Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku kekerasan biasa disebut juga dengan perilaku yang bersifat
agresif yang menimbulkan suatu perilaku kasar atau kata-kata yang
menggambarkan perilaku permusuhan, mengamuk dan potensi untuk merusak
secara fisik yang dapat menimbulkan kerusakan dan membahayakan baik
bagi diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. (Asad & Soetjipto, 2000)
Masalah yang ditimbulkan dari perilaku kekerasan ini selain merusak
dirinya sendiri, juga merusak orang lain dan lingkungan, contoh dari merusak
orang lain, misalnya memukuli orang lain, menciderai orang lain dan
memandang tajam orang tersebut seperti memandang orang tersebut sebagai
musuh terbesarnya, kemudian contoh dari lingkungan, misalnya merusak dan
mengotori lingkungan tersebut juga termasuk dalam perilaku kekerasan.
(Asad & Soetjipto, 2000)
Klien yang biasa datang ke unit psiakatri, biasanya datang dalam
keadaan mekanisme koping yang tidak adekuat. Selama masa-masa stress
klien, sering terjadi perilaku agresif dan melukai. Oleh karena itu, peran
perawat sangatlah penting dalam melakukan pencegahan dan penanganan
perilaku kekerasan, dikarenakan perawat lebih banyak menghabiskan
waktunya bersama klien dibanding dengan profesi lain. Namun hal ini lebih
beresiko pula pada perawat untuk menjadi korban dari perilaku klien. Karena
alasan tersebut, maka kita sebagai calon perawat, harus dapat mengkaji klien
dengan beresiko perilaku kekerasan dan mengintervensinya secara efektif.
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian
asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan

kerjasama antara perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat dkk, 1999).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa

mampu

memahami

konsep

dasar

dan

asuhan

keperawatan pada klien perilaku kekerasan secara teoritis.


2. Tujuan Khusus :
a. Menjelaskan tentang konsep dasar perilaku kekerasan
b. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan secara teoritis.
c. Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan
C. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
metode deskriptif dan menggunakan pendekatan teknik studi kepustakaan
yaitu dengan mempelajari teori dan membaca literatur yang berhubungan
dengan judul makalah.
D. RUANG LINGKUP PENULISAN
Menyusun makalah ini penulis membatasi ruang lingkup penulisannya,
yaitu pada Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan masalah Masalah Sosial
Perilaku Kekerasan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I

: Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan,


ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan

BAB II

: Tinjauan Teoritis yang terdiri dari : Konsep Perilaku Kekerasan,


dan Asuhan Keperawatan Secara Teoritis.

BAB III

: Studi Kasus yang terdiri dari Kasus, serta Aplikasi Asuhan


Keperawatan.

BAB IV

: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian
Perilaku Kekerasan adalah kegiatan intens, kasar, atau membahayakan
terhadap orang lain atau lingkungan dapat berakibat cedera atau kerusakan
(kamus collind, (2003) dalam Stuart and Laraia 2005)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik terhadap dirinya,
orang lain, maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen (1995) dalam buku Ade
Herman 2011. Hal 131) .
Suatu keadaan dimanana individu mengalami perilaku yang dapat
melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau oarang lain (Towsend
(1998) dalam buku Ade Herman 2011. Hal 131) .
Suatu kedaan dimana klien mengalami

perilaku

yang

dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barangbarang (Maramis (1998) dalam buku Ade Herman 2011. Hal 131) .
2. Proses terjadinya masalah
Menurut Townsend (1996) dalam Nita Fitria. (2011) .proses terjadinya
masalah dalam prilaku kekerasan meliputi faktor predisposisi, Faktor
presipitasi, Sumber Koping, Mekanisme koping, dan Rentang respon
a. Faktor predisposisi
Menurut Townsend (1996) dalam Nita Fitria. (2011), dan Stuart &
Sunden (2005), terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang
faktor predisposisi prilaku kekerasan diantaranya sebagai berikut :
1) Biologik
Berdasarkan teori biologik ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut :
a) Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat

impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi


timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b) Pengaruh biokimia, berbagai neurotransmiter (epinefrin,
norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat
erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe
XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara perilaku
tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan cerebral tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, penyakit ensofalitis, epilepsi,
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
Sedangkan menurut stuart & sunden 2005.
a) Characteristics of violent families
Multigenerational transmission
Pada tahap ini menjelaskan bahwa yang menjadi faktor
kekerasan dimulai pada masa kanak-kanak, yang mana prilaku
bisa di pelajari sesuai apa yang dilihatnya, misal keluarga sering
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah anak
juga akan menggunakan kekerasan juga dalam mengatasi
masalahnya tapi tidak semua anak
b) Isolasi sosial, Kekerasan keluarga juga menjadi isolasi sosial.
Yang mana jika terjadi kekerasan dalam keluarga, keluarga akan
mengurung diri demi tidak diketahui oleh orang banyak.
c) Use and Abuse of Power/ penggunaan dan penyalah gunaan
kekuasaan, di faktor ini kekerasan disebabkan oleh adanya
penyalah gunaan kekuasaan untuk mengunakan kekerasan.

Misal antara suami-istri, suami lebih mempunyai kekuasaan dari


pada istri.
d) Alcohol and Drug Abuse /Alkohol dan Penyalahgunaan
Narkoba, dalam masalah kekerasan orang yang mengkonsumsi
alkohol dan narkoba salah satu faktor melakukan kekerasan tapi
tidak semua orang yang mengkonsumsi alkohol dan narkoba
melakukan kekerasan itu.
2) Psikologik
Menurut Townsend (1996) dalam Nita Fitria. (2011). Hal : 143,
Teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta
memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi
bahwa

perilaku

agresif

dan

tindak

kekerasan

merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap ketidakberdayaannya dan


rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
a) Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif
b) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental, yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
c) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
d) Teori pembelajaran. Perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic
terhadap perilaku kekerasan lebih enderung untuk dipengaruhi

oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa


faktor predisposisi biologic.
3) Sosiokultural
Menurut Townsend (1996) dalam Nita Fitria. (2011). Hal : 144,
kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
Social-learning theory, teori ini mengemukakan agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya
secara

agresif

sesuai

dengan

respon

yang

dipelajarinya.

Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh internal : orang


yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis
menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton
film tersebut; seorang anak yang marah karena tidak boleh membeli
es kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah.
Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah maka ia akan
mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal : seorang anak
menunjukan perilaku agresif setelah melihat seorang dewasa
mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.
b. Faktor presipitasi
Menurut Nita Fitria. (2011). Hal : 144, faktor presipitasi dapat
dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal yaitu:

1) Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,


menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dll.
2) Eksternal adalah penganiayan fisik, kehilangan orang yang dicintai,
krisis, dll.
Menurut Shives (1998) dalam Nita Fitria. (2011). Hal : 144. hal-hal
yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara
lain sebagai berikut:
1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat

anaknya

dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa.


4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat anti sosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan

tahap

perkembangan,

atau

perubahan

tahap

perkembangan keluarga.

c. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 68), sumber koping dapat
berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensif,
dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber
koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual,
keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial,
sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai
dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal
yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk
kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi masalah,
menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan. keterampilan

sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain,


meningkatkan

kemungkinan

untuk

mendapatkan

kerjasama

dan

dukungan dari orang lain, dan memberikan kontrol sosial individu yang
lebih besar. akhirnya, aset materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli
dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang
mengatasi di hampir semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan
yang lain dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang
untuk melihat cara yang berbeda dalam menghadapi stres. Akhirnya,
sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi
jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan
konstitusional.
d. Mekanisme koping
Menurut

Nita

Fitria.

(2011).

Hal

145,

perawat

perlu

mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu


klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

sublimasi,

proyeksi, represi, reaksi formasi, displacement.


Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 69), mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap

rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut


mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran

yang

menyakitkan

atau

membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang


sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi,
maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suarasuara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak
kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan
orang lain.
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat

10

mempengaruhi perkembangannya. Hal ini tentunya menyebabkan klien


keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan
keluarga yang tidak maksimal.

e. Rentang respon
Berikut ini adalah skema Rentang Respon yang terjadi pada prilaku
kekerasan dari adaptif ke mal adaptif

Respon Adaptif

Asertif

Respon Maladaptif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan
Skema 2.1 rentang respon prilaku kekerasan

11

Sumber : Keliat (1999) dalam Ade Herman. 2011. Hal : 133


Keterangan :
1) Asertif
Individu dapat mengungkapakan tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
2) Frustasi
Indivudu gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.
3) Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4) Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5) Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.
3. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa kategori obat
yang digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut.
1) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan
perilaku agresif. Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam
mengendalikan

perilaku

kekerasan

yang

berkaitan

dengan

kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya


perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan developmental disability.
2) Antidepressant

12

Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku


agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline
dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
3) Mood Stabilizers
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif
untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya
menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain
seperti retardasi mental, cedera kepala, Skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal, bisa
meningkatkan perilaku agresif. Pemberian Carbamazepines dapat
mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEG
(electroencephalogram).
4) Antipsychotic
Obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan
perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau
perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat
membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum
efeknya dirasakan.
5) Medikasi lainnya
Banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone
(anatagonis opiat), dapat menurunkan perilaku mencedrai diri.
Betablockers seperti Propanolol dapat menurunkan perilaku
kekerasan pada anak dan pada klien dengan gangguan mental
organik.
6) Metode psikososial
Psikoterapi ialah suatu cara pengobatan terhadap masalah
emosional seseorang pasien yang dilakukan oleh seseorang yang
terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan
maksud hendak menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala-gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan
mengembangkan

pertumbuhan

(Maramis, 2009, hlm. 478).


7) Pemeriksaan diagnostik

13

kepribadian

secara

positif

Meskipun pemeriksaan diagnostik merupakan pemeriksaan


penunjang, tetapi peranannya penting dalam menjelaskan dan
mengkuantifikasi disfungsi neurobiologis, memilih pengobatan,
dan memonitor respon klinis (Maramis, 2009, hlm. 205).
Menurut Doenges (1995, hlm. 253), pemeriksaan diagnostik
dilakukan untuk penyakit fisik yang dapat menyebabkan gejala
reversibel seperti kondisi defisiensi/toksik, penyakit neurologis,
gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostik yang
dapat dilakukan pada Skizofrenia Paranoid adalah sebagai berikut:
a) Computed Tomograph (CT) Scan
Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia
berupa abnormalitas otak seperti atrofi lobus temporal,
pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak meningkat
yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat
dilihat.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat
memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal
rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama hipokampus, girus
parahipokampus, dan girus temporal superior).
c) Positron Emission Tomography (PET)
Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area
spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolik yang
rendah dari lobus frontal, terutama pada area prefrontal dari
korteks serebral.
d) Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)
Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan
intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi
e) Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak
terhadap ransangan yang bervariasi disertai dengan adanya
respons yang terhambat dan menurun, kadang-kadang di lobus
frontal dan sistem limbik.
f) Addiction Severity Index (ASI)

14

ASI

dapat

menentukan

masalah

ketergantungan

(ketergantungan zat), yang mungkin dapat dikaitkan dengan


penyakit mental, dan mengindikasikan area pengobatan yang
diperlukan.
g) Electroensephalogram (EEG)
Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal,
menunjukkan ada atau luasnya kerusakan organik pada otak.
b. Keperawatan
1) Pengkajian
a) Pada pengkajian biodata atau identitas klien dapat kita kaji
meliputi: nama, umur, jenis kelamin (l/p), nomor RM, ruang
rawat, tanggal masuk.
b) Penanggung Jawab klien meliputi: orang tua, wali, atau, orang
lain
c) Tanda dan gejala prilaku kekerasan
Menurut Iyus Yosep. 2011. Perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala prilaku kekerasan :
(1) Fisik
Ciri- ciri pada penampilan fisik dapat ditandai dengan :
muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, dan
jalan mondar-mandir.
(2) Verbal
Penampilan verbal yang tampak meliputi : bicara kasar,
suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara
verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor dan
ketus
(3) Perilaku
Perilaku yang biasa ditunjukan biasanya : melempar atau
memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai
diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan dan
amuk/agresif.
(4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam

dan

jengkel,

tidak

berdaya,

bermusuhan,

mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut


15

(5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
sarkasme
(6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain,
tidak peduli dan kasar.
(7) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
dan sindiran.
(8) Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, dan penyimpangan seksual.
d) Menurut Iyus Yosep. 2011, perawat perlu memahami dan
membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien. Hal ini
dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Aspek

Pasif

Isi

Negatif,

pembicaraan

merendahkan

Asertif
Positif

diri, merendahkan

misalnya :
saya

melakukan hal itu?


Bisakah

Menyombongkan diri,

diri, menawarkan

misalnya :
Bisakah

Agresif

anda

melakukannya ?

Saya

lain, misalnya :
mampu,

Kamu

pasti
kamu

bisa,

boleh, anda dapat

melanggar, kamu tidak

pernah menurut, kamu

selalu

tidak akan bisa

Lambat, mengeluh.

Sedang.

Keras ngotot.

Posisi badan

Menundukkan

Tegap dan santai.

Kaku,

kepala

condong

kedepan.

Menjaga

jarak Mempertahankan

dengan

sikap jarak

mengabaikan .
Penampilan

tidak

saya bisa, anda

Tekanan suara

Jarak

orang

nyaman.

Loyo, tidak dapat Sikap tenang.

16

Siap

dengan

jarak

yang akan menyerang orang


lain.
Mengancam,

posisi

Kontak mata

tenang.

menyerang.

Sedikit/sama sekali Mempertahankan

Mata melototot dan

tidak.

kontak mata sesuai dipertahankan.


dengan hubungan.

2) Pohon masalah
Menurut Stuart dan Sudden (1997, dalam buku Iyus Yosep.
2011, hal : 250) menindentifikasi pohon masalah perilaku
kekerasan sebagai berikut :

Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusin


Perilaku kekerasan
3) Diagnosa keperawatan
InefektifDiagnosa
proses terapi
harga
diridengan
kronis perilaku Isolasi sosial
yang dapatGangguan
diambil pada
klien
kesehatan ( Iyus Yosep. 2011 ) sebagai berikut :
a) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b) Perilaku kekerasan; harga diri rendah
Berduka disfungsional
Koping keluarga
tidak efektif
c) Perubahan
persepsi sensori : halusinasi
d) Isolasi sosial
e) Berduka disfungsional
f) Inefektif proses terapi
g) Koping keluarga tidak efektif
4) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan Perilaku Kekerasan
a) Tujuan keperawatan
(1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

17

(2) Pasien

dapat

mengidentifikasi

tanda-tanda

perilaku

kekerasan
(3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
dapat dilakukannya
(4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya
(5) Pasien

dapat

menyebutkan

cara

mencegah

atau

mengendalikan perilaku kekerasannya


(6) Pasien dapat mencegah atau mengendalikan perilaku
kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial dan dengan cara
terapi psikofarmaka

b) Tindakan keperawatan
(1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya, pasien harus
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
perawat. Dengan cara :
(a)
(b)
(c)
(d)

Mengucapkan salam terapeutik


Berjabat tangan
Menjelaskan tujuan dan interaksi
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
bertemu pasien

(2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan


sekarang dan yang lalu
(3) Diskusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan
pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan secara fisik,
psikologis, sosial, spiritual dan intelektual

18

(4) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang


biasa dilakukan pada saat marah secara verbal terhadap
orang lain, diri sendiri dan lingkungan.
(5) Diskusikan bersama pasien akibat kekerasan yang klien
lakukan
(6) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku
kekerasan, yaitu dengan cara berikut :
(a) Fisik: pukul kasur atau bantal, tarik napas dalam
(b) Obat
(c) Sosial atau verbal : menyatakan secara asertif rasa
marahnya
(d) Spiritual : beribadah sesuai keyakinan pasien
(7) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara fisik :
(8) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial atau verbal
(a) Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal :
menolak dan memintakan dengan baik, mengunhkap
perasaan dengan baik
(b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara
verbal
(9) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara spiritual :
(a) Bantu pasien mengendalikan marah secara spiritual:
kegiatan ibadah yang biasa yang biasa dilakukan
(b) Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa
(10)

Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan

dengan patuh minum obat:

19

(a) Bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip


lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar
dosis obat) desrtai penjelasan mengenai kegunaan obat
dan akibat berhenti minum obat.
(b) Susun jadwal minum obat secar teratur
(11)Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan
5) Evaluasi
Menurut Iyus Yosep. 2011. Hal 153. Dibawah ini beberapa perilaku
yang dapat mengindikasikan evaluasi yang positif :
a) Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan
klien
b) Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang
tersebut
c) Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya
pada yang lain.
d) Buatlah komentar yang kritikal.
e) Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang
berbeda.
f) Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk
mengurangi perasaan marahnya
g) Mampu mentoleransi rasa marahnya.
h) Konsep diri klien sudah meningkat
i) Kemandirian dalam berfikir dan aktivitas meningkat.

BAB II
STUDI KASUS
Klien ibu F 43, tahun masuk rsj dengan alasan mengamuk, membanting
barang-barang, gelisah tidak bisa tidur, berendam dikamar mandi berjam-jam (3
jam). Sudah 3 kali dirawat dengan alasan yang sama yaitu mengamuk.

20

Penyebab klien mengamuk biasanya karena ditegur atas kesalahannya (data


dari klien dan keluarga). Klien mengatakan mudah kesal dan marah dan
membanting-banting barang. Merasa barang tersebut tidak ada harganya. Klien
kelihatan sangat bersemangat, wajahnya tegang, mukanya merah ketika
menceritakan masalah, apalagi ketika menceritakan suaminya yang sangat kejam
dan sering memukulinya. Sewaktu hamil 6 bulan, suaminya menginjak-injak
perutnya, suaminya menyuruh klien menggugurkan kandungannya sehingga klien
mengamuk. Sejak itu suaminya pergi meninggalkan klien dan tidak kembali
sampai sekarang. Kakak dan adiknya adalah sarjana hukum. Klien merasa minder
apabila berada dilingkungan keluarga.
Menurut keluarganya (ibu dan adiknya) klien mudah marah, cepat
tersinggung, dan selalu merusak lingkungan (membanting barang) sejak gagal
dalam pendidikan dan perkawinannya. Klien juga biasanya hanya berendam
dikamar mandi berjam-jam ketika marah. Bila sedang marah, ayah klien tambah
memarahinya sehingga klien biasanya mengamuk. Klien tidak mau mandi bila
tidak disuruh. Klien tampak kotor, kusut (seperti tidak pernah disisir rambutnya),
gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam/kotor, kulit banyak daki dan kering
klien merngatakan malas mandi dan mandi ketika perlu saja.
Dari hasil observasi didapatkan data muka klien tampak merah dan
tangannya mengepal saat menceritakan suaminya, bicara kasar, mengumpat
dengan kata-kata kotor dan suara keras, melempar benda yang ada di sekitarnya,
cerewet.

A. Identitas klien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat

: Ny. F
: 25 Tahun
: Perempuan
: Islam
: Jln. Panglima Aim

21

Pekerjaan
Pendidikan
No RM
Penanggung Jawab

: Ibu rumah tangga


: SMA
: 15012011
: keluarga Ny. F

B. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjektif :
Pasien :
Klien mengancam
Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
Klien mengatakan demam dan jengkel
Klien mengatakan ingin berkelahi
Klien menyalahkan dan menuntut
Klien meremehkan
Keluarga :

Keluarga mengatakan (ibu dan adiknya) klien mudah marah


cepat tersinggung
selalu merusak lingkungan (membanting barang) sejak gagal

dalam pendidikan dan perkawinannya


Klien biasanya berendam dikamar mandi berjam-jam ketika
marah, Bila sedang marah, ayah klien tambah memarahinya

sehingga klien biasanya mengamuk.


Keluarga mengatakan tidak tahu bagaimana cara mengatasi,
apabila klien sudah menimbulkan marah

Data objektif :
Pasien :
muka klien tampak merah
tangannya mengepal saat menceritakan suaminya
bicara kasar
mengumpat dengan kata-kata kotor dan suara keras
melempar benda yang ada di sekitarnya
cerewet.

Keluarga :
22

Keluarga terlihat lebih tenang saat menghadapi klien yang sedang


marah

2. Diagnosa keperawatan :
a. Kekerasan, resiko tinggi
b. Koping individu tidak efektif
c. Harga diri rendah kronis
d. Intoleransi aktivitas
e. Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
f. Koping keluarga tidak efektif : ketidak mampuan keluarga
merawat klien dirumah
3. Tindakan
Pasien

Bina hubungan saling percaya antara perawat-pasien

Diskusikan bersama pasien apa penyebab pasien mudah marah


dan kesal

Diskusikan perasaan pasien ketika sedang marah secara fisik,


psikologis, sosial, spiritual, dan intelektual

Diskusikan kepada pasien apa yang dilakukan ketika pasien


sedang marah kepada orang lain, diri sendiri, dan lingkungan

Diskusikan kepada pasien jika sedang marah akibat apa yang


ditimbulkan

Diskusikan bersama klien cara mengendalikan rasa marah dengan


meliputi, fisik, obat, sosial, dan spiritual

Keluarga

Diskusikan bersama keluarga cara menghadapi saat pasien sedang


marah

23

Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat


pasien

Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi


(penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat
dari perilaku tersebut)

Diskusikan bersama keluarga kondisi klien yang perlu segera


dilaporkan keperawat

Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah


Anjurkan keluarga untuk memotivasi melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat

Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika


pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat

Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika


pasien menunjukan gejala-gejala perilaku kekerasan

C. Strategi Pelaksanaan
SP 1 pasien : membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang di rasakan, prilaku kekerasan yang
dilakukan,akibat, dan cara mengendalikan prilaku kekerasan dengan cara
fisik pertama (latihan nafas dalam)
1. Orientasi
Assalamualaikum selamat pagi ibu, (perawat tersenyum) perkenalkan
nama saya suster Fadillah saya biasa dipanggil dengan suster dilla,
saya perawat yang dinas di sini dari pukul 7 pagi sampai jam 2 siang,
saya yang akan merawat ibu selama ibu berada di sini, apakah benar
ini ibu Fatimah, ibu senangnya dipanggil ibu apa?
2. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan ibu ima hari ini? Kalau saya boleh tahu, Ibu ima
sudah berapa lama disini?, Apakah ibu ima ingat siapa yang membawa

24

ibu kemari? Kalau saya lihat ibu ima tampak kesal ya, apa yang
membuat ibu ima kesal?
3. Kontrak waktu
Ibu ima, bagaimana kalau hari ini kita bercakap-cakap tentang hal-hal
yang membuat ibu marah atau kesal, gak lama kok bu sekitar 15 menit
aja kok, ibu maunya kita bicara disini atau ditempat lain misalnya
ditaman ?
4. Tahap kerja
Nah, sekarang coba ibu ima ceritakan apa yang membuat ibu ima
sangat kesal dan membuat ibu ima marah?
Oh gitu ya bu, sebenarnya yang membuat ibu kesal karena mengingat
suami atau ada hal-hal lain? (fasilitasi saat klien mengeluarkan semua
perasaannya). kalau ibu marah biasanya apa yang ibu lakukan?.
Setelah melakukan hal itu apa yang ibu rasakan? Menurut ibu apa
dampak yang terjadi setelah ibu melakukan hal itu. (berikan edukasi
tentang dampak yang telah ibu lakukan)
Jadi, Bagaimana kalau kita belajar mengatasi marah ibu ima, agar
tidak menimbulkan dampak negative, disini saya punya 4 cara yang
bisa mengatasi marah ibu yaitu :
a. Tarik nafas dalam, agar ibu lebih rileks
b. Memukul bantal supaya ibu bisa melampiaskan marah ibu dengan
objek bantal
c. Ibu bercerita dengan orang yang ibu percaya agar terasa lebih lega
d. Spiritual , yakni dengan mendekatkan diri kepada allah, agar hati
ibu lebih tenang
e. Minum obat penenang, agar ibu merasa tenang
dari ke 5 cara tersebut mana yang ingin ibu lakukan?
Oh tarik nafas dalam ya bu?
begini bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu imah rasakan,
ibu berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan / tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus... tahan dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, ibu ima sudah bisa
melakukannnya. Bagaimana perasaannya inu ?

