HIPERTENSI GESTASIONAL
OLEH :
Sukmawati Tamin
214119088
2. Etiologi
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum
diketahui secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain :
a. Penurunan kadar progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim,
sebaliknya Estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama
kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan
Estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar
Progesteron menurun sehingga timbul his.
b. Teori oxytosin :
Pada akhir kehamilan kadar oxytocsin bertambah. Oleh
karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan otot-otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila
dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim,
maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan
otot-otot rahim makin rentan.
d. Pengaruh janin :
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga
memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan
sering lebih lama dari biasa.
e. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka
menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari
percobaan menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang
diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan
kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di
sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam
air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum
melahirkan atau selama persalinan.
f. Teori iritasi mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis, bila ganglion
ini digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin maka akan
menimbulkan his.
g. Teori plasenta menjadi tua.
Plasenta yang tua akan menyebabkan turunnya kadar
estrogen dan progesterone yang akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah. Hal ini akan menimbulkan his.
b) Lochea
Lochea keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai
dengan 3 atau 4 minggu setelah post partum. Ada
beberapa jenis lochea terjadi yaitu :
(a) Lochea Rubra
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel darah desidua (Desidua
yakni selaput tenar rahim dalam keadaan hamil),
venix caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep
terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel
epitel yang mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu
halus pada anak yang baru lahir), dan mekonium
(yakni isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas
getah kelenjar usus dan airketuban berwarna hijau).
(b) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah
kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke-4
sampai hari ke-7 postpartum.
(c) Lochea Serosa
Lochea ini bewarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan/ laserasi
plasenta. Muncul pada hari ke-8 sampai hari ke-14
postpartum.
(d) Lochea Alba
Lochea ini berwarna putih, mengandung
leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik,
dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa
berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum.
Biasanya wanita mengeluarkan sedikit lochea saat
berbaring dan mengeluarkan darah lebih banyak saat
berdiri/ bangkit dari tempat tidur. Hal ini terjadi akibat
penggumpalan darah forniks vagina atau saat wanita
mengalami posisi rekumben. Variasi dalam durasi
aliran lochea sangat umum terjadi, namun warna
aliran lochea cenderung semakin terang, yaitu
berubah dari merah segar menjadi merah tua
kemudian cokelat, dan merah muda. Aliran lochea
yang tiba-tiba kembali berwarna merah segar bukan
merupakan temuan normal dan memerlukan
evaluasi. Penyebabnya meliputi aktifitas fisik
berlebihan, bagian plasenta atau selaput janin yang
tertinggal dan atonia ueter.
(e) Lochea Purulenta
Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti
nanah berbau busuk.
(f) Locheostasis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
c) Ovarium dan tuba falopi
Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan
progestern menurun sehingga menimbulkan mekanisme
timbal balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah
dimulai kembali proses ovulasi sehingga wanita dapat
hamil kembali. b. Perubahan sistem pencernaan Setelah
kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern
menurun sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (Beartburn)
dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal
ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya
keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex
hambatan defekasi karena adanya nyeri pada perineum
akibat luka episiotomy.
2) Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diagfragma pelvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan partus, serta jalan lahir,
berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala.
Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan
diantaranya: Ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi sehingga
ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor (Heryani, 2010)
3) Perubahan Serviks
Segera setellah melahirkan, serviks menjadi lembek,
kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini
disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks
berbentuk seperti cincin (Heryani, 2010: 30). Warna serviks
sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi/
perlukaan kecil. Oleh karena robekan kecil yang terjadi di
daerah ostium eksternum selama dilatasi, serviks serviks tidak
dapat kembali seperti sebelum hamil. (Kumalasari, Intan, 2015:
157).
4) Perubahan vulva, vagina dan perenium
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan
akan kembali secara bertahap selama 6-8 minggu postpartum.
Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan
dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae
akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke-4. Perineum
setelah persalinan, mengalami pengenduran karena teregang
oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus
otot perineum terjadi sekitar 5-6 mingu postpartum. Latihan
senam nifas baik untuk mempertahankan elastisitas otot
perineum dan organ-organ reproduksi lainnya. Luka episiotomi
akan sembuh dalam 7 hari postpartum. Bila teraji infeksi, luka
episiotomi akan terasa nyeri, panas, merah dan bengkak
(Aprilianti, 2016: 10-11).
5) Perubahan Sistem Pencernaan
Pasca melahirkan, kadar progesteron menurun, namun
faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal,
sehingga hal ini akan mempengaruhi pola nafsu makan ibu.
Biasanya ibu akan mengalami obstipasi (konstipasi) pasca
persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan
alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong, pengeluaran cairan pada waktu persalinan
(dehidrasi), hemoroid, dan laserasi jalan lahir.
6) Perubahan Sistem Perkemihan
Terkadang ibu mengalami sulit buang air kecil karena
tertekannya spingter uretra oleh kepala janin dan spasme
(kejang otot) oleh iritasi muskulus spingter ani selama proses
persalinan, atau karena edema kandung kemih selama
persalinan. Saat hamil, perubahan sistem hormonal yaitu kadar
steroid mengalami peningkatan. Namun setelah melahirkan
kadarnya menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Umumnya urin banyak dikeluarkan dalam waktu 12-36
jam pascapersalinan. Fungsi ginjal ini akan kembali normal
selang waktu satu bulan pascapersalinan.
7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan ini terjadi pada saat umur kehamilan
semakin bertambah. Adaptasi muskuloskeletal mencakup
peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat
pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun, pada saat
postpartum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur
pulih dan normal kembali. Ambulasi dinidilakukan segera
pascapersalinan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri (Heryani, 2010: 36).
8) Perubahan Sistem Endokrin
Hormon-hormon yang berperan terkait perubahan
sistem endokrin diantaranya:
a) Hormon Plasenta
Human Chorionic Gonadotropin(HCG) mengalami
penurunan sejak plasenta lepas dari dinding uterus dan
lahir, dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari
ke-7 postpartum. Hormon ini akan kembali normal setelah
hari ke7.
b) Hormon Pituitary
Hormon pituitary diantaranya: Prolaktin, FSH dan
LH. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada wanita
yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi.FSH
dan LH meningkat pada minggu ke-3 (fase konsentrasi
folikuler) dan LH akan turun dan tetap rendah hingga
menjelang ovulasi.
c) Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar otak
belakang (Glandula Pituitary Posterior ) yang bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Hormon ini
berperan dalam pelepasan plasenta, dan mempertahankan
kontraksi untuk mencegah perdarahan saat persalinan
berlangsung. Selain itu, isapan bayi saat menyusu pada
ibunya juga dapat merangsang produksi ASI lebih banyak
dan sekresi oksitosin yang tinggi, sehingga mempercepat
proses involusi uteri.
d) Hipotalamik Pituitary Ovarium
Hormon ini mempengaruhi proses menstruasi
pada wanita yang menyusui ataupun tidak menyusui.
Wanita menyusui yang mendapatkan menstruasi pada 6
minggu pascamelahirkan kisaran 16% dan 45% setelah 12
minggu pascamelahirkan. Sedangkan wanita yang tidak
menyusui, mendapatkan menstruasi kisaran 40% setelah 6
minggu pascamelahirkan dan 90% setelah 24 minggu
(Heryani, 2010: 41).
9) Hormon Estrogen dan Progesteron
Estrogen yang tinggi akan memperbesar hormon anti
diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan
progesteron akan mempengaruhi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum,
vulva dan vagina (Heryani, 2010: 42).
10) Perubahan Sistem Kardivaskuler
Cardiac Output meningkat selama persalinan dan
berlanjut setelah kala III saat besar volume darah dari uterus
terjepit di dalam sirkulasi. Namun mengalami penurunan
setelah hari pertama masa nifas dan normal kembali diakhir
minggu ke-3. Penurunan ini terjadi karena darah lebih banyak
mengalir ke payudara untuk persiapan laktasi. Hal ini membuat
darah lebih mampu melakukan koagulasi dengan peningkatan
viskositas yang dapat meningkatkan risiko thrombosis
11) Perubahan tanda-tanda vital pada masa nifas diantanya:
a) Suhu.
