Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

OLEH:
EVA SUSANTI LUBIS
NIM 00320060

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. Henry Pencon , S.Kep) (Ns. Utari Ch Wardhani ,S.Kep,M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang
tinggi.Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial. Anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang
tanpa demam tidak digolongkan sebagai penderita kejang demam,
serangan kejang dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali, atau lebih sekama
satu episode demam. (Syilfia, 2015)
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan
tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan
ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Lestari,2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi
akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang
yang diakibatkan karena proses ekstrakranium.

B. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi COdan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(CI). Akibatnya konsentrasi ion K+dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi iondi dalam dan luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyaki
atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan
kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena
itu kenaikkan.Suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadikejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).

C. Penyebab

Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016).

Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang


demam diantaranya :

1. Faktor-faktor prinatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika

4. Demam

5. Gangguan metabolism

6. Trauma

7. Neoplasma

8. Gangguan Sirkulasi

D. Klasifikasi

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi,


kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya


terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai
kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat
umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa
detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang
kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti
mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik
pada pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam
bukan disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.

2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile


convulsion) biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang
berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan
fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik
dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya
sifat dan umur demam adalah sama pada kejang demam
sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi
atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi
merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula
pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila
kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS
sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya
meningitis.

E. Tanda dan Gejala


Dewanto (2019), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai
pada pasien dengan kejang demam diantaranya :
1. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
2. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
3. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
4. Kulit pucat dan membiru
5. Akral dingin

F. Patway
G. Penatalaksanaan Medis

Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa

faktor yang perlu dikerjakan yaitu:

1. Memberantas kejang secepat mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang),


obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien
kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-
0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB
diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai
0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur
kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila


masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih
kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan
tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang


kejangseringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang
diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg. Obat
pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus
yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak
mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi
dapat mengganggu frekuensi irama jantung.
2. Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan


penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena
sebaiknyadiberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan
elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan
dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya
glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.

3. Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja


diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat
tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua
bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang


diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis
pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaliknyadilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.
H. Penatalaksanaan keperawatan

1. Pengobatan fase akut

a. Airway

 Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan


dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila
ada guedel lebih baik

 Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,


lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan

 Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.

b. Breathing

 Isap lendir sampai bersih

c. Circulation

 Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif

 Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat


( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar)

Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter
apakah perlu pemberian obat penenang.

2. Pencegahan kejang berulang

a. Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB


atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu menit
dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama .

b. Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital


dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan
pengobatan rumat.
I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dewi (2011) :

a. EEG(Electroencephalogram

Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak


menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.

b. Lumbal Pungsi

Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan


kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda
meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

c. Neuroimaging

Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-


Scan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan
tersebut dianjurkan bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas,
misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala
yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber


pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah
J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis

 Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin


tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
agama, nama orang tua,pekerjaan orang tua,
penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan
kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari
18 bulan.

 Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C,


pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan
kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan
kesadaran.

b. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa


panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya
kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang
dialami anak.

c. Riwayat kesehatan

Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien


dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak
serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).

Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat


imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau
virus seperti virus influenza.

Riwayat nutrisi : Saat sakit, biasanya anak mengalami


penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya

b. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos


mentis

2. TTV :

Suhu : biasanya >38,0⁰C , Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan :


biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - <5 tahun :
biasanya >40 kali/menit .Nadi :biasanya >100 x/i

3. BB

Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi


penurunan berat badan yang berarti.

4. Kepala

Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak

5. Mata

Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,


konjungtiva anemis.

6. Mulut dan lidah

Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis,


lidah tampak kotor.

7. Telinga

Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar


dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
8. Hidung

Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping


hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.

9. Leher

a. Thoraks

 nspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak


ada penggunaan otot bantu pernapasan

 Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama

 Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas


tambahan seperti ronchi.

b. Jantung

Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung

I: Ictus cordis tidak terlihat

P: Ictus cordis di SIC V teraba

P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri


(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.

Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-


IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A: BJ II lebih
lemah dari BJ I

10. Abdomen

Biasanya lemas dan datar, kembung

11. Anus

Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak

12. Ekstermitas :

a. Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT


> 2 detik, akral dingin.

b. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan,


CRT > 2 detik, akral dingin.

c. Penilaian tingkat kesadaran

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan


dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),


memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal,
nilai GCS: 11 - 10.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,


respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai
GCS: 9

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi


ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon


terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤ 3

K. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


peningkatan sirkulasi otak

c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi


d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi

e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


hipoksemia

f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan


neurologis atau kejang

h. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan


gangguan kejang
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Hipertermi Termoregulasi
berhubungan A. MANAJEMEN HIPERTERMIA
dengan proses penyakit Setelah dilakukan intervensi selama 3 X 24 jam,
1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis.
Penyebab maka hipertermia menurun dengan keriteria
dehidrasi terpapar lingkungan panas
1. Dehidrasi hasil :
penggunaan incubator)
2. Terpapar lingkungan 1. Menggigil menurun
2. Monitor suhu tubuh
panas 2. Tidak tampak kulit yang memerah
3. Monitor kadar elektrolit
3. Proses penyakit (mis. 3. Tidak ada kejang
4. Monitor haluaran urine
Infeksi dan kanker) 4. Tidak tampak Akrosianosis
5. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika
4. Ketidaksesuaian 5. Konsumsi oksigen menurun
perlu
pakaian dengan suhu 6. Piloereksi menurun
6. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
lingkungan 7. Idak tampak pucat
adekuat
5. Peningkatan laju 8. Tidak terdapat takikardia
7. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
metabolissme 9. Tidak tampak takipnea
8. Anjurkan tirah baring
6. Respon trauma 10. Tidak terdapat bradikardia
7. Aktivitas berlebih 11. Tidak ada hipoksia
8. Penggunaan incubator 12. Suhu tubuh membaik 9. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
Gejala dan tanda 13. Suhu kulit membaik terapi
a. Mayor 14. Kadar glukosa membaik
Subyektif Tidak
tersedia
Obyektif
 Suhu tubuh diatas nilai
normal
b. Minor
Subyektif Tidak
tersedia
Obyektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takardi
2 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Batasi pergerakan pada leher, kepala, dan
jaringan serebral 2x 24 jam anak tidak mengalami penurunan punggung
Faktor resiko jaringan otak yang dapat mengganggu 2. Monitor adanya daerah tertentu yang peka
a.Gangguan serebrovaskuler kesehatan dengan kriteria hasil: terhadap panas dan dingin
b.Penyakit neurologis 1. Tidak ada tanda-tanda peningkatan 3. Kolaborasi pemberian obat analgesik
intracranial
2. Tekanan systole dan diastole dalam
rentan yang diharapkan
3 Resiko keterlambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Jelaskan pada keluarga pasien tentang
perkembangan berhubungan 2x24 jam keterlambatan perkembangan tidak perkembangan
dengan gangguan kejang terjadi, dengan kriteria hasil: 2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk
1. Keluarga pasien mampu menjelaskan melakukan pemeriksaan perkembangan fisik,
kembali tentang perkembangan kognitif, dan psikososial.
2. Keluarga pasien melaporkan 3. Ajarkan pada keluarga pasien tentang
perkembangan fisik, kognitif dan stimulus
psikososial normal 4. Observasi adanya ganggun perilaku
3. Keluarga pasien mampu untuk melakukan 5. Kolaborasi dengan orang tua dan anak
stimulus untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait
4. Tidak ada gangguan perilaku dengan perkembangan
3
13. Efek agen 13. Anjurkan segera lapor segera jika terjadi
farmakologis perdarahan
14. Tindakan pembedahan 14. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
15. Trauma perdarahan, jika perlu
16. Kurang terpapar 15. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
informasi tentang 16. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
pencegahan perdarahan
17. Proses keganasan
REFERENSI

Atmaja, deni. 2013. Asuhan Keperawatan Pada An. D


Dengan
dhf[serialonlinehttp://eprints.ums.ac.id/25919/9/naskah_publikasi.pdf
diaksespadatanggal 7 Mei 2016]

Nurlaila.Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Dengue


HemoragicFever[SerialOnline]http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/
5/jtstikesmuhgo-gdl-nurlalia-209-1-deguehe-r.pdf [Akses pada 08 Mei 2016]

UNIMUS.BabIIKonsepDasa[SerialOnline]http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/
110/jtptnimus-gdl-ronisubiya-5467-2-babiik-r.pdf [Akses pada 08 Mei 2016]
WHO.Demam Berdarah Dengue.Jakarta:EGC

Wilkinson. 2015. BukuSaku Diagnose KeperawatanEdisi 9. Jakarta


bukukedokteran EGC

PPNI (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Doagnostik , Edisi 1. Jakarta : DPP . PPN

PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai