Anda di halaman 1dari 6

HIV/AIDS DALAM KEHAMILAN

1. Definisi
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus
(HIV) (Smeltzer et al, 2008).
Dalam kamus kedokteran Dorlan (2002), menyebutkan bahwa
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan
oleh infeksi HIV, yangpada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi
berat imunitas seluler, dan mengenaikelompok risiko tertentu, termasuk
pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obatintravena, penderita
hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari
individu yang terinfeksi virus tersebut.
2. Etiologi
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1) Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual). (WHO,2003)
2) Hubungan seksual yang bergantiganti pasangan
3) Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian
memakai alat suntik.
4) Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu
berhubungan kelamindengan orang yang terinfeksi HIV.
5) Orang yang melakukan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi
HfV, berarti setiaporang yang terpajan darah yang tercemar melalui
transfusi atau jarum suntik yangterkontaminasi.
3. Manifestasi Klinis
Yang tampak dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Manifestasi klinis mayor:
(1) Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan
(2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
(3) Penurunan berat badan lebih dari l0% dalam 3 tiga bulan
(4) TBC
2) Manifestasi Klinis Minor
(1) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
(2) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
(3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh
tubuh
(4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di
seluruh tubuh
4. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang
menderita HIV/AIDSsebagian besar masih berusia subur, sehingga
terdapat resiko penularan infeksi yang terjadipada saat kehamilan.Selain
itu juga karena terinfeksi dari suami ataupasangan yang sudah terinfeksi
HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gayahidup.
Berdasarkan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi
adalah 0,01%sampai 0,7%. Apabila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinanbayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan jika gejala AIDS sudah tampak jelasmaka kemungkinannya
akan meningkat mencapai 50%. Penularan inidapat terjadi dalam 3
periode:
1) Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat
kecil.Hal ini disebabkankarena terdapatnya plasenta yang tidak dapat
ditembus oleh virus itu sendiri.Oksigen,makanan, antibodi dan obat-
obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak
olehHIV.Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
(1) Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria)
pada plasentaselama kehamilan.
(2) Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu
(3) Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun
(4) Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusiuntuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2) Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkanperiode kehamilan.Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal alau kontak antarakulit atau membrane mukosa bayi
dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.Semakin lama
proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi.
Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section
caesaria.
Factor yang mempengaruhi tingginya resiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah : lama robeknya membrane
(1) Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau
infeksi lainnya)
(2) Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibumisalnya, episiotomi.
(3) Anak pertama dalam kelahiran kembar
3) Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui
ASI.Berdasarkandata penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa
ibu yang menyusui bayinyamempunyai resiko menularkan HIV sebesar
rc-15% dibandingkan ibu yang tidakmenyusui bayinya. Risiko
penularan melalui ASI tergantung dari:
(1) Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif
akan kurangberisiko dibanding dengan pemberian campuran
(2) Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan
putting susu dan infeksipayudara lainnya
(3) Lamanya pemberian AS| makin lama makin besar kemungkinan
infeksi
(4) Status gizi ibu yang buruk
Strategi pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya
dikenal dengan namaPrevention of Mother to Child HIV Transmission
(PMTC) antara lain :
1) Pelayanan kesehatan ibu yang komprehensif
2) Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela
3) Pemberian obat antiretroviral
4) Konseling tentang HIV dan makanan bayi serta pemberian susu formula
sebagaipengganti ASI
5) Persalinan aman dengan section cesaria, sebelum ketuban pecah dan
sebelumkontraksi
5. Penatalaksanaan
The American College of Obstetricians and Gynaecologists (AGOG) dan
USPHS menganjurkan konseling, edukasi dan Uji saring HIV sebagai
bagian perawatan antepartumyang dilakukan secara rutin dan sukarela oleh
ibu hamil dengan risiko tinggi infeksi HIVdan ibu hamil dengan
HIV/AIDS (IHDHA). Dalam konseling dan edukasi, perlu
dukunganpsikososial ibu supaya tidak takut dan percaya diri mengenai
status HIV dan kehamilannya,tentang perjalanan alami HIV, cara
penularan dan pencegahan perinatal serta keuntunganpemberian ARV bagi
ibu dan janin/bayi.
Antiretrovirus (ARV)
Pemberian kombinasi ARV merupakan penatalaksanaan baku
IHDHA tanpamemandang status kehamilan, sama seperti pemberian ARV
