Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

“Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Tugas Stase Manajemen Keperawatan”

Disusun oleh:

Irfan Pratama 214119070 Randi Rahayu 214119124


Lala Najdah M 214119083 Siti Hartina 214119089
Silvani Septiarini S 214119084 Andianti Maulida K 214119090
Lingling Nisawati 214119085 Teni Mariam 214119091
Yolanda Erik Tania 214119086 Dessy Nur Patimah 214119092
Sukmawati Tamin 214119088 Sri Nur Ramliah 214119093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI


1. Pengertian diabetes mellitus

Diabetes melllitus (DM) merupakan penyakit metabolisme yang

ditandai dengan defisiensi total atau parsial hormon insulin, yang

mengakibatkan penyesuaian metabolik atau perubahan fisiologis pada

hampir semua area tubuh (Wong, 2009).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas atau keduanya dan meyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati (Elin, 2009).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemia yang mengakibatkan penyesuaian metabolik atau perubahan

fisiologis pada semua area tubuh.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut Wong (2009) menjabarkan klasifikasi Diabetes Mellitus

antara lain :

a) Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat

ketiadaaan absolut insulin. Sebelumnya Diabetes Mellitus tipe ini

disebut sebagai Diabetes Mellitus Dependent Insulin (IDDM), karena

individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.

Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya dijumpai pada individu yang tidak

gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki


sedikit lebih banyak dari wanita. Akan tetapi Diabetes Mellitus Tipe 1

dapat timbul pada semua usia.

Penyebab Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi destruksi autoimun

sel-sel beta pulau langerhans. Individu yang cenderung memiliki faktor

genetik Diabetes Mellitus dapat lebih mudah terkena faktor pemicu dari

lingkungan yang mempengaruhi proses autoimun. Sebagai contoh

faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti

gondongan (mumps), rubella. Pajanan terhadap obat atau toksin

tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini . Proses

penyakit Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering

kali tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis tipe 1

ditegakan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans pada

sebagian pasien.

b) Diabetes Mellitus Tipe II

Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin

disebut Diabetes Mellitus tipe II. Selain itu terjadi defek sekresi insulin

ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup

untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar

insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal,

jumlah insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat.

Insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, Diabetes Mellitus

tipe II yang sebelumnya disebut Diabetes Mellitus tidak tergantung

insulin atau NIDDM (Noninsulin Dependent Diabetes Mellitus). Pada

Diabetes Mellitus tipe II, lebih banyak wanita yang mengidap penyakit
ini di bandingkan pria. Presdsiposisi genetik yang kuat dan faktor

lingkungan yang nyata dapat menyebabkan Diabetes Mellitus Tipe II.

Penyebab Diabetes Mellitus tipe II untuk kebanyakan individu

tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu kecenderungan

penyakit genetik, yang menentukan kemungkinan individu mengidap

penyakit ini cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat gemuk yang

belum teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan

insulin yang berbeda, atau menyebablan reseptor insulin atau

perantara kedua tidak dapat berespon secara adekuat terhadap

insulin. Meskipun obesitas merupakan resiko utama untuk Diabetes

Mellitus tipe II, ada beberapa individu yang mengidap Diabetes Mellitus

tipe II di usia muda dan individu yang kurus atau dengan berat badan

normal. Khususnya pada orang-orang berusia lanjut.

c) Diabetes Gestasional

Diabetes Gestasional adalah Diabetes Mellitus yang terjadi pada

wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap Diabetes Mellitus.

Meskipun Diabetes Mellitus tipe ini sering membaik setelah persalinan,

sekitar 50 % wanita mengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status

nondiabetes setelah persalinan, resiko untuk mengalami Diabetes

Mellitus tipe II setelah sekitar 5 tahun pada waktu mendatang lebih

besar dari pada normal.

Penyebab Diabetes Mellitus Gestasional dianggap berkaitan dengan

peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon

pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama kehamilan. Hormon

pertumbuhan dan estrogen menstimulasi pelepasan insulin yang


berlebihan mengakibatkan penurunan responsitivitas seluler. Hormon

pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti insulin. Diabetes

Gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan

meningkatkan resiko malformasi kongenital, lahir mati, dan bayi

bertumbuh besar untuk masa kehamilan, yang dapat menyebabkan

masalah persalinan.

d) Diabetes Mellitus Tipe Lain

Diabetes Mellitus tipe lain ini bisa dikarenakan kelainan genetik

penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,

sindroma dengan karakteristik gangguan endokrin.