25

Nah, sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu ima sudah biasa
melakukannya.
5. Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana ibu perasaan ibu sekarang, apakah udah terasa lega
ibu?
ya, saya juga lihat ibu juga sekarang sudah tampak rilek.
b. Tindak lanjut :
Nah, bagaimana kalau latihan ini kita masukkan kedalam kegiatan
sehari-hari ibu, terus ibu maunya kita latihan ini setiap hari dan pada
jam berapa?
Kalau ibu marah, ibu bisa melakukan teknik ini untuk melampiaskan
kemarahan ibu,,
c. Kontrak lanjut
Nah, tindakan yang kita lakukan tadi itu merupakan salah satu
tindakan teknik mengatasi marah, bagsimana kalau nanti siang
sekitar jam 2 siang, kita mempelajari teknik napas dalam, agar ibu
bisa melakukannya setiap ibu marah.
Tempatnya disini saja ya ibu?
Ok ibu, saya permisi dulu ya ibu, dan kita akan bertemu lagi nanti
siang ya bu,, selamat pagi ibu, assalamualaikum ibu

26

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik terhadap
dirinya, orang lain, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan timbul karena
adanya campuran perasaan frustasi dan benci atau marah yang bersatu
dalam suatu

keadaan emosi yang secara mendalam dari setiap orang

sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat


diproyeksikan. Akibat yang ekstrim yang ditimbulkan dari perilaku
kekerasan adalah amarah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang yang
27

dapat menimbulkan kerusakan yang dapat membahayakan diri sendiri,


orang lain maupun lingkungan.
Sebagai

perawat

ataupun

tenaga

kesehatan

lain

hendaknya

memberikan saran, motivasi bahkan cara yang dapat meminimalkan dan


bahkan mencegah terjadinya amuk dan perilaku kekerasan pada klien
sehingga klien dapat menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situsai
yang benar dan positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri
maupun orang lain. Perawat juga bisa memberikan aktivitas ataupun
kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat amuk dan kemarahan klien
sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah
peran dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada
timbulnya perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka kelompok mengambil saran
dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran
adalah sebagai berikut :
1. Untuk Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya memberikan pelayanan kesehatan
yang baik dan membuat suasana lingkungan menjadi lebih nyaman
agar klien tidak melakukan perilaku kekerasan kepada pihak rumah
sakit beserta petugas lainnya. Usahakan memberikan saran, nasehat
dan motivasi kepada klien agar klien

mendapatkan cara tentang

bagaimana mengontrol frustasi, marah dan perilaku kekerasannya.

28

2. Untuk Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti
baik secara teoritis maupun praktek tentang perilaku kekerasan agar
dapat memberikan nasehat, motivasi, dorongan dan memantau ketat
pada klien yang melakukan perilaku kekerasan agar tidak terjadi halhal yang membahayakan klien sendiri ataupun orang lain dan
memberikan dorongan serta support positif kepada keluarga yang
mungkin mengalami stress, cemas, dan takut akan kondisi klien dan
tindakan yang dilakukan klien.
3. Untuk Keluarga
Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan
dilakukan oleh klien yang melakukan perilaku kekerasan, maka
sebagai orang terdekat / keluarga harus memberikan motivasi dan
nasehat

agar

pasien

dapat

mengontrol

marah,

frustasi

dan

kekerasannya.

DAFTAR PUSTAKA

Budiana, Keliat .2012. Model Praktik Keperawatan Professional jiwa. Jakarta:


EGC

Stuart, Gail W & Laraia, Michele T. (2005). Principles and Practice of


Psychiatric Nursing 8th Edition. Mosby, Inc. All right reserved
Yosep, Iyus. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Reflika Aditama

29

Fitria Nita. 2011. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Willy, Maramis F & Albert Maramis A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya : Airlangga University Press
Herman, Ade. 2011. Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta :
Nuhamedika

30

Anda mungkin juga menyukai