ASAM BASA
Oleh:
Supervisor Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama :
Stambuk :
Judul :
Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa, larutan
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan
bersifat netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat
kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat
ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki
pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH 7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau
dengan pH meter. Menurut penjelasan tersebut menjelaskan tentang
keseimbangan asam basa serta berbagai macam faktor atau hal-hal yang berkaitan
dengan keseimbangan asam basa.2
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.X
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :-
Pekerjaan :-
Status perkawinan : -
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
- Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Seorang Pasien datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan
utama penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dua hari
sebelumnya pasien masih bisa berkomunikasi dengan baik, kemudian pasien
tampak tidak acuh pada diri sendiri dan lingkungan. Buang air kecil
sering,sudah dialami oleh pasien sejak 4 bulanyang lalu, minum air 8-10 gelas
perhari, frekuensi buang air kecil 8-10 kali perhari, riwayat sering bangun
tengah malam karena buang air kecil ada, pasien bisa 3-4 kali buang air kecil
saat malam hari.
Keluhan lemah pada tangan dan tungkai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu,
pasien merasakan keluhan lemah dan cepat lelah pada tungkai setelah berjalan.
Pasien merasakan lemah pada kedua tungkai sehingga sulit berjalan, pasien
juga merasakan lemah pada tangan sehingga gemetar jika memegang sesuatu.
Keluhan diikuti rasa kebas pada kedua tungkai dan tangan. Nyeri pada tungkai
dan tangan tidak ada.
4
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
- Riwayat trauma tidak ada. Mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas ada, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan
makanan.
Riwayat Pengobatan :
- Riwayat minum obat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Keluarga
- Tidak ada riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga.
5
Kreatinin : 1.1 mg/dl.
Pemeriksaan Analisis Gas Darah :
pH : 7,13
pCO2 : 86 mmHg
pO2 : 43 mmHg
HCO3- : 28,6 mmol/L
BE : 0,6 mmol/L
SO2 : 61 %.
Pemeriksaan urin :
Natrium urin : 125 mmol/L/24 jam
Kalium urin : 33,5mmol/L/24 jam
Klorida urin : 153 mmol/L/24 jam
kalsium urin : 86,3 mg/ 24 jam
Osmolaritas urin : 320 mOsmol/kgH2O
Osmolaritas serum : 300,6 mOsmol/kgH2O
Trans tubular Kalium Gradient (TTKG) 19,6 (TTKG > 4 menunjukkan
peningkatan sekresi Kalium di tubulus distal).
V. Diagnosis :
Penurunan kesadaran ec CO2 narkose ec gagal napas tipe II ec hipokalemia ec
gitelman syndrome dan tetraparese tipe Lower Motor Neuron (LMN) ec
hipokalemia ec gitelman syndrome.
VI. Tatalaksana:
- Terapi oksigen
- Antibiotic
- Kalium intravena
- Saat rawat jalan dilanjutkan dengan pemberian kalium secara oral.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
lemah daripada OH-.1 Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang
berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.2
8
menjadi CO2 dan air tidak dapat menghasilkan ion H+; karena adanya fungsi
paru-paru mengeluarkan CO2. Namun sebaliknya, metabolisme karbohidrat atau
lemak yang tidak sempurna dapat menghasilkan H+. Metabolisme glukosa yang
tidak sempurna dapat menghasilkan asam laktat, dan metabolisme trigliserida
yang tidak lengkap dapat menghasilkan keto-acid, seperti asam β-hidroksibutirat
dan asam asetoasetat. Selalu ada beberapa metabolisme dasar yang tidak lengkap
yang berkontribusi pada produksi asam endogen. Faktor ini meningkat dalam
kondisi patologis, seperti asidosis laktat dan ketoasidosis diabetik (DKA).4
Lambung dapat menghasilkan ion H+, tetapi sebagian besar saluran
pencernaan juga menghasilkan bikarbonat, dan efek akhirnya adalah hilangnya
bikarbonat dari tubuh. Untuk mengeluarkan bikarbonat, sel-sel usus menghasilkan
ion hidrogen yang dilepaskan ke aliran darah. Sehingga setiap molekul bikarbonat
yang hilang dalam tinja, tubuh memperoleh 1 ion H+. Sumber produksi asam
endogen ini dapat meningkat secara dramatis pada pasien dengan keadaaan diare.4
Analisis gas darah dan pH telah menjadi alat laboratorium yang paling
kuat untuk mengidentifikasi dan memantau keadaan penyakit kritis sejak adanya
pengobatan modern. Tubuh manusia pada dasarnya terdiri dari air, dibagi menjadi
kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Komposisi elektrolit dari masing-
masing ruang ini dikontrol dengan ketat untuk mempertahankan homeostasis.
Perubahan dalam komposisi air, gas, dan elektrolit dari kompartemen cairan
bermanifestasi sebagai perubahan dalam profil kimiawi air tubuh dan
keseimbangan asam-basa.5
Konsentrasi ion hidrogen secara konvensional dengan diukur sebagai pH
(secara harfiah berarti "kekuatan hydrogen). Adanya kelainan dalam pH
ekstraseluler yang jauh dari nilai 7,4 telah lama dikaitkan dengan penyakit akut
dan kritis. Penyimpangan seperti itu dikenal sebagai "kelainan asam-basa." Semua
kelainan asam-basa diakibatkan oleh perubahan konsentrasi lokal ion kuat, asam
lemah, dan CO2.5
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan
ginjal berperan dalam pelepasan asam.2
9
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:2
1) Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila
pH > 7.45.
2) CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
3) HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4) Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.
5) Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.
10
normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004
mEq/liter (40 nEq/liter). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi
dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari
serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tanpa menyebabkan
kematian.2
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan
dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan
konsentrasi ion hidrogen.2
pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan
interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang
dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3.3 Karena pH normal darah
arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai
ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH
dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas
atas adalah sekitar 8,0.2
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.3 Bergantung pada jenis
sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.2
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam
basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat
asam adalah HCl yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik (sel-sel
parietal) dari mukosa lambung.2
11
asam konjugat lemahnya. Molekul basa dari sistem penyangga mengikat
kelebihan ion hidrogen, dan dimana asam lemah memprotonasi molekul basa
yang berlebih. Konstanta ionisasi disosiasi (pKa) menunjukkan kekuatan asam
dan diturunkan dari persamaan klasik Henderson-Hasselbalch (Gbr. 1). PKa
adalah pH di mana asam diprotonasi 50% dan terdeprotonasi 50%. Asam
klorida, asam kuat, memiliki pKa −7, sedangkan asam karbonat, asam lemah,
memiliki pKa 6.6
Sistem buffer terpenting dalam darah yaitu adalah (1) sistem buffer
bikarbonat (H2CO3 HCO3−); (2) sistem buffer hemoglobin (HbH/Hb); (3)
sistem buffer protein lainnya (PrH / Pr−); (4) buffer fosfat sistem
(H2PO4−/HPO42−); dan (5) sistem penyangga amonia (NH3/NH4 +).6
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan
ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer adalah dengan mengatur sekresi,
12
ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer
tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa
dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh
dilindungi dari perubahan pH dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut
bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.2
13
cairan serebrospinal (CSF), yang mengaktifkan kemoreseptor dan meningkatkan
ventilasi alveolar.6
Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2)
merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi.
Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2. Pada
keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga
menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi
kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan
diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan
beban asam).2
3) Pengaturan Sistem Ginjal
Pengaturan system pada ginjal umumnya terjadi lebih lambat onsetnya dan
mungkin tidak maksimal hingga hari ke 5. Respon pengaturan ini terjadi melalui
tiga mekanisme: (1) reabsorpsi HCO3- yang telah difilter, (2) ekskresi asam yang
dapat dititrasi, dan (3) ammonia. Karbon dioksida bergabung dengan air di dalam
sel tubulus ginjal. Dengan bantuan karbonat anhidrase, bikarbonat yang dihasilkan
memasuki aliran darah sementara ion hidrogen ditukar dengan natrium dan
dilepaskan ke tubulus ginjal. Di sana, H+ bergabung dengan bikarbonat yang
difilter dan berdisosiasi menjadi karbon dioksida dan air dengan bantuan karbonat
anhidrase, dan karbon dioksida berdifusi kembali ke sel tubular ginjal. Tubulus
proksimal menyerap kembali 80% sampai 90% bikarbonat, sedangkan tubulus
distal mengurus sisanya 10% sampai 20%. Setelah bikarbonat dirubah, ion
hidrogen lebih lanjut dapat bergabung dengan HPO42- untuk membentuk
H2PO4-, yang akan dihilangkan dalam urin. Buffer urin yang penting pada akhir
adalah amonia. Amonia terbentuk dari deaminasi glutamin, asam amino. Amonia
secara pasif melintasi membran sel untuk memasuki cairan tubular. Dalam cairan
tubular, ia bergabung dengan ion hidrogen membentuk NH4 +, yang terperangkap
di dalam tubulus dan diekskresikan di dalam urin.6
Semua langkah diatas memungkinkan pembentukan dan pengembalian
bikarbonat ke dalam aliran darah. Jumlah besar bikarbonat yang disaring oleh
14
ginjal memungkinkan ekskresi cepat jika diperlukan untuk kompensasi selama
alkalosis. Ginjal sangat efektif dalam melindungi tubuh dari alkalosis kecuali jika
dikaitkan dengan kekurangan natrium atau kelebihan mineralokortikoid.6
15
lebih parah yang menyebabkan asidosis respiratori. Penyakit saluran napas bagian
atas, yang dapat mengganggu masuknya udara ke paru-paru, dapat menurunkan
ventilasi, sehingga menyebabkan asidosis respiratori.4
Peningkatan produksi CO2 tidak pernah menjadi satu-satunya penyebab
asidosis respiratorik, tetapi dapat meningkatkan keparahan penyakit pada pasien
dengan penurunan ventilasi CO2. Peningkatan produksi CO2 terjadi pada
penderita demam, hipertiroidisme, asupan kalori berlebih, dan aktivitas fisik
tingkat tinggi. Peningkatan kerja otot pernapasan juga meningkatkan produksi
CO2.4
Manifestasi Klinis. Pasien dengan asidosis respiratorik seringkali takipnea
dalam upaya untuk memperbaiki ventilasi yang tidak memadai. Gejala asidosis
pernapasan berhubungan dengan tingkat keparahan hiperkarbia. Asidosis
respiratori akut biasanya lebih bergejala daripada asidosis pernapasan kronis.
Gejala juga meningkat dengan hipoksia bersamaan atau asidosis metabolik.
Manifestasi SSP potensial dari asidosis respiratori yaitu termasuk kecemasan,
pusing, sakit kepala, kebingungan, asteriksis, tersentak mioklonik, halusinasi,
psikosis, koma, dan kejang.4
Asidemia, apapun etiologinya, mempengaruhi sistem kardiovaskuler. PH
arteri <7,2 mengganggu kontraktilitas jantung dan respons normal terhadap
katekolamin, baik di jantung maupun di pembuluh darah perifer. Hiperkapnia
menyebabkan vasodilatasi paling dramatis pada pembuluh darah serebral, tetapi
hiperkapnia menyebabkan vasokonstriksi sirkulasi paru. Sehingga asidosis
respiratori dapat meningkatkan risiko aritmia jantung, terutama pada anak dengan
penyakit jantung yang mendasari.4
16
Tabel 1. Gejala Asidosis Respiratori2
17
cepat, seperti setelah pemberian nalokson pada pasien dengan overdosis narkotik.
Sebaliknya, pada pasien dengan pneumonia, beberapa hari terapi antibiotik
mungkin diperlukan sebelum status pernapasan membaik. Pada banyak anak
dengan asidosis pernafasan kronis, tidak ada terapi kuratif, meskipun penyakit
pernafasan akut yang disebabkan oleh kondisi pernafasan kronis biasanya dapat
disembuhkan.4
18
menyebabkan komplikasi, termasuk aritmia jantung, penurunan curah jantung,
dan penurunan aliran darah otak. Selain itu, ventilasi mekanis yang lama pada
PCO2 normal menyebabkan kompensasi metabolik teratasi. Jika pasien kemudian
diekstubasi, pasien tidak akan mendapat manfaat lagi dari kompensasi metabolik,
menyebabkan asidemia yang lebih parah karena asidosis pernapasan.4
2) Alkalosis Respiratori
Alkalosis respiratori dimulai dengan penurunan tekanan CO2 cairan tubuh
dan penyimpanan CO2 di seluruh tubuh. Penurunan sekunder serum [HCO3-]
yang diamati pada hipokapnia akut dan kronis merupakan bagian integral dari
alkalosis pernapasan. Penyimpanan CO2 seluruh tubuh menurun dan Paco2
kurang dari 35 mm Hg (4,7 kP) pada pasien dengan alkalosis respirasi sederhana.8
Alkalosis respiratori adalah berkurangnya konsentrasi CO2 dalam darah.
Hal ini biasanya akibat hiperventilasi, dimana awalnya menyebabkan pembuangan
CO2 melebihi produksinya. Akhirnya, kondisi normal baru dapat tercapai dengan
pengurangan yang setara dengan produksi, meskipun pada tegangan CO2 yang
lebih rendah (PCO2). Alkalosis respiratori yang bukan akibat hiperventilasi dapat
19
terjadi pada anak-anak yang menerima oksigenasi membran ekstrakorporeal atau
hemodialisis, dimana CO2 hilang langsung dari darah di sirkuit ekstrakorporeal.4
Alkalosis respiratori kronis menyebabkan kompensasi metabolik yang
lebih signifikan karena adanya kerja ginjal yang menurunkan sekresi asam, dan
menghasilkan penurunan serum [HCO3-]. Tubulus proksimal dan distal
menurunkan sekresi asam. Kompensasi metabolik untuk alkalosis respiratori
berkembang secara bertahap dan membutuhkan waktu 2-3 hari untuk
menghasilkan efek penuh: Plasma bikarbonat turun 4 untuk setiap penurunan 10
mmHg pada PCO2 (kompensasi kronis). Alkalosis respiratori kronis adalah satu-
satunya gangguan asam basa di mana kompensasi yang sesuai dapat menormalkan
pH.4
Manifestasi Klinis. Proses penyakit yang menyebabkan alkalosis
respiratori biasanya lebih mengkhawatirkan daripada manifestasi klinis. Alkalosis
respiratori kronis biasanya asimtomatik karena kompensasi metabolik
menurunkan besaran alkalemia.4 Alkalosis respiratori akut dapat menyebabkan
sesak dada, jantung berdebar-debar, kepala terasa ringan, mati rasa sekitar, dan
parestesia pada ekstremitas. Manifestasi yang kurang umum termasuk tetani,
kejang, kram otot, dan sinkop. Kepala terasa ringan dan sinkop mungkin terjadi
akibat penurunan aliran darah otak yang disebabkan oleh hipokapnia. Penurunan
aliran darah otak adalah alasan penggunaan hiperventilasi diberikan untuk
mengobati anak-anak dengan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Parestesia,
tetani, dan kejang mungkin sebagian terkait dengan penurunan kalsium terionisasi
yang terjadi karena alkalemia yang menyebabkan lebih banyak kalsium mengikat
albumin. Alkalosis respiratori juga menyebabkan sedikit penurunan kadar kalium
serum.4
20
Gambar 4. Alur Tatalaksana Alkalosis Respiratori8
21
Alkalosis respiratori akibat hipoksemia berat membutuhkan terapi terapi
O2. Pemberian oral 250 sampai 500 mg acetazolamide dua kali sehari yang dapat
bermanfaat. Pasien yang menjalani hemodialisis kronis yang mengembangkan
penyakit akut sehingga menyebabkan hiperventilasi mungkin memerlukan dialisis
menggunakan dialisat bikarbonat rendah. Manajemen alkalosis pseudorespirasi
harus diarahkan pada optimalisasi hemodinamik sistemik.8
3) Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh
kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam
lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung
disedot dengan selang lambung. Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik
terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan
seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila
kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. 2
Penyebab utama akalosis metabolic:2
Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
Manifestasi Klinis. Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas
(mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali.
Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme
(kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).2
Alkalosis metabolik ringan sampai sedang dapat ditoleransi dengan baik,
dengan sedikit efek samping penting secara klinis. Pasien dengan kadar serum
[HCO3−] setinggi 40 mmol/l biasanya bersifat asimtomatik. Efek samping yang
paling dikhawatirkan adalah hipokalemia, yang meningkatkan kemungkinan
aritmia jantung pada pasien dengan disfungsi jantung yang mendasari. Dengan
22
alkalosis metabolik yang lebih parah (serum [HCO3−]> 45 mmol/l), Po2 arteri
sering turun hingga kurang dari 50 mmHg (<6.6 kPa) akibat hipovetilasi, dan
kalsium terionisasi menurun (karena alkalemia). Pasien dengan serum [HCO3-]
lebih dari 50 mmol/l dapat mengalami kejang, tetani, delirium, atau pingsan.
Perubahan status mental dan iritasi jantung juga dapat terjadi dan mungkin berasal
dari multifaktorial, sebagai akibat dari alkalemia, hipokalemia, hipokalsemia,
dan/atau hipoksemia.9
Tatalaksana. Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian
cairan dan elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan
amonium klorida secara intravena.2
Pada pasien dengan alkalosis metabolik akibat drainase nasogastrik atau
muntah, beberapa derajat penurunan volume ECF hampir selalu merupakan
gambaran yang bersamaan dan tatalaksana langsung dilakukan. Pemberian NaCl
intravena akan memperbaiki alkalosis dan deplesi volume. Kehilangan kalium
juga harus diganti dengan KCl oral atau intravena. Biasanya defisit K+ adalah 200
hingga 400 mmol. Jika drainase nasogastrik harus dilanjutkan, kehilangan H+ dan
Cl- dapat dikurangi dengan pemberian obat yang menghambat sekresi asam
lambung.9
Berbeda dengan pasien yang kehilangan gastrointestinal, pemberian NaCl
tidak diindikasikan pada pasien dengan alkalosis metabolik yang disebabkan oleh
diuretik kecuali terdapat tanda-tanda klinis dari penurunan volume. Suplemen
potasium klorida harus diberikan untuk meminimalkan penipisan K+ dan
mengurangi keparahan alkalosis metabolik. Penambahan diuretik hemat kalium,
seperti amilorida, triamterene, spironilakton, atau eplerenon, dapat membantu
meminimalkan kelainan ini.9
Alkalosis metabolik dan hipokalemia yang terlihat pada sindrom Bartter
dan Gitelman adalah yang paling sulit untuk ditangani. Selain suplemen KCl oral
(dan suplemen magnesium pada sindrom Gitelman), obat antiinflamasi nonsteroid
telah digunakan dengan tingkat keberhasilan sedang. Obat-obat ini membantu
meminimalkan kehilangan Cl- oleh ginjal.9
4) Asidosis Metabolik
23
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.2
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam
dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.7 Pada akhirnya, ginjal
juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih
banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui
jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi
asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.2
Penyebab asidosis metabolik dapat adalah:
Kelebihan produksi asam. Pada asidosis diabetik atau asidosis laktak,
produksi asam dapat melebihi kemampuan ginjal untuk absorbsi dan
ekskresi H+.
Kurangnya cadangan dapar. Kehilangan ion HCO3 yang terbuang
percuma melalui ginjal atau usus menyebabkan hipokarbonatremia dana
asidosis metabolik.
Kurangnya ekskresi asam. Dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik
dimana ginjal gagal mengekskresikan asam yang diproduksi secara
normal.
24
pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang
tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang
tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis
metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air
kemih.2
25
BAB IV
KESIMPULAN
26
serum, namun tetap dalam batas yang ketat. Hal ini merupakan pencapaian yang
luar biasa, semakin luar biasa dengan fakta bahwa hidrogen adalah ion yang
sangat kecil dengan kepadatan muatan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, ia
mampu menjadi sangat mobile dengan ikatan hidrogen yang dibuat dan
diputuskan dengan mudah.10
Terdapat 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis
atau alkalosis. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat
darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam)
dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah. Asidosis dan alkalosis
dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab
utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
6. Liu LL. (2018). Basic of Anesthesia: Acid-Base Balance and Blood Gas
Analysis. Seventh Edition. Elsavier: Chapter 21, hal. 363-376.
7. Dell KM. (2020). Neonatal-Perinatal Medicine: Fluid, Electrolytes, and
Acid-Base Homeostasis. Elsavier, Chapter 92: hal. 1854-1870.
8. Adrogue HJ, Madias NE. (2019). Comprehensive Clinical Nephrology:
Respiratory Acidosis, Respiratory Alkalosis, and Mixed Disorders. Sixth
Edition. Elsavier: Chapter 44, hal. 170-183.
9. Segal A, Gennari J. (2019). Comprehensive Clinical Nephrology: Metabolic
Alkalosis. Elsavier: hal. 160-169.
10. Hamm LL, Dubose TD. (2020). The KIdney: Disorder of Acid-Base Balance.
Eleventh Edition. Elsavier: Chapter 16; hal. 496-536.
29