Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PELAYANAN GAWAT DARURAT

ASPEK HUKUM PELAYANAN


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH : ADZANRI,.AMK.,SS.,MH

Sekretaris Komite Etik dan Hukum RSUP Dr M Djamil Padang


Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Hatta Padang
A.Dasar Pemikiran
Musibah, malapetaka, kecelakaan dan bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana
saja, hal ini membuktikan pentingnya memberikan perlindungan dan pertolongan agar orang
orang yang tertimpa musibah terhindar dari kematian dan kecacatan sehingga dapat selamat
dan hidup normal sebagaimana adanya.
Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas
kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga
sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.
(Sumber : http://buk.depkes.go.id-dalam-sistem-penanggulangan-gawat-darurat-terpadu-
spgdt-dan-bencana,02-10-2012).

Kecelakaan dan musibah serta bencana dapat menimpa siapa saja tidak pandang bulu,
orang kaya, miskin, pejabat, politisi, artis dan lain sebagainya, oleh sebab itu kehadiran
institusi pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit sakit dan LSM LSM yang
peduli terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan gawat darurat dan
bencana mempunyai peran yang penting dan strategis dalam menolong orang orang yang
tertimpa musibah, baik akibat kecelakaan maupun akibat bencana.
Kegawatan suatu yang menimpa seseorang yang dapat menimbulkan proses
mengancam jiwa, dalam arti pertolongan tepat, cermat dan cepat bila tidak dapat
menyebabkan seseorang meninggal atau cacat ( Seri PPGD/GELS, Materi Tekhnis
Medis Standar Depkes 2003).
Sedangkan kedaruratan adalah sebuah tindakan atau aksi secara darurat yang
dilakukan oleh seorang petugas yang mempunyai keterampilan untuk memberikan
pertolongan agar seseorang dapat diselamatkan jiwanya dan terhindar dari kecacatan.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat
mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara
rumah sakitdengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat
darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb
Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana
publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat,
unsur pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan
pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin
respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum
dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju. (Sumber : http://buk.depkes.go.id-dalam-sistem-
penanggulangan-gawat-darurat-terpadu-spgdt-dan-bencana,02-10-2012).
Undang undang penanggulangan bencana nomor 24 tahun 2007 dalam Bab I Tentang
ketentuan umum Pasal 1 Ayat (10),Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana
dan pra sarana.
Undang undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 32 Ayat (1) Dalam keadaan
darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu. Ayat (2) Dalam keadaan darurat Fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan
swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Bab II Pasal 4,
setiap orang berhak atas kesehatan, dalam penjelasannya hak untuk memperoleh kesehatan
dari fasilitas pelayanan kesehatan, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Pasal ini mengatakan setiap individu dan masyarakat berhak atas nilai nilai
kesehatan serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan paripurna.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pembukaan
poin (b) bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip non
diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional.
Profesi kesehatan (tenaga kesehatan) seperti perawat dan dokter dan profesi kesehatan
lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan pertolongan pada kasus kasus
kegawatan darurat dan bencana, Yang disebut Tenaga Kesehatan dalam Undang-
undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (6) : Setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pasal ini mempertegas bahwa petugas
kesehatan wajib melakukan upaya kesehatan termasuk dalam pelayanan gawat darurat yang
terjadi baik dalam keadaan sehari hari maupun dalam kedaaan bencana.
Orang yang tiba tiba menjadi gawat baik akibat penyakit atau trauma kecelakaan tentu
saja memerlukan tindakan darurat agar terhindar dari kematian dan kecacatan serta dapat
dirujuk untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan secara definitif, apabila tidak atau
terlambat mendapatkan tindakan darurat atau pertolongan akan dapat menimbulkan kematian
dan kecacatan, oleh sebab itu peran tenaga kesehatan khusus perawat dan dokter mempunyai
peran penting dalam memberikan pelayanan gawat darurat secara holistik.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia , Nomor 36 Tahun
1996 tentang TENAGA KESEHATAN dalam Bab II Pasal 2 :
1. Tenaga medis (dokter, dokter gigi)
2. Tenaga keperawatan (Perawat, Bidan)
3. Tenaga kefarmasian ( Apoteker, analis farmasi)
4. Tenaga kesehatan masyarakat ( Epidomologi, Entomolog Kesehatan, Mikrobilogi
Kesehatan, Penyuluh kesehatan, administrasi kesehatan, sanitarian.
5. Tenaga gizi (nutrisionist)
6. Tenaga kesehatan keterapian fisik ( fisio terapis )
7. Tekhnisi elektromedis.
Dalam pelayanan gawat darurat dikenal prinsip cepat dan tepat, khususnya dalam
kasus gawat darurat dalam proses tindakan ini aspek hukum bagi tenaga kesehatan dan
penderita sangat penting untuk dipahami, untuk menghindari konflik dan kesalah pahaman
yang dapat berakibat terjadinya tuntutan hukum bagi pihak yang dirugikan.
B.Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat
a) UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan
b) UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
c) UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
d) UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
e) UU NO 36 Tahun 2009 Kesehatan
f) UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
g) PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
h) PP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
i) Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan
C.Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat
oleh profesi keperawatan.
Dalam Undang undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini
membuktikan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit wajib memiliki sarana, pra sarana dan
SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini membuktikan adanya kepastian hukum
dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medis.
Gawat
Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga, atau
siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke rumah sakit memerlukan
pelayanan medis segera. Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat,
bermutu dan terjangkau. (Etika dan Hukum Kesehatan, Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010).
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan
Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien,
perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn izin
praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang mengancam jiwa
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat berhak
Memperoleh perlindungan hukum.
Permenkes Nomor 152/Menkes/Per/IV/2007 Tentang Izin dan
penyelenggaran Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal 15 Ayat (I),
Dokter dan dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu tindakan kedokteran dan
tindakan kedokteran gigi , kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara
tertulis.
Tingkat pasien gawat darurat :
1. Kelompok dengan cedera ringan yang tanpa pelayanan medis tidak akan mengancam
nyawanya.
2. Kelompok dengan cedera sedang/berat yang jika diberi pertolongan akan dapat
menyelamatkan jiwanya.
3. Kelompok dengan cedera sangat berat atau parah yang walau diberi pertolongan tidak
akan menyelamatkan jiwanya (Etika dan Hukum Kesehatan, Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo
2010).
C.1. Definisi Pelayanan Gawat Darurat
1. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium lanjut.
3. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam jiwa dan
anggota badannya, misal : luka sayat dangkal.
4. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien TBC kulit
5. Kecelakaan (accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak,
tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial)
6. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
7. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderita manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan
dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan. (http://nurse-carewithlove.blogspot.com/2011/08/konsep-pelayanan-gawat-
darurat.html )
C.2. Dalam undang undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 27 :
1. Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Disamping wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi profesi kesehatan juga
mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya, dan diwajibkan juga
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan profesionalisme
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan secara maksimal, bagi perawat tanggap darurat
tentu saja diharuskan memiliki keterampilan kegawat-daruratan, semisalnya pelatihan
bantuan hidup dasar (BHD), pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Nursing
Emergency, General Emergency Life Support dan lain sebagainya, sebagai bagian dari
kompetensi perawat tanggap darurat.
Bayangkan apabila perawat tidak pernah dinas di Instalasi Gawat Darurat, dan juga
tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan gawat darurat, apabila ditugaskan
sebagai tim tanggap darurat kemungkinan tidak akan maksimal dalam memberikan pelayanan
tanggap gawat darurat bersifat khusus dan spesifik dan memerlukan keterampilan khusus di
samping itu juga waktu tindakan juga sangat penting dalam penyelamatan pasien gawat
darurat.
Di sisi lain dari aspek hukum pelayanan gawat darurat seperti standar operasi
prosedur, petunjuk pelaksanaaan, kebijakan dan aturan aturan dalam sistem pelayanan gawat
darurat harus dijadikan pedoman, sertifikat atau kompetensi petugas sangat penting dimiliki
dan dipahami oleh tim tanggap darurat agar pelayanan gawat darurat mempunyai kepastian
hukum, sehingga sinkronisasi dan koordinasi yang bersifat holistik dalam pelayanan gawat
darurat akan mampu melahirkan sikap profesional dan bertanggung jawab sebagai bentuk
kepedulian terhadap keselamatan umat manusia
Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatan daruratan, dapat juga dijadikan sebagai
aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat daruratan
yang tujuannya antara lain :
Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat
darurat yang diberikan
Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat
darurat yang diberikan dan tanggung jawab secara profesional
Memelihara kualitas / mutu pelayanan keperawatan yang diberikan

Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat

Memotivasi pengembangan profesi

Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan.

Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan


kesehatan, Pelayanan Kesehatan Pada Bencana :
Pasal 82
1. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada bencana.
2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.
3. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan
lebih lanjut.
4. Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
5. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),
atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
(1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi
pasien.
(2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
C.3.Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi perawat :
1. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan
keperawatan gawat darurat agar diterima oleh etik dan hukum, sehingga menimbulkan
adanya kepastian hukum.
2. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat gawat
darurat yang berbeda dari tanggung jawab tenaga kesehatan lainnya
3. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas batas
tindakankeperawatan mandiri (otonomi profesi)
4. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan keperawatan yang
dibuat oleh profesi keperawatan.
Aspek etika dan hukum dalam pelayanan gawat darurat sangat penting dilaksanakan
sebagai pedoman agar pelayanan yang diberikan tidak melanggar norma atau hukum yang
dapat merugikan profesi keperawatan atau masyarakat yang berakibat pada konflik.
D.Kesimpulan
Dalam kegiatan kegawatan daruratan sehari hari dan bencana peran perawat sangat
signifikan oleh sebab itu pengembangan pengetahuan dan keterampilan keperawatan
khususnya tentang gawat darurat dan bencana harus terus menerus dikembangkan, disisi lain
tuntutan akan kepastian hukum legalitas perawat profesional juga harus ditempatkan secara
proporsional dengan arti kata adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Disamping wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi profesi kesehatan juga
mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya, dan diwajibkan juga
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan
profesionalisme dalam melaksanakan pelayanan kesehatan secara maksimal, bagi perawat
tanggap darurat tentu saja diharuskan memiliki keterampilan kegawat-daruratan, semisalnya
pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD), pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat, Nursing Emergency, General Emergency Life Support, Manajemen Bencana,
simulasi tanggap darurat dan lain sebagainya, sebagai bagian dari kompetensi perawat
tanggap darurat. (Materi dari berbagai sumber).
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekilas tentang Penulis :
Adzanri, AMK., SS., MH, bertugas di Komite Etik dan Hukum RSUP Dr M Djamil.
Sebelumnya Kepala Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan RSUP Dr M Djamil Padang dan
lama bertugas di Instalasi Gawat Darurat, Sekretaris PPNI Sumatera Barat, pernah menjadi
pengurus KNPI Sumatera Barat, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia Sumatera
Barat, sering mengikuti seminar dan pelatihan tentang kesehatan, hukum dan tanggap
darurat, pemberi materi tentang hukum kesehatan dan tanggap darurat dibeberapa rumah
sakit baik pemerintah maupun maupun swasta, juga menulis di harian Singgalang, Haluan,
Media Indonesia dan juga Jurnal Ilmiah Law Reform UBH.

Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan :


Pelayanan Kesehatan Pada Bencana
Pasal 82
6. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada bencana.
7. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
8. kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.
9. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan
lebih lanjut.
10. Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
11. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),
atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
(3) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi
pasien.
(4) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
http://adzanri-ytdbi.blogspot.co.id/2014/12/tes.html

Anda mungkin juga menyukai