
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat
darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri
Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan
Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di
mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan.
Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak
disebutkan istilah pelayanan gawatdarurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraanpelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap
oranguntuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).Selanjutnya
pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah bertugasmenyelenggarakan upaya
kesehatan yang merata danterjangkau oleh masyarakat termasuk fakir
miskin, orang
terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut pula
pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat (swasta). Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu
persyaratan ijin rumah sakit.
Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta
uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalam penanggulangan
pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah
4

sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah
Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk
fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum
ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU
No.23/1992 tentang. Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan
yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk
peraturan

tersebut

seyogyanya

adalah

peraturan

pemerintah

karena

menyangkut berbagai instansi di luar sector kesehatan.


Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan


UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
UU NO 36 Tahun 2009 Kesehatan
UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
PP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan
Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi
perawat :
1. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan
asuhan keperawatan gawat darurat agar diterima oleh etik dan
hukum, sehingga menimbulkan adanya kepastian hukum.
2. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab
perawat gawat darurat yang berbeda dari tanggung jawab tenaga
kesehatan lainnya
3. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas
batas tindakan keperawatan mandiri (otonomi profesi)

4. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan


keperawatan yang dibuat oleh profesi keperawatan.
5. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat
Darurat oleh profesi keperawatan.
6. Dalam Undang undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan

kesehatan

perorangan

secara

paripurna

yang

menyediakan pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat.


Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan
gawat darurat kepada pasien atau penderita dengan arti kata setiap
rumah sakit wajib memiliki sarana, pra sarana dan SDM dalam
pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini membuktikan adanya
kepastian hukum dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
7. Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan
pelayanan medis. Gawat
8. Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita,
keluarga, atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa
penderita

ke rumah sakit memerlukan pelayanan medis segera.

Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat,


bermutu

dan

terjangkau.

(Etika

dan

Hukum

Kesehatan,

Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010).


9. Kepmenkes RI Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001

Tentang

Registrasi dan Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang


mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan
jiwa.
10. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang
regitrasi dn izin praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam
darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang
untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya

sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat


berhak Memperoleh perlindungan hukum.
11. Permenkes Nomor
152/Menkes/Per/IV/2007Tentang Izin dan
penyelenggaran Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III
Pasal

15 Ayat

(I), Dokter dan dokter Gigi

dapat memberilan

pelimpahan suatu tindakan kedokteran dan tindakan kedokteran


gigi , kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara
tertulis.
Aspek Legal Pelayanan Gawat Darurat - Safe Community
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Konsep/program PBB/WHO
UU Kesehatan Np. 23/1992
UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002
UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007
Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008
Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007
Charitable immunity & Medical Necessity dll.

1.3 Pengabaian/Negligence dan Malpraktik


Dua istilah legal yang wajib dipahami oleh perawat adalah kelalaian
dan malpraktik. Kelalaian diartikan sebagai kegagalan seseorang dalam
melakukan perawatan dan melindungi orang lain dari bahaya. Malpraktik
diartikan sebagai kelalaian yang dilakukan oleh seorang professional dalam
memberikan perawatan bagi orang lain. Kelalaian memang termasuk dalam
arti malpraktik, tetapi malpraktik tidak selalu harus ada unsure kelalaian.
Malpraktik lebih luas daripada kelalaian karena selain mencakup arti
kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja dan melanggar undang-undang. Didalamm arti kesengajaan
tersirat adanya motif sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata dan pidana.
Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan. Begitu
pula seorang professional, yang telah terlisensi untuk melakukan perawatan
karena telah mendapatkan pendidikan khusus, pengetahuan dan pengalaman,
telah memiliki standar yang lebih tinggi dalam mempertanggung jawabkan
tindakannya. Sebagai perawat, anda memiliki kewajiban untuk melindungi
dan mengadvokasi klien anda.
Kelalaian adalah kegagalan memberikan perawatan yang adekuat.
Derajat tindakan kelalaian yang dilakukan didasarkan pada tingkat
kompetensi yang diharapkan berdasarkan undang-undang praktik
keperawatan. undang-undang keperawatan juga digunakan untuk memastikan
apakah seorang perawat telah melakukan malpraktik atau tidak.
7

Seorang perawat dikatakan bijaksana dan bertanggung jawab apabila ia


memberikan perawatan dengan baik, selalu memberikan perawatan dengan
baik, selalu memikirkan rasional, keuntungan dan resiko dari tindakan yang
diambilnya.

Elemen-elemen

pertanggung

jawab

hukum

(liability)

Terdiri dari 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa


malpraktek atau kelalaian telah terjadi (Vestal.1995) :
1. Kewajiban (duty)
Pada sat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak tidaknya meringankan beban
penderitaan

pasiennya

berdasarkan

standar

profesi.

Contoh: Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk :


a. Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk
memberikan asuhan keperawatan
b. Mengingat

tanggung

jawab

asuhan

keperawatan

professional untuk mengubah kondisi klien


c. Kompeten melaksanakan cara cara yang aman untuk
klien.
2. breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban)
Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut
standar profesinya.
Contoh:
a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien.
Seperti tingkat kesadaran pada saat masuk
b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara cara
pengamanan yang tepat ( pengaman tempat tidur, restrain, dll )
3. Proximate caused (sebab-akibat)

Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau


terkait dengan cedera yang dialami klien. Contoh : Cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal menggunakan cara
pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan
mengakibatkan fraktur.
4. Injury (Cedera)
Seseorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat
dituntut secara hukum. Contoh : fraktur panggul, nyeri, waktu
rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.
5. Standar Asuhan
Untuk menentukan kelalaian, standar asuhan dipenuhi dengan
penjelasan apakah seseorang beralasan akan atau tidak akan
melakukan sesuatu pada situasi yang sama. Setiap perawat
bertanggung jawab untuk mengikuti standar asuhan keperawatan
dalam praktek.
Bagaimana menghindari Neglience?
C = Check the order (periksa perintah dokter)
W = wash your hands (cucilah tangan)
I = Identify the patient (identifikasi pasien)
P = provide safety and privacy (berikan keamanan dan privasi)
A = Assess the problems (kaji masalah)
T = Teach and tell the patient (ajarkan dan katakan pada pasien)
1.4 Undang Undang Keperawatan terkait perawatan kegawatdaruratan
Berikut

adalah

Undang

Undang

Keperawatan

terkait

kegawatdaruratan
A. Pasal 30
Ayat 1 : Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di
bidang upaya kesehatan perorangan,Perawat berwenang :
1.
2.
3.
4.

Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik


Menetapkan diagnosis keperawatan
Merencanakan tindakan keperawatan
Melaksanakan tindakan keperawatan
9

5. mengevaluasi hasil tindakan keperawatan


6. Melakukan rujukan
7. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
8. Memberikan konsultan keperawatan dan berkelaborasi dengan dokter
9. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
10. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai
dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas
B. Pasal 35
1. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,
Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai
dengankompetensinya.
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat pertama
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan
lebih lanjut
3. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat pertama merupakan
keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan klien.
4. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat pertama ditetapkan
oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat pertama diatur dengan peraturan mentri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dewasa ini kesadaran masyarakat mengenai hak.-haknya dalam
pelayanan kesehatan dan tindakan legal semakin meningkat. hal ini berarti
pengawasan kepada perawat selaku pemberi pelayanan kesehatan akan
semakin meningkat. Banyak sekali isu-isu yang terkait dengan aspek legal
khususnya dalam keperawatan kritis dan gawat darurat. Isu-isu tersebut terdiri
dari isu yang berkaitan dengan kelalaian perawat maupun isu yang terkait
bantuan hidup pada pasien.
Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang perawat kritis untuk selalu
menjalankan peran serta fungsinya dan melakukan tindakan sesuai dengan
standar keperawatan dan lebih memahami ataupun meningkatkan
pengetahuannya terkait isu yang berkaitan dengan aspek legal khususnya
pada ranah keperawatan kritis maupun keperawatan gawat darurat sehingga
perawat kritis dapat menghindari timbulnya permasalahan hukum yang rentan
sekali terjadi di dunia kesehatan ini

10

11

Anda mungkin juga menyukai