3. Etiologi

Diabetes Mellitus tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan

(misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

Kecenderungan genetik ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen

HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen

yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap

sel-sel Pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat

diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelumnya timbulnya tanda-

tanda klinis Diabetes Mellitus tipe1. Diabetes Mellitus disebabkan oleh


penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans. Jenis

juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap

perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel

beta. Diabetes Mellitus disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta akibat

penuaan dan akibat kegemukan/obesitas. Tipe ini jelas disebabkan oleh

degenerasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan pada orang yang rentan dan

obesitas karena diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk pengolahan

metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal.

(Sukarmin, 2008)

4. Tanda dan gejala

Pada pasien diabetes mellitus tipe 1 tanda dan gejala yang sering

muncul menurut (Sukarmin, 2008) antara lain :

a) Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)

b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat

besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrase. Dehidrasi

intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan

menimbulkan rasa haus.

c) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada

pasien Diabetes Mellitus, katabolisme protein di otot dan

ketidakmampuan sebagian besar untuk menggunakan glukosa sebagai

energi.

d) Polifagia (peningkatan rasa lapar).

e) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan pritein sebagai bahan

pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi


mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada

penderita Diabetes Mellitus kronik.

f) kelainan kulit : Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di

daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara,

biasanya akibat tumbuhnya jamur.

g) Kelainan genekologis

Keputihan dengan penyebab terserang yaitu jamur terutama candida.

h) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

pada penderita gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang

berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama

perifer mengalami kerusakan.

i) Kelemahan tubuh

kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang

dilakukan pleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung

secara optimal.

j) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein

dan unsur makanan yang lain. Pada penderita Diabetes Mellitus bahan

protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga

bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak

mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat

diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada

penderita Diabetes Mellitus.


k) Mata kabur yang disebabkan oleh katarak atau gangguan

refraksi akibat perubahan pada lensa oelh hiperglikemia. Mungkin juga

disebabkan kelainan pada corpus vitreum.


5. Pathway Ketidakseimbangan
Kerusakan sel beta
produksi insulin
- Faktor genetik Gula dalam darah tidak dapat dibawa
- Infeksi virus masuk kedalam sel

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi


Syok hiperglikemik
Diuresis 0smotik Vikositas darah meningkat
Kekebalan tubuh menurun
Koma diabetik
Aliran darah lambat
Poliuri
Neuropati sensori perifer
Resiko infeksi
Iskemik jaringan
Kehilangan elektrolit
dalam sel
Klien tidak merasa sakit
Ketidakefektifan perfusi Nekrosis luka
jaringan perifer
Dehidrasi Kerusakan integritas kulit
Gangrene
Kehilangan kalori
Resiko syok
BB menurun
Protein lemak tserbakar
Merangsang hipotalamus Sel kekurangan bahan untuk
metabolisme
Keletihan
Pusat lapar dan haus
Katabolisme lemak -> asam
Pemecahan protein
lemak
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh ketoasidosis Keton dan ureum
s
6. Pemeriksan penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma. 2015)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien Diabetes Mellitus

anatara lain :

a) Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah swaktu dan puasa dengan metode enzimatik

sebagai patokan penyaring.

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar Glukosa
Darah Sewaktu Diabetes Mellitus Belum Pasti
Diabetes Mellitus

Plasma Vena
 200 100-200
Darah kapiler  200 80-200

Sumber : (Nurarif & kusuma, 2015 Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar Glukosa Diabetes Mellitus Belum Pasti


Darah Puasa Diabetes Mellitus
Plasma vena >126 110-120

Darah kapiler >110 90-110


Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Kriteria diagnostik WHO untuk Diabets Mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan antara lain :

1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial

(pp) >200 mg/dl).

b. Tes Laboratorium Diabetes Mellitus

Jenis tes pada pasien Diabetes Mellitus dapat berupa tes saring, tes

diagnostik, tes pemantauan terapi, dan tes untuk mendeteksi

komplikasi.

c. Tes aring

Tes-tes saring pada Diabetes Mellitus antara lain :

1) GDP, GDS

2) Tes Glukosa Urin :

a) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)

b) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)

d. Tes diagnostik

Tes-tes diagnostik pada Diabetes Mellitus antara lain :

1) GDP : plasma vena, darah kapiler

2) GD2 PP : plasma vena

3) A1c : darah vena, darah kapiler

4) Tes untuk mendeteksi komplikasi


e. Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi pada Diabetes Mellitus antara

lain :

1) Mikroalbuminuria : urin

2) Ureum, Kreatinin, Asam urat

3) Kolesterol total : plasma vena (puasa)

4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)

5) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)

6) Trigliserida : plasma vena (puasa)

7. Komplikasi

Sukarmin, ( 2008) menyatakan bahwa komplikasi pada Diabetes Mellitus

antara lain :

a. Komplikasi yang bersifat akut

1) Koma hipoglikemia

Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetik

yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan

glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagaian besar difiltrasi

untuk masuk ke dalam sel.

2) Ketoasidosis

Minimnya glukosa dalam sel akan mengakibatkan sel mencari

sumber altrnatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada

glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan

mengakibatkan penumukan residu pembongkaran benda-benda

keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.


3) Koma hyperosmolar nonketotik

Koma ini terjadi karena penumoukan komposisi cairan intrasel dan

ekstrasel karena banyak di eksresi lewat urine.

b. Komplikasi bersifat kronik

1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar

Pembuluh darah yang terkena adalah pembuluh darah jantung,

pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada

pembuluh darah besar dapat mengalami atherosclerosis sering

terjadi pada IDDM / NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah

penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit

vaskuler perifer.

2) Mikroangiopati yang mengenai pembulh darah kecil

Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan

penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh

darah sekitar. Terjadi pada penderita IDDM / NIDDM yang terjadi

neuropati, nefropati, dan retimopati. Nefropati terjadi karena

perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang

menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus

penyakit ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.

Retinopati adanya perubahan dalam karena penurunan proein dalam

retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan.

Retinopati mempunyai dua tipe yaitu :

a) Retinopati dimulai dari miro neuronisma di dalam pembuluh darah

retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.


b) Retinopati proliferatif yang merupakan perkembangan lanjut retinopati

background, terdapat pembentukan pembuluh darah baru pada retina

akan berakibat pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan

pada retina dan perdarahan di dalam rongga vitreum juga mengalami

pembentukan katarak yang disebabkan oleh hiperglikemia yang

berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan

lensa.

c) Neuropati diabetika

d) perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik

saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan penurunan sensasi

nyeri.

e) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, dan infeksi saluran kemih.

f) Kaki diabetik

g) perubahan mikroangipati, makroangiopati dan neuropati

menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya

dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan

sensasi dan hhilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadi

trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.

8. Penatalaksanaan umum

Tatalaksana pada pasien DM tipe 1 tidak hanya meliputi

pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal – hal lain selain insulin

yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan

kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka

panjang ( Rustama dkk, 2010).


Terdapat 4 pilar manajemen DM tipe 1 yaitu :

1. Diet

2. Aktivitas fisik

3. Edukasi

4. Monitoring kontrol glikemik

a. Diet

Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya

untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet

terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada

anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena

terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring

pertumbuhannya.

b. Latihan fisik

Pada anak DM tipe 1 justru dengan berolahraga akan membantu

mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila

menjadi obesitas serta menngkatkan percaya diri. Olahraga akan

membantu menurunkan kadar gua darah serta meningkatkan

sensitivitas tubuh terhadap insulin. Perlu diketahui bahwa olahraga

dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikeia (bahkan

ketoasidosi). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan

yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahrga, diantaranya target

gula darah yang di perbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet,

insulin serta monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah

sebelum olahraga diatas 250 mg/dl serta di dapatkan adanya

ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di


bawah 90mg/dl, maka sebelum olahraga perlu menambahkan diet

karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.

c. Edukasi

Keluarga perlu di edukasi tentang peyakitnya, apa yang boleh dan

tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara

menyuntik, lokasi menyuntik, serta efek samping penyuntikan), monitor

gula darah dan juga target gula darah.

d. Monitoring kontrol glikemik

Kontrol gilkemik akan yang baik akan memperbaiki kualitas hidup

pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka panjang maupun

jangka pendek. Pasien baru melakukan pemeriksaan gula darah

berkala dalam sehari.


ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS TIPE 1

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Muscari, 2008), pengkajian pada anak DM meliputi :

a. Identitas meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, suku,

tanggal lahir, anak ke, tanggal pengkajian, tanggal masuk, nama orang

tua penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluahan utama

Pada pasien DM tipe 1 mengalami polifagia, poliuria, polidipsi,

penurunan berat badan drastis, frekuensi berlebihan makan dan

minum, penurunan tingkat kesadaran, dan perubahan perilaku.

2) Riwayat penyakit sekarang

3) Berapa lama klien menderita DM penurunan kesadaran,

termor, adanya keluhan ,mual muntah.

4) Riwayat penyakit dahulu

Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin

lingkungan sperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan

virus coxsakie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau

oleh sitotoksin perusak antibodi.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Teruatama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang

menderita DM. Riwayat kehamilan karena stress saat

kehamilan dapat mencetuskn timbulnya DM. Tingkat


pengetahuan keluarga dalam menangani penyakit DM.

Kesiapan atau kemauan keluarga untuk belajar merawat

anaknya. Koping keluarga dan tingkat kecemasan.

6) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Usia tingkat perkembangan toleransi atau kemampuan

memahami tindakan. Koping pengalaman berpisah dari

keluarga atau orang tua pengalaman infeksi saluran

pernafasan sebelumnya.

c. Pola kebutuhan sehari-hari

1) Peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau

peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan hau.

2) Eliminasi

Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan

berkemih, diare.

3) Istirahat dan tidur

Tidak ada gangguan saat tidur seperti biasanya tidur tempat

waktu.

4) Bermain dan rekreasi

Pasien jika sakit hanya bermain di lingkungan rumah sakit

bersama pasien yang lainnya.

d. Pengkajian fisik

1) Keadaan umum

Pada pasien DM meliputi kondisi ketegangan atau kelelahan,

tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien

2) Kesadaran
Pada pasien DM kesadaran composmentis.

3) Tanda-tanda vital

a) Pantau dan ukur lingkar kepala (untuk anak dibawah usia

2 tahun), tinggi dan berat badan untuk laju pertumbuhan

yang abnormal (gangguan hipofisis), dan penurunan berat

badan (gangguan hipofisis, gangguan pankreas, dan

hipertiroidisme) atau peningkatan berat badan.

b) Pantau denyut nadi. Denyut nadi akan menurun pada

hipotiroidisme dan meningkat pada hipertiroididme. Denyut

nadi meningkat 98x/menit.

c) Pantau tekanan darah, cenderung pada pasien DM

memiliki tekanan darah yang meningkat diatas

140Mmhg

d) Pantau adanya pola nafas.

4) Pemeriksaan fisik

Fokus pengkajian pada penyakit DM menurut Doenges, dkk

(2009) meliputi :

a) Aktivitas / istirahat

Lemah, letih, susah bergerak atau sulit berjalan, kram otot,

tonus otot menurun. Takikardi, tahipne pada keadaan

istirahat aktivitas.

b) Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi diatas 140/90 Mmhg, infark

miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan tachikardia.


Perubahan tekanan darah postural yaitu hipertensi, nadi

yang menurun atau tidak ada, distritmia.

c) Pernapasan

Batuk tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi).

d) Neurosensori

Pusing, gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk,

lifargi, stuport atau koma (tahap lanjut). Sakit kepala,

kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan

memori (baru, masa lalu).

e) Nyeri / kenyamanan

Gejala nya meliputi abdomen yang tegang atau nyeri

(sedang, berat), wajah meringis dengan palpitasi, tampak

sangat berhati-hati.

f) Eliminasi

Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare.

Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang

menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipololemia barat).

Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun,

hiperaktif.

g) Integritas ego

Stress dan ansietas.

h) Makanan atau cairan


Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan

berat badan, haus, penggunaan diuretik.

5) Pemeriksaan fisik Head To Toe

a) Kepala

Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk.

Kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut

dan kulit kepala, warna rambut, jumlah dan distribusi

rambut. (Normal : simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak

menunjukan tanda-tanda kekurangan gizi rambut jagung

dan kering )

Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan

tekstur rambut, rambut lembat dan kuat tidak rapuh.

b) Wajah

Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk dan

kesimetrisan, warna sama dengan bagian tubuh yang

lain, tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik.

Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema pipi, dan

rahang

c) Telinga

Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan

integritas, posisi telinga, warna, alat bantu dengar,

kotoran telinga

Palpasi : nyeri tekan, aurikuler, mastoid, dan tragus

d) hidung
Inspeksi : hidung eksternal, bentuk, ukuran, warna,

rogga hidung, lesi dan perdarahan

e) mulut

Inspeksi : warna mukosa mulut, dan bibir, tidak ada

lesi dan stomatitis, gigi, gusi dan kesimetrisan

Palpasi : gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi

berlubang, tidak ada kerusakan gigi, tidak ada

perdarahan gusi, tidak ada tanda-tanda infeksi

f) Leher

Inspeksi : warna integritas, bentuk, simetris (Normal :

warna sama dengan kulit lain, integritas kulit bak, bentuk

simetris, dan tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening)

Auskultasi : terdengar suara desiran arteri karotis

g) Paru

Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur, dada,

gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya

pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan) Warna

kulit, lesi, edema, perubahan pola nafas, nafas berbau

keton.

(Normal : simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada

tanda-tanda distress pernafasan, warna kulit sama

dengan bagian tubuh yang lain, tidak ada edema)

Palpasi : simetris, pergerakan dada, massa, lesi,

nyeri, tractile fremitus. (Normal : integritas kulit baik, tidak


ada nyeri tekan, massa, tanda-tanda peradangan,

ekspansi simetris, taktil vremitus cenderung sebelah

kanan lebih teraba jelas)

Perkusi : paruekskrusi diafragma

Auskultasi : suara nafas, trachea, bronchus paru, bunyi

nafas vasikuller

h) Jantung

Inspkesi : muka, bibir, konjungtiva, vena jugularis,

arteri karotis

Palpasi : denyutan, normal untuk palpasi denyutan

aorta teraba, takikardi, palpitasi, hipetensi atau hipotensi

Perkusi : ukuran, bentuk, dan batas jantung

(Normal batas jantung tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah

kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5, dan 6.

Auskultasi : bunti jantung, arteri karotis, terdengar bunyi

jantung reguler (lup dup)

i) Abdomen

Inspeksi : warna kulit merata, bentuk abdomen datar,

tidak ada pembesaran organ, tidak ada massa

Auskultasi : bising usus 20x/menit

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba

pembesaran organ

j) ekstermitas

1. ekstremitas atas
Pergerakan : tangan dapat bergerak ke segala

arah, kebersihan kuku, bentuk, dan warna (Normal :

bersih, bentuk normal, tidak ada clubbing finger, tidak

ikterik atau sianosis) CRT < 3 detik, kulit kering dan

kasar, gatal-gatal pada kulit, kelemahan otot Reflek

: reflek biceps +/+, reflek trisep +/+

2. ektremitas bawah

pergerakan : kaki dapat bergerak ke segala

arah, kebersihan kuku, bentuk, dan warna (normal :

bersih, bentuk normal, tidak ada clubbing finger,

tidak ikterik atau sianosis) CRT < 3 detik, sering

kesemutan pada kedua kakinya, kulit kering dan

kasar, gatal-gatal pada kulit, keleahan otot,

kehilanagan sensitifitas / mati rasa pada kaki, luka

yang lama sembuh / luka gangrene.