pada ODHA karena telah dipertimbangkan farmakokinetiknya dan tidak
terbukti membberikan efek teratogenik pada janin dan bayi jika diberikan
setelah umur kehamilan 14 minggu. Pada pencegahan penularan HIV
perinatal (PHP), baik ACOG maupun WHO menganjurkan kombinasi
ARV untuk menekan replikasi virus secara cepat sampai batas yang tidak
dapat dideteksi; sehingga diharapkan PHP, tidak terjadi, mengurangi
kejadian resistensi danmemberi kesempatan perbaikan imunitas ibu.
Pemberian kombinasi ARV mulai diberikan pada IHDHA yang
memiliki CD4 <500/mm atau kepadatan virus > 10.000/ml dengan atau
tanpa gejala klinis;sedangkanpemberian ZDV tunggal dapat dilakukan jika
CD4> 500/mm dan kepadatan virus 4 000 l0.000/ml dengan dosis 100 mg
5 kali sehari yang dimulai setelah trimester I sampai masapersalinan. Pada
saat mulai persalinan (kala I), ZDV diberikan secara intravena 2 mg/kg
BBdalam I jam, dan diteruskan I ml/kg BB/jam sampai pengikatan tali
pusat bayi; kemudiandiikuti dengan pemberian ZDV oral pada bayi setelah
berumur 12 jam dengan dosis 2ml/kg BB/6 jam selama 6 minggu. Semua
ARV diberikan setelah trimester I (14 mingguumur kehamilan) untuk
menghindari beberapa efek teratogenik. Namun, jika ibu sedangmenjalani
pengobatan ARV dan kemudian hamil, pengobatan tersebut dilanjutkan
sebabpenghentian, ARV akan mengakibatkan rebound pheno-menon
jumlah virus. Pada beberapapenelitian berskala besar, ZDV terbukti
menurunkan PHP dari 22,6% menjadi 7,6% jlkadiberikan selama
antepartum, intrapartum dan postpartum. Tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna pada efek samping dan toksisitas ZDV dibandingkan
plasebo, kecualianemia pada bayi yang hilang setelah ZDV dihentikan;
sedangkan kelainan kongenital tidaklebih tinggi dari populasi umum.Oleh
sebab itu, ADV sebaiknya ada pada setiap regimenkombinasi karena
terbukti menurunkan PHP.Sekarang sedang dilakukan
penelitianpenggunaan ZDV oral jangka pendek untuk mencegah PHP. Jika
berhasil dan dapatdijadikan protokol, diharapkan akan menurunkan
kejadian PHP lebih banyak lagi;mengingat biaya lebih murah, kepatuhan
lebih tinggi dan jangkauan lebih luasdibandingkan dengan penggunaan
ZDV jangka panjang.
Penelitian di Afrika oleh Wiktor dkk dan Dabis dkk serta di
Thailand oleh Shafter dkk, pemberian ZDV jangka pendek
memperlihatkan penurunan PHP 38-50% walaupun airsusu ibu masih tetap
diberikan. Di sini, ZDV oral baru diberikan pada umur kehamilan
36minggu dengan dosis 300 mg 2 kali sehari sampai masa persalinan (kala
I), kemudian 300mg 3 jam sekali dari kala I sampai kala IV dan diteruskan
dengan 300 mg 2 kali sehariselama 7 hari postpartum; sedangkan bayi
diberikan ZDV oral setelah berumur 12 jamdengan dosis 2 ml/kg BB/6
jam selama 6 minggu.
6. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui
tiga cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan,
dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1) Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan, dan
untuk bayi yang baru dilahirkan
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih
rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untuk menularkanHIV. Resiko penularan akan sangat
rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai.Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua carayang
dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama
waktupersalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah
lahir. Satu tabletnevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan,
kemudian satu tablet lagi diberi padabayi 2-3 hari setelah lahir.
Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinanmengurangi
penularan menjadi hanya 2 persen.Namun, resistensi terhadap
nevirapinedapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang
memakai satu tablet waktu hamil.Hal ini mengurangi keberhasilan
ARV yang dipakai kemudian oleh ibu.Resistansi ini juga dapat
disebarkan pada bayi waktu menyusui.Walaupun begitu, terapi
jangkapendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
2) Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio
caesaria karenametode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV
dari ibu ke bayi sampai 80%.Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resikodapat diturunkan sampai
87%.Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko
karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat
penyembuhanluka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio
caesaria harus dipertimbangkansesuai kondisi gizi, keuangan, dan
faklor lain.
3) Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan
untuk bayidengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil
penelitian, didapatkan bahwa+ 14% bayi terinfeksi HIV melalui ASI
yang terinfeksi.Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada
seseorang yang mempunyai perilakuberisiko, sehingga diharapkan
pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri
maupunpasangannya. Adapun caranya adalah :
A: Anda jauhi hubungan seks
B : Bersikap saling setia dengan pasangan
C: Cegah dengan memakai kondom setiap melakukan hubungan
D: Dihindari pemakaian jarum suntik bebas
E: Edukasi atau pelatihan (HIV/AIDS, NAPZA life skill, dll)

DAFTAR PUSTAKA
De Cock. 2000. Human Immunodeviciency Virus Infection and HIV/AIDS.
Philadelphia: Saunders Company.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Smeltzer et al. 2008.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
WHO. 2003. Human Immunodeficiency Virus HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai