Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah salah satu penyebab disabilitias dan mortalitas yang menjadi
ancaman di seluruh dunia. Bahkan, menurut data badan kesehatan dunia (WHO),
stroke adalah penyakit tertinggi kedua yang menyebabkan kematian, dan
menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit yang menyebabkan kecacatan.
Stroke, merupakan proses kematian dari sel otak yang dikarenakan suplai oksigen
yang kurang ke otak. Suplai oksigen tersebut berkurang dikarenakan adanya
sumbatan atau pembuluh darah yang pecah. Faktor risiko dari penyakit stroke
memiliki kesamaan dengan penyakit jantung koroner, dan strategi prevensi dari
penyakit tersebut ditargetkan ke arah faktor risiko yang dapat diubah, yaitu
hipertensi, dislipidemia dan diabetes. Risiko lain yang dikaitkan dengan faktor
gaya hidup juga berpengaruh dengan stroke, seperti rokok, aktivitas fisik yang
rendah, dan konsumsi makanan yang tidak sehat (Hanjaya dkk, 2019).

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2014 jumlah


penderita stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%), penderita penyakit stroke di
provinsi Jawa Timur sebanyak 190.449 orang (6,6%) (Ismatika, 2017).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Kediri tahun 2016, kasus dan kematian
penyakit stroke berjumlah 1.431 orang. Manajemen prehospital stroke merupakan
pelayanan yang diberikan pada saat dan selama korban pertama kali ditemukan,
selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit. Penanganan korban
selama fase pre-hospital dapat menjadi penentu terhadap kondisi korban
selanjutnya. Perawatan pre-hospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka
kecacatan dan kematian akibat dari trauma atau penyakit (National Institute for
Health and Care Excellence/NICE, 2016).

Menurut World Health Organization pada tahun 2012 mewakili 31 % dari


seluruh angka kematian secara global, diperkirakan 6,7 juta orang diantaranya

1
meninggal karena penyakit stroke, sedangkan di Amerika Serikat stroke
merupakan penyebab kematian No. 5 dimana 129.000 orang setiap tahunnya
meninggal dan 1 dari 20 kematian disebabkan karena stroke (Steve, 2015).

1.2 Tujuan

1) Untuk mengetahui definisi dari stroke

2) Untuk mengetahui klasifikasi dari stroke

3) Untuk mengetahui etiologi dari stroke

4) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari stroke

5) Untuk mengetahui patofisiologi dari stroke

6) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari stoke

7) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari stroke

8) Untuk mengetahui komplikasi dari stroke

9) Untuk mengetahui prognosis dari stroke

10) Untuk mengetahui pengkajian dari stroke

11) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan stroke

12) Untuk mengetahui intervensi keperawatan stroke


1.3 Manfaat

1) Bagi Institusi Pendidikan


Untuk menambah literatur tentang stroke dan dapat memberikan bekal
kompetensi bagi seluruh mahasiswa sehingga mampu menerapkan ilmu
yang didapat kepada masyarakat.
2) Bagi Mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang ilmu kesehatan
khususnya dalam bidang keperawatan, meningkatkan kewaspadaan

2
mahasiswa dalam mengantisipasi masalah kesehatan sistem
neurobehaviour dan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada klien dan
pengembangan ilmu keperawatan.
3) Bagi Pembaca
Untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan pembaca
mengenai stroke.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak
(Sudoyo Aru). Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. (Nurarif & Kusuma, 2015)
2.2 Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Stroke Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak atau keseluruhan terhenti. 80% stroke
adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu;
1) Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2) Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke Hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1) Hemoragik Intraserebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
2) Hemoragik Subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutup
otak).

2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke, yaitu: (Nurarif & Kusuma, 2015)
1) Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
- Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.

4
- Usia: Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
- Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2) Faktro yang dapat dirubah (Reversible)
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Diabetes mellitus
- Polisetemia
- Stress emosional
3) Kebiasaan Hidup
- Merokok
- Peminum alcohol
- Obat-obatan terlarang
- Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol

2.4 Manifestasi Klinis

GEJALA STROKE STROKE ISKEMIK


HEMORAGIK

Onset/ saat kejadian Mendadak, sedang Mendadak, sedang


beraktivitas istirahat (malam hari
sampai pagi hari)

Usia 20-60 tahun 50 tahun

TIA (trention ischemic Tidak ada ada


attack)

Nyeri kepala Hebat, mulai dari Ringan atau sangat


pingsan sampai koma ringan, tergantung
luasnya daerah yang
terkena.

Kejang Ada Tidak ada

Muntah ada Tidak ada

Nada bradikardi Ada sejak awal Ada (pada hari ke-4)

5
Penyakit lain Hampir selalu Tanda adanya
hipertensi, aterosklerosis di retina,
aterosklerosis, penyakit coroner, perifer, emboli
jantung hemolysis pada kelainan katub,
(HHD). fibrilasi, bising karotis

Pupil edema Ada Tidak ada

Kaku kuduk Ada Tidak ada

Reflex patologis Ada Tidak ada

Manifestasi klinis stroke secara umum menurut Black & Hawks (2014):
1. Peringatan dini/awal
a. Stroke iskemik: hemiparesis transien (tidak permanen), kehilangan
kemampuan berbicara, dan kehilangan sensori setengah/hemisensori.
b. Stroke hemoragik: sakit kepala yang berasal dari bagian belakang leher,
vertigo, atau kehilangan kesadaran karena hipotensi (sinkop), paresthesia,
paralisis sementara, epistaksis, dan perdarahan pada retina.
2. Gangguan khusus setelah stroke:
a. Hemiparesis dan hemiplegia: hemiparesis (kelemahan) atau hemiplegia
(paralisis) dari satu bagian dari tubuh bisa terjadi setelah stroke.
b. Afasia: penurunan kemampuan berkomunikasi (berbicara, membaca,
menulis dan memahami pembicaraan).
c. Disartria: kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang
menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
d. Disfagia: gangguan menelan karena terganggunya fungsi bebrapa saraf
kranial seperti SK V, SK VII, SK XII, dan SK IX.
e. Apraksia: kondisi yang mempengaruhi integrasi motoric kompleks.
f. Perubahan penglihatan. Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan
dikontrol oleh beberapa bagian dalam otak.
g. Agnosia: gangguan pada kemampuan mengenali benda melalui indra.

6
h. Inkontinensia: stroke bisa menyebabkan disfungsi pada system pencernaan
dan perkemihan. Salah satu tipe neurologis perkemihan adalah tidak dapat
menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah stroke.
2.5 Patofisiologis

Batticaca (2012) bahwa iskemik yang terjadi dalam waktu singkat hanya
10–15 menit maka dapat menyebabkan defisit sementara sedangkan iskemik yang
terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan defisit permanen dan
mengakibatkan infark pada otak. Defisit fokal permanen ini tidak diketahui jika
pertama kali mengalami iskemik otak total. Jika aliran darah ke setiap bagian otak
terjadi hambatan karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan
suplai oksigen ke jaringan otak. Jika terjadi maka kekurangan oksigen dalam satu
menit saja dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron dan terjadi infark.

Proses hematoma pun terjadi karena adanya perdarahan mengisi ventrikel


yang dapat merusak jaringan otak. Peningkatan cairan serebrospinal (CSS),
obstruksi vena. Sehingga adanya peningkatan tekanan intrakranial dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang dapat berakibat pada disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia) terjadi karena pecahnya arteri menuju ruang subaraknoid
secara mendadak.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Skan tomografi computer (computer tomography scan- CT scan):
mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli
serebral dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid dan

7
perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus
thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI): menunjukkan daerah infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Doppler (USG doppler): mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya
plak]) dan arterioskelerosis.
5. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG): mengidentifikasi
maslah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
6. Sinar tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifkasi karotis
interna terdapat pada thrombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid. (Batticaca, Fansisca B. 2008).
2.7 Penatalaksanaan

Pengenalan dini untuk masyarakat awam terhadap adanya tanda dan gejala
stroke dengan cepat dapat menggunakan Cincinnati Prehospital Stroke Scale
(CPSS) yang meliputi fascial droop (salah satu sisi wajah tidak dapat digerakkan
seperti sisi satunya), arm drift (salah satu lengan sulit atau tidak dapat
digerakkan), dan speech (bicara pelo, sulit atau tidak dapat berbicara,
mengguankan kata-kata yang salah), atau FAST (face, Arm, Speech, Time). Time
yang dimaksud adalah segera menghubungi pusat layanan gawat darurat untuk
transportasi ke sarana kesehatan.

Salah satu skala penilaian yang digunakan untuk mengukur defisit nutrisi
neurologis penderita stroke adalah National Intitutes of Health stroke Scale
(HIHSS). Instrument NIHSS adalah alat ukur kuantitatif yang digunakan untuk
mengukur derajat kecacatan stroke dan reliable untuk memprediksi luaran stroke
jangka panjang. (Shah R, Vyas C, Vora J. NHSS Score, 2014). Skala luaran
NHSS hingga saat ini masih memiliki beberapa derajat keparahan dimana yang
sering digunakan adalah luaran dimana skor <5 yaitu ringan, 5-14 yaitu sedang, 5-

8
25 yaitu berat, dan > 25 yaitu sangat berat.(Adams HP dkk, 1999). Sedangkan
luaran dengan nilai cut-off 7 diperkirakan sebagai cut-off yang penting untuk
memprediksi tingkat keparahan pasien.(Askim T dkk, 2016).
Di Indonesia pengenalan tanda dan gejala dini prehospital stroke dapat
disimpulkan menjadi SEGERA RAWAT DI RUMAH SAKIT (senyum mencong,
gerakan tangan/kaki lumpuh, suara pelo, rasa baal sesisi tubuh atau di sekitar
mulut, penglihatan ganda/hilang penglihatan tiba-tiba, keseimbangan
terganggu/kesadaran menurun, muntah, sakit kepala).
Pengobatan stroke iskemik dan stroke hemoragik
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling sering terjadi. Stroke ini
disebabkan oleh peristiwa penyumbatan darah di otak. Penanganan darurat untuk
stroke iskemik harus dimulai paling lambat 4,5 jam setelah serangan stroke
terjadi. Pengobatan stroke yang dilakukan bertujuan untuk mengurai penyumbatan
yang mengganggu aliran darah ke otak.
1. Antiplatelet
Antiplatelet termasuk obat stroke pengencer darah. Obat ini berguna untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah yang disebabkan oleh keping-keping darah
tersebut. Contohnya aspirin, beberapa obat antiplatelet yang bisa digunakan
lainnya adalah clopidogrel, dipyridamole dan ticlopidine.
Salah satu pengobatan stroke antiplatelet paling umum yang digunakan dokter
dalam keadaan darurat adalah acetylsalicylic acid (ASA) atau yang lebih dikenal
dengan aspirin. Selain telah terbukti efektif untuk mengencerkan darah, aspirin
dapat membantu menyalurkan darah ke area yang terpengaruh.
Hasil penelitian antiplatelet treatment for prevention of cerebrovascular event
in patient with vascular disease a systematic review and meta analysis
menyatakan bahwa kombinasi terapi aspirin dan clopidogrel efektif menurunkan
risiko stroke iskemik dibandingkan aspirin tunggal sebesar 23% (Gouya et al.,
2014). erbeda dengan penelitian yang dilakukan Fatoni dan Gofir (2014) tentang
perbandingan manfaat terapi antiplatelet kombinasi aspirin dan clopidogrel
dengan aspirin tunggal pada stroke iskemik di RSUP Dr. Sardjito menyimpulkan