Suhu badan pasca persalinan dapat naik lebihdari
0,5°C dari keadaan normal, namun tidak lebih dari 39°C
setelah 2 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan
kembali normal. Bila lebih dari 38°C waspadai ada infeksi.
b) Nadi.
Umumnya nadi normal60-80 denyut per menit dan
segera setelah partus dapat terjadi bradiikardi penurunan
denyut nadi). Bila terdapat takikardi (peningkatan denyut
jantung) diatas 100 kali permenit perlu diwaspadai terjadi
infeksi atau perdarahan postpartum berlebihan.
c) Tekanan Darah.
Tekanan darah normalnya sistolik 90-12-mmHG dan
diastolik 60-80 mmHG. Tekanan darah biasanya tidak
berubah biasanya akan lebih rendah setelah melahirkan
karena ada perdarahan atau ayang lainnya. Tekanan darah
akan tinggi apabila terjadi pre-eklampsi.
d) Pernapasan.
Frekuensi normal pernapasan orang dewasa yaitu
16-24 kali per menit. Pada ibu postpartum umumnya
lambat/ normal dikarenakan masih dalam fase pemulihan.
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu
dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal,
pernapasan juga akan mengikutinya kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran cerna.
11) Perubahan Hematologi
Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit,
dan eritrosit bervariasi, hal ini dikarenakan tingkat volume darah
dan volume darah yang berubah-ubah. Penurunan volume dan
peningkatan sel darah merah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemaglobin pada hari ke-3
hingga ke-7 postpartum dan normal kembali pada minggu ke-4
hingga ke-5 postpartum. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama
postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas
berkisar 500 ml (Heryani, 2010: 45)
.
4. Klasifikasi
Menurut Hadijono (2008) Masa ibu post partum dibagi menjadi 3
bagianyaitu :
a. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu
sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
b. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital
secara menyeluruh dengan lama 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila saat hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan
5. Komplikasi
Menurut Costance Sinclair (2009), berikut ini merupakan komplikasi
yang terjadi pada ibu saat post partum, yaitu:
a. Penurunan Berat badan
Untuk sebagian besar pada wanita memiliki berat badan
lebih dalam 2 tahun setelah hamil dibanding wanita yang belum
pernah hamil, dan penurunan berat badan biasanya bisa terjadi
pada dalam beberapa waktu sesudah hamil dan melahirkan.
b. Demam nifas
Demam nifas merupakan demam yang terjadi setelah
melahirkan atau saat ibu berada di masa nifas. Demam ini bisa
terjadi setelah melahirkan hingga kurang lebih 6 minggu setelah
masa persalinan, demam nifas biasanya yang disebabkan oleh
perubahan hormon karena sebagian besar demam nifas ini
disebabkan oleh infeksi setelah masa persalinan atau melahirkan.
c. Nyeri pada simfisis pubis
Nyeri ini biasanya disebabkan oleh ibu paska bersalin atau
masa nifas, dan nyeri tersebut akan ada setelah kondisi ibu
melahirkan bayi melalui vagina, nyeri ini diakibatkan karena adanya
lecet pada sekitar area vagina dan bekas luka jahitan pasca
melahirkan.
d. Kesulitan berjalan atau kesulitan dalam hubungan seksual
Kesulitan ketika berjalan biasanya dikarenakan adanya
latihan duduk dan berjalan paska bersalin pada ibu post partum,
sedangkan kesulitan dalam hubungan seksual pada ibu post partum
kemungkinan diakibatkan karena timbulnya rasa sakit disekitar jalan
lahir setelah pasca melahirkan.
e. Pendarahan yang luar biasa
Pendarahan pada ibu pasca melahirkan terdapat
pendarahan yang hebat yang terjadi dari adanya robekan pada
jalan lahir. Dan juga apabila ari – ari sudah lahir (keluar dari rahim)
biasanya juga mengeluarkan darah yang banyak, sedangkan rahim
masih berkontraksi dengan baik sehingga ibu post partum merasa
mules dengan adanya kontraksi tersebut, sedangkan bisa juga
darah yang keluar banyak tentunya kemungkinan terjadi karena
adanya robekan pada jalan lahir sehingga bisa terjadinya
pendarahan yang luar biasa.
f. Payudara membengkak disertai kemerahan
Paska persalinan setelah dua atau tiga hari terkadang
seorang ibu nifas atau post partum akan merasakan payudaranya
mulai membengkak yang disebabkan oleh adanya bakteri
Staphylococcus atau Streptococcus yang berasal dari saluran air
susu yang tersumbat (ASI mengendap dalam saluran susu), selain
itu dengan adanya penyumbatan pada sekitar area payudara akan
membuat terlihat payudara menjadi bengkak dan kemerahan.
g. Endometritis (radang edometrium)
h. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
i. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
j. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena
varicose superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi
pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau
nyeri.)
k. Gangguan psikologis seperti
1) Depresi post partum
2) Post partum Blues
3) Post partum Psikosa
4) Gangguan involusi uterus
7. Penatalaksanaan
a. Pengetahuan umum tentang KB (Keluarga Berencana)
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur
jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari
itu, Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah
dan menunda kehamilan. Tujuan dilaksanakan program KB yaitu
untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial
ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak
agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013).
1) Metode Kontrasepsi Sederhana
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu
metode kontrasepsi sederhana tanpa alat dan metode
kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi tanpa alat antara
lain: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus Interuptus,
Metode Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal
Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal
dan lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana
dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan
spermisida (Handayani, 2010).
2) Metode Kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi
menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron
dan estrogen sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja.
Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil dan
suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi
progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani,
2010).
3) Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR)
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi
menjadi 2 yaitu AKDR yang mengandung hormon sintetik
(sintetik progesteron) dan yang tidak mengandung hormon
(Handayani, 2010). AKDR yang mengandung hormon
Progesterone atau Leuonorgestrel yaitu Progestasert (Alza-T
dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20 mengandung
Leuonorgestrel (Hartanto, 2002).
4) Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu
Metode Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria
(MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip
metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba
falopii sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan
sperma. Sedangkan MOP sering dikenal dengan nama
vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran
vas deferens sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau
ejakulasi (Handayani, 2010).
3. Patofisiologi
Teori yang mengemukakan tentang bagaimana dapat terjadi
hipertensi dalam kehamilan cukup banyak, tetapi tidak satupun dari teori
tersebut menjelaskan berbagai gejala yang timbul. Oleh karena itu,
disebut sebagai “disease of theory”. Landasan teori yang mendasari
terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah :
a. Teori imunologis
Risiko gangguan hipertensi dalam kehamilan meningkat
cukup besar pada keadaan-keadaan ketika terjadi pembentukan
antibody penghambat (blocking antibody) terhadap tempat-tempat
antigenik diplasenta. Keadaan tersebut dapat ditemukan pada ibu
dengan primigravida.
b. Teori peradangan dan radikal bebas
Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah yang merupakan rangsangan utama terjadinya
proses peradangan atau inflamasi. Pada kehamilan normal,
pelepasan debris masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas wajar, sedangkan pada hipertensi
kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi.Wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan akan mengalami peningkatan stres
oksidatif. Peningkatan stres oksidatifakan mengeluarkan sitokin-
sitokin, termasuk faktor nekrosis tumoralfa (TNF-α) dan interleukin.
Dalam keadaan tersebut, berbagai oksigen radikal bebas
menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang memperbanyak diri
dan selanjutnya meningkatkan pembentukan radikal-radikal yang
sangat toksik sehingga terjadi kerusakan selendotel. Teori radikal
bebas terkait dalam pengendalian proses penuaan, dimana terjadi
peningkatan radikal bebas dalam tubuh seiring dengan
bertambahnya usia. Kerusakan endotel karena toksik dari radikal
bebas menimbulkan cedera. Cedera ini memodifikasi Nitro Oksida
(NO) oleh sel endotel, serta mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah pembentukan sel
busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk aterosis.
c. Teori iskemia regio uteroplasenter
Pada kehamilan normal, arteri spiralis yang terdapat pada
desiduamengalami pergantian sel dengan trofoblas endovaskuler
yang akan menjamin lumennya tetap terbuka untuk memberikan
aliran darah,nutrisi cukup dan O2yang seimbang. Destruksi
pergantian ini seharusnya pada minggu ke-16 dengan perkiraan
pembentukan plasenta telah berakhir. Kegagalan invasi trofoblas
saat trimester dua dapat menyebabkan hambatan aliran darah
untuk memberikan nutrisi dan O2 yang menimbulkan situasi iskemia
regio uteroplasenter. Selain itu, terdapat peranan kontraksi Braxton
Hicks dalam iskemia region uteroplasenter. Frekuensi kontraksi
tersebut terjadi sebagai akibat perubahan keseimbangan oksitosin
dari hipofisis posterior, estrogendan progesteron yang dikeluarkan
oleh korpus luteum atau plasenta. Walaupun ringan, kontraksi
Braxton Hicks tetap akan mengganggu aliran darah uteoplasenter
sehingga dapat menimbulkan iskemia akibat jepitan kontraksi otot
miometrium terhadap pembuluh darah yang berada didalamnya.
Iskemia implantasi plasenta yang terjadi pada usia tua dapat
dikarenakan adanya penyerapan trofoblas ke dalam sirkulasi yang
memicu peningkatan sensivitas angiotensin II dan renin aldosteron.
Pada ibu hamil dengan usia muda terjadi perpaduan antara emosi
kejiwaan dan pematangan organ yang belum sempurna sehingga
mempengaruhi cortex serebri dan stimulasi vasokonstriksi
pembuluh darah.
Penimpunan asam lemak dalam pembuluh darah akibat
tingginyanilai indeks massa tubuh mampu mengakibatkan
penyempitan pembuluh darah, terutama pada plasenta.
d. Teori disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini
akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan produksi
prostasiklin dan tromboksan (TXA2) sebagai vasodilator serta
vasokonstriksi pembuluh darah. Disfungsi endotel pada ibu hamil
dengan obesitas dapat terjadi karena peningkatan resistensi insulin
dan asam lemak tubuh yang akan menstimulasi IL-6 (interleukin-6).
Perubahan sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan
permeabilitas kapiler, penurunan kadar Nitro Oksida (NO), dan
peningkatan endotelin serta faktor koagulasi dapat terjadi sebagai
dampak lain dari disfungsi endotel. Keadaan tersebut dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah selama kehamilan.
e. Teori genetic
Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat
diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi
hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya. Kerentanan terhadap
hipertensi kehamilan bergantung pada sebuah gen resesif. Wanita
yang memiliki gen angiotensinogen varian T235 memperlihatkan
insiden gangguan hipertensi pada kehamilan lebih tinggi. Kegagalan
remodeling gen angiotensinogen tersebut mempengaruhi reseptor
angiotensin tipe 1(AT1R) sehingga terjadi aktivasi endotel dan
vasospasme yang merupakan patofisiologi dasar dari hipertensi
kehamilan. Pada janin, terdapat cyclin-dependent kinase inhibitor
yang berperan sebagai regulator pertumbuhan. Mutasi pada cyclin-
dependent kinase inhibitor menyebabkan perubahan struktur
plasenta dan penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah selama kehamilan.
4. Faktor Risiko
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah :
a. Faktor maternal
1) Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
usia 20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata sampai 5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia
20 sampai 29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat
menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami
hipertensi dalam kehamilandan meningkat lagi saat usia diatas
35 tahun.
2) Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilanterjadi pada
kehamilan pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam
kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua
sampai ketiga.
3) Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik dalam hipertensi kehamilan.
Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga
dengan hipertensi dalam kehamilan.
4) Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama
kehamilan dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan superimpose preeklamsia dan hipertensi kronis
dalam kehamilan.
5) Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya nilai indeks massa tubuh merupakan masalah
gizi karena kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang
kelak bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi
kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai
jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih
dalam tubuh.
6) Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita
pada ibu hamil dapat menyebabkan hipertensi dalam
kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan
glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah.
b. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahidatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Preeklamsia dan eklamsia mempunyai risiko 3 kali lebih sering
terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus kembar dua,
didapatkan 28,6% kejadian preeklamsia dan satu kasus kematian
ibu karena eklamsia.
Derajat Preeklampsi
Ringan Berat
1. Hipertensi >140/90 1. Hipertensi lebih dari 160/110
mmHg mmHg
2. Proteinuria >300 mg/24 2. Proteinuria> 500 mg/24 jam
jam atau >± 1 dipstik atau ± 3 dipstik
3. Oliguria ± 500 ml/24 jam
4. Gangguan penglihatan dan
serebral
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin
terganggu
Proteinuria yang merupakan tanda diagnostik
preeklampsi dapat terjadi karena kerusakan glomerulus ginjal.
Dalam keadaan normal, proteoglikan dalam membran dasar
glomerulus menyebabkan muatan listrik negatif terhadap
protein, sehingga hasil akhir filtrate glomerulus adalah bebas
protein. Pada penyakit ginjal tertentu, muatan negatif
proteoglikan menjadi hilang sehingga terjadi nefropati dan
proteinuria atau albuminuria. Salah satu dampakdari disfungsi
endotel yang ada pada preeklampsi adalah nefropati ginjal
karena peningkatan permeabilitas vaskular. Proses tersebut
dapat menjelaskan terjadinya proteinuria pada preeklampsi.
Kadar kreatinin plasma pada preeklampsi umumnya normal
atau naik sedikit (1,0-1,5mg/dl). Hal ini disebabkan karena
preeklampsi menghambat filtrasi, sedangkan kehamilan
memacu filtrasi sehingga terjadi kesimpangan (Guyton, 2007).
2) Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang
wanita dengan preeclampsia yang tidak dapat disebabkan oleh
hal lain. Kejang bersifat grandma atau tonik-klonik generalisata
dan mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester akhir dan
menjadi sering mendekati aterm. Pada umumnya kejang
dimulai dari makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual,
nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi
menjadi 4 tingkat, yaitu (Prawirohardjo, 2013)
a) Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar
demikian pula tangannya dan kepala diputar kekanan atau
ke kiri.
b) Tingkat kejang tonik
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini
seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku,
tangannya menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam. Pernapasan berhenti, muka terliha tsianotik dan
lidah dapat tergigit.
c) Tingkat kejang klonik
Berlangsung antara 1-2menit. Kejang tonik
menghilang. Semua otot berkontraksi secara berulang-
ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan
menutup sehingga lidah dapat tergigit disertai bola mata
menonjol. Dari mulut, keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianotik. Penderita menjadi tak
sadar. Kejang klonik ini dapat terjadi demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya kejang berhenti dan penderita menarik napas
secara mendengkur.
d) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara
perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi
dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru
yang berulang, sehingga penderita tetap dalam koma.
Selama serangan, tekanan darah meninggi, nadi cepat dan
suhu meningkat sampai 40ºc.
Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya
edema serebri. Secara teoritis terdapat dua penyebab
terjadinya edema serebrifokal yaitu adanya vasospasme dan
dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over
regulation serebro vaskuler akibat naiknya tekanan darah
menyebabkan vasospasmeyang berlebihanyang menyebabkan
iskemia lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan
metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi
kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang akan
menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus
berlanjut maka dapat terjadi ruptur membrane sel yang
menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible.
Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat
peningkatan tekanan darah yang ekstrim pada eklampsi
menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga
terjadi vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi
darah serebral yang menyebabkan rusaknya barier otak
dengan terbukanya tight junction sel-sel endotel pembuluh
darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya edema
vasogenik. Edema vasogenik ini mudah meluas keseluruh
sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kejang pada
eklampsi (Sudibjo P,2010)
b. Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun
1) Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan
darah ≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak
menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu
hipertensi primer dan sekunder. Pada hipertensi primer
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik.
Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus hipertensi.
Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui
secara spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal,
penyakit endokrin dan penyakit kardiovaskular
(Manuaba,2007).
2) Superimposed preeclampsia
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada
sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24
minggu. Apabila disertai proteinuria, diagnosisnya adalah
superimpose preeklampsi pada hipertensi kronik(superimposed
preeclampsia). Preeklampsia pada hipertensi kronik biasanya
muncul pada usia kehamilan lebih dini dari pada preeklampsi
murni, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus
disertai dengan hambatan pertumbuhan janin (Manuaba, 2007).
3) Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan
tekanan darah≥140/90mmHg atau lebih untuk pertama kali
selama kehamilan tetapi belum mengalami proteinuria.
Hipertensi gestasional disebut transien hipertensi apabila tidak
terjadi preeklampsi dan tekanan darah kembali normal dalam
12 minggu postpartum. Dalam klasifikas iini, diagnosis akhir
bahwa yang bersangkutan tidak mengalami preeklampsi hanya
dapat dibuat saat postpartum. Namun perlu diketahui bahwa
wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan
tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklampsi,misalnya
nyeri kepala, nyeri epigastrium atau trombositopenia yang akan
mempengaruhi penatalaksanaan (Cunningham G, 2013)
6. Komplikasi
Purwaningsih & Fatmawati (2010) dan Mitayani (2011),
menyebutkan beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi dalam kehamilan pada ibu dan janin.
a. Pada ibu :
1) Eklampsia
2) Pre eklampsia berat
3) Solusio plasenta
4) Kelainan ginjal
5) Perdarahan subkapsula hepar
6) Kelainan pembekuan darah
7) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low
platellet count).
8) Ablasio retina.
b. Pada janin :
1) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus
2) Kelahiran prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
7. Penatalaksanaan Klinik
a. Diagnosis
1) Anamnesis
Dilakukanan amnesis pada pasien atau keluarganya
mengenai adanya gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga
dan gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala,
gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual
muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam
kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan
penyakit ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan
sosial, merokok dan minum alkohol (POGI, 2010)
2) Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta
pasien dalam posisi duduk dikursi dengan punggung bersandar
pada sandaran kursi, lenganyang akan diukur tekanan darahnya,
diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi
penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu
ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan
duduk, dapat miring ke arah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit
sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidakminum
obat-obat stimulant adrenergic serta istirahat sedikitnya 5 menit
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).
b. Penanganan umum, meliputi:
1) Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolic >110mmHg, berikan obat
anti hipertensi sampai tekanan darah diastolic diantara 90-100
mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang
diberikan 5mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan
darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan
nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika
respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga
dapat diberikan sebagai alternative hidralazin. Dosis labetolol
adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan
lagi labetolol 20 mg. Pasang infuse Ringer Laktat dengan jarum
besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan
sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda
edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka
pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk
pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml
per jam, infuse cairan dipertahankan sampai 1jam dan pantau
kemungkinan edema paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan
denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S,
2006).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang,
dapat diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menangani
kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian
MgSO4 pada preeklampsi dan eklampsi adalah (Prawihardjo S,
2006) :
a) Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20%
selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5gr IM
dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit yang sama).
Pasien akan merasa agak panas saat pemberian MgSO4
b) Dosis pemeliharaan
MgSO4(50%) 5gr + 1ml lignokain 2% IM setiap 4
jam. Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam
postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian
MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16kali/menit,
reflex patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4
jam terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi
nafas <16kali/menit, reflex patella negative dan urin
<30ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika
terjadi henti nafas. Dosis glukonat adalah 2gr (20 ml dalam
larutan 10%) IV secara perlahan sampai pernafasan
membaik.
2) Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam
24 jam, sedang pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala
eklampsi timbul. Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak
terja didalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea
(Mustafa R et al.,2012).
3) Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24jam postpartum
atau kejang terakhir. Teruskan pemberian obat anti hipertensi
jika tekanan darah diastolic masih >110mmHg dan pemantauan
urin (Mustafa R et al., 2012)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi
sebagai komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini
preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode,yaitu
secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan
proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin.
Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30mg/dL(+1 dipstick)
dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
saluran kencing. Interpretasi hasil dari proteinuria dengan metode
dipstick adalah (POGI, 2010) :
+1 = 0,3–0,45g/L
+2 =0,45–1g/L
+3 =1–3g/L
+4 =>3g/L.
Prevalensi kasus preeklampsi berat terjadi 95% pada hasil
pemeriksaan +1dipstick, 36% pada +2 dan + 3 dipstick (Prasetyo R,
2006).
b. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate).
c. Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
d. Tes non tekanan dengan profil biofisik.
e. USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
g.Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan
ibu.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data, data-data yang perlu dikaji adalah berupa:
1) Identitas klien
2) Keluhan Utama:
Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan
keluhan berupa seperti sakit kepala terutama area kuduk
bahkan mata dapat berkunang-kunang, pandangan mata kabur,
proteinuria (protein dalam urin), peka terhadap cahaya, nyeri
ulu hati.
3) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan,
biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri
kepala (tidak hilang dengan analgesik biasa ), diplopia, nyeri
abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta
nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah klien
menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus
atau skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum
hamil), Obesitas, ansietas, angina, dispnea, ortopnea,
hematuria, nokturia dan sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih
besar bila hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi
bapak dari satu kehamilan yang menderita penyakit ini.
Pasangan suami baru mengembalikan resiko ibu sama seperti
primigravida. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
jantung hipertensi dalam kehamilannya. Ada hubungan genetik
yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara
perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan kali.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku
pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
7) Pengkajian Sistem Tubuh:
a) B1 (Breathing): Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis
aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
b) B2 (Blood): Gangguan fungsi kardiovaskular pada
dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung
akibat hipertensi. Selain itu terdapat perubahan
hemodinamik, perubahan volume darah berupa
hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu
trombin menjadi memanjang. Yang paling khas adalah
trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan lain
seperti menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi meliputi
adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, takhicardi,
kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar , S3 dan
S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin.
c) B3 (Brain): Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh
darah otak akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat
diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak dapat
mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi.
Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya kelainan
EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan dalam
jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi cemas,
depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang,
gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut ,
sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur),
epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh darah
cerebral
d) B4 (Bladder): Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus,
riwayat penggunaan obat diuretic juga perlu dikaji. Seperti
pada glomerulopati lainnya terdapat peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan
berat molekul tinggi. Sebagian besar penelitian biopsy
ginjal menunjukkan pembengkakan endotel kapiler
glomerulus yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus.
Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus
hepar kemungkinan besar merupakan penyebab
meningkatnya kadar enzim hati dalam serum.
e) B5 (Bowel): Makanan/cairan meliputi makanan yang
disukai terutama yang mengandung tinggi garam, protein,
tinggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan
berat badan, adanya edema.
f) B6 (Bone): Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang
timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri
abdomen, nyeri dada, nyeri ulu hati. Keamanan meliputi
gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Al-Agili, M.Z. G., Mustafa, Abdullah, L., &Maad, H. A.(2012). The factors influence
students ‘achievement in mathematics : A case for Libyan’s students.
Journal of World Applied Sciences, 17.
http://idosi.org/wasj/wasj17(9)12/21.pdf, Diakses pada 13 Maret 2015
Aprilianti, Windiani. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Fisiologis Di Ruang
Delima Rsud Ciamis.Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Ciamis.
Heryani, & Reni. (2010).Buku asuhan kebidanan ibu nifas dan menyusui. Jakarta:
TIM
Holmes, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. EGC, Jakarta : 349 hlm
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.