Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN KEDOKTERAN ANESTESI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2021

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ASAM BASA

Oleh:

Supervisor Pembimbing:

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatanganan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama :

Stambuk :

Judul :

Telah menyelesaikan dan memprentasikan tugas Laporan kasus dalam rangka


tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran, Universitas
Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2021

Pembimbing,

2
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan keseimbangan asam-basa merupakan masalah yang sering


dihadapi pada kegawatdaruratan. Meskipun sebagian besar gangguan
keseimbangan asam-basa adalah ringan dan dapat pulih sendiri, akan tetapi tidak
jarang dijumpai gangguan keseimbangan asam basa berat yang dapat mengancam
nyawa, pH < 7.0 atau >7.7 dan proses gangguan keseimbangan asam basa terjadi
sangat cepat.1

Gangguan keseimbangan asam-basa merupakan akibat dari penyakit


primer. Oleh karena itu tata laksana ditujukan terutama pada penyakit primer
tersebut. Tidak jarang mekanisme kompensasi dapat memperburuk keadaan
seperti pada hiperventilasi akibat asidosis metabolik, yang dapat menyebabkan
kelelahan pernapasan dan akhirnya mengalami gagal napas.1

Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa, larutan
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan
bersifat netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat
kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat
ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki
pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH 7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau
dengan pH meter. Menurut penjelasan tersebut menjelaskan tentang
keseimbangan asam basa serta berbagai macam faktor atau hal-hal yang berkaitan
dengan keseimbangan asam basa.2

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny.X
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :-
Pekerjaan :-
Status perkawinan : -

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
- Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Seorang Pasien datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan
utama penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dua hari
sebelumnya pasien masih bisa berkomunikasi dengan baik, kemudian pasien
tampak tidak acuh pada diri sendiri dan lingkungan. Buang air kecil
sering,sudah dialami oleh pasien sejak 4 bulanyang lalu, minum air 8-10 gelas
perhari, frekuensi buang air kecil 8-10 kali perhari, riwayat sering bangun
tengah malam karena buang air kecil ada, pasien bisa 3-4 kali buang air kecil
saat malam hari.
Keluhan lemah pada tangan dan tungkai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu,
pasien merasakan keluhan lemah dan cepat lelah pada tungkai setelah berjalan.
Pasien merasakan lemah pada kedua tungkai sehingga sulit berjalan, pasien
juga merasakan lemah pada tangan sehingga gemetar jika memegang sesuatu.
Keluhan diikuti rasa kebas pada kedua tungkai dan tangan. Nyeri pada tungkai
dan tangan tidak ada.

4
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
- Riwayat trauma tidak ada. Mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas ada, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan
makanan.
Riwayat Pengobatan :
- Riwayat minum obat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Keluarga
- Tidak ada riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga.

III. Pemeriksaan Fisis :


Status Generalis : Kesadaran somnolen
Tekanan darah : 120/70 mmHG
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 108 x/menit
Suhu tubuh : 38,8°C
Pemeriksaan fisik : Didapatkan penurunan refleks fisiologis, dan penurunan
kekuatan motorik keempat ekstremitas.

IV. Pemeriksaan Penunjang :


Darah Lengkap :
Hb : 14,3 gr/dl
Leukosit : 33.300/mm3 dengan hitung jenis 0/1/2/73/20/4
Trombosit : 378.000/mm3.

Pemeriksaan kimia klinik


Natrium : 145mmol/l
Kalium : 1.3 mmol/l
Klorida : 110 mmol/l
Magnesium : 1.8 mg/dl
Ureum : 54 mg/dl

5
Kreatinin : 1.1 mg/dl.
Pemeriksaan Analisis Gas Darah :
pH : 7,13
pCO2 : 86 mmHg
pO2 : 43 mmHg
HCO3- : 28,6 mmol/L
BE : 0,6 mmol/L
SO2 : 61 %.
Pemeriksaan urin :
Natrium urin : 125 mmol/L/24 jam
Kalium urin : 33,5mmol/L/24 jam
Klorida urin : 153 mmol/L/24 jam
kalsium urin : 86,3 mg/ 24 jam
Osmolaritas urin : 320 mOsmol/kgH2O
Osmolaritas serum : 300,6 mOsmol/kgH2O
Trans tubular Kalium Gradient (TTKG) 19,6 (TTKG > 4 menunjukkan
peningkatan sekresi Kalium di tubulus distal).

V. Diagnosis :
Penurunan kesadaran ec CO2 narkose ec gagal napas tipe II ec hipokalemia ec
gitelman syndrome dan tetraparese tipe Lower Motor Neuron (LMN) ec
hipokalemia ec gitelman syndrome.

VI. Tatalaksana:
- Terapi oksigen
- Antibiotic
- Kalium intravena
- Saat rawat jalan dilanjutkan dengan pemberian kalium secara oral.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Asam Dan Basa


Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain
(disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima
ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam baru dapat
melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima proton yang dilepaskan.
Satu contoh asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air
membentuk ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam
karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat
(HCO3-).2
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya adalah HCL. Asam
lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya
dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3.2
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung
dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).1 Protein-
protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino
yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion
hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel
tubuh yang lain merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.2
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+.
Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas
adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air (H2O). Basa lemah
yang khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih

7
lemah daripada OH-.1 Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang
berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.2

II. 2. Keseimbangan Asam dan Basa


Keseimbangan asam-basa yang normal adalah keadaan dalam kisaran 7,35
hingga 7,45 untuk memastikan pH yang optimal dalam menjalankan fungsi enzim
seluler. Nilai pH darah arteri kurang dari 7,35 disebut asidosis atau asidemia,
dan nilai lebih besar dari 7,45 disebut alkalosis atau alkalemia. Sistem
penyangga utama yang berpartisipasi dalam pengaturan pH tubuh adalah sistem
bikarbonat-karbon dioksida. Meskipun dalam sistem respirasi (melalui regulasi
CO2) dapat memberikan kompensasi terhadap gangguan asam-basa, ginjal
memiliki kemampuan yang lebih besar (melalui regulasi bikarbonat) untuk
menormalkan pH.3
Paru-paru dan ginjal berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa
normal. Karbon dioksida yang dihasilkan selama metabolisme yang normal,
merupakan asam lemah. Paru-paru mencegah peningkatan PCO2 dalam darah
dengan mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh tubuh. Produksi CO2 bervariasi
sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh dan juga meningkatnya dengan
aktivitas fisik. Respon paru yang cepat terhadap perubahan konsentrasi CO2
terjadi melalui penginderaan sentral terhadap adanya peningkatan atau penurunan
ventilasi untuk mempertahankan PCO2 normal (35-45 mm Hg). Peningkatan
ventilasi dapat menyebab menurunkan PCO2, dan penurunan ventilasi dapat
meningkatkan PCO2.4
Ginjal mengeluarkan asam endogen. Orang dewasa biasanya menghasilkan
ion H+ sekitar 1-2 mEq/kg/24 jam. Sedangkan pada anak-anak biasanya
menghasilkan 2-3 mEq/kg/24 jam ion H+. Tiga sumber utama H+ adalah
metabolisme protein makanan, metabolisme karbohidrat dan lemak yang tidak
sempurna, dan adanya proses kehilangan bikarbonat pada tinja. Karena
metabolisme protein menghasilkan H+, produksi asam endogen bervariasi
tergantung terhadap asupan protein. Oksidasi lengkap karbohidrat atau lemak

8
menjadi CO2 dan air tidak dapat menghasilkan ion H+; karena adanya fungsi
paru-paru mengeluarkan CO2. Namun sebaliknya, metabolisme karbohidrat atau
lemak yang tidak sempurna dapat menghasilkan H+. Metabolisme glukosa yang
tidak sempurna dapat menghasilkan asam laktat, dan metabolisme trigliserida
yang tidak lengkap dapat menghasilkan keto-acid, seperti asam β-hidroksibutirat
dan asam asetoasetat. Selalu ada beberapa metabolisme dasar yang tidak lengkap
yang berkontribusi pada produksi asam endogen. Faktor ini meningkat dalam
kondisi patologis, seperti asidosis laktat dan ketoasidosis diabetik (DKA).4
Lambung dapat menghasilkan ion H+, tetapi sebagian besar saluran
pencernaan juga menghasilkan bikarbonat, dan efek akhirnya adalah hilangnya
bikarbonat dari tubuh. Untuk mengeluarkan bikarbonat, sel-sel usus menghasilkan
ion hidrogen yang dilepaskan ke aliran darah. Sehingga setiap molekul bikarbonat
yang hilang dalam tinja, tubuh memperoleh 1 ion H+. Sumber produksi asam
endogen ini dapat meningkat secara dramatis pada pasien dengan keadaaan diare.4
Analisis gas darah dan pH telah menjadi alat laboratorium yang paling
kuat untuk mengidentifikasi dan memantau keadaan penyakit kritis sejak adanya
pengobatan modern. Tubuh manusia pada dasarnya terdiri dari air, dibagi menjadi
kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Komposisi elektrolit dari masing-
masing ruang ini dikontrol dengan ketat untuk mempertahankan homeostasis.
Perubahan dalam komposisi air, gas, dan elektrolit dari kompartemen cairan
bermanifestasi sebagai perubahan dalam profil kimiawi air tubuh dan
keseimbangan asam-basa.5
Konsentrasi ion hidrogen secara konvensional dengan diukur sebagai pH
(secara harfiah berarti "kekuatan hydrogen). Adanya kelainan dalam pH
ekstraseluler yang jauh dari nilai 7,4 telah lama dikaitkan dengan penyakit akut
dan kritis. Penyimpangan seperti itu dikenal sebagai "kelainan asam-basa." Semua
kelainan asam-basa diakibatkan oleh perubahan konsentrasi lokal ion kuat, asam
lemah, dan CO2.5
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan
ginjal berperan dalam pelepasan asam.2

9
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:2
1) Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila
pH > 7.45.
2) CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
3) HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4) Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.
5) Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.

II. 3. Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen
dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan
tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat
melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh
ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan
darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion
hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler.2
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion
hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh
ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai
cairan tubuh.2
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan
yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah secara

10
normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004
mEq/liter (40 nEq/liter). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi
dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari
serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tanpa menyebabkan
kematian.2
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan
dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan
konsentrasi ion hidrogen.2
pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan
interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang
dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3.3 Karena pH normal darah
arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah nilai
ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH
dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas
atas adalah sekitar 8,0.2
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.3 Bergantung pada jenis
sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.2
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam
basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat
asam adalah HCl yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik (sel-sel
parietal) dari mukosa lambung.2

II. 4. Mekanisme Kompensasi


Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari 3 sistem, yaitu:
1) Sistem Buffer
Buffer didefinisikan sebagai zat dalam larutan yang dapat mencegah
perubahan pH yang ekstrim. Sistem penyangga terdiri dari molekul basa dan

11
asam konjugat lemahnya. Molekul basa dari sistem penyangga mengikat
kelebihan ion hidrogen, dan dimana asam lemah memprotonasi molekul basa
yang berlebih. Konstanta ionisasi disosiasi (pKa) menunjukkan kekuatan asam
dan diturunkan dari persamaan klasik Henderson-Hasselbalch (Gbr. 1). PKa
adalah pH di mana asam diprotonasi 50% dan terdeprotonasi 50%. Asam
klorida, asam kuat, memiliki pKa −7, sedangkan asam karbonat, asam lemah,
memiliki pKa 6.6
Sistem buffer terpenting dalam darah yaitu adalah (1) sistem buffer
bikarbonat (H2CO3 HCO3−); (2) sistem buffer hemoglobin (HbH/Hb); (3)
sistem buffer protein lainnya (PrH / Pr−); (4) buffer fosfat sistem
(H2PO4−/HPO42−); dan (5) sistem penyangga amonia (NH3/NH4 +).6

Gambar 1. Persamaan Henderson-Hasselbalch

Sistem kimia hanya dapat mengatasi ketidakseimbangan asam-basa


sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki
ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang
berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat
rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan
ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar
fosfat dan amonia.2

Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan
ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer adalah dengan mengatur sekresi,

12
ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer
tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa
dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh
dilindungi dari perubahan pH dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut
bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.2

 Sistem Penyangga Bikarbonat


Karbon dioksida, yang dihasilkan melalui metabolisme aerobik, perlahan-
lahan bergabung dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang secara
spontan dan cepat terdeprotonasi menjadi bikarbonat (Gbr. 2). Dalam sistem
ini, molekul basa adalah bikarbonat, dan asam konjugat lemahnya adalah
asam karbonat. Namun, enzim karbonat anhidrase, yang ada di endotelium,
eritrosit, dan ginjal, mengkatalisis reaksi ini untuk mempercepat
pembentukan asam karbonat dan menjadikannya sistem penyangga terpenting
dalam tubuh manusia bila dikombinasikan dengan kontrol ginjal terhadap
bikarbonat dan pengendalian paru terhadap karbon dioksida.6

Gambar 2. Hidrasi karbon dioksida menghasilkan asam karbonat, yang


terdisosiasi menjadi ion bikarbonat dan hidrogen.6

2) Pengaturan Sistem Ventilasi (Paru)


Kemoreseptor sentral terletak di permukaan anterolateral medula dan
merespons perubahan pH cairan serebrospinal. Karbon dioksida berdifusi
melintasi sawar darah-otak untuk meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dari

13
cairan serebrospinal (CSF), yang mengaktifkan kemoreseptor dan meningkatkan
ventilasi alveolar.6
Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2)
merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi.
Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2. Pada
keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga
menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi
kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan
diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan
beban asam).2
3) Pengaturan Sistem Ginjal
Pengaturan system pada ginjal umumnya terjadi lebih lambat onsetnya dan
mungkin tidak maksimal hingga hari ke 5. Respon pengaturan ini terjadi melalui
tiga mekanisme: (1) reabsorpsi HCO3- yang telah difilter, (2) ekskresi asam yang
dapat dititrasi, dan (3) ammonia. Karbon dioksida bergabung dengan air di dalam
sel tubulus ginjal. Dengan bantuan karbonat anhidrase, bikarbonat yang dihasilkan
memasuki aliran darah sementara ion hidrogen ditukar dengan natrium dan
dilepaskan ke tubulus ginjal. Di sana, H+ bergabung dengan bikarbonat yang
difilter dan berdisosiasi menjadi karbon dioksida dan air dengan bantuan karbonat
anhidrase, dan karbon dioksida berdifusi kembali ke sel tubular ginjal. Tubulus
proksimal menyerap kembali 80% sampai 90% bikarbonat, sedangkan tubulus
distal mengurus sisanya 10% sampai 20%. Setelah bikarbonat dirubah, ion
hidrogen lebih lanjut dapat bergabung dengan HPO42- untuk membentuk
H2PO4-, yang akan dihilangkan dalam urin. Buffer urin yang penting pada akhir
adalah amonia. Amonia terbentuk dari deaminasi glutamin, asam amino. Amonia
secara pasif melintasi membran sel untuk memasuki cairan tubular. Dalam cairan
tubular, ia bergabung dengan ion hidrogen membentuk NH4 +, yang terperangkap
di dalam tubulus dan diekskresikan di dalam urin.6
Semua langkah diatas memungkinkan pembentukan dan pengembalian
bikarbonat ke dalam aliran darah. Jumlah besar bikarbonat yang disaring oleh

14
ginjal memungkinkan ekskresi cepat jika diperlukan untuk kompensasi selama
alkalosis. Ginjal sangat efektif dalam melindungi tubuh dari alkalosis kecuali jika
dikaitkan dengan kekurangan natrium atau kelebihan mineralokortikoid.6

II. 5. Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1) Asidosis Resporatori
Asidosis respiratori terjadi akibat gangguan apapun dengan penurunan
ventilasi alveolar, mengakibatkan retensi CO2. Pada neonatus, kondisi ini
biasanya disebabkan oleh sindrom gangguan pernapasan, sindrom aspirasi
mekonium, infeksi paru, atau hernia diafragma kongenital. Koreksi penyebab
yang mendasari asidosis respiratori sangat penting dan seringkali membutuhkan
penggunaan ventilasi bantuan untuk meningkatkan ekskresi asam volatil (CO2).
Pemberian alkali untuk memperbaiki asidemia yang disebabkan oleh asidosis
respiratorik primer umumnya tidak tepat. Peningkatan yang dihasilkan dalam
kadar bikarbonat serum (dan pH serum) meningkatkan hipoventilasi dan juga
meningkatnya PCO2, dapat memperburuk asidosis pernapasan. Dalam kasus di
mana terdapat kelainan asam-basa campuran (yaitu, asidosis respiratorik primer
dan asidosis metabolik primer), pemberian bikarbonat harus digunakan dengan
hati-hati, dan biasanya diperlukan bantuan ventilasi.7
Penyebab asidosis respiratorik dapat terjadi diparu atau nonpulmoner.
Gangguan SSP dapat menurunkan aktivitas pusat pernafasan, serta dapat
mengurangi dorongan ventilasi. Berbagai obat-obatan dan obat-obatan terlarang
juga dapat menekan pusat pernapasan. Sinyal dari pusat pernapasan perlu
disalurkan ke otot pernapasan melalui sistem saraf. Kegagalan otot pernapasan
dapat terjadi akibat gangguan sinyal dari SSP di sumsum tulang belakang, saraf
frenikus, atau sambungan neuromuskuler. Gangguan yang secara langsung
mempengaruhi otot pernapasan dapat mencegah ventilasi yang memadai,
menyebabkan asidosis respiratori.4
Penyakit paru ringan atau sedang sering menyebabkan alkalosis respiratori
sebagai akibat hiperventilasi sekunder akibat hipoksia atau stimulasi
mekanoreseptor atau kemoreseptor paru. Hanya pada penyakit paru-paru yang

15
lebih parah yang menyebabkan asidosis respiratori. Penyakit saluran napas bagian
atas, yang dapat mengganggu masuknya udara ke paru-paru, dapat menurunkan
ventilasi, sehingga menyebabkan asidosis respiratori.4
Peningkatan produksi CO2 tidak pernah menjadi satu-satunya penyebab
asidosis respiratorik, tetapi dapat meningkatkan keparahan penyakit pada pasien
dengan penurunan ventilasi CO2. Peningkatan produksi CO2 terjadi pada
penderita demam, hipertiroidisme, asupan kalori berlebih, dan aktivitas fisik
tingkat tinggi. Peningkatan kerja otot pernapasan juga meningkatkan produksi
CO2.4
Manifestasi Klinis. Pasien dengan asidosis respiratorik seringkali takipnea
dalam upaya untuk memperbaiki ventilasi yang tidak memadai. Gejala asidosis
pernapasan berhubungan dengan tingkat keparahan hiperkarbia. Asidosis
respiratori akut biasanya lebih bergejala daripada asidosis pernapasan kronis.
Gejala juga meningkat dengan hipoksia bersamaan atau asidosis metabolik.
Manifestasi SSP potensial dari asidosis respiratori yaitu termasuk kecemasan,
pusing, sakit kepala, kebingungan, asteriksis, tersentak mioklonik, halusinasi,
psikosis, koma, dan kejang.4
Asidemia, apapun etiologinya, mempengaruhi sistem kardiovaskuler. PH
arteri <7,2 mengganggu kontraktilitas jantung dan respons normal terhadap
katekolamin, baik di jantung maupun di pembuluh darah perifer. Hiperkapnia
menyebabkan vasodilatasi paling dramatis pada pembuluh darah serebral, tetapi
hiperkapnia menyebabkan vasokonstriksi sirkulasi paru. Sehingga asidosis
respiratori dapat meningkatkan risiko aritmia jantung, terutama pada anak dengan
penyakit jantung yang mendasari.4

16
Tabel 1. Gejala Asidosis Respiratori2

Diagnosis. Sejarah dan temuan fisik sering menunjukkan etiologi yang


jelas terhadap asidosis respiratori. Untuk pasien yang mengalami obstruksi dengan
usaha pernafasan yang buruk, evaluasi pada SSP sering diindikasikan. Hal ini
mungkin termasuk studi pencitraan (CT atau MRI) dan berpotensi untuk
melakukan pungsi lumbal dalam analisis cairan serebrospinal. Pemeriksaan
toksikologi untuk obat-obatan terlarang mungkin juga dapat dilakukan. Respons
terhadap nalokson bersifat diagnostik dan terapeutik. Pada banyak penyakit yang
mempengaruhi otot pernafasan, terdapat bukti kelemahan pada otot lain. Stridor
adalah petunjuk bahwa pasien tersebut mungkin menderita penyakit saluran napas
bagian atas. Bersamaan dengan pemeriksaan fisik, radiografi dada seringkali
membantu dalam mendiagnosis penyakit paru.4

Pada banyak pasien, asidosis respiratorik mungkin multifaktorial. Seorang


anak dengan displasia bronkopulmonalis, penyakit paru-paru intrinsik, dapat
memburuk karena disfungsi otot pernafasan yang disebabkan oleh hipokalemia
parah akibat terapi diuretik jangka panjang. Sebaliknya, anak dengan distrofi otot,
penyakit otot, dapat memburuk karena pneumonia aspirasi.4

Tatalaksana. Asidosis pernapasan paling baik dikelola dengan


pengobatan etiologi yang mendasari. Pada beberapa pasien responnya sangat

17
cepat, seperti setelah pemberian nalokson pada pasien dengan overdosis narkotik.
Sebaliknya, pada pasien dengan pneumonia, beberapa hari terapi antibiotik
mungkin diperlukan sebelum status pernapasan membaik. Pada banyak anak
dengan asidosis pernafasan kronis, tidak ada terapi kuratif, meskipun penyakit
pernafasan akut yang disebabkan oleh kondisi pernafasan kronis biasanya dapat
disembuhkan.4

Semua pasien dengan asidosis respiratorik akut mengalami hipoksia dan


oleh karena itu perlu menerima oksigen tambahan. Ventilasi mekanis diperlukan
pada beberapa anak dengan asidosis respiratori. Pasien dengan asidosis respiratori
yang signifikan yang disebabkan oleh penyakit SSP biasanya memerlukan
ventilasi mekanis karena gangguan seperti itu kemungkinan tidak akan cepat
merespons terapi. Selain itu, hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi serebral, dan
peningkatan tekanan intrakranial bisa berbahaya pada anak dengan penyakit SSP
yang mendasari. Keputusan tentang ventilasi mekanis untuk pasien lain
bergantung pada sejumlah faktor. Pasien dengan hiperkarbia berat — PCO2> 75
mmHg — biasanya memerlukan ventilasi mekanis.4

Pada pasien dengan asidosis respiratori kronis, dorongan pernafasan


seringkali kurang responsif terhadap hiperkarbia dan lebih responsif terhadap
hipoksia. Jadi ketika asidosis respiratori kronis, penggunaan oksigen yang
berlebihan dapat menumpulkan dorongan pernapasan dan karenanya
meningkatkan PCO2. Pada pasien ini, oksigen harus digunakan dengan hati-hati.4

Bila memungkinkan, ventilasi mekanis sebaiknya dihindari pada pasien


dengan asidosis pernapasan kronis karena ekstubasi seringkali sulit dilakukan.
Namun, penyakit akut mungkin memerlukan ventilasi mekanis di anak dengan
asidosis pernafasan kronis. Jika intubasi diperlukan, PCO2 harus diturunkan
hanya ke nilai dasar normal pasien, dan ini harus dilakukan secara bertahap.
Pasien-pasien ini biasanya memiliki serum [HCO3-] yang meningkat sebagai
akibat dari kompensasi metabolik untuk asidosis respiratori mereka. Penurunan
cepat PCO2 dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang parah, berpotensi

18
menyebabkan komplikasi, termasuk aritmia jantung, penurunan curah jantung,
dan penurunan aliran darah otak. Selain itu, ventilasi mekanis yang lama pada
PCO2 normal menyebabkan kompensasi metabolik teratasi. Jika pasien kemudian
diekstubasi, pasien tidak akan mendapat manfaat lagi dari kompensasi metabolik,
menyebabkan asidemia yang lebih parah karena asidosis pernapasan.4

Gambar 3. Alur Tatalaksana Pasien dengan Asidosis Respiratori8

2) Alkalosis Respiratori
Alkalosis respiratori dimulai dengan penurunan tekanan CO2 cairan tubuh
dan penyimpanan CO2 di seluruh tubuh. Penurunan sekunder serum [HCO3-]
yang diamati pada hipokapnia akut dan kronis merupakan bagian integral dari
alkalosis pernapasan. Penyimpanan CO2 seluruh tubuh menurun dan Paco2
kurang dari 35 mm Hg (4,7 kP) pada pasien dengan alkalosis respirasi sederhana.8
Alkalosis respiratori adalah berkurangnya konsentrasi CO2 dalam darah.
Hal ini biasanya akibat hiperventilasi, dimana awalnya menyebabkan pembuangan
CO2 melebihi produksinya. Akhirnya, kondisi normal baru dapat tercapai dengan
pengurangan yang setara dengan produksi, meskipun pada tegangan CO2 yang
lebih rendah (PCO2). Alkalosis respiratori yang bukan akibat hiperventilasi dapat

19
terjadi pada anak-anak yang menerima oksigenasi membran ekstrakorporeal atau
hemodialisis, dimana CO2 hilang langsung dari darah di sirkuit ekstrakorporeal.4
Alkalosis respiratori kronis menyebabkan kompensasi metabolik yang
lebih signifikan karena adanya kerja ginjal yang menurunkan sekresi asam, dan
menghasilkan penurunan serum [HCO3-]. Tubulus proksimal dan distal
menurunkan sekresi asam. Kompensasi metabolik untuk alkalosis respiratori
berkembang secara bertahap dan membutuhkan waktu 2-3 hari untuk
menghasilkan efek penuh: Plasma bikarbonat turun 4 untuk setiap penurunan 10
mmHg pada PCO2 (kompensasi kronis). Alkalosis respiratori kronis adalah satu-
satunya gangguan asam basa di mana kompensasi yang sesuai dapat menormalkan
pH.4
Manifestasi Klinis. Proses penyakit yang menyebabkan alkalosis
respiratori biasanya lebih mengkhawatirkan daripada manifestasi klinis. Alkalosis
respiratori kronis biasanya asimtomatik karena kompensasi metabolik
menurunkan besaran alkalemia.4 Alkalosis respiratori akut dapat menyebabkan
sesak dada, jantung berdebar-debar, kepala terasa ringan, mati rasa sekitar, dan
parestesia pada ekstremitas. Manifestasi yang kurang umum termasuk tetani,
kejang, kram otot, dan sinkop. Kepala terasa ringan dan sinkop mungkin terjadi
akibat penurunan aliran darah otak yang disebabkan oleh hipokapnia. Penurunan
aliran darah otak adalah alasan penggunaan hiperventilasi diberikan untuk
mengobati anak-anak dengan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Parestesia,
tetani, dan kejang mungkin sebagian terkait dengan penurunan kalsium terionisasi
yang terjadi karena alkalemia yang menyebabkan lebih banyak kalsium mengikat
albumin. Alkalosis respiratori juga menyebabkan sedikit penurunan kadar kalium
serum.4

20
Gambar 4. Alur Tatalaksana Alkalosis Respiratori8

Tatalaksana. Gambar 4 merangkum penatalaksanaan pasien dengan


alkalosis respiratori. Hipokapnia berat pada pasien rawat inap harus dicegah bila
memungkinkan, dan jika ada, koreksi harus dihindari karena koreksi hipokapnia
berat yang cepat menyebabkan vasodilatasi area iskemik yang mengakibatkan
cedera reperfusi di otak dan paru-paru. Alkalemia berat yang disebabkan oleh
hipokapnia primer yang memerlukan tindakan korektif yang berhubungan dengan
apakah manifestasi klinis yang serius ada atau tidak. Tindakan tersebut dapat
diarahkan untuk mengurangi serum [HCO3−], atau meningkatkan Paco2. Bahkan
jika dasar serum [HCO3-] sedikit menurun, menguranginya lebih efektif dengan
risiko yang relatif kecil. Pernapasan dalam sistem tertutup (misalnya, kantong
kertas) tidak disarankan untuk penanganan sindroma hiperventilasi karena potensi
hipoksemia pada pasien dengan penyakit pernapasan atau kardiovaskular yang
mendasari. Manajemen jangka panjang dari sindrom hiperventilasi berpusat pada
kondisi yang mendasari dan terapi perilaku kognitif. Tindakan lain mungkin
termasuk latihan pernapasan, penyekat β, benzodiazepin, dan penghambat
reuptake serotonin.8

21
Alkalosis respiratori akibat hipoksemia berat membutuhkan terapi terapi
O2. Pemberian oral 250 sampai 500 mg acetazolamide dua kali sehari yang dapat
bermanfaat. Pasien yang menjalani hemodialisis kronis yang mengembangkan
penyakit akut sehingga menyebabkan hiperventilasi mungkin memerlukan dialisis
menggunakan dialisat bikarbonat rendah. Manajemen alkalosis pseudorespirasi
harus diarahkan pada optimalisasi hemodinamik sistemik.8

3) Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh
kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam
lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung
disedot dengan selang lambung. Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik
terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan
seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila
kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. 2
Penyebab utama akalosis metabolic:2
 Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
 Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
 Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
Manifestasi Klinis. Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas
(mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali.
Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme
(kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).2
Alkalosis metabolik ringan sampai sedang dapat ditoleransi dengan baik,
dengan sedikit efek samping penting secara klinis. Pasien dengan kadar serum
[HCO3−] setinggi 40 mmol/l biasanya bersifat asimtomatik. Efek samping yang
paling dikhawatirkan adalah hipokalemia, yang meningkatkan kemungkinan
aritmia jantung pada pasien dengan disfungsi jantung yang mendasari. Dengan

22
alkalosis metabolik yang lebih parah (serum [HCO3−]> 45 mmol/l), Po2 arteri
sering turun hingga kurang dari 50 mmHg (<6.6 kPa) akibat hipovetilasi, dan
kalsium terionisasi menurun (karena alkalemia). Pasien dengan serum [HCO3-]
lebih dari 50 mmol/l dapat mengalami kejang, tetani, delirium, atau pingsan.
Perubahan status mental dan iritasi jantung juga dapat terjadi dan mungkin berasal
dari multifaktorial, sebagai akibat dari alkalemia, hipokalemia, hipokalsemia,
dan/atau hipoksemia.9
Tatalaksana. Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian
cairan dan elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan
amonium klorida secara intravena.2
Pada pasien dengan alkalosis metabolik akibat drainase nasogastrik atau
muntah, beberapa derajat penurunan volume ECF hampir selalu merupakan
gambaran yang bersamaan dan tatalaksana langsung dilakukan. Pemberian NaCl
intravena akan memperbaiki alkalosis dan deplesi volume. Kehilangan kalium
juga harus diganti dengan KCl oral atau intravena. Biasanya defisit K+ adalah 200
hingga 400 mmol. Jika drainase nasogastrik harus dilanjutkan, kehilangan H+ dan
Cl- dapat dikurangi dengan pemberian obat yang menghambat sekresi asam
lambung.9
Berbeda dengan pasien yang kehilangan gastrointestinal, pemberian NaCl
tidak diindikasikan pada pasien dengan alkalosis metabolik yang disebabkan oleh
diuretik kecuali terdapat tanda-tanda klinis dari penurunan volume. Suplemen
potasium klorida harus diberikan untuk meminimalkan penipisan K+ dan
mengurangi keparahan alkalosis metabolik. Penambahan diuretik hemat kalium,
seperti amilorida, triamterene, spironilakton, atau eplerenon, dapat membantu
meminimalkan kelainan ini.9
Alkalosis metabolik dan hipokalemia yang terlihat pada sindrom Bartter
dan Gitelman adalah yang paling sulit untuk ditangani. Selain suplemen KCl oral
(dan suplemen magnesium pada sindrom Gitelman), obat antiinflamasi nonsteroid
telah digunakan dengan tingkat keberhasilan sedang. Obat-obat ini membantu
meminimalkan kehilangan Cl- oleh ginjal.9
4) Asidosis Metabolik

23
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.2
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam
dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.7 Pada akhirnya, ginjal
juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih
banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui
jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi
asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.2
Penyebab asidosis metabolik dapat adalah:
 Kelebihan produksi asam. Pada asidosis diabetik atau asidosis laktak,
produksi asam dapat melebihi kemampuan ginjal untuk absorbsi dan
ekskresi H+.
 Kurangnya cadangan dapar. Kehilangan ion HCO3 yang terbuang
percuma melalui ginjal atau usus menyebabkan hipokarbonatremia dana
asidosis metabolik.
 Kurangnya ekskresi asam. Dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik
dimana ginjal gagal mengekskresikan asam yang diproduksi secara
normal.

Manifestasi Klinis. Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan


gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan
penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis,
penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin
mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan
darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.2

Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH


darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah
arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur

24
pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang
tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang
tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis
metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air
kemih.2

Tatalaksana. Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada


penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau
keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan
yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap
penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara
intravena, tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat
membahayakan.2

25
BAB IV
KESIMPULAN

Pengaturan konsentrasi ion hidrogen sangat penting bagi organisme hidup,


dikarenakan efek perubahan keasaman pada protein tubuh. Fungsi organ seperti
jantung dan otak sangat bergantung pada lingkungan internal di mana kandungan
ion hidrogen dijaga dalam batas yang diatur dengan cermat. Baik asam volatil
(yaitu asam karbonat) dan asam non-volatil (misalnya asam laktat) dapat
berkontribusi pada konsentrasi ion hidrogen di dalam sel. Proses fisiologis
mengubah komposisi asam-basa dengan ginjal mengeluarkan asam non-volatil,
dan asam volatil paru-paru sebagai karbon dioksida.10
PH darah dalam kesehatan bervariasi antara 7,35 dan 7,45 (pH cairan
intraseluler biasanya dalam kisaran 7,0–7,3). Dengan demikian, konsentrasi ion
hidrogen dalam darah berada pada kisaran 45–35 nmol l–1. Ini berarti bahwa
konsentrasi ion hidrogen sekitar 106 kali lebih kecil dari konsentrasi ion natrium

26
serum, namun tetap dalam batas yang ketat. Hal ini merupakan pencapaian yang
luar biasa, semakin luar biasa dengan fakta bahwa hidrogen adalah ion yang
sangat kecil dengan kepadatan muatan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, ia
mampu menjadi sangat mobile dengan ikatan hidrogen yang dibuat dan
diputuskan dengan mudah.10
Terdapat 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis
atau alkalosis. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat
darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam)
dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah. Asidosis dan alkalosis
dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab
utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Widisanto A. (2017). Gangguan Keseimbangan Asam Basa. Fakultas


Kedokteran Universitas Pelita Harapan/RS Siloam Lippo Village; Tangerang.
2. Viswanatha PA, Heryana P. (2017). Keseimbangan Asam Basa. Bagian/SMF
Ilmu Anestesia Dan Terapi Insentif. Fakultas Kedokteran Unud. RSUP
Sanglah; Denpasar.
3. Hines RL, Marschall KE. (2020). Handbook for Stoelting’s Anesthesia and
Co-Existing Disease: Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Disorders. Fourth
Edition. Elsavier: Chapter 18, hal. 216-230.
4. Greenbaum, LA. (2019). Electrolyte and Acid-Base Disorders. Eighth
Edition. Elsavier: Chapter 68, hal. 389-425.
5. Edwards MR, Grocott MP. (2020). Miller’s Anesthesia: Perioperative Fluid
and Electrolyte Therapy. Fourth Edition. Elsavier: Chapter 47, hal. 1480-
1523.

28
6. Liu LL. (2018). Basic of Anesthesia: Acid-Base Balance and Blood Gas
Analysis. Seventh Edition. Elsavier: Chapter 21, hal. 363-376.
7. Dell KM. (2020). Neonatal-Perinatal Medicine: Fluid, Electrolytes, and
Acid-Base Homeostasis. Elsavier, Chapter 92: hal. 1854-1870.
8. Adrogue HJ, Madias NE. (2019). Comprehensive Clinical Nephrology:
Respiratory Acidosis, Respiratory Alkalosis, and Mixed Disorders. Sixth
Edition. Elsavier: Chapter 44, hal. 170-183.
9. Segal A, Gennari J. (2019). Comprehensive Clinical Nephrology: Metabolic
Alkalosis. Elsavier: hal. 160-169.
10. Hamm LL, Dubose TD. (2020). The KIdney: Disorder of Acid-Base Balance.
Eleventh Edition. Elsavier: Chapter 16; hal. 496-536.

29

Anda mungkin juga menyukai