9
bahwa kejadian stroke berulang 6 bulan setelah serangan stroke iskemik pertama,
antara pasien yang mendapat terapi antiplatelet kombinasi aspirin-clopidogrel dan
antiplatelet aspirin tunggal tidak berbeda bermakna secara statistik. Sampai saat
ini, belum ada data yang menyebutkan antiplatelet yang paling bagus diantara
antiplatelet yang lain namun pemilihan antiplatelet disarankan didasarkan secara
individu pasien.
Penggunaan antiplatelet pada pasien Stroke Iskemik sebaiknya diberikan yang
tunggal saja (Clopidogrel tunggal), Pada penggunaan antiplatelet Clopidogrel
tunggal dibanding dengan penggunaan kombinasi Clopidogrel-Aspilet
memberikan efektivitas yang sama, namun efek samping penggunaan terapi
antiplatelet kombinasi Clopidogrel- Aspilet terhadap gastrointestinal lebih tinggi
dari pada penggunaan Clopidogrel tunggal.
2. Antikoagulan
Jenis obat pengencer darah lainnya yang berguna menyembuhkan stroke
adalah antikoagulan. Sama halnya dengan antiplatelet, pengobatan stroke melalui
antikoagulan bertujuan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Obat stroke
ini biasa digunakan pada orang yang berisiko tinggi mengalami
stroke. Antikoagulan yang digunakan untuk mengencerkan darah dan mengurangi
risiko stroke ulang di masa depan adalah heparin dan warfarin yang diberikan
secara oral. Pemberian obat stroke ini biasa dikontrol dengan pemeriksaan faktor
pembekuan darah melalui pemeriksaan lab.
Selain berfungsi sebagai obat pencegah stroke, apabila diberikan dalam dosis
yang tepat maka dapat mengurangi kerusakan akut yang disebabkan oleh stroke.
Rekomendasi terapi pasien stroke dengan cardioemboli dan noncardioemboli
memiliki perbedaan yaitu dalam hal pemberian antikoagulan. Penggunaan
antikoagulan dipertimbangkan jika terjadi hiperkoagulasi. Terapi dengan
antikoagulan warfarin dapat diberikan kepada pasien stroke iskemik dengan
cardioemboli dengan maksud untuk mencegah pembentukan infark yang baru.
Namun Penggunaan antikoagulan tidak direkomendasikan kepada pasien stroke
iskemik noncardioemboli karena dapat menyebabkan pendarahan (Roveny, 2015).

10
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum: Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus dan keadaan
klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg.
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625~1.25 mg perjam; kaptopril 3 kali 6,2525 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
30°, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi
(pCO2 20~35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,
tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati
dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus: Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan Ietak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan
subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah
(ligasi, embolisasi, ekstripasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

2.8 Komplikasi
Pasien stroke beresio tinggi mengalami komplikasi stroke berulang. Leira,
et al (2004) Komplikasi yang ditumbulkan oleh adanya strok berulang dapat
menyebabkan gangguan pada irama jantung dan tekanan darah. Razka, utiya
(2017), menemukan pada depresi pada pasien strok berulang sebesar 11-68%.
Adapun masalah fisik yang ditimbulkan dari adanya strok berulang menurut faigin

11
2007, akan menimbulkan gerakan lengan dan tungkai baik secara parsiel maupun
total, kesulitan dalam berbicara dan menelan. Semakin banyak komplkasi akan
menimbulka beban bagi keluarga. Dampak dari strok tidak hanya dari aspek
neurologic juga dapat berdampak pada aspek spiritual, dimana pasien akan
mengalami kehilangan kepercayaan pada tuhan sebagai yang memberi kekuatan
dan kesembuhan.pasien strok akan mengalami kecemasan. Pasien strok akan
merasa khawatir ketika pertolongan untuk melakukan pengobatan terlambat. Hal
ini sejalan dengan penelian mutaqin (2011), pertolongan sedini mungkin akan
memberian kesembuhan dan menurunkan angka kematian serta kecacatan yang
terjadi. (Dedah Rahmawati Dkk, 2019).
2.9 Prognosis
Strok iskemik cenderung memiliki prognosis lebih baik. Dalam penelitian
ini sebagian besar strok iskemik, dari 97,5% itu lebih dari hampir setengah
responden 53,8% adalah pasien strok iskemik yang secara fisiologis prognosisnya
lebih baik dibandingkan dengan strok hemoragik. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan ikawati (2011) yang menyatakan bahwa dari segi
kehidupan prognosis strok iskemik lebih baik dibandingkan dengan strok
hemoragik. Pasien yang strok hemoragik sebagian besar masuk rumah sakit dalam
kondisi tidak sadar atau adanya penurunan kesadaran. Strok hemoragik
berprognosis buruk karena dari perdarahan intraserebral yyang dialami bisa
mengakibatkan kecacatan yang utama . dengan terjadinya infeksi nasokomial ini
akan menambah biaya pengobatan. Dengan prognosis yang lebih bagus, pasien
strok iskemik cenderung lebih sedikit mengalami komplikasi, sehingga secara
fisik kondisinya lebih bagus dan lebih memungkinkan untuk menjalankan self-
manajemen denga lebih baik. (Dedah Rahmawati Dkk, 2019)

12
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Nama Pengkaji : Ns. Melati

Tanggal Pengkajian : 4 maret 2020

Ruang Pengkajian : ruang mawar 005

Jam : 09.00 WITA

A. BIODATA PASIEN
a. Nama : Tn/Ny/Nn
b. Jenis Kelamin : Perempuan/Laki-laki
c. Pendidikan : SD/SMP/SMA/SI dan lainnya
d. Pekerjaaan : Petani/ASN/IRT dan lainnya
e. Usia : (tahun)
f. Status Pernikahan : nikah/belum menikah
g. Nomor Rekam Medik :-
h. Tanggal Masuk RS : 4 maret 2020
i. Alamat : Jl. KH. Adam Zakaria, Dembe Jaya, Kota
Gorontalo
j. Diagnosa medis : Stroke hemoragik/Stroke non hemoragik.
B. BIODATA PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Ny/Tn/Nn
b. Jenis Kelamin : Perempuan/Laki-laki
c. Pendidikan : SD/SMP/SMA/S1 dan lainnya
d. Pekerjaan : Tidak bekerja/Petani/IRt/ASN
e. Hubungan dengan Klien : Anak/suami/istri/cucu
f. Alamat : Jl. KH. Adam Zakaria, Dembe Jaya, Kota
Gorontalo.

13
C. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airways (jalan nafas)
 Obstruksi
 Paten  Obstruksi Parsial  Obstruksi Total  Muntah/Aspirasi
 Benda  Broncospasme  Darah  Sputum  Lendir
 Suara nafas:  Snowring  Gurgling  Stridor …
 Vokalisasi:  Normal  Terganggu
Pada pasien stroke pada umumnya ditemukan secret, lidah tidak jatuh ke
belakang, pasien kesulitan bernapas, suara nafas ronkhi.
b. Breathing (pernafasan)
 Ada  Tidak  Normal  Lambat/sesak
 Sesak dengan:
 Aktivitas  Tanpa aktivitas  Menggunakan otot tambahan
 Frekuensi: …….x/mnt
 Irama:  Teratur  Tidak
 Dada simetris:  Ya  Tidak
 Kedalaman:  Dalam  Dangkal
 Reflek batuk:  Ada  Tidak
 Batuk:  Produktif  Non Produktif
 Sputum:  Ada  Tidak
 Warna: ………………..
 Konsistensi: ………………………...
 Bunyi nafas:  Ronchi  Creakless  Wheezing  Absent 
Rales
 AGD: …………………….………………………………………
Pada pasien stroke biasanya terlihat pengembangan dada, teraba hembusan
napas, pasien kesulitan saat bernapas, RR: 28x/menit, irama napas tidak
teratur, terlihat adanya penggunaan otot bantu rongga dada dalam
pernapasan, napas cepat dan pendek.
c. Circulation (Sirkulasi)

14
 Sirkulasi perifer:
 Nadi: ……….. x/mnt
 Irama:  Teratur  Tidak
 Denyut:  Lemah  Kuat  Tdk Kuat
 TD:………….mmHg
 Ekstremitas:  Hangat  Dingin
 Warna kulit:  Cyanosis  Pucat  Kemerahan
 Diaphoresis:  Ya  Tidak
 Nyeri dada:  Ada  Tidak
 Karakterisrik nyeri dada:  Menetap  Menyebar
 Seperti ditusuk-tusuk Seperti ditimpa benda berat
 Capillary refill:  < 3 detik  > 3 detik
 Edema:  Ya  Tidak
 Lokasi edema:  Muka  Tangan  Tungkai  Anasarka
 Perdarahan eksternal:  Ada  Tidak Ada
 Lokasi Perdarahan:………….
Pada pasien stroke biasanya TD: 230/110 mmHg, N = 92 x/menit, terdengar
suara jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan,
cappilary refille kembali <3 detik, akral hangat.
d. Disability
 Pengkajian AVPU
 Alert/perhatian
 Voice respons/respon terhadap suara
 Pain respons/respon terhadap nyeri
 Unrespons/tidak berespons ( ) Reaksi pupil
 GCS: pada umumnya terjadi penurunan 2 point nilai GCS atau lebih pada
pasien stroke.
 Pemeriksaan Pupil
a. PERL/PERRLA SCALE

15
Pupils: Pupil merupakan bagian di tengah mata yang berbentuk bulat
dan berwarna hitam.
Equal: ukuran kedua pupil harus sama (normal 2-4 mm )
Round: bentuk kedua pupil bulat sempurna.
Reactive to Bight: Biasanya, pupil Anda harus melebar dalam
kegelapan dan mengerut sebagai respons terhadap cahaya.
Accomodation: kemampuan lensa mata untuk mencembung akibat
kontraksi otot siliaris
b. Nilai pupil: (+2) kedua pupil mengalami medriasis, (+1) satu pupil
mengalami medriasis dan (0) kedua pupil tidak medriasis.
Kesadaran pasien stroke biasanya sopor dengan GCS (E2,V2,M4), keadaan
umum lemah, pasien mengalami penurunan kesadaran, saat dirumah bicara
pasien pelo.
e. Eksposure /Environment/Event
 Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan
dengan pencegahan hipotermi.
a) Suhu
b) Nyeri
 Event/penyebab kejadian
Pada pasien stroke biasanya rambut dan kulit kepala tampak bersih tidak
terdapat hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien. Biasanya nyeri
kepala hebat, vertigo, dan kadang-kadang kejang.
D. Pemeriksaan GDS (Gula darah sewaktu) adalah suatu pemeriksaan gula darah
yang dilakukan setiap waktu tanpa tidak harus memperhatikan makanan
terakhir yang dimakan. Menurut Rudi (2013) hasil pemeriksaan kadar gula
darah sewaktu normal apabila < 110 mg/dL. Hiperglikemia dapat
mengakibatkan terjadinya viskostas darahyang menyebabkan aliran darah
menjadi lambat dan membentuk trombus.
E. PENGKAJIAN SEKUNDER

16
1. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST): biasanya kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
2. Alergi terhadap obat dan makanan tertentu
3. Medikasi/Pengobatan terakhir: pemakaian obat-obatan yang sering
digunakan pasien seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.
4. Last meal (makan terakhir)
5. Event of injury/penyebab injury
6. Pengalaman pembedahan.
7. Riwayat penyakit saat ini: serangan stroke hemoragik sering kali terjadi
secara mendadak pada saat klien melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar karena
perubahan didalam intracranial selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsive dan koma.
8. Riwayat penyakit dahulu: adanya riwayat penyakit hipertensi, riwayat
stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pemggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.
9. Riwayat psiko-sosial-spiritual
a. Mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya.
b. Perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga mupun dalam masyarakat.

17
c. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbulnya ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
d. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,tidak kooperatif.
e. Pola penanggulangan stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
f. Pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
10. Riwayat penyakit keluarga: biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi
terlebih dahulu.
11. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian persistem yang terganggu
1. System Neurologis:
Pemeriksaan sataf kranial
a. Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras antara
sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatka hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena tidak mampu mencocokkan pakaian kedalam
tubuh.
c. Saraf III, IV dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.

18
d. Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordiansi gerakan
mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigodeus intenus dan eksternus.
e. Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
h. Saraf XI: tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
2. System Respirasi:
a. Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
b. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
c. Pada klien dengan tingkas kesadaran komposmentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3. System Kardiovaskuler: didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang
sering terjadi pada klien stroke TD biasanya terjadi peningkatan dan
bisa terdapat adanya hipertensi massif >200 mmHg.
4. System Muskuloskeletal:
a. Inspeksi umum: didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparasesis atau
kelemahan satu sisi tubuh adalah tanda yang lain

19
b. Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c. Tonus otot didapatkan meningkat
d. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan
otot pada sisi yang sakit didapatkan 0.
e. Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan karena
hemiparase dan hemiplegia.
Pemeriksaan reflex:
a. Pemeriksaan reflex dalam: pengetukan pada tendon, ligamentum,
atau periosteum derajat reflex pada respon normal.
b. Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex patologis.
f. Gerakan involunter: tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi
saraf berulang), dan sitonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya
mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. kejang berhubungan sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
5. System Gastrointestinal: didapatkan adanya kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pada defekasi
bisanya terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. System sensori: biasanya dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil dan auditorius.
7. System urologi: setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmapuan mengomuniksikan
kebutuhan, an ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan control motoric dan postural. Kadang-kadang control sfingter

20
urinarius eksternal hilang atau berkurang. Inkontinensia urin yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8. Sistem Endokrin: pada umumnya pada klien stroke tidak terdapat
gangguan pada system endokrin.
9. System Hematologi: Pada stroke iskemik terjadi gangguan ketersediaan
darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi
area tersebut, sedangkan pada stroke hemoragik kranium yang tertutup
mengandung darah yang terlalu banyak.Leukosit biasanya meningkat
pada klien stroke sebagai repon proses inflamasi.Viskositas darah yang
meningkat dapat memperparah kejadian stroke.
10. System Immunologi: terjadi gangguan immunologi karena penurunan
immunitas primer.
11. System Integumen: jika klien klien kekurangan O2kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di
samping itu perlu juga kaji tanda-tanda decubitus, terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami mobilitas fisik.
b. Pengkajian Head To Toe
1. Kepala
 Kesimetrisan wajah: wajah asimetris.
 Rambut : warna, distribusi, tekstur.
 Tengkorak/kulit kepala:
 Nyeri tekan:
Sensori :
 Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera,
pupil, reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
 Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar: uji
berbisik
 Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat
hidung

21
 Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah,
bau mulut.
2. Leher
 Deviasi/simetris,
 cidera cervikal
 kelenjar thyroid
 kelenjar limfe
 Trakea JVP 3.
3. Dada
I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis
P : Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak
P : Adanya cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen : EAPP
 Elasitas kembung
 Asites
 Auskultasi bising usus
 Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan
 Perkusi : Suara abnormal
5. Ekstremitas/musculoskeletal
 Rentang gerak: terbatas
 Kekuatan otot melemah
 Deformitas
 Kontraktur
 Edema
 Nyeri
 Krepitasi
6. Kulit/Integumen
 Turgor Kulit : jelek apabila O2 rendah.
 Mukosa kulit : pucat/sianosis

22
 Kelainan kulit: risiko dekubitus
F. Pengkajian Berkelanjutan
 Status hemodinamik
- CVP (Central venous pressure) adalah memasukkan kateter poli
ethylene dari vena cava tepi sehingga ujungnya berada di dalam
atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga katerisasi
vena sentralis (KVS). Menurut Gardner dan Woods nilai normal
tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH20 atau 2-6 mmHg. Sementara
menurut susanto (2004) nilai normal CVP adlah 4-10 mmHg.
- Respiratory Rate (RR) adalah jumlah siklus pernafasan (inspirasi dan
ekspirasi penuh) yang dihitung dalam waktu 1 menit atau 60 detik
(Perry & Potter, 2005). Normalnya untuk orang dewasa 16-20
kali/menit.
- Tingkat penyerapan oksigen (SaO2)untuk memantau penyerapan
oksigen dalam darah yang diperoleh dari analisa gas darah.Tingkat
penyerapan oksigen (SaO2) : 94-100%.
- TD (tekanan darah) normal pada orang dewasa berkisar 120/80
mmHg. Hipertensi dapat memperburuk komplikasi berupa stroke.
- MAP (mean arterial pressure) adalah tekanan arteri rata-rata selama
satu siklus denyutan jantung yang didapatkan dari pengukuran tekanan
darah systole dan diastole. Nilai normal dari MAP berkisar antara 70-
100 mmHg (Potter & Perry, 2005). Rumus MAP:

MAP = D + 1/3 (S-D)

Keterangan: D: diastolik, S: sistolik


- HR (heart rate) Menurut American Heart Association, denyut jantung
istirahat rata-rata: Anak-anak 10 tahun, dewasa yang lebih tua, dan
manula: 60-100 denyut per menit (BPM) Atlet pro terlatih adalah 40-
60 denyut per menit (BPM)

23
- Capillary Refill Time (CRT) adalah tes yang dilakukan cepat pada
daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah
ke jaringan (perfusi). CRT normal adalah < 2 detik.
 Alat-alat yang dipakai oleh pasien saat masuk ICU

G. ANALISA DATA

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

1. DO: tidak mampu Thrombus emboli di Bersihan jalan napas


batuk,, batuk cerebral tidak efektif

tidak efektif,
Suplai darah ke jaringan
sputum berlebih. cerebral tidak adekuat
DS: sulit bicara. ↓
Vasospasme arteri
cerebral/ saraf cerebral

Deficit neurologis

Disfungsi N. X (vagus), N.
IX (glosofaringeus)

Batuk tidak efektif, Tidak
mampu batuk,

Produksi Sputum ↑,
sputum berlebih berlebih
2. DS: dispnea Stroke non hemoragi Pola napas tidak efektif
DO: takipnea, ↓
Peningkatan tekanan
hiperventilasi.
sistemik

Perdarahan
arachnoid/ventrikel

24

Hematoma cerebral

PTIK/herniasi cerebral

Penekanan saluran
pernapasan
3. DO: penurunan Stroke non hemoragi Resiko aspirasi
tingkat kesadaran, ↓
Peningkatan tekanan
gangguan menelan,
sistemik
reflex batuk dan ↓
menelan terganggu, Perdarahan
arachnoid/ventrikel
dyspnea.

DS: penurunan Hematoma cerebral
tekanan O2 dalam ↓
PTIK/herniasi cerebral
arteri gas darah.

Penurunan kesadaran
4. DO:penurunan tingkat Stroke non hemoragi Perfusi jaringan cerebral
kesadaran. ↓ tidak efektif
Thrombus emboli di
DS:tekanan
cerebral
intracranial >15 ↓
mmHg, tekanan Suplai darah ke jaringan
cerebral tidak adekuat
perfusi serebral <
70 mmHg,
penurunan nilai
GCS, hipertensi.
5. DO: kesulitan Thrombus emboli di Resiko defisit nutrisi
menelan, penurunan cerebral

berat badan.
Suplai darah ke jaringan
DS: gangguan saraf cerebral tidak adekuat
IX dan X, ↓
Vasospasme arteri
cerebral/ saraf cerebral

25
Deficit neurologis

Disfungsi N. X (vagus), N.
IX (glosofaringeus)

Refluks

disfagia
6. DO: hemiparase Thrombus emboli di Gangguan mobilitas fisik
(kelemahan pada cerebral

salah satu sisi tubuh),
Suplai darah ke jaringan
tidak mampu cerebral tidak adekuat
menggerakan ↓
Vasospasme arteri
ekstremitas/tubuh.
cerebral/ saraf cerebral

DS: nilai ROM Deficit neurologis
menurun ↓
Disfungsi N.XI
(Asesorius)

Penurunan Fungsi Motoric
dan Muskuloskeletal

Kelemahan pada
Satu/Empat Anggota
Gerak

Hemiparesis/Plegi Kanan
dan Kiri
7. DO: gigi kuning, kuku Thrombus emboli di Deficit perawatan diri
panjang dan cerebral

kotor, kulit
Suplai darah ke jaringan
kering dan bau cerebral tidak adekuat
badan. ↓
Vasospasme arteri
DS: penurunan
cerebral/ saraf cerebral

26
keinginan untuk ↓
merawat diri. Deficit neurologis

Disfungsi N.XI
(Asesorius)

Penurunan Fungsi Motoric
dan Muskuloskeletal
8. DO: bicara tidak jelas, Thrombus emboli di Gangguan komunikasi
pelo, cerebral verbal

DS: gangguan saraf
Suplai darah ke jaringan
IX dan X. cerebral tidak adekuat

Vasospasme arteri
cerebral/ saraf cerebral

Deficit neurologis

Area groca

Disfungsi N.VII da XII
9. DO: hilangnya sensasi Thrombus emboli di Kerusakan integritas kulit
proteksi, penurunan cerebral

kemampuan untuk
Suplai darah ke jaringan
bergerak, ada cerebral tidak adekuat
kemerahan pada kulit. ↓
Vasospasme arteri
DS:-
cerebral/ saraf cerebral

Deficit neurologis

Disfungsi N.XI
(Asesorius)

Penurunan Fungsi Motoric
dan Muskuloskeletal

Kelemahan pada

27
Satu/Empat Anggota
Gerak

Hemiparesis/Plegi Kanan
dan Kiri

Tirah baring lama

Luka tekan dekubitus
10. DO: penurunan Stroke non hemoragi Resiko Jatuh
kesadaran. ↓
Peningkatan tekanan
DS: riwayat jatuh
sistemik

Perdarahan
arachnoid/ventrikel

Hematoma cerebral

PTIK/herniasi cerebral

Penurunan kesadaran
11. DO: - Stroke hemoragik & stroke Kesiapan peningkatan
DS: iskemik koping keluarga.

Perubahan kesehatan
fisik/fisiologi anggota
keluarga

Pola adaptasi keluarga
yang rendah.