Reflek : reflek patella +/+, reflek babinsky -/-, reflek

achiles +/+

k) Genetalia

Inspeksi : gatal-gatal pada kulit dan sekitar alat

genitalia

Palpasi : tidak ada kelainan

2.Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Hiperglikemia Ketidakseimbangan

DO : nutrisi kurang dari

1. Porsi makan Gula dalam darah tidak kebutuhan tubuh


berkurang dapat masuk ke dalam

2. Mual/muntah sel

3. Berat badan

menurun sel kekurangan bahan

4. Lemas untuk metabolisme

merangsang hipotalamus

pusat lapar dan haus


DS : Anabolisme protein Kerusakan integritas

DO : menurun jaringan

1. luka tampak merah

2. kulit kering disekitar Kerusakan pada antibodi

luka Kekebalan tubuh

menurun

Neuropati sensori perifer

Nekrosis luka

DS : Hiperglikemia Ketakefektifan perfusi

DO : jaringan
Vikositas darah
1. tanda-tanda vital
meningkat
meningkat
Aliran darah lambat
2. wajah tampak

pucat
Iskemik jaringan
3. aktivitas

terganggu
DS: hiperglikemia Resiko

DO : ketidakseimbangan
batas melebihi ambang
1. kulit / membran cairan
ginjal
mukosa keirng
glukosuria
2. turgor kulit buruk

3. muntah
diuresis osmotik
4. konjungtiva pucat
poliuri

dehidrasi

DS : Batas melebihi ambang Resiko syok

DO : ginjal

1. kulit / membran

mukosa kering Diuresi osmotik

2. turgor kulit buruk

Poliuri

3. frekuensi

berkemih Kehilangan elektrolit

meningkat dalam sel

Dehidrasi
DS : Resiko infeksi
Gula dalam darah tidak
DO :
dapat dibawa masuk
1. terdapat luka
dalam sel
tebuka
Anabolisme protein
2. luka tampak
menurun
merah

3. bengkak Kerusakan pada antibodi

Kekebalan tubuh
menurun Kerusakan
pada antibodi

Kekebalan tubuh

menurun

Resiko infeksi

DS : Gula dalam darah tidak Keletihan

DO : dapat dibawa masuk ke

1. klien tampak dalam sel

lemas

2. tanda-tanda vital Sel kekurangan bahan

menurun

3. wajah tampak untuk metabolisme

pucat aktivitas

dibantu sebagian Protein lemak terbakar

BB menurun
3 Diagnosa Keperawatan

a.Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d gangguan

keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani

b. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis keruskaan jaringan

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi

darah perifer, proses penyakit

d. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d gejala poliuria dan dehidrasi

e. Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh

f. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakkit

g. Keletihan b.d peningkatan kelelahan fisik


4. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Timbang berat 1. Mengkaji pemasukan makanan

nutrisi kurang dari tindakan badan setiap atau yang adekuat

kebutuhan tubuh keperawatan 3x24 sesuai dengan 2. Mengidentifikasi kekurangan

berhubungan jam diharapkan indikasi dan penyimpangan dari

dengan gangguan kebutuhan nutrisi 2. Mencegah dan kebutuhan terapeutik

keseimbangan kembali terpenuhi. menangani 3. Hiperglikemia dengan

insulin, makanan Dengan kriteria hasil pembatasan diet uang gangguan keseimbangan cairan

dan aktivitas : sangat ketat dan elektrolit dapat menurun

jasmani 1. Adanya 3. Auskultasi bising mortilitas / fungsi

peningkatan berat usus, catat adanya lambung( distensi atau ileus

badan. nyeri abdomen/perut paralitik) yang akan

2. Berat badan ideal kembung dan mual mempengaruhi pilihan intervensi.

sesuai dengan 4. Identifikasi 4. jika makanan yang disukai

tinggi badan makanan yang disukai oasien dapat dimasukan ke


3. Mampu 5. Berikan PENKES dalam perencanaan makan, kerja

mengidentifikasi tentang diet pada sama ini diupayakan setelah

kebutuhan nutrisi penderita Diabetes pulang.