28
3.2 Diagnosis Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret,


kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan
perubahan tingkat kesadaran.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakanial dan depresi saluran napas.
3) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran dan gangguan
menelan dan batuk.
4) Resiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan infark
serebral dan penurunan O2 ke cerebral terganggu.
5) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot dalam
mengunyah dan menelan.
6) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
8) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial
atau oral dan kelemahan secara umum.
9) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
10) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran dan kelemahan
pada umumnya.

29
11) Kesiapan Peningkatan koping keluarga berhubungan dengan kemampuan
keluarga dalam beradaptasi terhadap perubahan fisik/fisiologis anggota
keluarga yang sakit.

30
3.3 Intervensi

No. Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional

1. Bersihan Jalan Napas Tidak 1. Bersihan Jalan Napas 1. Manajemen Jalan Napas 1. Manajemen Jalan Napas
Efektif D.0149 L.01001 I.01011 I.01011
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan Observasi Observasi
Subkategori : Respirasi intervensi selama 3x24 jam, 1) Monitor pola napas (frekuensi, 1) Untuk mengetahui pola
Definisi: Ketidakmampuan maka Bersihan Jalan kedalaman, usaha napas) napas pasien dalam
membersihkan secret atau Napas Meningkat dengan keadaan normal atau tidak
obstruksi jalan napas untuk kriteria hasil : 2) Monitor bunyi napas tambahan 2) Untuk mengetahui apakah
mempertahankan jalan napas 1. Produksi sputum (mis. Gurgling, mengi, terjadi obstruksi atau
tetap paten. menurun wheezing, ronkhi kering) perdarahan pada jalan
Penyebab 2. Mengi menurun napas pasien.
Fisiologis 3. Wheezing menurun 3) Monitor sputum (jumlah, 3) Untuk mengetahui berapa
1. Spasme jalan napas warna, aroma) lama adanya sputum di
2. Hipersekresi jalan napas 2. Kontrol Gejala jalan napas pasien
3. Disfungsi neuromuskuler L.14127 Terapeutik Terapeutik
4. Benda asing dalam jalan napas Setelah dilakukan intervensi 1) Pertahankan kepatenan jalan 1) Agar tidak terjadi henti
5. Adanya jalan napas buatan selama 3x24 jam, maka napas dengan head tilt dan napas dan memperparah
6. Sekresi yang tertahan Kontrol Gejala meningkat chin lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal
7. Hiperplasia dinding jalan dengan kriteria hasil : trauma servikal

31
napas 1) Kemampuan memonitor 2) Pertahankan posisi semi fowler 2) Untuk mempertahankan
8. Proses infeksi munculnya gejala secara atau fowler kepatenan jalan napas
9. Respon alergi mandiri meningkat pasien
10. Efek agen farmakologis 2) Kemampuan memonitor 3) Berikan minum hangat 3) Untuk membantu
(mis. Anastesi) lama bertahannya gejala mengeluarkan sputum yang
Situasional meningkat ada di jalan napas pasien
1) Merokok aktif 3) Kemampuan memonitor 4) Lakukan penghisapan lender 4) Untuk membantu
2) Merokok pasif keparahan gejala kurang dari 15 detik kenyamanan pernapasan
3) Terpajan polutan meningkat pasien saat dilakukan
Gejala dan Tanda Mayor penghisapan lender
Subjektif- Edukasi Edukasi
Objektif 1) Ajarkan teknik batuk efektif 1) Untuk membantu pasien
1) Batuk tidak efektif mengeluarkan sputum
2) Tidak mampu batuk secara maksimal
3) Sputum berlebih Kolaborasi Kolaborasi
4) Mengi, wheezing dan/atau 1) Kolaborasi pemberian 1) Untuk meningkatkan
ronkhi kering bronkodilator, espektoran, serapan oksigen ke paru
5) Mekonium di jalan napas mukolitik, jika perlu. paru dan mempermudah
(pada neonatus). keluarnya lender atau
Gejala dan Tanda Minor sputum dari jalan napas
Subjektif pasien.
1. Dispnea

32
2. Sulit bicara 2. Penghisapan Jalan Napas 2. Penghisapan Jalan
3. Ortopnea. I.01020 Napas I.01020
Objektif Observasi Observasi
1. Gelisah 1. Identifikasi kebutuhan 1) Karena adanya lender atau
2. Sianosis dilakukan penghisapan sputum di saluran napas
3. Bunyi napas menurun pasien
4. Frekuensi napas berubah 2. Auskultasi suara napas 2) Untuk mengetahui apakah
5. Pola napas berubah sebelum dan setelah dilakukan adanya obstruksi atau
Kondisi Klinis Terkait penghisapan perdarahan di jalan napas
1. Gullian barre syndrome pasien
2. Sklerosis multiple 3. Monitor status oksigenasi 3) Untuk mengetahui apakah
3. Myasthenia gravis (SaO2 dan SvO2) status status oksigenasi,
4. Prosedur diagnostic (mis, neurologis (status mental, neurologis, dan status
bronkoskopi, transesophageal tekanan intracranial, tekanan hemodinamika menjadi
echocardiography [TEE] perfusi serebral) dan status lebih baik setelah
5. Depresi sistem saraf pusat hemodinamik (MAP dan irama dilakukan tindakan atau
6. Cedera kepala jantung) sebelum, selama dan malah menjadi lebih buruk
7. Stoke setelah tindakan. setelah dilakukannya
8. Kuadriplegia tindakan tersebut.
9. Sindrom aspirasi meconium Terapeutik Terapeutik
10. Infeksi saluran napas 1) Pilih ukuran kateter 1. Untuk memepermudah
suction yang menutupi tidak dilakukannya penghisapan

33
lebih dari setengah diameter mulut, nasofaring, trakea
ETT lakukan penghisapan dan/atau endotracheal
mulut, nasofaring, trakea tube (ETT)
dan/atau endotracheal tube
(ETT)
2) Lakukan penghisapan 2. Untuk memaksimalkan
lebih dari 15 detik penghisapan lender agar
tidak ada lagi lender yang
tersisa
3) Lakukan penghisapan 3. Agar tidak terjadi
ETT dengan tekanan rendah penurunan kadar saturasi
(80-120 mmHg) oksigen
Edukasi Edukasi
1) Anjurkan melakukan 1) Agar tidak terjadi
teknik napas dalam, sebelum gagal napas pada saat
melakukan penghisapan di dilakukannya
nasotracheal. penghisapan
3. Latihan Batuk Efektif 3. Latihan Batuk Efektif
I.01006 I.01006
Observasi Observasi
1) Identifikasi kemampuan batuk 1) Untuk mempermudah
mengeluarkan sputum di

34
jalan napas
Terapeutik Terapeutik
1) Atur posisi semi fowler atau 1. Untuk mempertahankan
fowler kepatenan jalan napas
Edukasi pasien
1) Jelaskan tujuan dan prosedur Edukasi
batuk efektif 1) Agar pasien dapat
melakukan batuk secara
efektif
2) Anjurkan tarik napas dalam 2) Agar pasien dapat
melalui hidung selama 4 detik, mengetahui prosedur
ditahan selama 2 detik, dalam melakukan batuk
kemudian keluarkan dari mulut efektif dan dapat
dengan bibir mencucu dipraktekkan dengan
(dibulatkan) selama 8 detik sendirinya
3) Anjurkan mengulangi tarik 3) Untuk memaksimalkan
napas dalam hingga 3 kali batuk efektif
4) Anjurkan batuk dengan kuat 4) Agar semua lender dan
langsung setelah tarik napas sputum dapat dikeluarkan
dalam yang ke 3 kali dengan cara melakukan
batuk efektif ini

35
Kolaborasi Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian 1) Untuk memaksimalkan
mukolitik atau ekspektoran, proses pengeluaran lender
jika perlu. dan sputum
4. Manajemen Jalan Napas 4. Manajemen Jalan Napas
Buatan I.01012 Buatan I.01012
Observasi Observasi
1) Monitor posisi selang 1) Untuk mencegah agar
endotrakeal (ETT) terutama selang ETT tidak terlipat
setelah mengubah posisi
2) Monitor tekanan balon ETT 2) Untuk mengurangi tekanan
setiap 4-8 jam balon secara periodic tiap
shift
Terapeutik Terapeutik
1) Pasang oropharingeal airway 1. Untuk membantu
(OPA) untuk mencegah ETT memepertahankan
tergigit kepatenan jalan napas.
2) Berikan pre oksigenasi 100% 2. Agar pernapasan pasien
selama 30 detik (3-6 kali tetap adekuat dan terjaga
ventilasi) sebelum dan setelah demgan baik.
penghisapan
3) Lakukan penghisapan lender 3. Untuk membantu

36
kurang dari 15 detik jika kenyamanan pernapasan
diperlukan (bukan secara pasien saat dilakukan
berkala/rutin) penghisapan lender
4) Ganti fiksasi ETT setiap 24 4. Agar tidak terjadi iritasi
jam pada area pemasangan
5) Ubah posisi ETT secara ETT
bergantian (kiri dan kanan) 5. Untuk membantu
setiap 24 jam kenyamanan pasien saat
6) Lakukan perawatan mulut terpasang selang ETT
(mis. Dengan sikat gigi, kasa 6. Untuk menjaga kebersihan
pelembab bibir) mulut dan jalan napas
pasien
Edukasi Edukasi
1) Jelaskan pasien dan/atau 1) Agar pasien dan/atau
keluarga tujuan dan prosedur keluarga tau dan paham
pemasangan jalan napas mengenai prosedur
buatan pemasangan jalan napas
buatan dan mengijinkan
prosedur tersebut
dilakukan.
Kolaborasi Kolaborasi
1) Kolaborasi intubasi ulang jika 1) Agar tidak terjadi lagi

37
terbentuk mucous plug yang sumbatan jalan napas pada
tidak dapat dilakukan pasien
penghisapan.
5. Pemantauan Respirasi 5. Pemantauan Respirasi
I.01014 I.01014
Observasi Observasi
1) Monitor saturasi oksigen 1) Untuk mengetahui apakah
adanya penurunan saturasi
oksigen atau tidak
2) Monitor nilai AGD 2) Untuk mengetahui apakah
terjadi penurunan kadar
oksigen, karbondioksida,
dan tingkat asam basa
(pH) di dalam darah
Terapeutik Terapeutik
1) Dokumentasikan hasil 1) Untuk menjadi pedoman
pemantauan dalam menilai
penurunan/peningkatan
respirasi klien.
Edukasi Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur 1) Untuk mempermudah
pemantauan proses pemantauan

38
2. Pola Napas Tidak Efektif 1. Pola napas Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
(D.0005) Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Kategori: Fisiologis keperawatan selama 3x24 1) Monitor pola napas (frekuensi, 1) Untuk mengetahui pola
Subkategori: Respirasi jam, maka pola napas kedalaman, usaha napas) napas pasien sudah stabil
Definisi: Inspirasi dan/atau membaik, dengan kriteria atau belum
ekspirasi yang tidak memberikan hasil: 2) Monitor bunyi napas 2) Untuk mengetahui jika
ventilasi adekuat. 1) Frekuensi napas tambahan (mis., guruling, pasien terdapat napas
Penyebab: membaik mengi, wheezing, ronkhi tambahan sehingga dapat
1. Depresi pusat pernapasan 2) Kedalaman napas kering) dilakukan tindakan lebih
2. Hambatan upaya napas membaik lanjut
(mis., nyeri saat bernapas, Terapeutik Terapeutik
kelemahan otot pernapasan) 1) Pertahankan kepatenan jalan 1) Karena head tilt, chin lift
3. Deformitas dinding dada napas dengan head-tilt dan dan jaw thrust merupakan
4. Deformitas tulang dada chin-lift (jaw thrust jika curiga tehnik membuka jalan
5. Gangguan neuromuskular trauma servikal) napas yang jika tehnik ini
6. Gangguan neurologis (mis., dilakukan maka akan
elektroensefalogram [EEG] membantu pasien bernapas
positif, cedera kepala, 2) Posisikan semi-Fowler atau 2) Agar pasien merasa
gangguan kejang) Fowler nyaman
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi 3) Berikan oksigen, jika perlu 3) Agar pasien mendapat
9. Obesitas oksigen yang cukup

39
10. Posisi tubuh yang Edukasi Edukasi
menghambat ekspansi paru 1) Anjurkan asupan 2000 1) Agar pasien tidak
11. Sindrom hipoventilasi ml/hari, jika tidak mengalami dehidrasi
12. Kerusakan inervasi kontraindikasi
diafragma (kerusakan saraf
C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan Tanda mayor
Subjektif:
1. Dispnea
Objektif:
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis.,
takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda minor
Subjektif:

40
1. Ortopnea
Objektif:
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke

41
3. Risiko Aspirasi D.0149 1. Tingkat Aspirasi 1. Pencegahan Aspirasi I.01018 2. Pencegahan Aspirasi
Kategori : Fisiologis L.010006 I.01018
Subkategori : Respirasi Setelah dilakukan Observasi Observasi
Definisi: Beresiko mengalami intervensi selama 3x24 jam, 1) Monitor tingkat kesadaran, 1. Agar tidak terjadi
masuknya sekresi maka Tingkat Aspirasi batuk, muntah dan kemampuan penurunan kesadaran dan
gastrointestinal, sekresi menurun dengan kriteria menelan gangguan menelan
orofaring, benda cair atau padat hasil : 2) Monitor bunyi napas, terutama 2. Untuk mengetahui apakah
ke dalam saluran trakeobronkhial 4. Tingkat kesadaran setelah makan/minum ada obstruksi atau
akibat disfungsi mekanisme meningkat perdarahan di jalan napas
protektif saluran napas. 5. Kemampuan menelan pasien
Faktor Resiko meningkat Terapeutik Terapeutik
2) Penurunan tingkat kesadaran 6. Dispnea menurun 1) Pertahankan posisi semi fowler 1. Agar tidak terjadi
3) Penurunan reflex muntah (30-45 derajat) pada pasien penyumbatan pada jalan
dan/atau batuk 2) Kontrol Resiko tidak sadar napas pasien
4) Gangguan menelan L.14128 2) Pertahankan kepatenan jalan 2. Agar tidak terjadi henti
5) Disfagia Setelah dilakukan intervensi napas (mis. Teknik head tilt, napas pada pasien
6) Kerusakan mobilitas fisik selama 3x24 jam, maka chin lift, jaw thrust, in line)
7) Peningkatan residu lambung Kontrol Resiko meningkat 3) Pertahankan pengembangan 3. Agar tekanan balon yang
8) Peningkatan tekanan dengan kriteria hasil : balon endotracheal tube (ETT) masuk sesuai dengan
intragastrik 1. Kemampuan jumlah yang dibutuhkan
9) Penurunan motilitas mengidentifikasi 4) Lakukan penghisapan jalan 4. Untuk memepertahankan
gastrointestinal factor resiko napas, jika produksi secret kepatenan jalan napas

42
10) Sfingter esofagus bawah meningkat meningkat pasien
inkompeten 2. Kemampuan Edukasi Edukasi
11) Perlambatan pengosongan melakukan 1) Anjurkan makan secara 1) Agar tidak ada makanan
lambung strategi control perlahan yang tersumbat di jalan
12) Terpasang selang nasogastrik resiko napas pasien
13) Terpasang trakeostomi atau meningkat 2) Ajarkan strategi mencegah 2) Agar pasien dapat
endotracheal tube 3. Kemampuan aspirasi mencegah terlebih dahulu
14) Trauma/pembedahan leher, menghindari sebelum terjadinya aspirasi
factor resiko
mulu, dan/atau wajah 3) Agar makanan yang
meningkat
15) Efek agen farmakologis 3) Ajarkan teknik mengunyah dikonsumsi pasien dapat
16) Ketidakmatangan koordinasi atau menelan, jika perlu dikunyah dengan baik dan
menghisap, menelan dan mudah untuk di telan
bernapas. 1. Terapi Menelan I.03144
Kondisi Klinis terkait 1. Terapi Menelan I.03144 Observasi
2) Cedera kepala Observasi 1. Agar makanan dapat
3) Stoke 1. Monitor gerakan lidah saat terkunyah dengan baik
4) Cedera medula spinalis makan 2. Agar pasien dapat
5) Guillain barre syndrome 2. Monitor tanda kelelahan saat beristirahat sejenak jika
6) Penyakit Parkinson makan, minum dan menelan. lelah saat makan
7) Keracunan obat dan alcohol Terapeutik
8) Pembesaran uterus Terapeutik 1. Untuk mencegah
9) Miestenia gravis 1) Hindari penggunaan sedotan terjadinya penyumbatan

43
10) Fistula trakeoesofagus jalan napas pasien saat
11) Striktura esofagus minum dengan sedotan
12) Sklerosis multiple 2. Agar mempermudah
13) Labiopalatoskizis 2) Posisikan duduk proses menelan pasien
14) Atresia esofagus 3. Untuk memaksimalkan
15) Laringomalasia 3) Berikan permen lollipop proses mengunyah.
16) Prematuritas untuk meningkatkan kekuatan
lidah 4. Untuk menjaga
4) Berikan perawatan mulut, kenyamanan dan
sesuai kebutuhan kebersihan mulut pasien
Edukasi
Edukasi 1) Agar pasien dan keluarga
1. Informasikan manfaat terapi mengetahui manfaat terapi
menelan kepada pasien dan menelan dan dapat
keluarga mempraktekannya sendiri
2) Agar tidak mengganggu
2. Anjurkan tidak bicara saat proses mengunyah dan
makan menghindari terjadinya
penyumbatan makanan di
jalan napas

Kolaborasi

44
Kolaborasi 1. Untuk memaksimalkan
1. Kolaborasi dengan tenaga tepai menelan dan tidak
kesehatan lain dalam terjadi lagi gangguan
memberikan terapi (mis. menelan pada pasien
Terapis okupasi, ahli patologi dengan program
bicara, dan ahli gizi) dalam rehabilitasi
mengatur program rehabilitasi
pasien
4. Risiko Perfusi Serebral Tidak 1. Perfusi serebral 1. Manajemen Peningkatan 1.Manajemen peningkatan
Efektif D.0017 b.d L.02014 Tekanan Intracranial tekanan intracranial
aterosklerosis aorta Setelah dilakukan I.06194
Kategori : Fisiologis intervensi selama 3x24 jam, Observasi Observasi
Subkategori : Sirkulasi maka perfusi serebral 1) Identifikasi penyebeb 1) Untuk mengetahui
Definisi: Beresiko mengalami meningkat dengan kriteria peningkatan TIK (mis, lesi, penyebab peningkatan TIK
penurunan sirkulasi darah ke otak hasil : gangguan metabolisme, edema
Faktor Resiko 1) Tingkat kesadaran serebral) 2) Untuk mengetahui tanda
1. Keabnormalan masa meningkat 2) Monitor tanda dan gejala dan gejala peningkatan TIK
protromblin dan/atau masa 2) Sakit kepala menurun peningkatan TIK (mis, tekanan pada pasien
tromboplastin parsial 3) Gelisah menurun darah meningkat, tekanan nadi
2. Penurunan kinerja ventrikel melebar, bradikardi, pola
kiri 2. Status Neurologis napas ireguler, kesadaran
3. Aterosklerosis aorta L.06053 menurun)
4. Diseksi arteri Setelah dilakukan intervensi
5. Fibrilasi trium selama 3x24 jam, maka 3) Monitor MAP (Mean Arterial 3) Untuk mengetahui tekanan

45
6. Tumor otak Status Neurologis Pressure) arteri rata-rata selama satu
7. Stenosis karotis membaik dengan kriteria siklus denyut jantung yang
8. Miksoma atrium hasil : didapatkan dari
9. Aneurisma serebral 1) Tingkat kesadaran pengukuran tekanan darah
10. Koagulopati (mis, anemia sel membaik sistol dan tekanan darah
sabit) 2) Reaksi pupil membaik diastole (Nilai normal dari
11. Dilatasi kardiomiopati 3) Tekanan darah sistolik MAP adalah berkisar
12. Koagulasi intravascular membaik antara 70-100 mmHg).
diseminata 4) Frekuensi nadi 4) Untuk mengetahui apakah
4) Monitor CVP (Central
13. Embolisme membaik tekanan vena sentral secara
Venous Pressure), jika perlu
14. Cedera kepala langsung merefleksikan
15. Hiperkolesteronemia tekanan pada atrium
16. Hipertensi kanan, yang mana secara
17. Endokarditis infekstif tidak langsung
18. Katup prostetik mekanis menggambarkan beban
19. Stenosis mitral awal (preload) jantung
20. Neoplasma otak kanan dan tekanan
21. Infark miokart akut vemtrikel kanan pada akhir
22. Sindrom sick sinus diastol (Nilai normal CVP
23. Penyalagunaan zat adalah 6-15 mmHg)
24. Terapi tombolitis
25. Efek samping tindakan (mis, 5) Monitor PAWP, jika perlu 5) Untuk mengukur tekanan

46
tindakan operasi bypass) dan menilai fungsi dari
Kondisi Klinis terkait ventikel kiri (Nilai normal
1. Stroke PAWP atau Pulmonary
2. Cedera kepala Artery Wedge Pressure
3. Aterosklerotik aortic adalah 8-12 mmHg)
6) Monitor PAP, jika perlu
4. Infark miokard akut 6) Untuk mengetahui tekanan
5. Diseksi arteri darah yang ditemukan di
6. Embolisme arteri pulmonalis utama
7. Endokarditis infektif (Nilai normal PAP atau
8. Fibrilasi atrium Pulmonary Artery Pressure
9. Hiperkolesterolemia adalah 8-20 mmHg)
7) Monitor ICP (Intra Cranial
10. Hipertensi 7) Untuk mengetahui tekanan
Pressure), jika tersedia
11. Dilatasi kardiomiopati intracranial mengalami
12. Koagulasi intravascular peningkatan yang dapat
diseminata disebabkan oleh
13. Miksoma atrium peningkatan tekanan
14. Neoplasma otak cairan sererospinal (Nilai
15. Segmen ventrikel kiri normal CIP atau tekanan
akinetik intrakranial adalah 7-15
16. Sindrom sick sinus mmHg).
17. Stenosis karoid
8) Monitor CPP (Cerebral
18. Stenosis mitral 8) Untuk mengetahui jumlah
Perfusion Pressure)

47
19. Hidrosefalus aliran darah dari sirkulasi
20. Infeksi otak (mis, meningitis, sistemik yang diperoleh
ensefalitis, abses serebril) untuk memberikan oksigen
dan glukosa yang adekuat
untuk metabolisme otak.
CPP atau Cerebral
Perfusion Pressure normal
berada pada rentang normal
Terapeutik 60-100 mmHg)
1. Berikan posisi semi fowler Terapeutik
1. Untuk mengurangi tekanan
intracranial pada pasien
2. Hindari maneuver Valsava 2. Karena dapat menurunkan
jumlah aliran darah
kedalam rongga toraks
terutama dalam vena yang
menuju ke atrium kanan
jantung. Aktivitas ini juga
dapat meningkatkan
tekanan intracranial.
3. Cegah terjadinya kejang 3. Agar tidak terjadi kejang
berulang.

48
4. Hindari penggunaan PEEP 4. Agar curah jantung pasien
tidak mengalami penurun
dengan menghambat aliran
balik vena ke toraks,
terutama jika volume darah
bersirkulasi menurun
karena perdarahan atau
syok
5. Hindari pemberian cairan IV 5. Agar kondisi pasien tidak
hipotonik mengalami hipotensi akibat
berpindahnya cairan dari
pemuluh darah ke sel tubuh
6. Atur ventilator agar PaCO2 6. Agar tekanan parsial
optimal oksigen (PaCO2) tetap
optimal. PaCO2 normal
berada dalam rentang 75-
100 mmHg
7. Pertahankan suhu tubuh 7. Agar suhu tubuh pasien
normal tetap dalam keadaan
normal
Kolaborasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
1. Agar dapat mengembalikan
dan anti konvulsan

49
kestabilan rangsangan sel
2. Pemantauan Tekanan saraf.
Intracranial I.06198 2. Pemantauan tekanan
Observasi intracranial
1) Monitor peningkatan TD Observasi
1) Untuk Mengetahui tanda-
2) Monitor penurunan tingkat tanda vital pada pasien
kesadaran 2) Untuk menentukan
intervensi selanjutnya dan
3) Monitor perlambatan atau mencegah komplikasi
ketidaksimetrisan respon pupil 3) Untuk mengetahui respon
4) Monitor tekanan perfusi pupil baik atau tidak
serebral 4) Untuk mengetahui potensi
5) Monitor jumlah, kecepatan, peningkatan TIK
dan karakteristik drainase 5) Untuk mengetahui jumlah
cairan serebropsonal cairan serebrospinal dalam
Terapeutik otak
1. Pertahankan sterilisasi sistem Terapeutik
pemantauan 1. Untuk mengurangi
2. Atur interval pemantauan pathogen yang masuk
sesuai kondisi pasien 2. Agar kondisi yang dialami
Edukasi pasien terpantau secara

50
3. Jelaskan tujuan dan prosedur teratur
pemantauan Edukasi
3. Agar pasien mengetahui
4. Informasikan hasil apa tujuan dan prosedur
pemantauan pemantauan
4. Untuk memberitahukan
3. Manajemen Trombolitik kondisi pasien saat ini
I.02055 3. Manajemen Trombolitik
Observasi
1) Periksa kontraindikasi terapi Observasi
trombolitik (mis. Riwayat 1) Untuk mengetahui
trauma atau pembedahan, penggunaan obat-obatan
stroke, pembedahan saraf untuk melarutkan
dalam 2 bulan terakhir, ulkus gumpalan darah, yang
gastrointestinal) dapat menyababkan
2) Monitor tekanan darah (setiap terjadinya stroke
15 menit pada 2 jam pertama, 2) Agar tekanan darah pasien
setiap 30 menit selama 6 jam tetap terkontrol dengan
berikutnya dan setiap 60 menit memonitor setiap saat.
selama 16 jam berikutnya)
Terapeutik
3) Berikan oksigen untuk Terapeutik

51
mempertahankan SaO2 >94% 3) Agar pasien tidak
mengalami gangguan
fungsi respirasi yang dapat
4) Berikan agen trombolik sesuai menyebabkan hipoksia
indikasi.
4) Pada penyakit stroke,
Agen trombolik yaitu agen
yang bisa melarutkan
gumpalan di pemuluh
Edukasi darah.
1. Jelaskan tujuan dan prosedur Edukasi
pemberian trombolik. 1. Agar pasien dan keluarga
mengetahui tujuan dan cara
2. Jelaskan efek samping pemberian trombolik
pemberian trombolitik 2. Agar pasien dan keluarga
mengetahui efek samping
Kolaborasi pemberian trombolitik
1. Kolaborasi pemeriksaan CT Kolaborasi
Scan otak setelah 12-24 jam 1. Untuk mengetahui apakah
untuk evaluasi neurologis, jika pasien mengalami cedera
perlu otak, tumor otak,
perdarahan dalam pada

52
4. Pencegahan Emboli I.02066 otak atau aneurisma
Observasi 4. Pencegahan Emboli
1) Periksa riwayat penyakit Observasi
pasien secara rinci untuk 1) Untuk mengetahui apakah
melihat factor resiko (mis. pasien memiliki riwayat
Pasca operasi, fraktur, penyakit yang
kemoterapi, kehamilan, pasca menyebabkan terjadinya
persalinan, imobilisasi, stroke
kelumpuhan, edema
ekstremitas, PPOK, stroke,
riwayat DVT sebelumnya)
2) Periksa trias Virchow (stesis
vena, hiperkoagulailitas, dan 2) Untuk mengetahui
trauma yang mengakibatkan penyebab yang
kerusakan intima pembuluh mengakibatkan terjadinya
darah) kerusakan pembuluh darah
3) Monitor sikulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, CRT, 3) Agar pasien tidak
warna, suhu, dan adanya rasa mengalami penyumbatan
sakit pada ekstremitas akibat dari penyempitan
pembuluh darah yang
Terapeutik berasal dari jantung.

53
1. Lepaskan stockings atau alat Terapeutik
kompresi pneumatik 1. Untuk meningkatkan
intermitem selama 15-20 menit sirkulasi vena pada anggota
selama 8 jam tubuh pasien
2. Lakukan perubahan posisi 2. Untuk mengurangi luka
setiap 2 jam. tekan pada pasien
3. Hindari memijat atau menekan 3. Agar peredaran darah pada
otot ekstremitas otot ekstremitas lancar
Edukasi
1. Anjurkan melakukan fleksi Edukasi
dan ekstensi kaki paling sedikit 1. Untuk meningkatkan
10 kali setiap jam kekuatan otot kaki serta
peredaran darah pada otot
2. Anjurkan berhenti merokok ekstremitas lancar
2. Agar pasien tidak
mengalami gangguan
neurologis yang lebih parah
3. Anjurkan minum obat lagi
antikoagulan sesuai dengan 3. Untuk mencegah
waktu dan dosis penggumpalan darah pada
4. Anjurkan asupan makanan pasien
yang tinggi vitamin K 4. Untuk mencegah

54
terjadinya stroke
5. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032) Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi 2. Manajemen Nutrisi
Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Subkategori: Nutrisi dan Cairan selama 3 jam maka Status 1) Identifikasi status nutrisi 1) Untuk mengetahui
Definisi: beresiko mengalami Nutrisi meningkat, denga kekurangan nutrisi klien
asupan nutrisi tidak cukup untuk kriteria hasil: 2) Monitor asupan makanan 2) Untuk menegtahui
memenuhi kebutuhan 1. Porsi makanan yang masukan oral selama 24
metabolisme. dihabiskan meningkat jam dan riwayat makan
Faktor Risiko 2. Kekuatan otot klien
1. Ketidakmampuan menelan mengunyah meningkat 3) Monitor berat badan 3) Untuk mengertahui
makanan 3. Kekuatan otot menelan perkembangan klien
2. Ketidakmampuan mencerna meningkat 4) Monitor hasil pemeriksaan 4) Untuk mengetahui keadaan

makanan 4. Berat badan membaik laboratorium umum klien


3. Ketidakmampuan 5. Indeks Masa Tubuh Terapeutik Terapeutik
mengabsorbsi nutrien membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum 1. Untuk mengajarkan kepada
4. Peningkatan kebutuhan 6. Frekuensi makan makan, jika perlu klien kebiasaan untuk
metabolisme membaik menjaga kebersihan mulut
5. Faktor ekonomi (mis. 7. Nafsu makan membaik sebelum dan sesudah
Finansialtidak mencukupi) makan
6. Faktor psikologis (mis. Strees, 2. Berikan makanan tinggi serat 2. Untuk mencegah konstipasi
keengganan untuk makan) untuk mencegah konstipasi

Kondisi Klinis Terkait 3. Hentikan pemberian makan 3. Ketika asupan nutrisi dapat
melalui selang nasogastrik jika

55
1. Stroke asupan oral dapat ditoleransi dilakukan melalui oral
2. Parkinson maka penggunaan selang
3. Mobius syndrome nasogastrik tidak
4. Cerebral palsy diperlukan lagi, karena
5. Cleft lip asupan nutrisi klien sudah
6. Cleft palate bisa diberikan melalui oral
7. Amyotropic lateral atau bisa dilakukan secara
sclerosis mandiri tanpa
8. Kerusakan neuromuskular Edukasi menggunakan alat bantu.
9. Luka bakar 1. Anjurkan posisi duduk, jika Edukasi
10. Kanker mampu 1. Untuk memudahkan proses
11. Infeksi menelan dan menurunkan
12. AIDS Kolaborasi resiko terjadinya aspirasi
13. Penyakit crohn’s 1. Kolaborasi dengan ahli gizi Kolaborasi
14. Enterokolitis untuk menentukan jumlah 1. Untuk pemenuhan nuitrisi
yang sesuai
15. Fibrosis kistik kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

6. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Fisik 1. Dukungan mobilisasi 1. Dukungan mobilisasi


D.0054 Setelah dilakukan Observasi Observasi
Kategori : Fisiologis intervensi selama 3x24 1) Identifikasi adanya nyeri dan 1) Agar pasien tidak gelisah
Subkategori : jam, maka mobilitas fisik keluhatn fisik lainnya

56
Aktivitas/istirahat meningkat dengan kriteria 2) Monitor kondisi umum selama 2) Untuk umum yang terjadi
Definisi: Keterbatan dalam hasil: melakukan mobilisasi pada klien selama
gerakan fisik dari satu atau lebih 1. Pergerakan ekstremitas melakukan mobilisasi
ekstremitas secara mandiri meningkat Terapeutik Terapeutik
Penyebab 2. Kekuatan otot 1. Libatkan keluarga untuk 1. Dukungan keluarga sangat
1. Kerusakan integritas struktur meningkat membantu pasien dalam dibutuhkan dalam
tulang 3. Rentang gerak (ROM) meningkatkan pergerakan meningkatkan pergerakan
2. Perubahan metabolism meningkat Edukasi Edukasi
3. Ketidakbugaran fisik 1) Jelaskan tujuan dan prosedur 1) Agar pasien mengetahui
4. Penurunan kendali otot Fungsi sensori mobilisasi prosedur mobilisasi
5. Penurunan masa otot Setelah dilakukan intervensi 2) Anjurkan melakukan 2) Untuk mempertahankan
6. Penurunan kekuatan otot selama 3x24 jam, maka mobilisasi dini kemandirian sedini
7. Keterlambatan petkembangan fungsi sensori membaik mungkin dengan cara
8. Kekakuan sendi dengan kriteria hasil : membimbing untuk
9. Kontraktur 1. Ketajaman mempertahankan fungsi
10.Malnutrisi pendengaran fisiologis
11.Gangguan muskuloskletal membaik 3) Ajarkan mobilisasi sederhana 3) Untuk menurunkan insiden
12.Gangguan neuoromuskular 2. Ketajaman yang harus dilakukan (mis. komplikasi pada klien
13.Indeks masa tubh diatas penglihatan Duduk di tempat tidur, duduk
persentil ke-75 sesuai usia membaik di sisi tempata tidur, pindah
14.Efek agen farmakologis dari tempat tidur ke kursi)
15.Program pembatan gerak

57
16.Nyeri
17.Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
18.Kecemasan
19.Gangguan kognitif
20.Keenggangan melakukan
pergerakan
21.Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan
ektremitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM)
menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak

58
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Kondisi Klinis terkait


1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthiritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan

7. Defisit Perawatan Diri (D.0109) Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
Kategori: Perilaku Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Subkategori: Kebersihan Diri selama 3x24 jam, maka 1) Identifikasi kebutuhan alat 1) untuk mengetahui
Definisi: Tidak mampu perawatan diri meningkat bantu kebersihan diri, kebutuhan apa saja yang di

59
melakukan atau menyelesaikan dengan kriteria hasil: berpakaian, berhias, dan butuhkan klien
aktivitas perawatan diri. 1. Kemampuan mandi makan.
Penyebab meningkat Terapeutik Terapeutik
1. Gangguan muskuloskeletal 2. Kemampuan 1. Siapkan keperluan pribadi 1. Memudahkan klien dalam
2. Gangguan neuromuskular mengenakan pakaian (mis. Parfum, sikat gigi, dan perawatan diri
3. Kelemahan meningkat sabun mandi).
4. Gangguan psikologis dan/atau 3. Kemampuan makan 2. Fasilitasi untuk menerima 2. Untuk memnantu klien
psikotik meningkat keadaan ketergantungan dalam penerimaan keadaan
5. Penurunan motivasi/minat 4. Kemampuan ke toilet ketergantungan
Gejala dan Tanda Mayor (BAB/BAK) 3. Fasilitasi kemandirian, bantu 3. Untuk membantu dan
Subjektif meningkat jika tidak mampu melakukan mempermudah klien dalam
1. Menolak melakukan 5. Minat melakukan perawatan diri melakukan perawatan diri
perawatan diri perawatan diri Edukasi Edukasi
Objektif meningkat 4. Anjurkan melakukan 4. Agar klien tidak
1. Tidak mampu perawatan diri secara konsisten memaksakan diri dalam
mandi/menggunakan sesuai kemampuan. melakukan perwatan diri.
pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri.
2. Minat melakukan perawatan
diri kurang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

60
-
Objektif
-
Kondisi Klinis
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Depresi
4. Arthritis reumatoid
5. Retardasi mental
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Skizofernia dan gangguan
psikotik lain
10. Fungsi penilaian terganggu
Keterangan
Diagnosis ini dispesifikkan
menjadi salah satu atau lebih
dari:
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan

61
4. Toileting
5. Berhias

8. Gangguan Komunikasi Verbal 1. Kemampuan Promosi Komunikasi: Defisit Promosi Komunikasi: Defisit
(D.0119) berbicara Bicara Bicara
Kategori: Relasional Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Subkategori: Interaksi Sosial selama 3x24 jam, maka 1) Monitor proses kognitif, 1) Untuk mengetahui
Definisi: Penurunan, kemampuan berbicara anatomis, dan fisiologis yang keyakinan pasien tentang
perlambatan, atau ketiadaan membaik, dengan kriteria berkaitan dengan bicara (mis., sesuatu yang dipirkannya
kemampuan untuk menerima, hasil: memori, pendengaran, dan
memproses, mengirim, dan/atau 1) Kemampuan berbicara bahasa)
menggunakan sistem simbol. meningkat Terapeutik Terapeutik
Penyebab: 2) Kemampua mendengar 1) Ulangi apa yang disampaikan 1) Untuk memastikan kembali
1. Penurunan sirkulasi serebral meningkat pasien apa yang dikatakan pasien
2. Gangguan neuromuskuler 3) Kesesuaian ekspresi sudah benar
3. Gangguan pendengaran wajah/tubuh meningkat 2) Berikan dukungan psikologis 2) Agar pasien memiliki
4. Gangguan muskuloskeletal semangat untuk malakukan
5. Kelainan palatum perawatan
6. Hambatan fisik (mis., Edukasi Edukasi
terpasang trakheostomi, 1) Anjurkan berbicara perlahan 1) Untuk membuat pasien
intubasi, krikotiroidektomi) dapat berbicara kembali
7. Hambatan individu (mis., dengan normal

62
ketakutan, kecemasan, Kolaborasi Kolaborasi
merasa malu, emosional, 1) Rujuk ke ahli patologi bicara 1) Agar terapi yang dilakukan
kurang privasi) atau terapis menjadi maksimal
8. Hambatan psikologis (mis., Latihan Memori
gangguan psikotik, gangguan Latihan Memori Observasi
konsep diri, harga diri rendah, Observasi 1) Untuk mengatahui masalah
gangguan emosi) 1) Identifikasi masalah memori memori yang dialami
9. Hambatan lingkungan (mis., yang dialami pasien
ketidakcukupan informasi, Terapeutik
ketiadaan orang terdekat, Terapeutik 1) Untuk merangsang kembali
ketidaksesuaian budaya, 1) Stimulasi memori dengan memori pasien dengan
bahasa asing) mengulang pikiran yang mengulang pikiran yang
Gejala dan Tanda Mayor terakhir kali diucapkan, jika terakhir kali diucapkan
Subjektif: - perlu 2) Agar pasien merasa
Objektif: 2) Fasilitasi tugas pelajaran (mis., nyaman saat melakukan
1. Tidak mampu berbicara atau mengingat informasi verbal tugas pelajaran mis.,
mendengar dan gambar) mengingat informasi verbal
2. Menunjukkan respon tidak dan gambar
sesuai 3) Untuk merangsang kembali
Gejala dan Tanda Minor 3) Stimulasi menggunakan memori pasien dengan
Subjektif: - memori pada peristiwa yang menggunakan memori pada
Objektif: baru terjadi (mis., bertanya peristiwa yang baru terjadi

63
1. Afasia kemana saja ia pergi akhir- Edukasi
2. Disfasia akhir ini_, jika perlu 1) Agar pasien mengetahui
3. Apraksia Edukasi tujuan dan prosedur latihan
4. Disleksia 1) Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
5. disartria latihan 2) Agar dapat meningkatkan
6. Afonia memori pasien serta
7. Dislalia 2) Ajarkan teknik memori yang membantu dalam
8. Pelo tepat (mis., imajinasi visual, pengambilan informasi
9. Gagap perangkat mnemonik,
10. Tidak ada kontak mata permainan memori, isyarat
11. Sulit memahami komunikasi memori, teknik asosiasi,
12. Sulit mempertahankan membuat daftar, komputer, Kolaborasi
komunikasi papan nama) 1) Untuk meningkatkan
13. Sulit menggunakan ekspresi Kolaborasi kemandirian pasien pada
wajah atau tubuh 1) Rujuk pada terapi okupasi, jika area aktivitas kehidupan
14. Tidak mampu menggunakan perlu sehari-hari sehingga
ekspresi wajah atau tubuh meningkatkan derajat
15. Sulit menyusun kalimat kesehatan pasien
16. Verbalisasi tidak tepat
17. Sulit menggunakan kata-kata
18. Disorientasi orang, ruang,
waktu

64
19. Defisit penglihatan
20. Delusi
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
9. Gangguan Integritas Kulit 1. Integritas Kulit dan 1. Perawatan Integritas Kulit 1. Perawatan Integritas
D.0129 b.d penurunan jaringan L.14125 I.11353 Kulit
mobilitas Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Kategori: Lingkungan selama 3x24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab 1. Agar dapat mengetahui
Subkategori: Keamanan dan Integritas Kulit dan gangguan integritas kulit (mis, penyebab dan bagaimana
Proteksi jaringan meningkat dengan perubahan sirkulasi, perubahan cara mengatasinya.
Definisi: kriteria hasil: status nutrisi, penurunan
Kerusakan kulit (dermis dan/atau 1) Kemerahan menurun kelembaban suhu
epidermis) atau jaringan 2) Jaringan parut meningkat ekstrem,penurunan mobilitas)
(membrane mukosa, kornea, Terapeutik Terapeutik
fasia, oto, lendon, tulang, kartigo, 2. Penyembuhan Luka 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika 1. Untuk memperlancar
kapsul sendi dan/atau ligamen). L.14130 tirah baring peredaran darah
Penyebab: Setelah dilakukan intervensi 2. Gunakan produk berbahan 2. Untuk menjaga dan
1. Perubahan sirkulasi selama 3x24 jam, maka petroleum atau minyak pada mengemalikan kelembapan
2. Perubahan status nutrisi Penyembuhan Luka kulit kering kulit dan tidak mengalami
(kelebihan atau menurun dengan kriteria 3. Gunakan produk berbahan kerusakan
kekurangan) hasil: ringan/alami dan hipoalergik 3. Agar kulit pasien tidak
3. Kekurangan/kelebihan 1) Penyatuan kulit pada kulit sensitive mengalami alergi

65
volume cairan menurun Edukasi Edukasi
4. Penurunan mobilitas 2) Penyatuan tepi luka 1. Anjurkan menggunakan 1. Agar kulit pasien tetap
5. Bahan kimia iritatif menurun pelembab lembap dengan
6. Suhu lingkungan yang 3) Pembentukan jaringan menggunakan produk
ekstrem parut menurun berbahan ringan/alami
7. Faktor mekanis (mis. 2. Anjurkan minum air yang 2. Untuk menjaga kesegaran
penekanan pada tonjolan cukup kulit dan mencegah
tulang, gesekan) atau dehidrasi
faktor elektris 2. Teknik Latihan Penguatan 2. Latihan Penguatan Otot
(elektrodiatermi, energy Otot I. 05184
listrik bertegangan tinggi) Observasi Observasi
8. Efek samping terapi 1. Identifkasi jenis dan durasi 1. Untuk mengetahui jenis
radiasi aktivitas dan durasi aktivitas yang
9. Kelembaban pemanasan/pendinginan dilakukan pasien
10. Proses penuaan 2. Monitor efektivitas latihan 2. Efektivitas latihan ROM
11. Neuropati perifer dapat meningkatkan
12. Perubahan pigmentasi kekuatan otot pada pasien
13. Perubahan hormonal stroke
14. Kurang terpapar Terapeutik Terapeutik
informasi tentang upaya 1. Lakukan latihan sesuai 1. Agar pasien dapat
mempertahankan/melindu program yang ditentukan melakukan latihan atau
ngi integritas jaringan olahraga

66
Gejala dan Tanda Mayor: 2. Fasilitasi mengembanggakan 2. Untuk memberikan
Objektif program latihan yang sesuai program latihan yang
1. Kerusakan jaringan dengan tingkat kebugaran otot, sesuai seperti efektifitas
dan/atau lapisan kulit. kendala musculoskeletal, latihan ROM pada pasien
Gejala dan Tanda Minor: tujuan fungsional kesehatan, stroke
Objektif sumber daya peralatan
1. Nyeri olahraga, dan dukungan social.
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan fungsi otot, fisiologi 1. Agar pasien mengetahui
olahraga, dan konsekuensi fungsi/kerja tubuh yang
tidak digunakannya otot berhubungan dengan
olahraga
2. Anjurkan menghindari latihan 2. Agar suhu tubuh tidak
selama suhu ekstrim. mengalami penurunan
akibat latihan selama suhu
ekstrim

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim Kolaborasi
kesehatan lain (mis. Terapi 1. Agar pasien dapat
aktivitas, ahli fisiologi melakukan terapi aktivitas
olahraga, terapis okupasi, dan olahraga untuk

67
terapis rekreasi, terapi fisik) meningkatkan kesehatan
dalam perencanaan, tubuh
pengkajian, dan memonitor
program latihan otot
10. Risiko Jatuh D.0143 1. Tingkat jatuh 1. Pencegahan jatuh 1. Pencegahan jatuh
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Subkategori : keamanan dan selama 3x24 jam, maka 1) Identifikasi factor risiko jatuh 1) Untuk mengetahui factor
proteksi tingkat jatuh (mis. usia >65 tahun, yang dapat membahayakan
Definisi : Berisiko mengalami meningkatdengan kriteria penurunan tingkat kesadaran, kondisi pasien
kerusakan fisik dan gangguan hasil: deficit kognitif, hipotensi
kesehatan akibat terjatuh 1) Jatuh dari tempat tidur ortotostik,gangguan
Faktor Risiko: menurun keseimbangan, gangguan
1) Usia ≥ 65 tahun (pada 2) Jatuh saat berdiri penglihatan, neuropati
dewasa) atau ≤ 2 tahun pada menurun 2) Identifikasi factor lingkungan 2) Untuk melindungi pasien
anak-anak 3) Jatuh saat duduk yang meningkatkan risiko dari lingkungan yang
2) Riwayat jatuh menurun jatuh (mis. lantai licin, berbahaya mis lantai licin
3) Anggota gerak bawah penerangan kurang)
prostesi (buatan) 2. Keseimbangan Terapeutik Terapeutik
4) Penggunaan alat bantu Setelah dilakukan intervensi 1) Pasang handrail tempat tidur 1) Untuk melindungi agar
berjalan selama 3x24 jam, maka pasien tidak terjatuh
5) Penurunan tingkat kesadaran keseimbangan 2) Tempat pasien berisiko tinggi 2) Agar pasien bisa dipantau
6) Perubahan fungsi kognitif meningkatdengan kriteria jatuh dekat dengan pantauan setiap waktu

68
7) Lingkungan tidak aman (mis. hasil: perawat dari nurse station
licin, gelap, lingkungan 1) Keseimbangan saat Edukasi Edukasi
asing) berdiri meningkat 1) Anjurkan memanggil perawat 1) Untuk membantu pasien
8) Kondisi pasca operasi 2) Keseimbangan saat jika membutuhkan bantuan jika ingin pindah tempat
9) Hipotensi ortostatik berjalan meningkat untuk pindah
10) Perubahan kadar glukosa 2) Anjurkan menggunakan alas 2) Untuk mengindari pasien
darah kaki yang tidak licin jatuh saat lantai licin
11) Anemia
12) Kekuatan otot menurun 2. Manajemen keselamatan 2. Manajemen keselamatan
13) Gangguan pendengaran lingkungan lingkungan
14) Gangguan keseimbangan Observasi Observasi
15) Gangguan penglihatan (mis. 1) Identifikasi kebutuhan 1) Untuk mengetahui
glaucoma, katarak, ablasio keselamatan pasien (mis. kebutuhan keselamatan
retina, neuritis optikus) kondisi fisik, fungsi kognitif, pasien
16) Neuropati dan riwayat perilaku)
17) Efek agen farmakologi 2) Monitor perubahan status 2) Untuk menjaga
keselamatan lingkungan keselamatan diri pasien
Terapeutik Terapeutik
1) Modifikasi lingkungan untuk 1) Untuk mencegah factor
meminimalkan bahaya dan yang membahayakan
risiko kondisi pasien
2) Sediakan alat bantu keamanan 2) Untuk menjaga keamanan

69
lingkungan (mis. commode pasien
chair dan pegangan tangan)
Edukasi Edukasi
1) Ajarkan individu, keluarga 1) Agar individu dan
dan kelompok risiko tinggi kelompok terhindar dari
bahaya lingkungan risiko tinggi bahaya
lingkungan
11. Kesiapan Peningkatan Koping 1. Status koping keluarga Dukungan Koping Keluarga Dukungan Koping Keluarga
Keluarga (D.0090) Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Kategori: Psikologis keperawatan selama 3x24 1) Identifikasi respon emosional 1) Untuk mengetahui respon
Subkategori: Integritas Ego jam, maka status koping terhadap kondisi saat ini. emosional pasien terhadap
Definisi: Pola adaptasi anggota keluarga membaik, mondisi saat ini
keluarga dalam mengatasi situasi dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kesesuaian antara 2) Untuk mencapai
yang dialami klien secara efektif 1) Kepuasan terhadap harapan pasien, keluarga, dan kesesuaian harapan pasien,
dan menunjukkan keinginan serta perilaku bantuan tenaga kesehatan keluarga, dan tenaga
kesiapan untuk meningkatkan anggota keluarga lain kesehatan.
kesehatan keluarga dan klien. meningkat
Gejala dan Tanda Mayor 2) Komitmen pada Terapeutik Terapeutik
Subjektif perawatan/pengobatan 1) Dengarkan masalah, perasaan, 1) Agar keluarga tidak
1. Anggota keluarga menurun dan pertanyaan keluarga terbebani dengan masalah
menetapkan tujuan untuk 3) Komunikasi antara yang sedang ia hadapi
meningkatkan gaya hidup anggota keluarga 2) Terima nilai-nilai keluarga 2) Agar keluarga tidak merasa

70
sehat menurun dengan cara tidak menghakimi dihakimi
2. Anggota keluarga 4) Perilaku sehat 3) Diskusikan rencana medis dan 3) Agar keluarga mengetahui
menetapkan sasaran untuk membaik perawatan rencana medis dan
meningkatkan kesehatan perawatan yang akan
Objektif Setelah dilakukan intervensi dilakukan
- keperawatan selama 3x24 4) Hargai dan dukung mekanisme 4) Agar mekanisme koping
Gejala dan Tanda Minor jam, maka fungsi keluarga koping adaptif yang digunakan yang digunakan dapat
Subjektif membaik, dengan kriteria dilakukan dengan baik
1. Anggota keluarga hasil: Edukasi Edukasi
mengidentifikasi pengalaman 1) Pemenuhan kebutuhan 1) Informasikan kemajuan pasien 1) Agar keluarga mengetahui
yang mengoptimalkan anggota keluarga secara berkala kondisi pasien
kesejahteraan meningkat 2) Informasikan fasilitas 2) Agar keluarga mengetahui
2. Anggota keluarga berupaya 2) Anggota keluarga perawatan kesehatan yang fasilitas perawatan
menjelaskan dampak krisis salimg mendukung tersedia kesehatan yang tersedia
terhadap perkembangan meningkat Kolaborasi Kolaborasi
3. Anggota keluarga 3) Adaptasi terhadap 1) Rujuk untuk terapi keluarga, 1) Agar dapat mengubah
mengungkapkan minat dalam masalah meningkat jika perlu struktur dalam keluarga
membuat kontak dengan dengan cara menyusun
orang lain yang mengalami kembali kesatuan dan
Setelah dilakukan intervensi
situasi yang sama menyembuhkan
keperawatan selama 3x24
Objektif perpecahan yang terjadi
jam, maka tingkat ansietas
- dalam keluarga
menurun, dengan kriteria

71
hasil: Koping Keluarga Koping Keluarga
1) Verbalisasi khawatir Observasi Observasi
akibat kondisi yang 1) Identifikasi kesiapan keluarga 1) Agar dapat mengetahui
dihadapi menurun untuk terlibat dalam kesiapan keluarga untuk
2) Perilaku gelisah perawatan terlibat dalam perawatan
menurun
3) Perilaku tegang Terapeutik
menurun 1) Ciptakan hubungan terapeutik Terapeutik
4) Konsentrasi membaik pasien dengan keluarga dalam 1) Agar masalah yang
5) Pola tidur membaik perawatan dihadapi oleh pasien dapat
terselesaikan bersama
2) Fasilitasi keluarga membuat dengan keluarga
keputusan perawatan 2) Agar keluarga dapat
membuat keputusan yang
tepat untuk perawatan

Edukasi
1) Jelaskan kondisi pasien kepada Edukasi
keluarga 1) Agar keluarga mengetahui
2) Informasikan tingkat kondisi pasien
ketergantungan pasien kepada 2) Agar keluarga mengetahui
keluarga tingkat ketergantungan

72
pasien terhadap
3) Anjurkan keluarga terlibat keluarganya
dalam perawatan 3) Agar keluarga mengetahui
perawatan yang dilakukan
pada pasien

73
74
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak ang menyebabkan defisit


neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak (Sudoyo Aru). Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Yang disebabkan oleh hipertensi, DM,
obesitas, dan juga gaya hidup yang tidak baik seperti merokok, minum
minuman beralkohol, kurang berolahraga.

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat mengoreksi


atau memahami apa yang tercantum dalam makalah yang berkaitan dengan
stroke, untuk kelengkapan makalah ini kami sangat mengharapkan pendapat
dari pembaca, dan akan kami jadikan pembelajaran dalam pembuatan
makalah kedepannya.

75
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Jogja

Tim Pokja PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.


Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1


Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II. Jakarta: DPP PPNI

Ambarika, Rahmania. (2017). Efektifitas Simulasi Prehospital Care terhadap


Selfefficacy Masyarakat Awam dalam Memberikan Pertolongan Pertama
Korban Kecelakaan Lalu Lintas.Jurnal Keperawatan Vol. 8, No.1, P-ISSN :
2086-307, E-ISSN : 2443-0900.

Wahyuni, D. 2019. KUALITAS TIDUR PADA RESPONDEN DENGAN


RIWAYAT STROKE SLEEP QUALITY IN RESPONDEN WITH STROKE
HISTORY.
http://www.conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/download/1190/58
5.

Rahmawati, Dedah, Titis kurniawan, Sri Hartati. 2019.” Gambaran self


manajemen pada pasien strok yang menjalankan rawat jalan”. Jurnal
keperawatan ‘Aisyiyah. Vol. 6, nomor 1

Ginenus Fekadu, Hunduma Wakassa, and Firew Tekle Research Article (8 pages),
Article ID 4650104, Volume 2019 (2019)

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta: salemba medika

76
Ramadhani M. (2018). Evaluasi regimen pengobatan pada discharge planning
Pasien stroke iskemik untuk pencegahan stroke sekunder. Universitas
Muhamadiyah Surakarta

Inayah N. Mananggu M. dkk (2018), analisis efektivitas dan efek samping


penggunaan Clopidogrel tunggal dan kombinasi clopidogrel- Aspilet pada
pasien stroke iskemik di rsup Dr.wahidin sudirohusodo makassar.
Universitas Hasanudin: Makassar

77

Anda mungkin juga menyukai