4. Tidak ada tanda- Mellitus 5. meningkatkan rasa keterlibatan

tanda malnutrisi 6. Sajikan makanan memberikan informasi pada

5. Menunjukan selagi hangat kelurga untuk memahami

peningkatan fungsi 7. Berikan terapi kebutuhan pasien

pengecapan dan insulin 30 menit 6. Meningkatkan pengetahuan

menelan sebelum makan atau kemampuam untuk

memproses dan memahami

informasi

7. Meningkatkan nafsu makan

8. Mengontrol kadar glukosa

dalam darah
2. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Observasi luka : 1. Mengidentifikasi tingkat

integritas jaringan tindakan lokasi, dimensi, metabolisme jaringan dan tingkat


berhubungan keperawatan kedalaman luka, disintegritas

dengan nekrosis selama 3x24 jam jaringan nekrotik 2. mengidentifikasi akan adanya

kerusakan jaringan diharpakan 2. Monitor kulit akan tanda-tanda infeksi lokal

integritas kulit adanya kemerahan 3. Mencegah peningkatan

kembali normal. 3. Balut luka dengan presentase mikroorganisme

Dengan kriteria hasil kassa steril kelainan metabolik (glukosa

: 4. Ajarkan keluarga tinggi) dan memebrikan informasi

1. Tidak ada tanda- tentang perawatan tentang efektifitas terapi

tanda infeksi luka 4. menjaga kebersihan luka atau

2. ketebalan dan 5. Berikan PENKES meminimalkan kontaminasi silang

tekstur jaringan tentang cara 5. Melibatkan keluarga dalam

normal. perawatan kaki dan proses penyembuhan

3. menunjukan senam kaki Diabetes 6. Meningkatkan pengetahuan

terjadinya proses Mellitus atau kemampuan untuk

penyembuhan luka memproses dan memahami

4. menunjukan informasi
pemahaman dalam

proses perbaikan

kulit dan mencegah

terjadinya cedera

berulang
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Mengobservasi kulit 1. Wajah kulit khas terjadi pada

perfusi jaringan tindakan jika ada lesi atau fase pucat intermiten (akibat

perifer keperawatan laserasi vasospasme tiba-tiba). Dan

berhubungan selama 3x24 jam 2. Diskusikan kemerahan

dengan penurunan diharapkan perfusi mengenai penyebab 2. Kurangnya kesadaran bahwa

sirkulasi darah ke jaringan perifer perubahan sensai sensasi menurun dapat

perifer, proses kembali efektif. menimbulkan situasi dimana

penyakit Dengan kriteria hasil bagian yang sakit terganggu

1. Tekanan systole

dan diastole dalam


rentang yang

diharapkan

2. Tidak ada tanda-

tanda tekanan

intracranial

3.

Mendemonstrasikan

kemampuan kognitif

yang ditandai

dengan :

4. berkomunikasi

dengan jelas

5. Menunjukan

perhatian,

konsentrasi dan

orientasi
6. Membuat

keputusan dengan

benar
4. Resiko Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda 1. Hipovolemia dapat
ketidakseimbangan tindakan
vital dimanifestasikan oleh hipotensi
cairan keperawatan
2. Pantau masukan dan takikardia
berhubungan tindakan
dengan gejala keperawatan dan pengeluaran, 2. Memberikan perkiraan
poliuria dna selama 3x24 jam
catat berat jenis urine kebutuhan akan cairan pengganti,
dehidrasi diharapkan
3. Kaji nadi perifer, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
kebutuhan cairan
elektrolit kembali pengisian kapiler, terapi yang diberikan
seimbang.
turgor kulit, dan 3. Merupakan idikator dari ringkat
Dengan kriteria hasil
membrane mukosa dehidrasi, atau volume sirkulasi
:
1. Mempertahankan yang adekuat
urine output sesuai
4. Memberikan hasil pengkajian
dengan usia dan
yang terbaik dari status cairan
BB, urine noermal
2. Tekanan darah, yang sedang berlangsung dan
nadi, suhu tubuh, memberikan cairan pengganti
dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan

5. Resiko syok Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Sebagai dasar untuk

berhubungan tindakan sirkulasi BP, warna membandingkan temuan

dengan keperawatan kulit, suhu, denyut abnormal dan tanda-tanda syok

ketidakmampuan selama 3x24 jam jantung, HR, dan 2. Mengetahui balance cairan

elektrolit ke dalam diharapkan syok ritme, madi 3. Mengetahui irama jantung

sel tubuh, tidak terjadi. 2. Monitor status 4. Mengatasi syok/ resusitasi

hipovolemia Dengan kriteria hasil cairan input dan cairan

: output
1. Nadi dalam batas 3. Berikan cairan

yang diharapkan intravena

2. Irama jantung

dalam batas yang

diharapkan

3. Frekuensi nafas

dalam yang

diharapkan

4. Irama nafas

dalam batas yang

diharapkan
6. Resiko infeksi setelah dilakukan 1. Observasi tanda- 1. Pasien mungkin masuk dengan

berhubungan tindakan tanda infeksi dan infeksi yang biasanya telah

dengan trauma keperawatan peradangan, seperti mencetuskan keadaan

pada jaringan, selama 3x24 jam demam, kemerahan, ketoasidosis atau dapat

proses penyakit diharapkan resiko adanya pus pada luka mengalami infeksi nasocomial
infeksi dapat 2. Tingkatkan upaya 2. Mencegah timbulnya infeksi

teratasi. pencegahan dengan silang (infeksi nasocomial)

Dengan kriteria hasil melakukan cuci 3. Kadar glukosa yang tinggi

: tangan baik pada dalam darah akna menjadi media

1. Klien bebas dari semua orang yang terbaik bagi pertumbuhan kuman

tanda dan gejala berhubungan dengan 4. Sirkulasi perifer bisa terganggu

infeksi pasien termasuk yang menepatkan pasien pada

2. Mendeskripsikan pasien sendiri peningkatan resiko terjadinya

proses penularan 3. Pertahankan teknik kerusakan pada kulit / iritasi kulit

penyakit, faktor aseptik pada prosedur dan infeksi

yang mempengaruhi infasif

penularan serta 4. Berikan perawatan

penatalaksanaanya kulit dengan teratur,

3. Menunjukan jaga kulit tetap kering.

kemampuan untuk

mencegah
timbulnya infeksi

4. Jumlah leukosit

dalam batas normal

5. Menunjukan

perilaku hidup sehat


7. Keletihan b.d Setalah dilakukan 1. Diskusikan 1. Pendidikan dapat memberikan

peningkatan tindakan dengan pasien motivasi untuk meningkatkan tingkat

kelelahan fisik keperawatan kebutuhan akan aktivitas meskipun pasien mungkin

selama 3x24 jam aktivitas . buat sangat lemah.

diharapkan jadwal 2. Mencegah kelelahan yang

kelemahan dapat perencanaan berlebih

teratasi. dengan pasien 3. Mengindikasikan tingkat aktivitas

Dengan kriteria dan identifikasi yang dapat ditoleransi secara

hasil : aktivitas yang fisiologis

1. menimbulkan 4. Meningkatkan kepercayaan diri

Memverbalisasikan kelelahan yang positif sesuai tingkat aktivitas


peningkatan energi 2. Berikan yang dapat ditoleransi oleh pasien.

dan merasa lebih aktivitas

baik alternative

2. Menjelaskan dengan periode

penggunaan istirahat yang

energi untuk cukup atau tanpa

mengatasi diganggu

kelelahan 3. Pantau tanda-

3. Kecemasan tanda vital

menurun sebelum/sesudah

4. Glukosa darah melakukan

dalam batas aktivitas

normal 4. Tingkatkan

5. Istirahat cukup pasien dalam

6. melakukan

Mempertahankan aktivitas sehari-


kemampuan untuk hari sesuai

berkonsentrasi dengan yang

dapat ditoleransi
DAFTAR PUSTAKA

Wong, (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta

Elin, (2009). Asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Endokrin. Yogyakarta : EGC

Sukarmin, Sujono. R. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Endokrin & Endokrin Pada Pankreas. Jakarta

Yulita, R, 2008. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : EGC

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis. Yogyakarta : Medication Publishing

Muscari, (2008). Asuhan Keperawatan dengan Sistem Endokrin.


Jakaerta : EGC

Doenges, Marilynn. E. 2012. Rencana Asuhan Kepearawatan : Pedoman


Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai