Anda di halaman 1dari 114

PENUGASAN BLOK UROPOETIKA

Oleh:
Bincar Pardomuan Siregar 07711015
Rudi Ardiansahputra 07711071
Bayu Rizky P. 07711078
P. Theodora 07711107
Merlin Mariandari 07711123
Dewil Fonda A 07711163
Tyagitha N.A 07711187
Kurnia Kemala S. 07711203
Anita Dewi 07711176

Kelompok : 4
Nama tutor : dr. ineth

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
2009
MODUL 1
MODUL 1
KESEIMBANGAN ASAM BASA DAN DIURESIS

SKENARIO 2
Ibu FJ, 56 th, datang ke UGD dengan keluhan kondisinya terus menurun karena tidak
mau makan dan terus muntah. Ia juga mengeluh air kencingnya menjadi semakin sedikit
sejak 1 bulan ini. Meskipun sesak nafasnya tidak terlalu mengganggu aktifitas sehari-hari
namun pada hari itu sesak nafasnya bertambah cepat dan dalam setalah ia makan
beberapa buah pisang. Keluarganya tampak bingung kenapa kondisi Ibu FJ bisa cepat
sekali berubah. Di rumah sakit Ibu FJ diperiksa dan didapatkan hasil sementara ureum
150 mg/dl dan kreatinin 6,5 mg/dl sambil menunggu hasil analisa gas darah.

Langkah 1
- Ureum : hasil akhir utama dari katabolisme protein.
- Kreatinin : suatu produk penguraian otot.
- Analisa Gas darah : suatu tes untuk mengetahui adanya gangguan
keseimbangan asam basa tubuh.

Keyword : Ibu FJ, 56 thn, tidak mau makan, terus muntah, air kencing makin sedikit,
setelah makan pisang sesak nafas bertambah cepat dan dalam. Kadar ureum dan kreatinin
meningkat.

Langkah 2
1. Apa efek dari muntah dan apa hubungannya dengan keseimbangan asam basa?
2. Apa yang menyebabkan sesak nafas?
3. Apa hubungan makan pisang dengan sesak nafas menjadi bertambah cepat dan
dalam?
4. berapa kadar normal kreatinin dan ureum?
5. Apa makna dari hasil pemeriksaan ureum dan kreatinin?
6. Faktor apa yang mempengaruhi air kencingnya menjadi sedikit?:
7. Apa tujuan dilakukan analisa gas darah?

Langkah 3
1. Muntah merupakan proses pengosongan lambung. Muntah dapat disebabkan oleh
tingginya kadar urea dalam darah (kandungan racun dalam urea). Kondisi ini
merangsang pusat muntah (vomiting center) atau zona pemicu kemoreseptor yang
ada di sistem saraf pusat. Muntah menyebabkan banyak HCl yang diseskresikan
oleh mukosa lambung dikeluarkan sehingga tubuh menjadi kehilangan banyak
asam dan kecenderungan ke arah alkalosis akan tetapi memuntahkan sejumlah
besar isi dari traktus gastrointestinal yang lebih lanjut dan sering terjadi
menyebabkan hilangnya ion bikarbonat dan menyebabkan asidosis metabolik,
suatu keadaan dimana kadar ion bikarbonat dibawah normal.

2. Sesak nafas merupakan suatu gejala dari kelainan yang terdapat pada organ
tertentu. Misalkan pada gagal jantung, meskipun gagal jantung juga akan sangan
berhubungan satu sama lain dengan gagal ginjal dan biasanya gagal ginjal pada
tahap lanjut biasanya juga akan diikuti oleh gagal jantung. Ginjal merupakan
organ yang menghasilkan eritropoetin yang berarti ginjal juga berperan dalam
pembentukan sel darah merah(eritrosit). Diketahui bahwa eritrosit mengandung
hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jadi jika
ginjal mengalami kegagalan fungsi maka dapat diperkirakan oksigen yang di
distribusikan keseluruh tubuh akan berkurang dikarenakan eritrosit yang
dihasilkan ikut berkurang. Jadi ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan sel-sel dan jaringan terhadap oksigen menyebabkan sesak nafas.
Pernafasan yang dalam dan berat juga bisa disebabkan karena keadaan asidosis
metabolik yang terjadi, sebagai kompensasi agar PCO2 darah turun dan
meningkatkan ekskresi karbondioksida untuk mengurangi keparahan asidosis.

3. Pisang mengandung kalium, kemungkinan pasien mengalami gangguan fungsi


ginjal untuk mengekskresikan kalium, sehingga konsumsi pisang yang
mengandung kalium menyebabkan kadar kalium dalam darah makin meningkat.
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium di darah yang melebihi 5meq/L. Biasanya konsentrasi kalium
yang tinggi akan lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah.
Hiperkalemia akan mempengaruhi kerja system konduksi listrik jantung. Bila
konsentrasi hiperkalemia terus berlanjut maka irama jantung akan menjadi tidak
normal dan memiliki resiko henti jantung. Kalium merupakan zat yang di filtrasi
oleh glomerulus dan tidak akan di reabsobsi oleh tubulus sehingga pada keadaan
gagal ginjal. Kalium di sekresi secara tidak sempurna dan mengakibatkan kadar
kalium dalam darah meningkat dan terjadilah mekanisme yang telah dijelaskan.
Pada skenario ini dijelaskan bahwa sesak nafas pasien menjadi lebih hebat, dapat
dijelaskan bahwa hiperkalium dapat menyebabkan payah jantung dan akan
berakibat vaskularisasi tidak berjalan secara optimal dan menyebabkan hipoksia
maka dalam keadaan ini tidak lepas dari peran kalium dalam mengacaukan
system konduksi listrik jantung.

4. kadar normal kreatinin serum pada wanita dewasa adalah 0.6 – 1.1 mg/dl, kadar
normal dalam urine 9 – 18 mmol/24 jam.
Sedangkan kadar normal ureum serum adalah 20 – 40 mg/dl, kadar normal dalam
urine 20 – 35 gr/24 jam.

5. Makna dari pemeriksaan ureum dan kreatinin yang dilakukan adalah terjadi
kenaikan konsentrasi ureum dan kreatinin dalam serum. Peningkatan kadar ureum
dan kreatinin atau azotemia disebabkan oleh penurunan GFR sehingga terjadi
retensi dari beberapa toksin azotemia termasuk urea dan kreatinin.
6. Air kencing menjadi sedikit bisa disebabkan karena penurunan asupan cairan pada
pasien yang menyebabkan volume cairan ekstraseluler menurun dan bisa
disebabkan karena kemungkinan hiperkalemia yang dialami pasien. Penurunan
cairan ekstraseluler menyebabkan tekanan darah arteri menurun dan akan
merangsang reseptor volume atrium kiri yang berperan pada perubahan volume
plasma/tekanan arteri yang besar, reeptor ini akan mengirim impuls ke neuron
hipotalamus yang selanjutnya akan merangsang peningkatan sekresi vasopresin
(terangsang karena defisit H2O bebas). Peningkatan sekresi vasopresin ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas tubulus distal dan tubulus kolektivus
terhadap H2O sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi H2O yang menyebabkan
penurunan pengeluaran urin. Penurunan volume CES dan hiperkalemia juga bisa
merangsang keluaran aldosteron yang menyebabkan retensi dan peningkatan
reabsorbsi Na+, menyebabkan penimbunan atau retensi cairan dalam tubuh
sehingga urine yang keluar sedikit.

1. Tujuan dilakukan analisa gas darah :


a. Mengevaluasi pertukaran O2
b. Menetapkan asam-basa tubuh
c. Menentukan terapi O2
d. Memonitor terapi pd gangguan repirasi

Mind Map respiratorik

asidosis
metabolik
gangguan
alkalosis
respiratorik

KESEIMBANGAN ASAM BASA


metabolik

Lini pertahanan Sist.buffer kimiawi

Kontrol oleh paru


Kontrol oleh ginjal

PEMBAHASAN

PERAN GINJAL

1. mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh


2. mengatur Jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na+, Cl-, K+,
dll.
3. memelihara volume plasma yang sesuai >>> untuk pengaturan tekanan arteri
4. membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. memelihara osmolaritas berbagai cairan tubuh
6. mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh
7. ekskresi senyawa asing
8. sekresi eritropoetin
9. sekresi rennin
10. mengubah Vitamin D mrnjadi bentuk aktifnya.

KESEIMBANGAN ASAM BASA


Asam melepaskan ion hidrogen bebas (H+) kedalam larutan sedangkan basa
mengikat ion hidrogen bebas dan menyingkirkannya dari larutan. Keseimbangan asam
basa mengacu pada pengaturan [H+] di dalam cairan tubuh untuk secara tepat
mempertahankan [H+]. Pemasukan ion hidrogen melalui pembentukan asam oleh reaksi
metabolisme di dalam tubuh harus secara terus menerus diseimbangkan dengan
pengeluaran ion hidrogen melalui urine dan pengeluaran CO2 (penghasil H+) melalui
sistem pernafasan. Selain itu, antara waktu pembentukan dan eliminasinya, H + harus
disangga di dalam tubuh untuk mencegah fluktuasi mencolok [H+].
Konsentrasi ion hidrogen sering dinyatakan dalam pH, yaitu log 1/[H +]. pH
normal plasma adalah 7.4, sedikit lebih alkalis dibandingkan dengan H2O netral, yang
pHnya 7.0. pH yang lebih rendah dari normal ([H+] lebih tinggi) mengindikasikan
keadaan asidosis sedangkan pH yang lebih tinggi dari normal ([H +] lebih rendah)
mengindikasikan keadaan alkalosis.
Fluktuasi [H+] menimbulkan efek mencolok pada kimia tubuh terutama:
1. gangguan reaksi metabolisme dengan mengubah struktur dan fungsi semua enzim
2. perubahan konsentrasi kalium plasma akibat perubahan kecepatan eliminasi K + oleh
ginjal yang di induksi oleh H+.
3. perubahan eksitabilitas sel saraf dan otot. Asidosis menekan sistem saraf pusat
sehingga menyebabkan disorientasi. Sedang alkalosis menyebabkan eksitabilitas
berlebihan susunan saraf perifer dan susunan saraf pusat.
Tantangan utama dalam mengontrol keseimbangan asam basa adalah pemeliharaan
alkalinitas plasma normal dari aktivitas metabolisme yang berlangsung terus-menerus.

Ada tiga lini pertahanan yang menahan perubahan [H+]:


1. sistem buffer/penyangga kimiawi
merupakan lini pertahanan pertama yang masing-masing terdiri dari sepasang zat
kimia yang terlibat dalam suatu reaksi reversible yang salah satunya dapat
membebaskan ion hidrogen sedang yang lain dapat mengikat ion hidrogen. Pasangan
penyangga bekerja dengan segera untuk memperkecil perubahan pH.
Ada 3 macam sistem penyangga:
a. sistem penyangga asam karbonat – bikarbonat, Derajat pH ditentukan oleh
perbandingan sodium bikarbonat (NaHCO3) dg asam karbonat (H2CO3).
Perbandingan normal NaHCO3 : H2CO3 = 20 : 1. berperan penting dalam
menjaga keseimbangan asam basa di cairan ekstra seluler.
b. Sistem penyangga fosfat, Berperan penting dlm mempertahankan derajat
asam basa cairan dlm tubula ginjal. Derajat pH ditentukan oleh naik atau
turunnya ekskresi ion hidrogen.
c. Sistem penyangga protein, Mrpkan sistem buffer terbesar dan terkuat.
Dijumpai dlm Hb, plasma protein dan protein intraseluler. Protein dlm Hb,
plasma & intraseluler akan mempertahankan derajat asam basa dg
mempertahankan ion hidrogen & CO2 ketika berdifusi mell membran sel
ke dlm sel.
2. Kontrol pH oleh sistem pernafasan
Sistem pernafasan membentuk lini pertahanan kedua, secara normal mengeliminasi
CO2 hasil metabolisme sehingga tidak terjadi penimbunan H 2CO3 didalam cairan
tubuh. Jika sistem penyangga kimia tidak sanggup dengan cepat meminimalkan
perubahan pH, sistem pernafasan akan berespon dalam beberapa menit dengan
mengubah kecepatan pengeluaran CO2-nya. Peningkatan [H+] yang berasal dari asam-
asam non karbonat merangsang pernafasan sehingga lebih banyak CO 2 (penghasil
H2CO3) yang dihembuskan keluar untuk mengkompensasi asidosis dengan
mengurangi produksi H+ dari H2CO3. sebaliknya penurunan konsentrasi ion hidrogen
akan menekan aktivitas pernafasan sehingga CO2 dan dengan demikian H2CO3
(penghasil H+) dapat tertahan dalam cairan tubuh untuk mengkompensasi alkalosis.
3. Kontrol pH oleh ginjal
Ginjal adalah lini pertahanan ketiga dan yang paling kuat. Ginjal memerlukan waktu
beberapa jam sampai beberapa hari untuk mengkompensasi penyimpangan pH cairan
tubuh. Namun, ginjal tidak saja mengeliminasi jumlah normal ion hidrogen yang
dihasilkan oleh sumber-sumber non H2CO3, tetapi juga dapat mengubah kecepatan
pengeluaran ion hidrogen sebagai respon terhadap perubahan asam H2CO3 maupun
non H2CO3. sebaliknya paru hanya dapat menyesuaikan ion hidrogen yang berasal
dari H2CO3. selain itu, ginjal juga dapat mengatur [HCO 3] dalam cairan tubuh. Ginjal
mengkompensasi asidosis dengan mengekskresikan H+ di urine sementara
menambahkan HCO3– baru ke dalam plasma untuk meningkatkan kapasitas
penyangga HCO3–. Selama alkalosis, ginjal menghemat H+ dengan mengurangi
sekresinya dalam urine. Ginjal juga mengeluarkan HCO3– yang berada dalam keadaan
berlebihan karena HCO3– yang terikat ke H+ berkurang karena jumlah H+ menurun.
Ion hidrogen yang akan diekskresikan di urine harus disangga di cairan tubulus untuk
mencegah meningkatnya gradien konsentrasi hidrogen yang kemudian dapat
menghambat sekresi ion hidrogen lebih lanjut. Dalam keadaan normal, ion hidrogen
disangga oleh pasangan penyangga fosfat urin yang banyak dijumpai di cairan
tubulus karena kelebihan fosfat “tumpah” ke urine untuk di ekskresikan keluar tubuh.
Pada asidosis, sewaktu semua penyangga fosfat terpakai untuk menyangga tambahan
sekresi ion hidrogen, ginjal mensekresikan NH3 ke dalam cairan tubulus untuk
berfungsi sebagai penyangga, sehingga ion hidrogen dapat terus berlangsung.

Gangguan keseimbangan asam-basa

Terdapat empat jenis ketidakseimbangan asam basa, yaitu:

1. Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik ditandai oleh penurunan [HCO 3-] plasma, terjadi akibat
pengeluaran cairan kaya HCO3- yang berlebihan. Asidosis metabolik yang disebabkan
oleh gagal ginjal (asidosis uremik), dimana ginjal tidak mampu menyingkirkan
kelebihan ion hidrogen dari tubuh dan tidak mampu menghemat ion bikarbonat
(sebagai penyangga asam), dikompensasi oleh oleh mekanisme pernafasan berupa
hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2 (penghasil ion hidrogen)

• Asam >> karena HCO3- <<  pH ↓ : < 7.35

 Terjadi karena :

- Produksi H+ >>

- Konsumsi asam >>

- Ekskresi asam <<

- Kehilangan HCO3- >>

- Produksi CO2 >> (jarang : hiperpireksia maligna)


 Penyebabnya

• Diabetes Ketoasidosis

• Gagal ginjal

• Asidosis laktat

• Pemberian : salisilat, metil-alkohol, paraldehid, etilenglikol

• Diare, drainage fistula

• Pemberian NH4Cl

• Asidosis tubulus renalis

• Inhibitor karbonik anhidrase (acetazolamid, tiazid, furosemid)

 Kompensasi  Hiperventilasi  buang CO2 >>

 lewat respirasi  CO2 drh << pH naik

2. Alkalosis Metabolik

disebabkan karena peningkatan [HCO3-], keadaan ini akan dikompensasi dengan


pengurangan ventilasi (hipoventilasi) untuk menahan CO2 penghasil ion hidrogen
dalam cairan tubuh sehingga pH menurun .

• Basa >> karena HCO3- >>  pH ↑ : >7.45

 Penyebabnya

• Hilangnya Asam tbh (muntah2 >>; drainage lambung)

• Terapi diuretika

• Sindroma Mineralokortikoid >> (aldosteronisme, sindroma Cushing)


• Pemberian alkali >>

• Penurunan K+ berat

 Terjadi karena

• H+ hilang >>

• Konsumsi alkali >>

• Reabsorpsi HCO3- >>

• Ekskresi asam <<

 Kompensasi : hipoventilasi  penahanan CO2  kadar CO2 darah >>


sehingga pH turun

3. Asidosis Respiratorik

Terjadi akibat retensi CO2, sehingga terjadi peningkatan pembentukan H2CO3yang


kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Pada keadaan ini, ginjal memegang
peranan dalam mengkompensasi asidosis respiratorik dengan menghemat HCO3- yang
difiltrasi dan menambahkan HCO3- baru ke plasma serta mensekresi dan
mengekskresikan lebih banyak H+.

• Asam >> karena Kadar CO2 >>  PCO2 >>  pH ↓ : < 7.35
 Terjadi karena:

• Hipoventilasi : CO2 drh >>

• Jarang karena produksi CO2 >>

• Overdosis obat

• Obstruksi jalan nafas


• Trauma dada

• COPD

• Edema pulmonar

• Penyakit neuromusculer

 Kompensasi : Reabsorpsi (oleh ginjal ) HCO3- >>  pH naik

4. Alkalosis Respiratorik

Akibat pengeluaran berlebihan CO2 sehingga H2CO3 yang terbentuk menurun dan
konsentrasi ion hidrogen pun ikut menurun. Ginjal mengkompensasi keadaan ini
dengan menahan H+ dan mengekskresikan lebih banyak HCO3-, dengan demikian
mengurangi beban HCO3- untuk mengkompensasi kehilangan CO2.

• Basa >> karena Kadar CO2 <<  PCO2 << pH ↑ : >7.45

 Terjadi karena:

• Hiperventilasi : CO2 drh <<

• Kecemasan

• Hipoksia

• Penggunaan ventilator berlebihan

• Kehamilan

• Demam

• Tahap awal embolus pulmoner


 Pada Kompensasi : Reabsorpsi (oleh ginjal) HCO3- <<  pH turun

Hubungan antara metabolisme kalium dan keseimbangan asam basa

Kadar kalium dan hidrogen cairan ekstraseluler berjalan sejajar, sebagian


disebabkan karena pengaruh kalium pada sekresi ion hidrogen di ginjal dan hipokalemia
hampir selalu timbul pada alkalosis metabolik. Kekurangan kalium tampaknya
menyebabkan asidosis intrasel yang akan meningkatkan sekresi hidrogen ke urine.
Hidrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan reabsorbsi HCO3– akan meningkat sehingga
timbul alkalosis ekstrasel. Sebaliknya kelebihan kalium akan meningkatkan sekresi
kalium oleh tubulus ginjal.

MODUL 2
Modul 2, Skenario 1
Seorang laki-laki usia 45 tahun, dating ke UGD RS denga keluhan sakit hebat, di
perut bagian atas, kadang muntah dan nyeri yang menjalar samapi bagian belakang
bagian kiri. Kejadian ini terjadi secara tiba-tiba. Sebelumnya, keluhan seperti ini pernah
dirasakan dan periksa ke dokter terdekat, diberi suntikan buscofan ic., keluhan membaik
dan rasa sakit hilang seketika, tetapi selang beberapa minggu tiba-tiba gejala serupa
kambuh lagi.
Step I : Menjelaskan Istilah
Buscopan : obat analgetik anti nyeri pada saluran pencernaan

Step II : Penetapan masalah


1. Mekanisme sakit hebat di perut bagian atas, muntah dan nyeri yang menjalar
sampai belakang bagian kiri?
2. Fungsi suntikan buscopan iv.? Mengapa keluhannya dirasakan lagi?
3. Apa dan bagaimana mekanisme nyeri kolik?
4. Dimana lokasi-lokasi nyerinya?
5. Diagnosis banding?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan kasus seperti ini?

Step III : Analisis Masalah

1. Sakit perut dibagian atas bisa terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Rengangan
kapsul ginjal dapat terjadi karena pielonefritis akut yang dapat menimbulkan
edema, obstruksi salurankemih yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor
ginjal. Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ genitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu
sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat
organ yang sakit. Inflamasi akut pada organ traktus urogenitalia seringkali
dirasakan sangat nyeri, hal ini karena regangan kapsul ginjal yang melingkupi
organ tersebut. Sedangkan muntah yang dialami pasien diakibatkan karena adanya
refleks visero-viseral atau rangsang yang ditimbulkan oleh nyeri kolik terhadap
organ digesti .
2. Fungsi suntikan buscopan iv adalah sebagai analgetic, yang berfungsi untuk
menyamarkan rasa sakit pada pasien. Sehingga pasien merasa kalau penyakitnya
sudah sembuh. Oleh karena itu, saat pasien tidak minum obat lagi, rasa sakit akan
timbul lagi.
3. Nyeri kolik adalah nyeri abdomen akut, khas nya ditandai dengan nyeri viseral
intermitten dengan fluktuasi sesuai dengan peristaltik otot. Pada nyeri kolik dapat
di akibatkan usaha dari kontrasi otot untuk mengeluarkan batu yang berakibat
adanya lesi yang beresiko menjadi suatu reaksi inflamasi atau peradangan.
4. Lokasi-lokasi nyeri kolik bisa terjadi di ureter
5. Kemungkinan DD:
a. Batu Ginjal
b. Batu Ureter
c. Appendicitis
6. Penatalaksanaan awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu saluran
kemih. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati
gangguan akibat batu saluran saluran kemih.

Step IV: Mind map

Komplikasi

Batu Saluran Kemih


Atas

Batu Ginjal : Batu Ureter :


Etiologi
Epidemiologi Etiologi
Patofisiologi Epidemiologi
Gambaran klinis Patofisiologi
Diagnosis Gambaran klinis
Penatalaksanaan Diagnosis
Penatalaksanaan
Step VII : Pembahasan
1. Epidemiologi
Dapat terjadi pada semua orang, tidak terkecuali di Indonesia. Rata-rata di dunia
1-12 penduduk dunia menderita batu ginjal.
2. Etiologi
Batu saluran kemih di duga ada hubungan dengan gangguan aliran urin, gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum dapat terungkap (idiopatik).
o Faktor Instrinsik : keadaan berasal dari dalam tubuh seseorang.
- Herediter
- Umur, paling sering usia 30-50 tahun
- Jenis kelamin, laki-laki 3x lebih banyak dari wanita
o Faktor Ekstrinsik : pengaruh berasal dari lingkungan sekitar
- Geografi
- Iklim dan temperatur
- Asupan air, kurangnya asupan air ditambah tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan
terjadinya BSK
- Diet, diet anyak purin. Oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya BSK
- Pekerjaan, pada orang yang pekerjaannya sering duduk, jarang
beraktivitas.
3. Patofisiologi
Secara teori batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin).
Keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya pembentukan batu :
- Stenosis uretero pelvikal
- Divertikel
- Obstruksi infravesikuler kronis, contoh pada BPH (Benign Prostat
Hiperplasi), striktura, dan buli-buli neurogenik.
Batu yang terjadi di saluran kemih terdiri dari kristal-kristal yang tersusun
dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak
terdapat keadaan tertentu yang dapat menyebabkan adanya presipitasi kristal. Jika
terdapat presipitasi kristal akan terbentuk inti batu (nukleasi) yang nantinya terjadi
agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga terbentuk kristal yang lebih besar.
Meskipun telah berukuran besar namun belum cukup mampu untuk menyumbat saluran
kemih, tetapi dengan menempel pada epitel saluran kemih agregat kristal tadi membentuk
retensi kristal dan dari sinilah bahan-bahan yang lain dapat terendapkan sehingga
membentuk batu yang lebih besar lagi yang mampu menyumbat saluran kemih.
Keadaan metastable dipengaruhi :
1. Suhu
2. PH larutan
3. Adanya koloid di dalam urin
4. Konsentrasi solute di dalam urin
5. Laju aliran urin di dalam saluran kemih
6. Adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti
batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat/fosfat, sehingga membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat, sehingga membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, dapat juga terjadi
batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan lain-
lain. Batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium
ammonium fosfat dapat terbenuk dalam urin dengan suasana basa. Batu ginjal terbentuk
pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan
bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehhingga disebut staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikales ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvikales) mempermudah timbulnya
batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh perilstatik otot-otot
sistem pelvikales dan ureter menjadi batu ureter. Tenaga perilstatik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada
umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di
ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi
kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang terletak pada ureter maupun
sistem pelvikales mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan
kelainan struktur saluran kemih bagian atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter
dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks
mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai
dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan leih lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan kedua gagal ginjal
permanen.

4. Gambaran klinis
Keluhan pada pasien tergantung dari letak batu, besar batu, dan penyulit
yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri pinggang, nyeri ini bisa berupa
nyeri kolik ataupun nyeri bukan kolik.
o Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan sebagai nyeri pada saat
kencing atau sering kencing. Bila batu kecil dapat keluar spontan setelah
melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, ketika menyilangi vasa
illiaca, dan saat urerter masuk ke dalam buli-buli.
o Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien trauma pada mukosa saluran kemih
karena batu. Kadang-kadang juga hematuria ditemukan pada pemeriksaan
urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
o Jika ada demam harus dicurigai suatu urosepsis yang merupakan kedaruratan
di urologi. Dalam hal ini harus segera ditentukan letak kelainan anatomik pada
saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan
terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.
o Didapatkan nyeri ketok pada pemeriksaan fisik pada daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal
ginjal, retensi urin, jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.
o Didapatkan leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk
batu. Dengan pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.
o Diperlukan juga pemeriksaan kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
pencetus adanya BSK (antara lain : kalsium, oksalat, fosfat maupun uratt di
dalam darah maupun di urin).
5. Diagnosis
Cara penetapan diagnosis penyebab batu :
o Riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan
keadaan penyakit, infeksi dan penggunaan obat-obatan, riwayat keluarga yang
menderita batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan,
cara pengambilan batu, analisis jenis batu, dan situasi batunya).
o Gambaran batu saluran kemih dilakukan pemeriksaan :
1. Ultrasonografi
- Dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu.
- Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien yang
alergi kontras radiologi.
- Dapat diketahui adanya batu radiolusen dan dilatasi sistem
kolektikus. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk
menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu
kalsifikasi dan batu radiolusen.
2. Pemeriksaan radiografi
Foto abdomen biasa
- Dapat menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi.
- Membedakan batu kalsifikasi.
- Densitas tinggi : kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
- Densitas rendah : struvite, sistin, dan campuran keduanya.
- Indikasi dilakukan uji kualitatif sistin pada pasien muda.
Keterbatasan pemeriksaan foto sinar tembus abdomen adalah tidak
dapat untuk menentukan batu radiolusen, batu kecil dan batu yang
tertutup bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan batu dalam ginjal dan batu luar ginjal.
3. Urogram
- Deteksi batu radiolusen sebagai defek pengisian (filling)(batu asam
urat, xantin, 2,8-dihidroksiadenin ammonium urat).
- Menunjukkan lokasi batu dalam kolektikus
- Menunjukkan kelainan anatomis
4. Investigasi biokimiawi
Pemeriksaan laboraturium rutin, sampel dan air kemih. Pemeriksaan pH,
berat jenis air kemih, sedimen air kemih untuk menentukan hematuri, leukosituria, dan
kristaluria. Pemeriksaan kuktur kuman penting untuk adanya infeksi saluran kemih.
Apabila batu keluar, diperlukan pencarian faktor resiko dan mekanisme timbulnya batu
perlu dilakukan.
o Penampungan air kemih 24 jam (atau waktu tertentu).
o Pengurangan pH air kemih.
o Penampungan air kemih dengan bahan pengawet 10 mL timol
5% di dalam isopropanol untuk 2 L atau 15 mL HCl 6 N.
o Pemeriksaan serum.
o Mengikuti protokol diet
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengatasi gejala
Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat apabila batu
turun dalam sistem kolektikus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolik ginjal atau
infeksi di dalam sumbatan saluran kemih. Nyeri akibat batu saluran kemih yang dapat
dijelaskan lewat dua mekanisme :
- Dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit.
- Iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal disertai edema
dan penglepasan mediator sakit.
Keluhan nyeri kolik batu saluran kemih dapat dilakukan diagnosis banding dengan
keadaan seperti :
- Kolik ginjal akibat penyakit urologi yang lain, seperti aliran
bekuan darah, aliran jaringan nekrotik, striktur, kompresi atau
angulasi berat ureter.
- Nyeri abdomen oleh sebab lain, seperti gastrointestinal
(apendisitis, kolesistitis, batu empedu, pankreatitis), vaskular
(infark ginjal, infark limpa, aneurisma aorta). Ginekologi (kista
ovarium, adneksitis, kehamilan ektopik, endometriosis), dan
lainnya (abses psoas, infark jantung, diabetes mellitus,
feokromositoma).

Sumbatan dalam sistem kolektikus tidak selalu dihubungkan dengan kolik


ginjal. Kombinasi nyeri pinggang dan febris merupakan petanda, infeksi saluran kemih
dan dilatasi sistem kolektikus yang merupakan petanda timbulnya kedaruratan untuk
menghilangkan sumbatan. Pengobatan hanya dengan pemberian antibiotik saja kurang
memadai. Infeksi progresif menyebabkan sepsis urologi dan dilaporkan mortalitasnya
lebih dari 50%.
Tindakan emergensi ditujukan kepada pasien dengan kolik ginjal. Pasien di
anjurkan untuk tirah baring dan dicari penyebab lain. Berikan spasme analgetik atau
inhibitor sintesis prostaglandin (intravena, intramuskular, atau supositoria).
2. Pengambilan batu
o Batu dapat keluar spontan. Bila masalah akut dapat diatasi,
gambaran radiologis yang ditemukan adalah merupakan basis
penanganan selanjutnya. Didasarkan ukuran, bentuk dan posisi
batu dapat diestimasi batu akan keluar spontan atau harus
diambil. Sekitar 60-70% dari batu yang turun spontan sering
disertai dengan serangan kolik ulangan. Diberikan terapi atau
untuk pencegahan kolik, dijaga pembuangan tinja tetap baik,
berikan terapi anti-edema dan diberikan diuresis, dan aktivitas
fisis. Batu tidak diharapkan keluar spontan bila batu ukuran
sebesar atau melebihi 6 mm, disertai dilatasi hebat pelvis, infeksi
atau sumbatan sistem kolektivus dan keluhan pasien terhadap
nyeri dan kekerapan nyeri. Bila diperkirakan tidak
memungkinkan keluar spontan dilakukan tindakan pengambilan
batu dan pencegahan batu kambuh.
o Pengambilan batu
a. Gelombang kejutan litotripsi ekstrakorporeal
b. Perkutaneus nefrolitomi/cara lain
c. Pembedahan
3. Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
o Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
o Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
- Sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis
atau lemon sesudah makan malam).
- Batu ginjal tunggal (meningkatkan masukan cairan, mengontrol
secara berkala pembentukan batu baru).
o Pengaturan diet
- meningkatkan masukan cairan.
- Masukan cairan terutama pada malam hari akan meningkatkan
aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam
air kemih. Dari hasil uji coba didapatkan pada tahun ke-5 insidensi
pembentukan batu baru pada kelompok banyak minum 12%
dibandingkan kelompok kontrol 27%. Pada kelompok pembentuk
batu jumlah air kemih harian ditemukan 50-350 ml sedikit
dibanding kelopok kontrol.
- Hindari masukan minum gas (soft drink) lebih 1 liter perminggu.
Ditemukan kekambuhan batu sebesar 15 persen lebih tinggi dalam
3 tahun dibandingkan kelompk peminum cairan lain.
- Kurangi masukan protein (sebesar 1g/kg berat badan/hari).
Masukan protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalsium.
Ekskresi asam urat dan menurunkan sitrat dalam air kemih. Protein
binatang diduga mempunyai efek menurunkan pH air kemih lebih
besar dibandingkan protein sayuran karena lebih banyak
menghasilkan asam.
- Membatasi masukan natrium. Diet natrium rendah (80 sampai 100
mq/hari) dapat memperbaiki reabsorbsi kalsium proksimal
sehingga terjadi pengurangan ekskresi natrium dan ekskresi
kalsium. Penurunan masukan natrium dari 200 sampai 80 meq/hari
dilaporkan mengurangi ekskresi kalsium sebanyak 100 mg/hari
(2,5 mmol/hari).
- Masukan kalsium. Pembatasan masukan kalsium tidak dianjurkan.
Penurunan kalsium intestinal bebas akan menimbulkan
peningkatan ansorbsi oksalat oleh pencernaan, peningkatan
ekskresi oksalat dan meningkatkan saturasi kalsium oksalat air
kemih. Diet kalsium rendah dapat merugikan pasien dengan
hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan kalsium negatif akan
memacu pengambilan kalsium dari tulang dan dari ginjal. Keadaan
ini akan memperburuk penurunan densitas tulang pada beberapa
pasien.
4. Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan
kelainan metabolik yang ada.
- hiperkalsiuria idiopatik.
Batasi pemasukkan garam dan diberikan diuretik tiazid seperti
hidroklorotiazid perhari 25-50 mg. Regien ini dapat menurunkan
ekskresi kalsium sebanyak 150 mg/hari (3,75 mmol/hari).
Keduanya menurunkan insidensi batu baru sebesar 90 persen
(walaupun ada perbaikan 50-65 persen pada pasien sebagai
kelompok plasebo). Hindarkan terjadinya hipokalemia, bila perlu
ditambahkan kalium sitrat atau kalium bikarbonat.
- Pemberian fosfat netral (ortofosfat), yang mengurangi ekskresi
kalsium dan meningkatkan ekskresi inhibitor kristalisasi (seperti
pirofosfat).
- Hiperurikosuria (diberikan alupurinol 100-300 mg/hari).
Pembentukan batu baru menurun sampai 80 persen dengan
alupurinol (hanya 60 persen dengan plasebo).
- Hipositraturia (diberikan kalium sitrat). Hasil penelitian dengan
kontrol dilaporkan insidens pembentukan batu baru menurun pada
pasien hipositraturia dari 1,2 jadi 0,1 per tahun pasien dalam
kelompok yang diberikan kalium sitrat dibandingkan kelompok
plasebo yang tidak berubah. Manfaat ini dihubungkan dengan
ekskresi sitrat dalam air kemih meningkat 2 kali. Pemberian
minuman 2 buah jeruk nipis diberikan sesudah makan malam pada
pasien batu ginjal kalsium dengan hipositraturia dilaporkan dapat
meningkatkan ekskresi asam sitrat dan pH air kemih di atas 6
secara bermakna. Masukan 4 ons jus lemon perhari (dicampur
dengan air sebanyak 2 liter) meningkatkan ekskresi sitrat air kemih
pada 11 dari 12 pasien (rata-rata peningkatkan 142 sampai 346
mg/hari).
- Hiperoksaluria enterik. Diusahakan pengurangan absorbsi oksalat
intestinal, diberikan banyak masukan cairan, kalium sitrat (kalsium
sitrat untuk mengkoreksi asidosis metabolik bila ada), kalsium
karbonat (kalsium karbonat oral 1 sampai 4 g/hari utuk mangikat
oksalat lumen intestinal). Walaupun beberapa kalsium di absorbsi,
terjadi penurunan proporsi pada ekskresi oksalat. Berikan diet
rendah lemak dan diet rendah oksalat. Pertimbangan pemberian
fosfor elemental sebagai fosfat netral.
- Batu kalsium fosfat. Seperti pada pasien kalsium oksalat dapat
diberikan kalium sitrat.

Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih
rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari
analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berapa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minim cukup dan diusahakan produksi urine
sebanyak 2-3 liter per hari
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Pemberian medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah :


1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri
4. Rendah purin

Untuk diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri absorbtif tipe II.
Kesimpulannya penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan
sedini mungkin. Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu
saluran kemih. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati
gangguan akibat batu saluran kemih. Pengambilan batu dapat dilakukan dengan
pembedahan/litotripsi dan yang terpenting adalah pengenalan faktor resiko sehingga
diharapkan dapat memberikan pencegahan timbulnya batu saluran kemih yang lebih baik.
Skenario 3 modul 2
Saat berusia 21 tahun ibu ss (sekarang 40 th) mengalami infeksi pada ginjal kanannya
yang diobati dengan baik oleh seorang dokter, Sepuluh tahun kemudian luka pada ginjal
kanannya kambu saat ia hamil anak pertamanya, ”berkat bantuan dokter spesialis bayo
bisa diselamatkan”
Saat berusia 34 tahun lagi- lagi Ibu SS mengalami kabuh ginjal kanannya, akhirnya
melalui pemeriksaan ditemukan massa 2x3 cm diduga ganas. Akhirnya ginjal kanannya
diangkat untuk menyelamatkan persalinan, sekitar 7 bulan ginjal kirinya melemah dan
dianjurkan untk melakuakan hemodialisa.

Langkah pertama
a. Wanita 40 th mengalami infeksi pada ginjal kanan yang sudah diobati dengan
baik.
b. Pasien mempunyai riwayat penyakit infeksi pada ginjal saat berumur 21th
c. Saat usia 34 th ditemukan massa 2 x 3cm pada ginjal kanan, kemudian dilakukan
pengangkatan ginjal kanan
d. 7 bulan kemudian ginjal kirinya melemah.

Langkah Kedua

a. adakah pengaruh kehamilan pada ginjal?


b. Adakah hubungan kekambuhan ginjal kanan pada saat kehamilan pasien?
c. Bagaimana pengaruh kehamilan pada riwayat gangguan fungsi ginjal pasien?
d. Adakah pengaruh ginjal yang diangkat, dengan membesarnya ginjal kiri?
e. Apa diagnosis banding pasien ini?
f. Kenapa luka pada pasien tersebut bisa kambuh? Adakah hubungannya dengan
kehamilan?
g. Apa yang menyebabkan pasien tersebut harus menjalani hemodialisa?

Jawaban

a. Pengaruh kehamilan pada ginjal

Pada kehamilan struktur anatomi dan fisiologi ginjal mengalami perubahan. Pada
kehamilan, ukuran ginjal akan bertambah besar kira- kira 1cm, yang disebabkan retensi
cairan dalam pembuluh darah dan juga di jaringan interstitial. Selain itu juga terdapat
dilatasi pelvis, kaliks, ureter. Pelebaran ini terjadi pada trisemester kedua sampai 2 bulan
setelah kehamilan. Pelebaran ini terutama terjadi pada ginjal di bagian kanan, pengaruh
hormon progesteron diduga sebagai penyebab. Selain itu, pelebaran yang tidak sama ini
dimungkinkan terjadi karena perubahan uterus yang membesar dan mengalami
dekstrorotasi atau penekanan pada vena ovarium kanan yang terletak pada ureter, sedang
pada kiri tidak terdapat kanan adanya sigmoid sebagai bantalan.

Pengaruh hormon estrogen juga nampak pada pembesaran vesika urinaria, otot-
otot kandung kemih membesar, membengkak dan melebar.

Perubahan- perubahan lain yang terjadi pada kehamilan antara lain meningkatnya
GFR sebesar 30- 50 % atau sama dengan 150-250 mL/menit peningkatan GFR ini
disebabkan pengaruh laktogen plasenta yang mempunyai berbagai kesamaan dengan
growth hormon
Selain perubahan diatas, keseimbangan glomerulo-tubular juga mengalami perubahan.
Peningkatan GFR diikuti gangguan absorbsi beberapa zat organik seperti glukosa,
laktosa, kreatinin dan asam urat,dan beberapa zat terlarut lain yang dalam keadaan
normal tidak ada.Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi ginjal pada wanita
hamil adalah, seseorang yang hidronefrosis dan dengan fungsi ginjal yang supernormal.
b. Dari teori di atas terlihat jelas bahwa pada saat hamil, fungsi ginjal kanan
meningkat karena secara anatomis berhubungan dengan pembesaran uterus dan
mengalami dekstrorotasi atau penekanan pada vena ovarium kanan yang terletak
pada ureter, sedang pada kiri tidak terdapat kanan adanya sigmoid sebagai
bantalan. Selain itu juga pengaruh hormonal bisa dihubungkan dengan
pembesaran, yaitu hormon estrogen dan progesteron.Selain itu dilihat dari riwayat
pasien pernah mengalami infeksi pada ginjal kanannya tentu saja ini memperberat
riwayat penyakit ibu.

c. Pada dasarnya, kehamilan tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ginjal, kecuali


jika fungsi ginjal tersebut telah menurun (kreatinin serum > 1,5mg%) dan juga
terdapat hipertensi. penyakit- penyakit seperti GN kronik, TB renal, batu ginjal,
tidak dipengaruhi oleh kehamilan.

d. Pada saat ginjal kanan diangkat, ginjal kiri akan berkompensasi membesar dan
bekerja lebih berat dari biasanya, pada orang normal

e. Diagnosa banding pada pasien ini : adenokarsinoma ginjal, ca.urethra, karsinoma


sel transisional.

Mind mapping

Adeno
karsinoma

Massa Pengaruh
Diagnosis
2x3 kehmiln
banding
Ginjal kanan Pd gnjl?

Kanker
Urethra
PEMBAHASAN

Adenokarsinoma Renal

Adenokarsinoma Renal merupakan 3% dari keganasan pada usia lanjut dan 90-95 %
dari neoplasma yang mengenai ginjal, ditandai dengan kekurangan tanda-tanda awal,
manifestasi klinik yang bermacam-macam, dan resisten terhadap radiasi dan kemoterapi
dan jarang tetapi memberi respon terhadap imunoterapi seperti dengan interferon alfa dan
interleukin 2, pada jaman dulu tumor dipercaya berasal dari glandula adrenal, oleh karena
itu istilah hipernefroma lebih sering dipakai. Adenokarsinoma ginjal merupakan
keganasan yang berasal dari epitel tubulus proksimal ginjal, sebagian besar merupakan
clear sel karsinoma, sebagian chromophilik, chromophobik, oncocytoma, dan sebagian
kecil ductus collectivus

a. Epidemiologi

Di amerika serikat :

Insidensi adenokarsinoma ginjal adalah 3 % pertahun, kurang lebih 31000 kasus baru
timbul pada tahun 2000 dan lebih dari 11900 individu yang terkena mati, peningkatan
terbesar adalah di Afrika –Amerika.

Internasional :

Kematian akibat adenokarsinoma ginjal di seluruh dunia adalah 100.000 pada tahun
2001.

Angka Kematian

Adenokarsinoma ginjal adalah penyebab kematian keenam yang disebabkan oleh


kanker, kemampuan bertahan hidup 5 tahun dilaporkan oleh Robson pada tahun 1969,
dimana 66 % untuk stadium 1, 64 % untuk stadium 2, 42 % untuk stadium 3 dan 11 %
untuk stadium 4, terkecuali untuk stadium 1, angka ketahanan hidup tidak berubah untuk
beberapa decade.

RAS

Adenokarsinoma ginjal lebih sering diderita oleh orang eropa utara (Skandinavia)
dan amerika utara daripada orang Asia dan Afrika.

Di Amerika insidensi telah ekuivalen atau sama antara kulit putih dan afrika
Amerika, tetapi insidensi orang Afrika Amerika atau orang Negro meningkat cepat.

SEX

Adenokarsinoma ginjal prevalensinya atau angka kejadiannya 2 kali pada pria


dibanding wanita.

UMUR

Terjadi lebih sering pada dekade ke empat ke dekade keenam dari kehidupan,
penyakit ini dilaporkan mengenai usia lebih muda yang memiliki predisposisi familial.

Etiologi

Sel, lingkungan, genetik dan factor- factor hormonal telah dipelajari merupakan
penyebab yang mungkin untuk adenokarsinoma ginjal :

o Merokok memiliki faktor resiko ganda dan memberi kontribusi sepertiga


dari seluruh kasus, resiko tampak dari peningkatan jumlah dosis
ketergantungan merokok
o Kegemukan adalah factor resiko lain, pada wanita peningkatan berat
badan ada hubungan linier dengan peningkatan resiko
o Faktor lainnya dihubungkan dengan perkembangan dari penyakit termasuk
sbb:

 Hipertensi

 Terapi estrogen yang tidak tepat

 Pekerjaan yang memberi Pajanan dari produk-produk petroleum,


pelarut, besi-besi berat, asbes, emisi tungku arang.

 Resiko dari adenokarsinoma ginjal akan meningkat dengan hal


sbb:

o Penyalahgunaan dari phenacetin yang berisi analgesik

o Penyakit ginjal kistik didapat dihubungkan dengan


insufisiensi ginjal kronik

o Dialisis ginjal

o Sklerosis tuberous

o Transplantasi ginjal : dihubungkan dengan supresi imun

o Penyakit VHL ; penyakit yang diturunkan/diwariskan


dihubungkan dengan adenokarsinoma ginjal.

Histopatologi

Adenokarsinoma ginjal dibagi menjadi 5 subtipe :

Clear cell ( 70 % ), Kromofilik (15 %), Kromofobik (5 %), Oncocitoma (3 % ),


duktus kolektivus (2 % ).
Clear cell dengan sitoplasma yang kaya lipid dan glikogen yang merupakan
kekhasan yang menunjukkan delesi (3 p). Kromophilik cenderung menunjukkan bilateral
dan multifokal dan memiliki trisomi 7 atau 17. Sel poligonal dan sitoplasma retikuler
merupakan kekhasan dari kromophilik dan bukan delesi 3 p. Onkositoma ginjal berisi sel
eosinofil, jarang metastasis, tak menunjukkan delesi 3 p atau trisomi 7 atau 17

Karsinoma Ductus kolektivus biasanya tak memiliki karakteristik yang


bermacam- macam, dengan tanda-tanda klinis yang agresif, biasanya mengenai pasien-
pasien muda dan dapat menunjukkan lokal atau penyebaran yang luas, sel ini memiliki 3
tipe yang berbeda dalam pola pertumbuhannya ; asinar, sarkomatous, tubulopapiler,
prognosis buruk

Gambaran Klinik

Adenokarsinoma ginjal memiliki trias klasik yaitu hematuria makroskopik, nyeri


pinggang, dan massa didaerah ginjal, dan ini merupakan tanda bahwa penyakit telah
berkembang, 25 – 30 % pasien tanpa gejala, dan adenokarsinoma ginjal ditemukan pada
saat pemeriksaan radiologis secara insidental.

Tanda- tanda terumum :

o Hematuria ( 40 % )
o Sakit pinggang ( 40 %)

o Teraba massa pada daerah flank (25 % )

 Tanda- tanda dan gejala lain :

o Kehilangan berat badan ( 33% )

o Demam ( 20 % )
o Hipertensi ( 20 % )

o Lemah

o Hiperkalsemia ( 5 % )

o Keringat malam

o Varikokel , biasanya bagian kiri, obstruksi pada vena testikuler ( 2 % dari


laki-laki)

Adenokarsinoma ginjal adalah tumor yang unik dan menantang sebab frekuensi
dari penampakan sindroma paraneoplastik, yaitu sbb :

Hiperkalsemia, eritrositosis, disfungsi hepar non metastasis (sindroma stanfer),


polineuropaty, amiloidosis, anemia, demam, kakeksia, kehilangan berat badan,
dermatomiositis, peningkatan sedimentasi eritrosit dan hipertensi yang dihubungkan
dengan karsinoma sel ginjal. Cytokin dihasilkan oleh tumor ( IL- 6, Eritropoietin, Nitric
Okside ) menyebabkan kondisi- kondisi paraneoplastik Resolusi dari gejala- gejala atau
abnormalitas biokimia kadang- kadang mengikuti kesuksesan terapi dari tumor primer
atau yang telah metastasis

fisik

Gross hematuria dengan jendalan seperti cacing mengartikan perdarahan saluran


kencing bagian atas, hipertensi, adenopati supraklavikula dan massa di abdominal, 30 %
pasien dengan adenokarsinoma ginjal menampakkan metastasis, test fisik dapat termasuk
untuk evaluasi untuk penyakit dengan metastasis, organ- organ yang terlibat adalah sbb :

- Paru- paru ( 75 % )

- Jaringan lunak ( 36 % )

- Tulang ( 20 % )
- Hati ( 18 % )

- Kulit ( 8 % 0

- Sistem syaraf pusat ( 8 % )

Varicocel dan temuan paraneoplastik sindrom mengangkat kecurigaan klinik untuk


diagnosis

Diagnosis

Diagnosis Adenokarsinoma ginjal dapat kita tegakkan dengan

1. Anamnesa : gejala-gejala Adenokarsinoma ginjal, faktor predisposisi, dan riwayat


penyakit dahulu.

2. Laboratorium :

 Analisa urine
 CBC dan diffferensiasinya

 Elektrolit

 Profil ginjal

 Test fungsi hati

 Calcium

 Sedimentasi eritrosit

 Waktu protrombin

 APTT

 Test lain yang diindikasikan dengan gejala- gejala yang tampak


Studi Image / Pencitraan

Sebagian besar pasien dengan kanker ginjal dapat diketahui dengan cara studi
image, nomor dari modalitas diagnostik dipakai untuk evaluasi dari stadium, studi image
yang dipakai sbb :

- Urografi ekskretori
- CT Scan

- USG

- Arteriografi

- Venografi

- MRI

Determinasi massa diginjal merupakan jinak atau ganas dapat sulit dengan studi
radiologis, dapat diketahui dengan karakteristrik dari massa di ginjal yang mana tumor
jinak dapat dibedakan dengan ya ng ganas.

Ekskretori urografi tidak digunakan untuk evaluasi awal dari massa diginjal sebab
sensitivitas dan spesivitas, ukuran tumor sulit dinilai dengan urografi ekskretori CT Scan
adalah prosedur pilihan untuk diagnosis stadium kanker, dapat membedakan massa solid
dan kistik, suplai dari limfatikus, vena renalis dan vena kava Test dengan ultrasound
dapat untuk stadium dan informasi diagnostik, U S G akurat untuk detail dari anatomi
dan ekspansi tumor ekstra renal

Klasifikasi

Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan stadium Adenokarsinoma renal


yaitu system TNM dan Robson :

Modifikasi menurut ROBSON dari flacks dan Kadesky system tidak rumit dan dipakai
dalam praktek klinik, system ini telah digunakan untuk korelasi stadium
Sistem stadium ROBSON sbb:

- Stadium 1- Tumor terbatas dalam kapsul ginjal


- Stadium 2- Tumor invasi kejaringan lemak perinefron tapi didalam fascia
gerota

- Stadium 3- Tumor invasi ke vena renalis atau vena kava inferior atau
limfonodi regional atau kedua-duanya

- Stadium 4- Tumor invasi dekat dengan viscera (kecuali kelenjar adrenal


ipsilateral ) atau distal.

Tumor, Nodul, Metastasis ( TNM), Klasifikasi dibuat oleh AJCC, Hal terpenting
dari sistem TNM adalah dapat secara jelas membedakan secara individual dengan
penyakit pada nodus local, dalam AJCC, stadium 3A adalah sama dengan metastasis
limfonodi local (3 B ), Angka ketahanan hidupnya sama, prognosis pasien dengan
stadium 3 A sama dengan stadium 1 dan 2(2,4,5).

Sistem TNM sbb :

- TX. Tumor primer tak dapat dinilai


- T0. Tak tampak fakta-fakta tumor primernya

- T1. Tumor 7 cm atau lebih kecil, terbatas pada ginjal

- T2. Tumor lebih dari 7 cm terbatas pada ginjal

- T3. Tumor pada vena besar atau invasi keglandula adrenal atau perinefron
tak melebihi fascia gerota

i. T3 a. Tumor invasi keglandula adrenal atau jaringan perinefron


tapi tak melebihi fascia gerota

ii. T3 b.Tumor invasi kevena renalis atau vena kava


iii. T3 c. Tumor masuk vena ginjal atau vena renalis diatas…

- T4. Tumor invasi melewati fascia gerota

Limfonodi Regional

- Nx. Limfonodi regional tak dapat dinilai


- N0. Taka ada metastasis kelimfonodi regional

- N1. Metastasis pada 1 limfonodi regional

- N2. Metastasis pada > 1 limfonodi regional

Metastasi jauh ( M )

- MX- Metastasis jauh tak dapat dinilai


- M0- Tak ada metastasi jauh

- M1- Metastasis jauh

Stadium AJCC:

- Stadium 1 AJCC- T1 N0 M0
- Stadium 2 AJCC- T2 N0M0

- Stadium 3 AJCC-T1-2, N1M0 atau T3a-c, N0-1,M0

- Stadium 4 AJCC-T4 atau T, N2, M0 atau T, N, M1.

FARMAKOTERAPI

Farmakoterapi untuk memacu remisi, mereduksi morbiditas, mencegah komplikasi


Kategori obatnya adalah sbb :

Aldesleukin (Proleukin )-IL-2, Faktor pertumbuhan sel T, activator sel T dan sel natural
killer, berefek pada pertumbuhan tumor dengan aktivasi sel limfoid invivo, tanpa
mempengaruhi proliferasi sel tumor secara langsung. Dosis: 600.000- 700.000 IU/kg atau
perprotokol Kontraindikasi : Hipersensitivitas, Interaksi : Kortikosteroid akan
menurunkan efek antitumornya, NSAID meningkatkan terjadinya sindroma kebocoran
kapiler, dan akan berpotensiasi efeknya apabila diberikan bersama dengan obat
antihipertensi.

Interferon alfa 2a ( Roferon A) dan 2b ( Intron A)- interferon adalah glikoprotein


alami dengan antiviral, antiproliferasi dan perangsang sistem imun, obat ini memiliki
efek antiproliferasi secara langsung pada tumor ginjal, menstimulasi sel mononuclear dari
tubuh, dan menampakkan histokompatibilitas mayor terhadap komplek molekul. Dosis: 6
juta IU/ m2 atau perprotokol. Interaksi : menghambat efek antitumor dari cyklofosfamid,
meningkatkan efek dari phenitoin dan fenobarbital, dengan teofilin akan meningkatkan
toksisitas, dengan cimetidin akan menigkatkan efek antitumor, dengan zidovudin dan
vinblastin akan meningkatkan toksisitas

Vinblastin (Velban, Alkaban- AQ) – Vinka Alkaloidde dengan efek sitotoksik ,


spesifik pada tubulin, mencegah polimerisasi, dari tubulin dimmer, mencegah
pembentukan mikrotubulus.Dosis sama perprotokol. Interaksi : dapat mereduksi tingkat
fenitoin dalam plasma, dengan mitomycin –c dapat menyebabkan peningkatan toksisitas
yang signifikan.

Gemcitabin ( Gemzer )- analog dengan cytidin. Setelah metabolisme intraseluler untuk


nukleotid aktif, menghambat RNA reduktase dan bersaing dengan deoxy cytidine
triphospat untuk inkorporasi kedalam DNA

5- Fluoro Urasil ( Adrucil)- Antimetabolit Pirimidin fluorinat yang menghambat


thymidilat sintase dan bercampur dengan RNA sintase dan fungsi telah spesifik dalam sel
siklus dengan aktivitas fase S menghambat thymydilat sintase dengan metabolit 5 fu f-
dump.Metabolit FUTMP inkorporat kedalam DNA, menyebabkan alterasi dari proses
RNA dan menghambat sintesis DNA.Interaksi : meningkatkan resiko perdarahan dengan
antikoagulan, NSAID, platelet inhibitor, agen trombolitik, imunosupresan lain yang
eksaserbasi menyebabkan toksisitas pada sumsum tulang; Leucovorin menyebabkan
toksisitas dan aktivitas antitumor ketika diberikan sebelum 5- FU ; analog antifolat
( Metotrexate dan Trimetreksate ) meningkatkan pembentukan 5-FU metabolit:
thymidine dan uridine menyebabkan toksik pada tubuh.

Prognosis

Metastasis penyakit menyebabkan peningkatan harapan hidup penderita dengan :


1. Interval bebas penyakit yang panjang antara nefrektomi dan penampakan metastasis, 2.
metastasis hanya diparu-paru, 3. status performan yang bagus, 4. jauhnya tumor primer,
harapan hidup 5 tahun :

- Setelah nefrectomi secara radikal untuk stadium 1 adenokarsinoma ginjal,


kemampuan hidup 5 tahun kira- kira 94 %, dan pasien dengan stadium 2
kira-kira 79 %.
- Ketahanan hidup 5 tahun dihubungkan T1 adalah 95 % dan dengan T2
adalah 88 %, T3 59 %, T4 adalah 20 %.

- Pasien dengan keterlibatan limfonodi regional atau penyebaran ke ekstra


kapsuler ketahanan hidupnya adalah 12- 25 % keterlibatan dari vena renal
tidak berpengaruh pada prognosis, untuk stadium III B, dengan
pembedahan yang efektif yang jauh dari vena renal atau vena kava inferior
ketahanan hidupnya adalah 25- 50 %.

- Stadium IV ketahanan hidupnya selama 5 tahun adalah rendah yaitu 0- 20


%.

- Ada 5 faktor yang dipakai untuk memprediksi ketahanan hidup dari pasien
dengan metastasis karsinoma renal, factor- factor ini dipakai untuik
mengkategorikan pasien dalam 3 group yaitu : pasien dalam resiko baik
( factor resiko 0 ) memiliki kemampuan hidup 20 bulan, pasien dengan
resiko intermediet ( 1 –2 faktor resiko ) ketahanan hidup selama 10 bulan,
pasien dengan factor resiko yang buruk ( 3 atau lebih factor resiko )
ketahanan hidup hanya 4 bulan, factor- factor yang dipakai untuk
menentukan prognosis adalah SBB :

- Status performance yang rendah ( < 80 %)

- Level yang tinggi dari serum laktat dehidrogenase ( > 1,5 dari batas
normal )

- Hemoglobin yang rendah ( dibawah batas terendah dari normal )

- Serum calcium terkoreksi yang tinggi ( > 10 mg/ dl )

- Tidak dilakukan nefrektomi sebelumnya.

Kanker Uretra

DEFINISI

Kanker Uretra adalah suatu keganasan yang jarang terjadi, yang ditemukan di
dalam uretra.

Uretra merupakan saluran tempat keluarnya air kemih dari kandung kemih.

Pada wanita, panjang uretra adalah sekitar 3,75 cm dan ujungnya adalah berupa
lubang yang terletak diatas vagina. Pada pria, panjang uretra adalah sekitar 20 cm,
menembus kelenjar prostat dan berakhir sebagai sebuah lubang di ujung penis. Kanker
uretra lebih sering terjadi pada wanita. Bagian dari uretra yang terletak di dekat lubang
keluarnya disebut uretra anterior dan kanker yang bermula dari daerah ini disebut kanker
uretra anterior. Bagian dari uretra yang terletak di dekat kandung kemih disebut uretra
posterior dan kanker yang berawal di daerah ini disebut kanker uretra posterior.

Uretra posterior terletak lebih dekat dengan kandung kemih dan jaringan lainnya,
sehingga kanker di daerah ini lebih mungkin tumbuh menembus lapisan dalam uretra dan
jaringan di dekatnya.

Kadang penderita kanker kandung kemih juga menderita kanker uretra yang
disebut sebagai kanker uretra yang berhubungan dengan kanker kandung kemih.

Kanker uretra kambuhan adalah kanker uretra yang kambuh kembali setelah
diobati, bisa kambuh di tempat yang sama atau di bagian tubuh yang lain.

Karunkulus uretra adalah pertumbuhan jinak (non-kanker) yang lebih sering


terjadi, berupa pertumbuhan kecil, berwarna merah dan menimbulkan nyeri di samping
lubang uretra pada wanita. Karunkulus uretra menyebabkan adanya darah dalam air
kemih dan keadaan ini diatasi dengan pengangkatan melalui pembedahan.

PENYEBAB

Penyebab terjadinya keganasan pada sel-sel uretra tidak diketahui.

GEJALA KLINIS

Gejala pertama biasanya adanya darah di dalam air kemih (hematuria), yang
mungkin hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik atau bisa juga tampak
sebagai air kemih yang berwarna kemerahan.

Aliran air kemih bisa tersumbat, sehingga penderita mengalami kesulitan dalam
berkemih atau aliran air kemih menjadi lambat dan sedikit.

DIAGNOSA

Dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui dan merasakan adanya benjolan di dalam
uretra. Pada pria, sebuah sitoskopi bisa dimasukkan ke dalam penis untuk melihat uretra.
Jika ditemukan sel atau tanda-tanda kelainan, maka diambil contoh jaringan (biopsi)
untuk diperiksa dengan mikroskop (biopsi).

PENGOBATAN
Pengobatan untuk kanker uretra bisa dilakukan dengan cara:

 Pembedahan
 Terapi penyinaran, menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya untuk membunuh sel-sel kanker
 Kemoterapi, menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.

Pembedahan untuk mengangkat kanker uretra terdiri dari:

o Elektrofulgurasi, menggunakan arus listrik untuk mengangkat kanker.


Tumor dan daerah di sekitarnya dibakar lalu diangkat dengan pisau bedah.
o Terapi laser.
o Sistouretrektomi (pengangkatan kandung kemih dan uretra).

Pada pria, sebagian penis yang mengandung kanker uretra bisa diangkat melalui
pembedahan yang disebut penektomi parsial. Kadang dilakukan pengangkatan seluruh
penis (penektomi). Setelah sebagian atau seluruh penisnya diangkat, bisa dilakukan bedah
plastik untuk membuat penis yang baru .Pada wanita bisa dilakukan pembedahan untuk
mengangkat uretra, kandung kemih dan vagina, Untuk membuat vagina baru, dilakukan
bedah plastik.

Kanker uretra anterior

Untuk wanita:

 Elektrofulgurasi
 Terapi laser
 Terapi penyinaran eksternal atau internal
 Terapi penyinaran diikuti oleh pembedahan atau terapi pembedahan saja untuk
mengangkat uretra dan organ di panggul bawah (eksanterasi anterior) atau untuk
mengangkat tumornya saja (jika kecil). Dibuat saluran baru untuk membuang air
kemih (diversi uriner).
Untuk pria:

 Elektrofulgurasi
 Terapi laser
 Penektomi parsial
 Terapi penyinaran.

Kanker uretra posterior

Untuk wanita, dilakukan terapi penyinaran yang diikuti oleh pembedahan atau
pembedahan saja untuk mengangkat uretra, organ panggul bawah (eksenterasi anterior)
atau tumornya saja (jika kecil). Kelenjar getah bening di dalam panggul biasanya
diangkat (diseksi kelenjar getah bening) dan kelenjar getah bening di paha bagian atas
bisa diangkat atau bisa juga dibiarkan. Dibuat saluran baru untuk membuang air kemih.

Untuk pria, pengobatan terdiri dari terapi penyinaran yang diikuti dengan
pembedahan atau pembedahan saja untuk mengangkat kandung kemih dan prostat
(sistoprostatektomi) serta penis dan uretra (penektomi).

Kelenjar getah bening di dalam pelvis diangkat, kelenjar getah bening di paha bagian atas
bisa diangkat bisa tidak. Dibuat saluran baru untuk membuang air kemih.Kanker uretra
yang berhubungan dengan kanker kandung kemihDilakukan pengangkatan kandung
kemih dan uretra (sistouretrektomi).

Kanker uretra kambuhan

Pengobatan tergantung kepada teknik pengobatan yang pernah dijalani penderita


sebelumnya.Jika sebelumnya telah dilakukan pembedahan, maka pengobatannya berupa
terapi penyinaran dan pembedahan untuk mengangkat kanker. jika sebelumnya telah
dilakukan terapi penyinaran, maka pengobatannya berupa pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1.anonim, Renal Cell Carcinoma, http://search.ebscohost.com./ renal urothelial ca.html


2. Desen,wan, Buku Ajar Onkologi klinis, Edisi 2, Jakarta : FKUI,2008.

3. Price A.S, Wilson M.L, Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Penyakit, Edisi 4, Jakarta,
1995.

4. Sjamsuhidayat R, de Jong W Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta : EGC,1997.

MODUL 3
MODUL 3
INFEKSI, INFLAMASI DAN DEGENERASI
Skenario 1
Seorang wanita usia 32 tahun. Tahun lalu ia menjalani check up rutin. Ia merasa sehat
hanya kadang-kadang merasa anyang-anyangan yang cukup mengganggu. Dari
pemeriksaan urin ternyata ditemukan sel darah merah berjumlah 6-8 buah, dan sel darah
putih 10-13 buah. Ia dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kelainan
urin tersebut. Kemudian ia kerumah sakit dan dilakukan beberapa pemeriksaan antara
lain pemeriksaan lab darah dan USG tapi tidak ditemukan suatu kelainan. Namun selama
3 bulan kontrol di rumah sakit dan mendapat pengobatan, urinnya diperiksa selama 3 kali
dan tetap ditemukan sel darah merah antara 6-10 buah.

Langkah I
a) Daftar Istilah
- Anyang- anyang : kencing sedikit-sedikit disertai rasa nyeri saat kencing dan
rasa tidak puas saat habis berkemih.

b) Keyword
- ♀ 32 tahun
- Anyang- anyangan yang mengganggu
- Pada urin ditemukan eritrosit 6-8 buah = hematuria , leukosit 10-13.
- Tidak ada kelainan pada Px lab. dan USG.
- Sudah diobati, dan tetap ditemukan eritrosit sebanyak 6-10 buah pada urin
setelah 3x pemeriksaan.
Langkah II
a) Daftar Masalah
- Apa yang menyebabkan pasien merasa anyang-anyangan ?
- Apa yang menyebabkan dalam urin pasien ditemukan eritrosit dan leukosit?
- Bagaimana hubungan antara anyang-anyang yang dialami dengan adanya sel
darah merah dan leukosit pada urin?
- Berapa nilai normal adanya eritrosit dan leukosit pada urin?
- Mengapa masih ditemukan adanya sel darah merah dalam urin setelah
dilakukan pengobatan?
- Jenis pengobatan apa yang seharusnya diberikan?
- Diagnosis banding dari kasus ini?

Langkah III
a) Analisis Masalah
- Pasien merasa anyang-ayang mungkin dikarenakan terjadi infeksi pada
saluran kemihnya. Sehingga akan menyebabkan peradangan pada saluran
kemih dan membuat urin yang keluar sedikit dan disertai sedikit rasa sakit.
Anyang-anyang juga bisa terjadi jika seseorang tidak bisa menjaga kebersihan
saluran kemihnya. Sehingga banyak bakteri yang nantinya akan menyebabkan
infeksi masuk kedalam saluran kemih.
- Adanya sel darah merah dan leukosit yang ditemukan dalam urin biasanya
disebut dengan hematuria. Hematuria ini bisa menunjukkan adanya kelainan
pada ginjal dan saluran kemih seseorang. Kemungkinan yang terjadi pada
pasien diatas sehingga bisa terjadi hematuria adalah adanya infeksi pada
saluran kemih pasien itu.
- Hubungan antara anyang-anyang dengan ditemukan sel darah pada urin
pasien adalah anyang-anyang yang merupakan salah satu tanda infeksi akan
mengakibatkan terjadinya peradangan saluran kemih pasien yang natinya
menyebabkan hematuria.
- Nilai normal eritrosit yang bisa terdapat pada urin adalah 0-3 buah
perlapangan pandang. Sedangkan untuk leukosit sendiri 0-5 buah perlapangan
pandang.
- Jika diduga adanya infeksi maka jenis pengobatan yang disarankan adalah
pemberian antibiotik seperti trimetoprim dan amoksisilin. Untuk mengatasi
anyang-anyangan yang dirasakan pasien, bisa dilakukan dengan minum air
yang banyak.
- Dalam kasus ini, mengapa eritrosit masih ditemukan mungkin dikarenakan
pengobatan yang dilakukan tidak sesuai, sehingga masih terdapat sel darah
merah dalam urin. Dan juga mungkin karena semakin memberatnya penyakit
yang dialami pasien.
- Beberapa diagnosis yang dapat dibuat adalah penyakit-penyakit infeksi
saluran kemih, seperti pyelonefritis, ureteritis, sistitis, dan juga uretritis.

Langkah IV
a) Mind Mapping

Hematuria

Infeksi
Saluran
Kemih
(Bawah)

Sistitis
Langkah V
a) Pembahasan
1. Hematuria
i) Definisi
- Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah didalam urin.
ii) Etiologi
- Umum : infeksi / inflamasi (pielonefritis, glomerulonefritis,
ureteritis, sistitis, uretritis), batu saluran kemih (Ca oksalat
80%, tripel fosfat 10%, urat 10%, sistin <1%), tumor
kandung kemih/ginjal/prostat, glomerulonefritis,
skistosomiasis.
- Jarang : hipertensii, trauma ginjal, Nekrosis papila, infark ginjal, dll.
- Sebab-sebab ini berbeda sesuai usia, untuk anak-anak lebih sering
terjadi karena sebab glomerular, sedangkan tumor dan batu lebih sering
terjadi pada manula.
iii)Klasifikasi
- Hematuria mikroskopik : - Hematuria yang secara kasat mata tidak
dapat dilihat sebagai urin yangn
berwarna merah tetapi terdapat sel darah
merah >3 / lp dalam urin dilihat dari
pemeriksaan dengan mikroskop.
- Hematuria makroskopik : - Hematuria yang secara kasat mata dapat
dilihat sebagai urin yang berwarna
merah.
iv)Pemeriksaan Penunjang
- Px mikroskopik : - adanya eritrosit dalam bentuk kepingan
dismorfik ( bentuk abnormal) menunjukkan
perdarahan glomerular.
- adanya leukosit menunjukkan adanya
peradangan
- Urinalisis : untuk mengetahui apakah hematuria disebabkan oleh
kelainan di glomerular atau bukan. PH urin yang sangat
alkalis dapat menjadi penanda bahwa danya infeksi
organisme pemecah urea didalam saluran kemih,
sedangkan pH yang sangat asam akan mungkin
berhubungan dengan danya batu pada saluran kemih.
- IPV : Untuk melihat apakah ada batu pada saluran kemih,
kelainan bawaan saluran kemih, trauma saluran kemih,
serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
- USG : Untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus,
adanya batu non opak, bekuan darah pada buli-buli.

2. Infeksi Saluran Kemih


i) Definisi
- ISK merupakan suatu istilah yang menyatakan adanya invasi
mikroorganisme pada saluran kemih.
ii) Etiologi
- Lebih sering mengenai wanita daripada pria. Hal ini dikarenakan
panjang uretra wanita lebih pendek daripada pria, oleh karena itu
bakteri sangat mungkin untuk masuk kedalam saluran kemih.
- Bakteri yang sering menyebabkan terjadi infeksi pada saluran kemih
bawah adalah E. Coli, Proteus spp, Klebsiela spp, Stafilokokkus aureus,
dll.
iii)Patofisiologi
- Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk kedalam
saluran kemih dan berbiak di dalam urin. Mikroorganisme memasuki
saluran kemih melalui 3 cara yaitu : ascending, hematogen sperti pada
penularan M.tuberculosis & S. Aureus, limfogen, langsung dari organ
sekitar yang terinfeksi.
- Infeksi hematogen biasanya terjadi pada pasien yang memiliki daya
tahan tubuh yang rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau
pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif. Misalnya
infeksi S.aureus pada ginjal yang terjadi akibat penyebaran hematogen
dari fokus infeksi dit ulang, kulit, ataupun ditempat lain.
- Infeksi ascending dibagi menjadi 4:
=> Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina.
=> Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, dapat
dipengaruhi oleh faktor anatomi misalnya pada wanita yang
memeiliki uretra yang pendek dan lebih dekat ke anus. Faktor
tekanan urin pada waktu miksi, mikroorganisme akan naik ke VU
pada waktu miksi karena tekanan urin dan menyebabkan refluks ke
dalam VU setelah pengeluaran urin. Dapat juga disebabkan karena
faktor kebersihan organ genital.
=> Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung
kemih
=> Naiknya bakteri dari VU ke ginjal, disebabkan oleh refluks
vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari pelvis ke korteks karena
refluks intra renal. Refluks vesikoureter adalah keadaan patologis
karena tidak berfungsinya valvula vesikiureter sehingga aliran urin
naik dari VU ke ginjal.
iv)Klasifikasi
- ISK dibagi menjadi 2 yaitu : ISK bawah dan ISK atas
- ISK bawah terdiri atas sistitis, uretritis.
- ISK atas terdiri atas pielonefritis, ureteritis.
v) Gejala Klinis
- ISK bawah : rasa sakit atau panas di uretra sewaktu kencing dengan air
kemih yang sedikit-sedikit disertai rasa tidak enak di suprapubik.
- ISK atas : gejala sakit kepala, malaise, demam, mual, muntah,
menggigil, nyeri pinggang.
vi)Pentalaksanaan
- ISK bawah :
=> Pemberian antibiotik tunggal seperti ampisilin 3 gram, trimetoprin
200 mg
- ISK atas :
=> Terapi antibiotik IV dapat diberikan fluorokuinolon,
aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin, sefalosporin dengan
spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida, diberikan selama
terapi awal yaitu 48-72 jam sebelum mikroorganisme penyebabnya
diketahui.

3. ISK bawah
Sistitis
- Sistitis adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi oleh bakteri.
- Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
Entercocci, Proteus, dan Stafilokokkus aureus yang masuk ke buli-buli
melalui uretra.
- Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu
pada keadaan diabetes melitus atau trauma lokal minor seperti pada saar
senggama.
- Gambaran Klinis : Adanya inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli
menjadi kemerahan (eritema), edema, dan
hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine,
akan mudah terangsang untuk segera
mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala
frekuensi. Mukosa buli-buli mudah berdarah
sehingga menimbulkan hematuria.
- Terapi : Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan
antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari).
Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan dipilih antimikroba
yang masih cukup sensitif terhadap kuman E.coli, antara lain
nitrofurantoin, trimetoprim-sulfametoksazol, atau ampisilin.
Untuk mencegah terjadinya hiperiritabilitas kadang-kadanng
dibutuhkan obat antikolinergik (propantheline bromide)
untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin
hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih.

MODUL 3

Skenario 2

Bp JP, 40 tahun, adalah seorang petani. Sudah 2 minggu ini mengeluh demam,
nyeri ketika berkemih dan urine keruh, bahkan 2 hari terakhir terdapat nanah di dalam air
kemihnya. Ia juga merasakan nyeri di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul.
Setelah dilakukan urinalisis, menunjukan adanya sedikit protein, ditemukan sel darah
merah 6-8, nanah dan sel-sel tubulus renalis. Oleh dokter kemudian diberi obat dan di
informasikan untuk menghindari perilaku seks bebas.

I. Kata-kata sulit
* urinalisis : pemeriksaan urin untuk menunjukkan adanya zat-zat
dalam keadaan biasa tidak terdapat dalam urin atau menunjukkan
perubahan kadar zat yang dalam keadaan biasa terdapat dalam
urin, terdiri dari pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.
* tubulus renalis : bagian dari nefron yang berfungsi sebagai tempat
reabsorpsi zat- zat yang masih diperlukan oleh tubuh.
Keyword :
Lk, 40 tahun  - demam, disuria, dan urin keruh sejak 2 minggu terakhir.
- sejak 2 hari terakhir terdapat nanah dalam urin
- nyeri di antara tulang rusuk dan tulang pinggul
- hasil urinalisis : terdapat protein, eritrosit, nanah, dan sel-sel tubulus
dalam urin..

II. Menetapkan masalah


1. Mengapa terjadi demam, nyeri ketika berkemih dan urine keruh?
2. Apa yang menyebabkan terdapat nanah dalam urine?
3. Penyebab nyeri di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul
4. Interpretasi dari urinalisis ( adanya protein, eritrosit 6-8, nanah, dan sel
tubulus renalis)?
5. Mengapa dokter menganjurkan untuk menghindari perilaku seks bebas?
6. DD

III. Analisa masalah


1. Demam terjadi karena adanya infeksi bakteri pada ginjal.
Nyeri ketika berkemih karena ada inflamasi pada saluran kemih. Disuria
pada awal miksi biasanya berasal dari kelainan pada uretra sedangkan jika
pada akhir miksi adalah kelainan pada buli-buli.
Urine keruh menunjukkan adanya sel-sel nanah epitel akibat infeksi saluran kemih
atau kristal garam dari asam urat maupun asam fosfat. Disebabkan karena adanya
kerusakan pada bagian nefron sehingga ada gangguan proses filtrasi dan reabsorpsi
yang menyebabkan adanya zat-zat yang terekskresi bersama urine.

2. Adanya nanah di urine disebabkan karena infeksi bakteri yang merusak sel-sel epitel
yang mengakibatkan perdarahan dan bercampurnya dengan urine akan menjadi
nanah.
3. Nyeri akibat penyakit ginjal biasanya dirasakan di punggung, yaitu di daerah flank
(diantara tulang rusuk dan pinggul bagian belakang).
Penyebabnya adalah peregangan kapsula renalis (bagian luar ginjal, yang peka
terhadap nyeri); hal ini bisa terjadi pada berbagai keadaan yang menyebabkan
pembengkakan jaringan ginjal.

4. Adanya protein, eritrosit, nanah, dan sel-sel tubulus renalis menunjukkan adanya
kerusakan pada ginjal terutama pada bagian glomerulus dan tubulus.
Jumlah eritrosit >2/LP menunjukkan adanya iritasi atau inflamasi.

5. Dokter menyarankan untuk menghindari perilaku seks bebas karena gejala-


gejala yang dialami pasien dapat disebabkan oleh perilaku seks bebas.

6. DD  pielonefritis akut, pielonefritis kronik, uretritis, prostatitis, cystitis


dan gonorrheae.

IV. Mind mapping

Gonorrheae Pielonefritis
Uretritis akut & kronik

Prostatitis DD Cystitis

Mengapa ada Penyebab nyeri di


nanah di urin? ISK antara tulang rusuk
dan tulang pinggul

Penyebab
demam, disuria Hubungan dengan
perilaku seks bebas

Usaha promotif
& preventif
V. Pembahasan

A. Pielonefritis akut dan kronik

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang
dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai
parenchym maupun renal pelvis (pyelum=piala ginjal). Penyebabnya adalah bakteri
E.coli.

Patofisiologi pielonefritis akut : bakteri masuk kedalam pelvis ginjal dan terjadi
inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembengkakan di daerah tersebut, dimulai dari
papilla dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cystitis,
prostatitis (ascending) atau karena infeksi streptococcus yang berasal dari darah
(descending). Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi
setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian
bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius
atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar
disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal
dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi. Pielonefritis akut sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya
diawali dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang
membesar.

Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. PIelonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi.
Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang
berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.

Tanda dan gejala pielonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau
pelebaran penampang ginjal, demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada
pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik, disuria, nyeri tekan
costovertebral.

Tanda dan gejala pielonefritis kronik antara lain adanya serangan pielonefritis
akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang spesifik, keletihan, sakit
kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun, adanya poliuria, haus yang berlebihan,
azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun, kesehatan
pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal. Terjadi
ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks. Ginjal mengecil dan
kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.

Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau
yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih. Pielonefritis kronis terjadi
akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak.
Pemeriksaan diagnostik pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan IVP,
cystoscopy, cultur urin, dan biopsi ginjal.

Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih parah
dan memperbaiki kondisi pasiern yaitu berupa terapi suportif dan pemberian antibiotika.
Antibiotika yang digunakan pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisida dan
berspektrum luas yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke jaringan
ginjal. Golongan obat-obat itu adalah aminoglikosida yang dikombinasikan dengan
aminopenisilin (ampisilin atau amoksisilin).

B. PROSTATITIS
Prostatitis adalah peradangan prostat, dapat bersifat akut atau kronik dan
penyebabnya mungkin bakteri atau non bakteri. Sebagian besar infeksi bakteri pada
prostat disebabkan oleh organisme negatif-gram, terutama E.coli. organisme penyebab
lain adalah enterokokus, stafilokokus, streptokokus, dan N.gonorrheae. Infeksi prostat
oleh bakteri dapat disebabkan oleh adanya atau riwayat infeksi di uretra dengan
penjalaran asendens bakteri dari uretra melalui duktus prostatikus di prostat, refluks urine
dari kandung kemih yang terinfeksi atau penyebaran hematogen.

Prostatitis bakterial akut menyebabkan demam sampai 39-40 0C, menggigil, nyeri
pinggang, malaise, nyeri perineum, disuria, spasme uretra, dan nyeri tekan suprapubis.
Pemeriksaan per rectum akan memperlihatkan nyeri tekan, pembengkakan, dan
peningkatan suhu prostat.
Prostatitis bakterial kronik merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih
berulang pada laki-laki. Gejalanya adalah disuria, sering berkemih, dan nyeri di daerah
punggung, perineum, dan suprapubis. Pasien sering asimptomatik sampai terjadi
bakteriuria yang signifikan.

Terapi antimikroba supresif dapat menyebabkan gejala hilang total, tetapi angka
kesembuhan tidak konsisten. Pada kasus prostatitis kronis bakterialis yang tidak
berespons terhadap antibiotik dan prostatitis kronik non bakterialis, terapi ditujukan
untuk menghilangkan gejala.

C. URETRITIS
Uretritis adalah peradangan pada uretra. Disebabkan oleh kuman gonorrhoe.
Uretritis digolongkan sebagai gonoreal atau nongonoreal. Kadang-kadang uretritis terjadi
tanpa adanya bakteri.

Patofisiologi uretritis gonorhoeal disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan


ditularkan melalui kontak seksual. Pada pria inflamasi orifosium meatal terjadi disertai
rasa terbakar ketika urinasi. Pada pria melibatkan jaringan disekitar uretra menyebabkan
periuretritis, prostitis, epididimis dan striktur uretra. Uretritis non gonorhoeal tidak
berhubungan dengan neisseria gonorrheae, biasanya disebabkan oleh Klamidia
trakomatik atau Ureaplasma urelytikum.

Fase akut biasanya disertai dengan disuria. Kadang gejala dan tanda agak samar
serta tidak terlalu mengganggu. Pada gonore kadang gejalarnya lebih berat sampai
bernanah. Infeksi gonore yang disebabkan diplokokkus Neisseria gonorheae, merupakan
penyakit penting karena dapat mengakibatkan striktur fibrosa di uretra posterior karena
jaringan parut.

Tanda dan gejala antara lain mukosa merah dan edema, terdapat cairan eksudat
yang purulent, ada ulserasi pada uretra, ada rasa gatal, pada pria pembuluh darah kapiler
melebar, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok nanah.

Pemeriksaan diagnostik dilakukan pemeriksaan terhadap sekret uetra untuk


mengetahui kuman penyebab. Tindakan pengobatan antara lain dengan pemberian
antibiotika dan bila terjadi striktura, dilakukan dilatasi uretra dengan menggunakan
bougie. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah prostatitis dan peri uretral abses yang
dapat sembuh, kemudian menimbulkan striktura atau fistul uretra.

Pasien yang sering mengalami infeksi bergejala mendapatkan keuntungan dengan


pemberian antibiotik dosis rendah jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Dosis
tunggal trimetropim –sulfametoksazol (80mg trimeropim dan 400mg sulfamektosazol),
trimetropim saja (100mg) setiap hari atau tiga kali seminggu sangat efektif. Pencegahan
baru di mulai setelah bakteriuria dihilangkan dengan panduan obat. Wanita yang
mengalami lebih dari 2 kali infeksi setiap 6 bulan sebaiknya dipertimbangkan untuk
mendapat antibiotik untuk pencegahan seperti ini. Paduan obat yang sama dapt digunakan
setelah hubungan seksual untuk mencegah infeksi bergejala pada perempuan yang
kadang mempunyai episode infeksi yang berkaitan dengan hubungan seksual.

Prognosis tergantung dari penangannya, jika cepat ditangani maka hasilnya baik.
Dan kebalikannya jika tidak langsung ditangani maka hasilnya buruk.
D. CYSTITIS
Inflamasi pada vesica urinaria yang disebabkan oleh infeksi bakteria, yang
terutama disebabkan oleh: E.coli, Proteus, Enterococci dan Stafilokokkus aureus.
Yang paling sering menginfeksi adalah : E coli.
Wanita > pria, karena uretra wanita lebih pendek daripada pria & pada pria terdapat getah
cairan prostat sehingga mempunyai sifat bakterisidal yang relatif terhadap infeksi saluran
kemih.

Penatalaksanaan
Prinsip – prinsip yang mendasari terapi infeksi saluran kemih:
a. Pada sebagian besar keadaan, biakan urin kuantitatif, denagn pengecatan Gram
+, atau uji diagnossis cepat lainnya harus dilakukan untuk memastikan adanya
infeksi sebelum memulai pengobatan. Setelah didapatkan hasil biakan,
sebaiknya dilakukan uji kepekaan untuk menentukan pengobatan.
b. Faktor prediposisi infeksi seperti sumbatan, kelainan sarafkandung kemih,
batu, harus di cari dan diperbaiki jika memungkinkan.
c. Berkurangnya gejala klinis tidak selalu menunjukkkan penyembuhan
bakteriolgis.
d. Setelah selesai terapi, setiap tahap pengobatan harus di kelompokkan menjadi
gagal (gejala dan atau bakteriuria tetap ada selama pengobatan atau pada biakan
urin segera setelah pengobatan) atau sembuh (berkurangnya gejala dan
hilangnya bakteriuria). Infeksi berulang harus digolongkan menjadi infeksi oleh
jenis bakteri yang sama atau berbeda serta infeksi dini (dalam 2 minggu seelah
penghentian terapi).
e. Infeksi yang di dapat dari komunitas, terutama infeksi pertama kali, biasanya
akibat jenis kuman yang peka terhadap antibiotika.
f. Pasien dengan infeksi berulang, mengalami tindakan dan rawat inap berulang
harus di curigai mengandung kuman yang resisten.
Farmakologi :
 Dengan pemberian antimikroba. Antimikroba yang cukup sensitif terhadap kuman
E.coli contohnya : ampisilin, sulfametoksazol.
Contohnya satu dosis tunggal 500mg kanamisin intramuskular dapat
menghilangkan bakteriuria dalam kandung kemih pada sebagian besar penderita.
 Untuk E.coli dapat diberikan antibiotika dosis tunggal trimetoprim-
sulfametoksazol (4 tablet), trimetropim (400mg). Kebanyakan florokuinolon
(norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin) memberikan hasil yang memuaskan
untuk sistitis akut.
 Dengan pemberian antikolinergik untuk mencegah hiperiritabilitas vesica urinaria.
 Dengan pemberian Feazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran
kemih.
 Keuntungan memberikan dosis tunggal : biaya lebih murah, ketaatan pasien lebih
pasti, efek sampingnya sedikit.

Non Farmakologi : Dengan cara hidup sehat dan bersih.

Komplikasi
Infeksi saluran atas, Gagal ginjal, abses ginjal.

Prognosis
Apabila tanpa komplikasi, pengobatan memberikan hasil hilangnya gejala yang
lengkap. (Prognosinya baik).

E. GONOREA
Gonorea adalah salah satu contoh penyakit menular seksual. Gonorea disebakan
oleh invasi bakteri diplokokus Gram negatif, N. Gonorrheae. Gonococci menampakkan
beberapa tipe morfologi dari koloninya (lihat di atas), tetapi hanya bakteri berpili yang
tampak virulen. Gonococci yang berbentuk koloni yang pekat (opaque) saja yang
diisolasi dari manusia dengan gejala urethritis (peradangan uretra) dan dari kultur
"uterine cervical" pada siklus pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk
transparan diisolasi dari manusia dari infeksi urethral yang tidak beroejala, dari
menstruasi dan dari bentuk invasif dari gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi
diseminasi. Pada wanita, tipe koloni terbentuk dari sebuah strain gonococcus yang
berubah selama siklus menstruasi. Gonococci yang diisolasi dari pasien membentuk
koloni-koloni yang pekat atau transparan (lihat diatas), tetapi mereka umumnya memiliki
1 hingga 3 Opa protein pada saat tumbuh di kultur primer yang sedang diuji. Gonococci
dengan koloni transparan dari tanpa Opa protein hampir tidak pernah ditemukan secara
klinis tetapi dapat dispesifikasi melalui penelitian di laboratorium.

Patogenesis dan gejala klinis

Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata,


rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut yang mangarah ke invasi
jaringan; hal yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi
peradangan uretra (urethritis), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit
ketika kencing. Proses tersebut dapat menyebar ke epididymis. Sebagian nanah pada
infeksi yang tidak diobati, fibrosis dan kadang-kadang mengarah ke urethral strictures.
Infeksi urethral pada pria dapat menjadi penyakit tanpa gejala. Pada wanita, infeksi
primer terjadi di endoserviks dan menyebar ke urethra dan vagina, meningkatkan sekresi
cairan yang mukopurulen. Ini kemudian dapat berkembang ke tuba uterina, menyebabkan
salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidaksuburan (infertilitas) terjadi pada 20%
wanita dengan salpingitis karena gonococci. Cervicitis kronis yang disebabkan oleh
gonococci atau proctitis seringkali tanpa gejala.

Bakteremia yang disebabkan oleh gonococci mengarah pada lesi kulit (terutama
Papula dan Pustula yang hemoragis) yang terdapat pada tangan, lengan, kaki dan
tenosynovitis dan arthritis bernanah yang biasanya terjadi pada lutut, pergelangan kaki
dan tangan. Gonococci dapat dikultur dari darah atau cairan sendi dari 30% pasien yang
menderita arthritis yang disebabkan oleh gonococci. Endocarditis yang disebabkan oleh
gonococci kurang dikenal namun merupakan infeksi yang cukup parah. Gonococci
kadang-kadang menyebabkan meningitis dan infeksi pada mata orang dewasa; penyakit
tersebut memiliki manifestasi yang sama dengan yang disebabkan oleh meningococci.
Opthalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu suatu infeksi mata
pada bayi yang baru lahir, didapat selama bayi berada di saluran lahir yang terinfeksi.
Conjunctivitis inisial dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan
kebutaan. Untuk mencegah opthalmia neonatorum ini, pemberian tetracycline atau
erythromycin ke dalam kantung conjunctiva dari bayi yang baru lahir banyak dilakukan
di Amerika Serikat dan seluruh dunia.

Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal biasanya sensitif terhadap serum


tetapi relatif resistan terhadap obat antimikroba. Sebaliknya, gonococci yang masuk ke
aliran darah dan meninibulkan infeksi yang luas biasanya resisten terhadap serum tetapi
mungkin cukup sensitif terhadap penicillin dan obat antimikroba laitinya.

Penatalaksanaan

Prinsip terapinya karena penggunaan penicillin yang sudah meluas, resistensi


gonococci terhadap penicillin juga meningkat, namun karena seleksi dari kromosom yang
bermutasi, maka banyak strain membutuhkan penicillin G dalam konsentrasi tinggi yang
dapat menghambat pertumbuhan gonococci tersebut (MIC > 2 mg/mL). N. gonorrhea
yang memproduksi penicillinase (PPNG, Penicillinase Producing N gonorrhea) juga
meningkat secara meluas (lihat diatas). Resistensi terhadap tetracycline (MIC > 2
mg/mL) secara kromosomal sering ditemui, dengan 40% atau lebih gonococci yang
resisten pada tingkat ini. Tingkat resistensi yang tinggi terhadap tetracycline (MIC > 32
mg/mL) juga terjadi. Resistensi terhadap spectinomycin seperti halnya resistensi terhadap
antimikroba lain telah menjadi perhatian. Karena adauya masalah resistensi N. gonorrhea
terhadap antimikroba, Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS merekomendasikan untuk
mengobati infeksi genital yang bukan komplikasi dengan ceftriaxone 125 mg secara
intramuskular dengan dosis sekali pakai. Terapi tambahan dengan doxycycline 100 mg 2
kali sehari selama 7 hari (per oral) direkomendasikan untuk infeksi concomitant
chlamydia; erythromycin 500 mg 4 x sehari selama 7 hari (per oral) sebagai pengganti
doxycycline bagi wanita hamil. Modifikasi dari terapi-terapi ini direkomendasikan untuk
jenis irnfeksi N. gonorrhea yang lain.
Epidemiologi, Pencegahan dan Pengawasan

Gonorrhea telah menyebar ke seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tingkat


kejadiannya meningkat secara recap dari tahun 1955 hingga akhir 1970 dengan 400
hingga 500 kasus per 100 ribu populasi. Berikutnya berhubungan dengan epidemi AIDS
dan perkembangan penerapan seks yang aman, insiden telah menurun mendekati 100
kasus tiap 100 ribu populasi. Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang
tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung
terhadap WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9.

Gonorrhea yang secara khusus ditularkan melalui hubungan seksual, kebanyakan


merupakan infeksi yang tanpa gejala. Tingkat infeksi dari organisme, yang dilihat dari
kemungkinan seseorang untuk mendapat infeksi dari. pasangan seksualnya yang telah
terinfeksi, mencapai 20 - 30% pada pria dan lebih besar lagi pada wanita. Tingkat infeksi
dapat dikurangi dengan menghindari berganti-ganti pasangan, pemberanrasan gonorrhea
dari individu yang terinfeksi (yang dapat dilakukan dengan diagnosa dini dan
pengobatan), serta temuan kasus-kasus dan kontak-kontak melalui penyuluhan dan
penyaringan populasi yang beresiko tinggi. Mekanisme profilaksis (kondom) dapat
menjadi perlindungan yang parsial. Penggunaan metode chemoprophylaxis menjadi
terbatas karena meningkatnya resistensi gonococcus terhadap antibiotik.

PPNG pertama kali muncul pada tahun 1975. Strain gonococci yang resisten
terhadap penicillin ini muncul di banyak bagian dunia, dengan kejadian tertinggi pada
populasi khusus seperti 50% kasus yang terdapat di tempat prostitusi yang ada di Filipina.
Wilayah lain dengan tingkat kejadian tinggi adalah Singapura, sebagian Gurun Sahara -
Afrika, dan Miami- Florida. Fokus dari wabah penyakit yang disebabkan oleh PPNG
telah terjadi di banyak wilayah di Amerika Serikat dan di tempat lain dan fokus endemik
sedang dikembangkan.

Opthalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci dapat dicegah dengan


penggunaan aplikasi lokal dari salep erythromycin opthalmic 0,5% atau salep tetracycline
1% pada conjunctiva dari bayi yang baru lahir. Meskipun instalasi dari solusi perak nitrat
juga efektif dan merupakan metode klasik mencegah infeksi opthalmia neonatorum.
Perak nitrat sulit untuk disimpan dan menyebabkan iritasi pada konjuntiva. Pemakaian
perak nitrat telah diganti dengan penggunaan salep erythromycin atau tetracycline.

MODUL 3

Skenario 4
Seorang pria usia 38 tahun datang dengan keluhan mual dan muntah dengan
penurunan nafsu makan. Keluhan ini telah diderita sejak 2 bulan sebelumnya. Pada
pemerikasaan ditemukan tekanan darah sebesar 160/95 mmHg, kadar ureum 100 mg/dl,
kreatinin 3 mg/dl, dengan BB 48 Kg. Penderita adalah seorang penderita diabetes
mellitus dengan kadar gula puasa 160 mg/dl dan kadar gula 2 jam sebesar 380 mg/dl,
LDL kolesterol total 150 mg/dl.

Langkah 1: Istilah
Ureum: suatu senyawa, CO(NH2)2, yang terbentuk di hepar melalui siklus urea dari
amoniak yang dihasilkan oleh deaminasi asam-asam amino dan selanjutnya dieksresi oleh
ginjal; urea merupakan produk akhir utama katabolisme protein mencakup sekitar
separuh dari padat total di dalam urin.
Kreatinin: anhidrase siklik pada keratin, yang dihasilkan sebagai produk akhir dari
dekomposisi fosfokreatin.
Diabetes mellitus: suatu sindrom kronik gangguan metabolism karbohidrat, protein, dan
lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang
dituju.
LDL kolesterol: lipoprotein densitas rendah.
Keywords:
Pria 38 tahun, mual muntah dengan penurunan nafsu makan. Hipertensi stage 2, kadar
ureum 100 mg/dl, kreatinin 3 mg/dl. Penderita DM dengan kadar gula puasa 160 mg/dl
dan kadar gula 2 jam sebesar 380 mg/dl, LDL kolesterol total 150 mg/dl.

Langkah 2: Menetapkan Masalah


1. Penyebab mual dan muntah?
2. Komplikasi dari hipertensi dan DM?
3. Kadar normal ureum dan kreatinin?
4. Kadar normal gula puasa dan gula 2 jam?
5. Kadar normal LDL kolesterol total?
6. DD?

Langkah 3: Analisis Masalah


Keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah disebabkan oleh “lanjutin
yaaaa, bukuq ketinggalan di kost….”
Komplikasi hipertensi: payah jantung, perdarahan otak, hipertensi maligna:
hipertensi berat dan kerusakan retina, ginjal dan serebral, hipertensi enseliphati:
komplikasi hipertensi maligna dengan gangguan otak, gagal ginjal kronis.
Komplikasi DM: koma diabetic, neurophati, nefrophati, proteinuria, ulkus/gangrene PJK,
TB paru.
Kadar normal: ureum 20-40 mg/dl
kreatinin 0,8-1,1 mg/dl.
Kadar normal: gula puasa < 110 mg%
gula puasa 2 jam < 140 mg%.
Kadar normal: LDL <150 mg/dl
HDL 35-65 mg/dl
Trigliserol <200 mg/dl
Kolesterol total <200 mg/dl
Ratio kolesterol total:HDL <25
Nefrophati Diabetik
Langkah 5: Pembahasan
Nefropati Diabetik
 Definisi
Nefropathi diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan
penyebab utama gagal ginjal.
 Etiologi
Hipertensi merupakan komplikasi dari penyakit DM dipercaya paling banyak
menyebabkan secara langsung terjadinya nefropati diabetic. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase nefropati diabetic yang
lebih tinggi.
Factor resiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari studi
perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa factor resiko antara lain: Hipertensi dan
prediposisi genetika Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika Antigen HLA (human
leukosit antigen)4 Beberapa penelitian menemukan hubungan Faktor genetika tipe
antigen HLA dengan kejadian NefropatiDiabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9 Glukose trasporter (GLUT) Setiap
penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk mendapat
Nefropati Diabetik.

3. Hiperglikemia
Konsumsi protein hewani
Gejala klinik
 ada riwayat dan keluhan DM
 lemah
 keluhan-keluhan GGK
 pucat
 hipertensi

Pathogenesis
Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose
transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa
mekanisma seperti poloy pathway, hexoamine pathway, dan penumpukan zat yang
disebut sebagai advanced glycation end-product (AGEs). Beberapa zat bilogis aktif
ternyata dapat diumpai pada berbagai percobaan, baik in vitro maupun in vivo, yang
dapat berperan penting dalam pertumbuhan sel, diferensiasi sel, dan sintesis bahan
matriks ekstraseluler. Diantara zat ini adalah mitogen activated protein kinases (MAPKs),
PKC-ß isoform dan extracellular regulated protei kinase (ERK). Ditemukannya zat yang
mampu menghambat aktivitas zat-zat tersebut telah terbukti mengurangi aktivitas yang
timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria dan derajat kerusakan
structural berupa penumpukan matriks mesangial. Kemungkinan besar perubahan ini
diakibatkan penurunan ekspresi tranfrming growth factor-ß (TGF-ß) dan penurunan
extracelluler matrix (ECM). Peran TGF-ß dalam perkembangan nefropati diabetic ini
telah ditunjukkan pula oleh berbagai peneliti, bahwa kadar ini meningkat pada ginjal
pasien diabetes.
 Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran
ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasiakandireabsorbsi oleh tubulus dan
sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan
endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan
volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih
sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah
yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan
intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
 Diagnosis dan perjalanan klinis
Diagnosis nefropati diabetic dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM,
baik tipe 1 dan 2. Bila jumlah protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah
sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah
>30 mg/24 jam ataupun >20ug/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Derajat
albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin
dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (ACR).
Tingginya ekskresi albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk
tingkatan kerusakan ginjal.
Stadium
 Tahap 1
ini masih reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe 1
ditegakkan
Hipertrofi dan hiperinflasi ginjal
daerah permukaan kapiler glomerulus
GFR 40% diatas normal
 Tahap II
Terjadi setelah 5-10 tahun didiagnosis DM
Penebalan membrane basalis kapiler glomerulus
GFR normal/ sedikit
Albuminuria hanya akan setelah latihan jasmani keadaan stress, atau kendali
metabolic yang memburuk.
 Tahap III
Biasanya terjadi setelah 10-15 tahun didiagnosis DM
Mikroalbuminuria (30-300 mg/24 jam)
Hipertensi
Secara histopatologis telah jelas penebalan membrana basalis glomerulus
GFR masih tetap tinggi
 Tahap IV
Terjadi setelah 15-20 tahun didiagnosis DM
Protenuria (>300 mg/24 jam)
GFR yang progresif
Retinophati diabetic
Hipertensi
 Tahap V
Terjadi setelah > 20 tahun didiagnosis DM / 5-10 tahun setelah awitan proteinuria
Azotemia (BUN dan kreatinin serum) karena GFR yang cepat (-1 ml/bulan)
Ginjal kehilangan fungsinya 3%/bulan
Retinophaty, neurophaty perifer, dan hipertensi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan mata
Pada nefropathi diabetic didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda
retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan funduskopi, berupa:
Obstruksi kapiler, yang menyebabkn berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina
Mikroaneusisma, berupa tonjolan dindin kapiler, terutama daerah kapiler vena
Eksudat
Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
Pedarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurismaatau pecahnya kapiler
Neovaskularisasi, bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atauCRF
end stage, didapatkan perubahan pada :
- cardiomegali
- oedem pulmo
Pemeriksaan Lab
 Gula darah puasa > 126 mg%
 Gula darah 2 jam sesudah puasa > 200 mg%
 Mikroalbuminuria (ekskresi albumin 20-200 ug/menit atau 30-300 mg/hari)
 Makroalbuminuria (ekskresi albumin > 200 ug/menit atau > 300 mg/hari)
 Pemeriksaan khusus
 Funduskopi, ada retinophaty diabetic
 Biopsy ginjal, hipertrofi glomerulus, hialinosis arteriole
 USG
 Komplikasi
 Hipertensi
 GGK
 ISK
 Ketoasidosis diabetik
Penatalaksanaan
Istirahat
Diet: disesuaikan dengan kebutuhan penderita 35 Kcal/KgBB/hari, protein dibatasi 0,8
g/KgBB/hari bila ada albuminuria, variasi diet dengan pembatasan protein hewani
bersifat individual tergantung dari penyakit penyerta :
Hiperkolesterolemia
Urolitiasis (misal batu kalsium)
Hiperurikemia dan artritis Gout
Hipertensi esensial
Medikamentosa:
insulin bila gula darah tidak terkontrol dengan diet
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting:
Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin seluler (polyol) dan
metabolitnya (myoinocitol) Insulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan untuk seleksi protein
dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi glukosa sebagai
pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary Dglucosaminidase (NAG) sebagai
petanda hipertensi esensial dan nefropati.
Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau insulin-like growth
factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
ACEI utk menurunkan ekskresi albumin dan memperlambat nefrophati diabetik,
bekerja dengan memperlebar arteriol efferent, sehingga tekanan intraglomerulus akan
menurun.
Sebaliknya, antagonis kalsium menyebabkan dilatasi arteriol aferent pada ginjal, yang
lebih dapat meningkatkan tekanan intraglomerulus daripada menurunkan tekanan
intraglomerulus.
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping):
Efek inotrofik negative
Efek pro-aritmia
Efek pro-hemoragik
Hemodialisis
Transplantasi ginjal.
MODUL 4
Skenario Kasus

Seorang wanita 75 tahun, BB 60 kg, dibawa ke ICU rumah sakit setelah terbaring
dua hari di rumah. Selama empat hari pertama di rumah sakit volume urine output 400
ml/hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perubahan tekanan darah orthostatik,
takikardi dan penurunan turgor kulit. Kadar kreatinin serum meningkat mulai 1 mg/dl
menjadi 5,9 mg/dl pada hari ke empat. Setelah dua minggu di ICU, pasien dipindahkan
ke bangsal dengan urine output 1 L/hari, kadar kretinin serum stabil 1 mg/dl. Selain itu
juga didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongesti dengan penurunan cardiac
output. Karena didapatkan edema, pasien mendapatkan obat diuretik, yang direspon
secara baik dengan menghilangnya edema.

Langkah 1
1. Volume urin output, yaitu jumlah urin yang dieksresikan oleh ginjal. Normalnya
1200 ml- 1500 ml atau 1 cc/kgBB/jam.

2. Turgor kulit, yaitu derajat ketegangan kulit. Menurun pada orang dehidrasi.
3. Kreatinin, yaitu hasil katabolisme dari kreatin yang di ekskresikan melalui urin
dan dapat digunakan sebagai petunjuk diagnostik untuk fungsi ginjal. Normalnya
0,7 – 1,5 g/dL.

4. Perubahan tekanan darah orthostatik, yaitu perubahan tekanan darah akibat


perubahan posisi dari posisi baring ke posisi berdiri.

Keywords :
Wanita 75 tahun, BB 60 kg dengan volume urin output 400 ml/hari (oliguria),
perubahan tekanan orthostatic, takikardi dan penurunan turgor kulit. Kadar kreatin
meningkat. Setelah 2 minggu di ICU urin output meningkat menjadi 1 L/hari.
Terdapat tanda-tanda gagal jantung kongesti.

Langkah 2 :
1. Pada kasus di atas, apa yang menyebabkan terjadinya penurunan volume urin
output (oliguria) ?

2. Bagaimanakah mekanisme terjadinya perubahan tekanan darah orthostatic ?

3. Mengapa bisa timbul takikardi dan penurunan turgor kulit ?

4. Mengapa kadar kreatinin serum meningkat ?

5. Apa saja diagnosis bandingnya ?

6. Bagaimana hubungannya sehingga bisa terjadi gagal jantung ?

7. Mekanisme terjadinya edema ?

Langkah 3 :
1. Volume urin dapat berkurang pada berbagai keadaan. Misalnya pada saat
insufisiensi asupan H2O, dan pada saat pengeluaran H2O yang berlebihan. Kedua
keadaan tersebut dapat berakibat pada keseimbangan cairan di dalam tubuh kita.
Hal ini dapat berupa peningkatan konsentrasi zat terlarut didalam cairan ekstra
seluler yang berkaitan dengan dehidrasi atau keseimbangan negatif H 2O. Pada
kasus di atas terjadinya penurunan urin output tidak terlalu jelas, tetapi pada
pasien tersebut terdapat tanda – tanda dari dehidrasi berupa penurunan turgor kulit
dan perubahan tekanan darah orthostatik yang menandakan kurangnya aliran
darah (hipotensi orthostatik) . Penurunan urin output secara mendadak dapat juga
disebabkan oleh berbagai penyakit. Namun pada dasarnya mekanisme penurunan
jumlah urin ini berhubungan dengan organ yang melaksanakan fungsi dalam
menghasilkan urin, yaitu ginjal. Dalam keadaan normal urin yang dibentuk setiap
harinya adalah sekitar 1.200-1.500 ml/hari. Jika terjadi penurunan volume urin,
hal ini pastilah berhubungan penurunan GFR dari ginjal tersebut. Dari kasus
diatas, dapat dijelaskan mekanisme terjadinya penurunan GFR berupa terjadinya
hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat di sebabkan oleh
penurunan curah jantung dan tekanan darah yang menurun. Sedangkan penurunan
curah jantung dan tekanan darah dapat disebabkan oleh kurangnya volume cairan
yang jika terus berlanjut akan terjadi syok hipovolemik.

2. Perubahan tekanan orthostatik yang terjadi adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi


ortostatik adalah keadaan sementara akibat insufisiensi respon kompensasi
terhadap pergeseran darah karena pengaruh gravitasi yang terjadi pada saat
seseorang berpindah dari posisi horizontal ke posisi vertikal, terutama setelah
tirah baring jangka panjang. Dalam keadaan normal, penurunan tekanan darah
yang terjadi akibat berkumpulnya darah di vena-vena tungkai ketika berdiri
dideteksi oleh baroreseptor, yang segera memulai respon-respon kompensasi
untuk memulihkan tekanan darah ke tingkat normal. Namun pada pasien yang
telah lama bertirah baring bangkit, penyesuaian kompensatorik refleks ini untuk
sementara hilang atau berkurang karena tidak digunakan. Kontrol simpatis pada
vena-vena tungkai tidak adekuat, sehingga pada saat pasien pertama kali berdiri,
darah menumpuk di ekstremitas bawah.

3. Takikardi merupakan efek dari pengaktifkan saraf simpatis sebagai akibat dari
kompensasi tubuh terhadap penurunan tekanan darah dan curah jantung.
Penurunan tekanan darah sebagai akibat penurunan curah jantung akan di deteksi
oleh baroreseptor yang kemudian akan mengaktifkan saraf simpatis untuk
membuat tekanan darah kembali ke normal dengan menaikkan curah jantung. Hal
ini di sebabkan oleh dikeluarkannya norepinefrin oleh nervus vagus yang akan
merangsang nodus SA pada jantung untung meningkatkan kontraksi jantung
sehingga jantung memompa darah lebih cepat sehingga terjadi takikardi.
Penurunan turgor kulit merupakan efek dari kekurangan cairan didalam tubuh
sehingga kulit kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban kulit.

4. Kadar kreatinin yang meningkat dapat terjadi karena eksresi kreatinin melalui
urine berkurang dan peningkatan sintesis kreatinin karena pengurangan massa
otot. Penurunan dalam eksresi kretinin dapat disebabkan oleh hilangnya fungsi
ginjal akibat kerusakan struktur ginjalnya. Pada kasus dapat diperkuat dengan
jumlah volume urin yang turun dan keadan pasien yang hanya berbaring saja
dapat membuat massa otot berkurang dan kreatinin serumnya meningkat.

5. Diagnosis bandingnya berupa gagal ginjal akut, syok hipovolemik,

6. Dari gagal ginjal penyakit ini bisa berkembang menjadi gagal jantung. Pada gagal
ginjal maka terjadi penurunan GFR yang berakibat pula berkurangnya aliran yang
melewati tubulus ginjal. Pada bagian tubulus distal sangat peka terhadap
penurunan aliran sehingga mengkompensasi dengan sistem renin-angiotensin
aldosteron. Apparatus jukstamedula akan mensintesis renin yang kemudian akan
mengubah angiotensinogen di hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I dengan
bantuan Angiotensin Converting Enzyme akan berubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki dua mekanisme dalam mengkompensasi penurunan
tekanan darah dan volume ekstra seluler. Pertama, angiotensin II bertindak
sebagai vasokonstriktor kuat yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.
Namun, hal ini malah bisa memperparah hipoperfusi darah ke ginjal akibat
meningkatnya resistensi arteri renalis. Jika terjadi terus menerus maka akan
memperburuk fungsi ginjal. Kedua dengan merangsang pengeluaran aldosteron
yang akan meretensi Na+ yang pada akhirnya akan menahan air di dalam tubuh.
Kedua mekanisme ini pada akhirnya akan meningkatkan volume ekstra seluler.
Meningkatnya volume ekstra seluler ini akan menyebabkan aliran balik jantung
(venous return) meningkat yang lama kelamaan akan meningkatkan beban kerja
jantung. Pertama jantung akan mengkompensasinya sesuai dengan hukum Frank-
Starling. Namun pada akhirnya jantung tidak dapat mengkompensasi beban kerja
yang terus menerus meningkat, maka terjadilah gagal jantung kongestif yang
ditandai dengan penurunan cardiac output.

7. Mekanisme terjadinya edema akibat dari peningkatan cairan ekstra seluler dan juga kerja
jantung yang melemah sehingga cairan pada sistem vena akhirnya akan berpindah ke
interstisial.

PEMERIKSAAN PENATALAKSAN
PENUNJANG AAN DAN TERAPI
PERJALANAN
PENYAKIT

PENEGAK MANIFESTASI
AN KLINIS
DIAGNOSI
S
GAGAL GINJAL
AKUT

ETIOLOGI
DAN
FAKTOR
KLASIFIKASI RESIKO
DAN DERAJAT PATOFISIOLO
PENYAKIT GI
Gagal Ginjal Akut

Definisi
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi
ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen dengan
atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi
ginjal,retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik
seperti asidosis dan hiperkalemia yang berdampak terhadap berbagai organ lainya.
Etiologi
Gagal ginjal akut dapat dibedakan berdasarkan penyebab terjadinya. Berdasarkan
penyebab terjadinya dapat dibagi tiga yaitu :
1. Gagal ginjal akut pre-renal, disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat
disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif.

2. Gagal ginjal renal, disebabkan oleh kelainan vaskular seperti vaskulitis, hipertensi
maligna, glomerulonefritis, nefritis interstitial.
3. Gagal ginjal post-renal, disebabkan oleh obstruksi intra renal dan ekstra renal.
Obstruksi intra renal dapat karena deposisi kristal (urat, oksalate, sulfonamid )
dan protein (mioglobin dan hemoglobin). Obstruksi ekstra renal dapat terjadi pada
pelvis-ureter oleh obstruksi intrinsik berupa tumor batu dan nekrosis papilla.

Patofisiologi

Iskemia atau nefrotoksin

Penurunan aliran darah ginjal Kerusakan tubulus Kerusakan glomerulus

Penurunan aliran darah


glomerulus

Penghantaran hantaran Obstruksi Kebocoran Penurunan


NaCl ke makula densa tubulus filtrat ultrafiltrasi
glomerulus

Penurunan
GFR
Perjalanan Penyakit
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
1. Stadium Oliguria

Biasanya selama 7 hingga 10 hari ditandai dengan penurunan keluaran urin secara
terus-menerus, azotemia progresif, hipervolemia, hiperkalemia, asidosis
metabolic, dan manifestasi lain dari sindrom uremik. Pasien dapat melewati
stadium oliguria dengan penatalaksanaan keseimbangan cairan dan elktrolit yang
sesuai, seringkali dengan bantuan terapi dialisis.

2. Stadium Diuretik

Biasanya selama 2 atau 3 minggu. Ditandai dengan volume urin akan meningkat
namun fungsi tubulus tetap terganggu sehingga pasien dapat mengalami
kekurangan K+, Na+, dan air. Infeksi merupakan sebab utama moriditas dan
mortalitas yang juga merupakan ciri khas stadium diuretik.

3. Stadium Penyembuhan

Dapat terjadi selama setahun. Fungsi tubulus sudah kembali normal karena terjadi
regenerasi dengan kadar BUN dan kreatinin serum yang kembali normal.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis gagal ginjal akut berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan
bila terjadi peningkatan secara mendadak kretinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan
kadar kreatinin awal < 2,5 mg% atau peningkatan > 20% bila kreatinin awal > 2,5 mg%.
The Acute Dialysis Quality Initiations group membuat RIFLE sistem yang
mengklasifikasikan gagal ginjal akut kedalam tiga kategori menurut beratnya (Risk Injury
Failure) serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage renal disease) dengan
criteria sebagai berikut :
 Kategori Risk, jika peningkatan serum kreatinin 1,5 kali dan jika jumlah urin <
0,5 ml/kg/jam selama 6 jam.

 Kategori Trauma, jika peningkatan serum kreatinin 2 kali dan jika jumlah urin <
0,5 ml/kg/jam selama 6 jam.

 Kategori Gagal, jika peningkatan serum kreatinin 3 kali dan jika jumlah urin < 0,5
ml/kg/jam selama 12 jam.

 Kategori Loss, gagal ginjal akut persisten ; kerusakan total fungsi ginjal selama
lebih dari 4 minggu dan jumlah urin < 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam atau anuria.

 Kategori ESRD, gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan.

Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut perlu diperiksa :


1. Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang ditujukan untuk
mencari sebab gagal ginjal akut seperti misalnya operasi kardiovaskular,
angiografi, riwayat infeksi, riwayat bengkak dan riwayat kencing batu.

2. Membedakan gagal ginjal akut dengan gagal ginjal kronik, misalnya anemia dan
ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronik.

3. Untuk mendiagnosis gagal ginjal akut diperlukan pemeriksaan berulang fungsi


ginjal yaitu kadar kreatinin, ureum dan laju filtrasi glomerulus.
4. Volume urin, oliguria dan anuria merupakan indikator yang spesifik untuk gagal
ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah.

Manifestasi klinis :
1. Retensi urin, oliguri sampai anuria

2. Lemah, malaise

3. Pasien dengan post-renal dapat mengeluh nyeri di abdomen.

4. Hiperkalemia

5. Asidemia

6. Azotemia, hipertemia

Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan biokimia darah, mengukur pengurangan laju filtrasi glomerulusnya
dan gangguan metabolik yang di akibatkannya.

2. Pemeriksaan biokimia urin, membedakan gagal ginjal pre-renal dan past-renal.

3. USG ginjal, menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi, tekstur parenkim
ginjal yang abnormal.

4. Biopsi ginjal, menentukan berdasarkan pemeriksaan patologi penyakit ginjal.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan gagal ginjal akut adalah :
1. Mencegah terjadinya kerusakan ginjal

2. Mempertahankan homeostasis

3. Melakukan resusitasi
4. Mencegah komplikasi metabolik dan infeksi

5. Mengevaluasi status gizi.

Penatalaksanaan secara umum adalah :


1. Diagnosa dan tatalaksana penyebab

a. Kelainan pre-renal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor pencetus,


keseimbangan cairan dan status dehidrasi. Kemudian periksa konsentrasi
natrium urin, volume darah. Diberikan diuretik, dipertimbangkan
pemberian inotropik dan dopamin.

b. Kelainan post-renal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung


kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi, atau nyeri
pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya
obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin. Bila perlu dilakukan
USG ginjal.

c. Kelainan renal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikroskopik urin,


kemudian pertimbangkan untuk biopsy ginjal dan arteriografi.

2. Penatalaksanaan gagal ginjal

a. Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan


natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 ml/jam di luar jumlah urin yang
dikeluarkan jam sebelumnya.

b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentasi intravena.

c. Mencegah dan memperbaiki hiperkalemia. Dilakukan perbaikan asidosis,


pemberian glukosa dan insulin intravena.

d. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi


saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera di deteksi dan
diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung
kemih dapat disingkirkan.

e. Mencegah dan memperbiki pendarahan saluran cerna. Feses diperiksa


untuk adanya pendarahan dan dapat dilakukan endoskopi.

f. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum


tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh
lebih dari 30-40 mmol/liter. Dengan indikasi lain seperti :

 Oliguria : produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam

 Anuria : produksi urin < 50 ml dalam 12 jam

 Hiperkalemia : kadar potassium > 6,5 mmol/L

 Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7,0

 Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L

 Ensefalopati uremikum

 Nerupati/ miopati uremikum

 Perikarditis uremikum

 Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau <


120 mmol/L

 Hipertemia

Pengobatan Suportif pada Gagal Ginjal Akut

Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskular Batasi garam (1-2 gr/hari) dan air < 1
L/hari furosemid, ultrafiltrasi atau dialisis
Hiponatremia Batasi asupan air < 1L/hari ; hindari infus
larutan hipotonik
Hiperkalemia Batasi asupan diet K+ < 40 mmol/hari
hindari diuretik hemat K+
Glukosa ( 50 ml Dekstrose 50 %) dan
insulin (10 unit)
Natrium bikarbonat ( 50-100 mmol)
Agonis β2 (salbutamol, 10-20 mg
diinhalasi atau 0,5-1 mg IV)
Kalsium glukonat (10 ml larutan 10%
dalam 2-5 menit)
Asidosi metabolik Natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat
serum > 15 mmol/L, pH >7,2
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat)
Hipokalsemia Kalsium karbonat ; kalsium glukonat (10-
20 ml larutan 10 %)
Nutrisi Batasi asupan protein diet (0,8-1
gr/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi
katabolic
Karbohidrat 100 gr/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

Referensi :
1. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit., EGC, Jakarta

2. Sherwood, Lauralee., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem., EGC, Jakarta

3. Greenberg, Michael I., 2008, Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan., Erlangga,


Jakarta
4. Gan, S., 1998, Farmakologi dan Terapi, Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta

5. Soeparman, Waspadi, sarwono, 1994, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai
Penerbit FK UI, Jakarta

Skenario 3 modul 4
Bpk P pria usia 34 tahun datang ke dokter dengan keluhan bila buang air terasa panas.
Setelah diperiksa ia mendapatkan injeksi derivat aminoglikosida untuk dugaan infeksi
saluran kemihnya. Selang lima hari keluhan yang ia rasakan belum berkurang dan oleh
dokter diberikan suntikan ulang obat yang sama. Hasil pemeriksaan urin rutin pasca
pengobatan ditemukan protein (++) dan gross hematuria. Tekanan darah 160/100 mmHg,
kadar kreatinin 7mg/dl dan kadar ureum 200mg/dl. Satu bulan yang lalu ia pernah chek
up dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, kadar kreatinin 1,2 mg/dl dan kadar ureum
45 mg/dl. Saat ini ia mengeluh perut sebah, kurang nafsu makan, dan sesak napas. Untuk
hipertensinya dokter kemudian memberikan obat captopril 12,5 mg 2x1 tablet sehari dan
diuretic furosemid satu tablet sehari sekali.

PEMBAHASAN
Langkah 1
- Gross hematuria, darah dalam urin yang dapat di lihat langsung (secara
makroskopik) .

Key word :
Pria, usia 34 tahun, terasa panas bila buang air kecil, mendapat suntikan derivat
aminoglikosida, hasil pemeriksaan proteinuria,gross hematuria, TD 160/100 mmHg,
kadar kreatinin mg/dl, dan kadar ureum 200 mg/dl.
Langkah 2
- Mengapa bila buang air terasa panas ?
- Mengapa diberikan injeksi derivate aminoglikosida ? apa efek yang diinginkan ?
- Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan yang dilakukan ?
- Apa yang menyebabkan pasien mengalami perut sebah, kurang nafsu makan dan
sesak napas ?
- Apa yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien ?

Langkah 3 dan 6
Dari gejala bila kencing terasa panas merupakan manifestasi klinis yang timbul
bila terkena uretritis.
Aminoglikosida
Aminoglikosida adalah sekelompok obat-obat bakterisid yang berasal dari
berbagai spesies Streptomyces dan mempunyai sifat kimiawi, antimikroba, farmakologi,
dan efek toksik yang sama . obat-obat ini mencakup streptomisin, neomisin, kanamasin,
amikasin, gentamisin tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan obat-obat lain. Semua obat
ini menghambat sintesis protein pada bakteri dan mempunyai kelemahan dalam
bermacam-macam tipe resistensi. Semua aminoglikosida mempunyai potensi ototoksik
dan neprotoksik.
Mekanisme kerja pada aminoglikosida bersifat bakterisid untuk organisme yang
bersifat peka dengan cara penghambatan ireversibel sintesis protein.
Efek samping dari aminoglikosida yaitu ototoksik dan neprotoksik. Ototoksik
dapat muncul sendiri baik berupa kehilangan pendengaran, maupun kerusakan vestibular
yang ditandai dengan vertigo, ataksia, dan kehilangan keseimbangan. Neprotoksik
menyebabkan peningkatan kadar kreatini serum dan penurunan bersihan kreatinin,
sehingga dalam pemberian terhadap pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal,
terdapat bahaya akumulasi obat dan efek toksik, dimana ekskresi terutama dengan filtrasi
glomerulus.
Hipertensi Ginjal
Peranan Ginjal. Ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam regulasi
tekanan darah. Berbagai faktor yang mempegaruhi curah jantung dan tahanan perifer
dihasilkan oleh atau bekerja pada ginjal. Termasuk berikut ini :
1. Sitem rennin-angiotensin.
2. Homeostasis Natrium. Salah satunya berhubungan dengan kecepatan filtarasi
glomerulus: bila kecepatan GFR menurun, menyebabkan reabsorbsi natrium yang
meningkat oleh tubulus proksimal, sebagai usaha untuk mengehemat natrium dan
memperbesar volume darah.
3. Bahan vasodepresor ginjal. Ginjal menghasilkan berbagai macam vasodepressor
atau bahan antihipertensi , yang agaknya mengimbangi efek atau bahan efek
vasopresor dari angiotensin.

Kira-kira 90% hipertensi adalah idiopatik dan jelas primer (hipertensi esensial). Dan
sisanya 10%, kebanyakan sekunder karena penyakit ginjal, atau karena penyempitan
arteri renalis yang jarang, biasa karena plak ateromatus (hipertensi renovaskuler).

Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik baik pada kelainan glomerulus maupun pada kelainan
vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam :
1. Pada penyakit glomerulus akut : GN pasca streptokokkus, nefropati, membranosa.
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipovolemi.
Retensi natrium terjadi akibat adanya peningkatan reabsorbsi Na di duktus
koligentes. Peningkatan ini kemungkinan oleh karena adanya resistensi relative
terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-
ATPase di duktus koligen.
2. Pada penyakit vaskular : vaskulitis,sklerodoma. Pada keadaan ini terjadi iskemi
yang kemudian merangsang sitem renin angiotensin aldosteron.
3. Pada gagal ginjal kronik : CKD stage III – V. hipertensi terjadi oleh karena
terjadi hal-hal berikut, yaitu retensi natrium, peningkatan sistem RAA akibat
iskemi relative karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatis meningkat pada
kerusakan ginjal,hiperparatiroid sekunder, dan pemberian eritropoetin.
4. Penyakit glomerulus kronik : tekana darah normal tinggi. Tekanan darah biasanya
normal tinggi dibandingkan dengan kontrol normal.

Klasifikasi hipertensi (menurut JNC VII) :


Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 80 – 90
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

ATN ( Akut Tubulus Nekrosis)

Nekrosis tubular akut (ATN) adalah kesatuan klinikopatologi yang ditandai


dengan secara morfologik oleh destruktif sel epitel tubulus dan secara klinik oleh supresi
akut fungsi ginjal. Sebagai penyebab paling umum gagal ginjal akut (GGA). Pada GGA
keluaran urin 24 jam mendadak turun sampai sampai kurang dari 400 ml (oiguria).
Terdapat pila penyebab lain dari GGA, meliputi :
1. Penyakit glomerulus berat seperti glomerulus preogresif cepat (RFGN),
2. Penyakit pembuluh darah ginjal difus seperti poliarteritis nodosa dan hipertensi
maligna,
3. Nekrosis papiler akut disertai pielonefritis akut,
4. Nefritis ainterstitial akut akut akibat obat, dan
5. Nekrosis korteks difus

ATN adalah lesi ginjal yang reversibel dan timbul pada suatu sebaran kejadian
klinik. Gambaran ATN disertai dengan syok disebut ATN iskemik. Transfusi darah yang
tidak cocok dan krisis hemolitik lain juga menhasilkan gambaran mirip dengan ATN
sistemik. Bentuk lain, disebut ATN neprotoksik, disebabkan oleh sejumlah racun, meliputi
loham-logam berat (mis. Merkurium), pelarut organic (mis. CCl 4), dan sejumlah obat
seperti gentamisin, dan antibiotic lain.
ATN iskemik ditandai dengan nekrosis segmen-segmen pendek tubulus.
Kebanyakan lesi terbentuk terdapat pada bagian lurus dari tubulus proksimalis,tetapi
tidak ada segmen tubuli proksimalis atau tubulus distalis yang tersisa baik, kemungkinan
disertai robekan membrana basalis (tubuloreksis). Didapatkan juga adanya endapan
seperti bahan protein dalam tubuli distalis dan duktus koligentes, terdiri dari protein
Tamm-Horsfall, hemoglobin, dan protei plasma lain. Apabila jejas traumatik ATN telah
terbentuk, endapannya terdiri adri mioglobin.interstitium biasanya memperlihatkan
edema generalisata bersama dengan infiltrat peradangan yang terdiri dari sel leukosit
polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma. Sedangkan pada ATN toksik pada dasarnya
sama, namun neksrosis mencolok pada tubuli proksimalis dan membrane basalis
umumnya masih baik.
Patogenesis pada ATN neprotoksik dan iskemik adalah terjadinya jejas tubuler.
Sel epitel terutama peka terhadap anoksia, dan juga mudah hancur oleh keracunan karena
kontak dengan bahan-bahan yang diekskresi melalui ginjal. Walaupun penyebab awal
jejas berbeda, namun kejadian berikutnya serupa. Sekali jejas tubuler telah terjadi, proses
ke gagal ginjal akut dapat mengikuti. Jejas tubulus telah dipostulatkan dapat memicu
vasokonstriksi arteriol eferen (disebabkan pengaktifan sistem RAA), sehingga GFR
menurun. Jejas tersebut menyebabkan oliguri, karena debris tubuler dapat menghambat
aliran keluar urin dan akhirnya meningkatkan tekanan intratubuler, sehingga menurunkan
GFR. Cairan dari tubulus yang rusak dapat merembes ke luar ke dalam interstitium dan
kolaps dari tubulus.
Keadaan klinik pada ATN terbagi dalam 4 fase, yaitu :
1. Fase awal, yaitu penurun produksi urin dan kenaikan BUN. Oliguria terjadi akibat
dari penurunan sementara aliran darah ke dalam ginjal.
2. Fase kedua, keluaran urin menyusut sekali, biasanya antara 50 sampai 400 ml/24
jam. Oliguri dapat berlangsung dalam beberapa hari, atau bertahan dalam 3
minggu. Panjang fase ini biasanya berlangsung selama 10 hari. gamabran klinik
biasanya didominasi oleh tanda dan gejala uremia dan kelebihan cairan. Pasien
dapat meninggal pada fase ini bila tidak adanya perawatan suportif dan dialiss.
3. Fase ketiga atau diuretik, peningkatan volume urin, mencapai kurang lebih 3 liter
sehari dalam beberapa hari. Karena fungsi tubulus masih terganggu, gangguan
keseimbangan elektrolit yang serius dapat terjadi pada fase ini.
4. Fase keempat, terdapat pemulihan progresif kesehatan penderita, volume urin
kembali normal, walaupun gangguan samar-samar pada tubuli dapat berlangsung
selama berbulan-bulan.

Sindrom Uremia (Gagal Ginjal Kronik)

Sindrom uremia terjadi bila terjadi kerusakan nefron dan membuat laju filtrasi
menurun 5 – 10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol. Merupakan lanjutan
progresif yang timbul dari gagal ginjal kronik. Dua gejala yang dapat terjadi pada
sindrom uremia, yaitu yang pertama dan gejala yang paling nyata adalah gangguan fungsi
pengaturan dan ekskresi, dan yang kelompok kedua adalah gambaran klinis dari
gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainnya.
Gangguan Biokimiawi
Asidosis Metabolik. Gagal ginjal ditandai dengan berbagai jenis gangguan
metabolik dan salah astu yang tampak pada sindrom uremia adalah asidodis metabolik.
Dalam keadaan normal ginjal mengeluarkan 40 – 60 mEq ion hydrogen (H+) setiap
harinya untuk mencegah terjadinya asidosis. Pada gagal ginjal gangguan untuk
ekskresikan H+ mengakibatkan asidosis sistemik disertai penurunan kadar bikarbonat
(HCO3-) dan pH plasma. Kadar HCO3- menurun karena untuk mendapatkan H+. ekskresi
ammonium (NH4-) merupakan mekanisme ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+ dan
pembentukan HCO3-. Pada gagal ginjal, ekskresi NH 4- total berkurang karena jumlah
nepron kurang. Ekskresi fosfat merupakan mekanisme lain untuk mengekskresi H +
dalam bentuk asam yang dapat dititrasi. Namun kecepatan ekskresi fosfat ditentukan oleh
kebutuhan untuk mempertahankan keseimbangan fosfat, dan bukan untuk
mempertahankan keseimbangan asma-basa. Kadar bikarbonat serum biasanya stabil pada
sekita 18 – 20 mEq / L dan jarang di bawah angka ini. Penjelasan paling mungkin untuk
ketiadaan progresi bahkan pada keseimbangan ion hydrogen yang positif, adalah ion
hydrogen didapar oleh kalsium karbonat dari tulang.
Kemungkinan gejala-gejala anoreksia, mual, dan lelah sering ditemukan pada
padien sindrom uremia disebabkan oleh asidosis.
Ketidakseimbangan Kalium. Kadar kalium plasma sangat sempit sekali yaitu
sekitar 3,5 – 5,5 mEq/L. Sekitar 90% asupan normal yaitu 50 – 150 mEq/hari
diekskresikan dalam urin. Asidosis sistemik dapat menimbulkan hperkalemia melalui
pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan ekstraseluler. Efek hiperkalemia yang sangat
mengancam kehidupan adalah pengaruh pada hantaran listrik jantung. Bila kadar K+
serum mencapai 7 – 8 mEq/L, akan timbul aritmia yang fatal atau terhentinya denyut
jantung.
Ketidakseimbangan Natrium. Ekskresi garam dapat berkisar antara nol sampai
lebih dari 20 g/hari. Apabila gagal ginjal terminal diikuti oleh oliguria, maka pasien
cenderung mempertahankan natrium. Retensi natrium dan air dapat mengakibatkan beban
sirkulasi berlebihan, edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung
kongestif terjadi sekunder akibat hipertensi, dan penigkatan kadar aldosteron pada pasien
uremia juga ikut berperan dalam retensi natrium.
Azotemia. Beberpa zat yang diitemukan yang ditemukan dalam pasien uremia
yang bertindak sebagai racun adalah guanidine, fenol, amin, urat, kreatinin, dan asam
hidroksi aromatic, dan indikan. Beberapa senyawa ini merupakan yang bertindak sebagai
penghambat enzim yang kuat. Kombinasi faktor-faktor seperti asidosis dan gangguan
elektrolit lainnya, gangguan hormonal dan retensi racun dapat mengakibatkan gangguan
metabolisme dan terserangnya banyak organ.
Kelainan Kardiovaskular
Sindrom uremia disertai hipertensi dan gagal Jntung kongestif. Sekitar 90%
hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi natrium dan air,
sementara <10% bergantung pada natrium. Efek lain dari hipertensi adalah retinopati dan
ensefalopati.
Perubahan Pernapasan
Pernapasan yang berat dan dalam (Kussmaul) pada pasien yang menderita
asidosis berat.komplikasi lain dari pada pernapasan askibat gagal ginjal adalah “paru
uremik” pneumonitis. Sebenarnya keadaan ini merupakan edema paru yang tentuny
disertai kelebihan beban cairan akibat retensi natrium dan air dan/atau gagal ventrikel
kiri.
Kelainan Hematologi
Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom
uremia. Biasanya hematokrit meurun hingga 20 – 30% sesuai derajat azotemia.penyebab
utama anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah (SDM). Penuruna
pembentukan SDM ini diakibatkan defisiensi pembentukan eritropoetin oleh ginjal.
Racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan respon sumsum tulang
terhadap eritropoetin. Faktor lain yang ikut berperan dalam anemia adalah masa hidup
SDM pada pasien gagal ginjal hany sekitar separuh dari masa hidup SDM normal. Infeksi
merupakan komplikasi yang cukup sering ditemukan pada penderita insufisiensi ginjal
lanjut.
Perubahan Kulit
Penimbunan pigmen urine (terutama urokrom) bersama anemia insufisiensi ginjal
lanjut akan menyebabkan kulit pasien menjadi purih seakan-akan berlilin dan kekuning-
kuningan. Kuku menjadi tipis dan rapuh, bergerigi dan memerplihatkan garis-garis terang
dan kemerahan berselang-seling. Penderita uremia biasanya mengalami pruritus dan ini
dianggap sebagai manfiestasi dari peningkatan fungsi kelenjar paratiroid dan
pengendapan kalsium dalam kulit. Pruritus uremik biasanya sangat resisten terhadap
pengobatan dialysis serta agen-agen topical.

Gejala dan Tanda Pada Saluran Cerna


Manifestasi saluran cerna dari uremia dapat menyebabkan pasien sangat
terganggu. Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang dering ditemukan pada
uremia dan sering kali menjadi tanda awal. Gejala ini bertanggung jawab atas penurunan
berat badan yang cukup besar pada gagal ginjal kronik. Saluran cerna tesebut ikut
terserang pada uremia. Pasien sering mengeuh rasa kecap logam pada mulutnya, dan
napasnya mungkin bau ammonia. Mulut dapat mengalami peradangan dan ulserasi, dan
lidah dapat kering dan berselaput. Terkadang timbul parotitis. Flora normal mulut terdiri
dari dari organisme-organisme yang dapat memecah urea dalam saliva sehingga dala
bentuk ammonia. Inilah yang menyebabkan timbulnya bau seperti urn pada napas, dan
dapat mengubah cita rasa, merupakan predeposisi peradangan atau infeksi jaringan.
Dapat terbentuk tukak pada mukosa lambung dan usus besar dan kecil, dan menyebabkan
perdarahan yang cukup berat. Efek perdarahan saluran cerna sangat serius, karena
penurunan tekanan darah akan semakin menurunkan GFR. Sedangkan darah yang dicerna
akan menyebabkan peningkatan tajam kadar BUN. Kadang terjadi diare yang dapat
menimbulkan dehidrasi yang serius.

MODUL 6
SKENARIO 1

DS (26) dan suaminya, IR (32) tampak pasrah, saat menyadari putrinya, RA diketahui
menderita kelainan ginjal sejak lahir. Melalui pemeriksaan dokter menjelaskan bahwa di
ginjalnya memiliki bentuk yang tidak normal di mana terdapat banyak bentuk kistik yang
menyebabkan bentuk ginjal berbenjol-benjol. Hal ini mempengaruhi fungsi ginjal juga
sebagai pembentuk urine dan pada perjalanan umurnya, kemungkinan besar fungsi
ginjalnya akan terus merosot.
Memang menurut bapaknya, RA mulai terlihat sakit sejak usia 6 bulan, bahkan sejak 2
bulan terakhir, perut kiri RA tampak ada benjolan. “Apakah kemungkinan nanti anak
saya akan mengalami gagal ginjal dok”, Tanya ibunya disela-sela dokter menjelaskan.
1. Keyword
Anak, menderita kelainan ginjal sejak lahir. Ginjal banyak bentuk kistik yang
menyebabkan bentuk ginjal berbenjol-benjol
2. Merumuskan masalah
 Jenis-jenis kelainan ginjal sejak lahir?
 Penyebab terjadinya banyak bentuk kistik dan berbenjol-benjol pada ginjal anak
tersebut?
 Mengapa dapat terjadi penurunan fungsi ginjalnya?
 Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan?
3. Analisa masalah
ANOMALI NAMA KELAINAN ETIOLOGI
Anomali jumlah  Agenesis Kelainan pada tunas ureter
 Supernumerary kidney yang menginduksi
perkembangan jaringan
metenefrik
Anomali volume dan  Hipoplasia  Kegagalan pertemuan
struktur  Ginjal multikistik antara system collecting
 Ginjal polikista dan nefron
 Kelainan herediter
 Ginjal tidak pada
tempat yang normal
Anomali asensus  Ectopic kidney Letak muara ureter berada
 Pelvic kidney lebih cranial dan lebih
 Thorasic kidney lateral daripada normalnya.
Anomali bentuk dan fusi Crossed ectopic with or Pembentukan ginjal yang
ginjal without fusion menuju ke sisi kontra lateral
 Unilateral fussed kidney
 Sigmoid kidney
 Lump kidney
 Horseshoe kidey
Anomali rotasi  Incomplete Ginjal lebih tinggi dari
 Reverse ginjal pada umumnya.
 excersive

 Terjadinya bentuk kistik pada ginjal disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik
congenital yang ditandai dengan adanya bentuk ginjal yang berbenjol-benjol dan
yang menyebabkan benjolan diperut dikarenakan terjadinya penyebaran kista ke
organ ginjal disekitarnya, terutama mengenai hepar (yang menyebabkan
terjadinya hepatomegali) dan kelenjar pankreas karena pankreas berada didekat
hepar dan ginjal. Ginjal yang terkena kista mendesak ruang disekitarnya dan
menimbulkan benjolan pada perut dan kadang-kadang bias menyebabkan
perdarahan.
 Terdapatnya kista di ginjal menyebabkan infiltrasi kista tersebut dalam bentuk
yang berbeda ke dalam parenkim ginjal dan menyebabkan terjadinya fungsi ginjal
karena menyebabkan kerusakan parenkim ginjal. Infiltrasi kista ginjal menyebar
ke jaringan-jaringan di sekitarnya.
 Pemeriksaan penunjang:
a. Ultrasonografi
b. CT- scan
c.Urinalisis ( kreatinin serum untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran
kemih)
d. PIV
e.VCUG ( voiding cysto uretrography)
4. Mind mapping
DD
KELAINANAN
KONGENITAL GINJAL

Embriologi

Klasifikasi
Traktus Traktus
urinarius urunariu
atas s bawah

Kidney Vesika urinaria


Pelvis Uretra
Ureter penis
scrotum
5. LO
 Kelainan bawaan ginjal berdasarkan anatominya
 Proses embriologi ginjal
 Penatalaksanaan
6. Pembahasan

Embriologi dan anomali sistem uropoetika


Embriologi sistem nephricus
 Sistem nephricus berkembang dalam 3 fase:
a. Pronephros
Stadium awal, kelihatan hanya sampai minggu ke 4. berupa struktur pada
vertebrata paling primitive yang matang ( mature ).
b. Mesonephros
Organ eksresi utama pada embrio yang muncul pada minggu ke 4-8. tubulus
mesonephricus berkembang di mesoderm intermedialis caudal pronephros,
membentuk capsula browman dan glomerulus. Kemudian berhubungan
dengan ductus nephricus primer di sekitar duktus mesonephricus. Tumbuh dan
berkembang memanjang dan bercabang.
c. Metanephros
Tahap terakhir berasal dari mesoderm intermed dan ductus mesonephricus
yang dimulai pada embrio 5-6 mm sebagai tonjolan ureter. Kemudian tumbuh
ke cranial dengan menggabungkan nephrogeniccord dari mesoderm intermed
disekitarnya. Terus tumbuh cranial bersama metanephric cap. Kemudian
ujung ureter bud akan menjadi pelvis renalis. Pada saat awal naik melewati
percabangan arteri kemudian berputar 90 derajat tepi cembung dari dorsal ke
lateral
 Klasifikasi dari kelainan secara anatomi yang terdiri atas:
a. Sistem urinaria bagian atas
Ginjal dan ureter
b. Sistem urinaria bagian bawah
Vesika urinaria, uretra, penis, dan scrotum
GINJAL
Kelainan bawaan ginjal adalah kelainan yang dapat menimbulkan dampak pada
anak-anak.
Penyakit ginjal bawaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Kelainan struktur
2. Kelainan fungsi
3. Kelainan lokasi jumlah dan ukuran ginjal.
Kelainan struktur dapat dibagi menjadi kelainan struktur kistik dan non kistik
I. Kelainan struktur kistik
1. Penyakit ginjal polikistik dominant autosomal
2. Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal
3. Penyakit kista medulla ginjal
4. Penyakit gnjal bunga karang
II. Kelainan struktur non kistik
1. Sindroma alport
2. Displasia ginjal
III. Kelainan lokasi, jumlah dan struktur ginjal
1. Ginjal ektopik
2. Ginjal berlebihan
3. Ginjal duplex
4. Agenesis ginjal
5. Ginjal hipoplasia
TRAKTUS URINARIUS BAGIAN ATAS
DISPLASIA GINJAL
Displasia ginjal adalah terganggunya diferensiasi jaringan nefrogenik dengan
struktur yang menetap tidak sesuai dengan usia kehamilan. Karena terjadi
gangguan perkembangan yang disebabkan oleh anomali diferensiasi metanefrik.
Hamper semua ginjal yang lebih kecil dari normal adalah displasia. Biasanya kista
terjadi saat perkembangan organ sehingga displasia ginjal berbentuk displasia
miltikistik.pada displasia ginjal, arteri renalis dan ureter tidak terbentuk atau
terbentuk tidak sempurna sehingga ginjal tidak berfungsi tidak seharusnya.
Sebagian parenkim ginjal masih dalam batas normal, gangguan ginjal hanya
terjadi pada beberapa bagian seperti pada kortex, medulla atau ureter.
histopatologi
gambaran histopatogis displasia ginjal menunjukkan struktur epitel yang tidak
teratur, primitif, tidak berdeferensiasi, dikelilingi oleh jaringan yang luas dan
pulau-pulau jaringan rawan.
Pemerikasaan penunjang
Dilakukan biopsi ginjal
Penatalaksanaan
1. Jika displasia hanya terjadi di bagian tertentu dan tidak menunjukkan
manifestasi klinis, tidak perlu di berikan terapi khusus.
2. displasia yang sudah meluas dan menimbulkan manifestasi klinis di perlukan
untuk transplantasi ginjal
PENYAKIT GINJAL EKTOPIK
Ginjal ektopik adalah keadaan dimana ginjal tidak berada di tempatnya. Ginjal ektopik
mungkin berada pada sisi dia berasal atau menyebrang garis tengah menuju sisi
kontralateral. Pada sisi kontralateral ini ginjal mengadakan fusi atau tetap terpisah. Pada
umumnya ektopik terletak pada pelvis sebagai pelvic kidney atau sebagai ginjal
abdominal.
Biasanya ginjal lebih kecil dari normal, terdapat kelainan pada system vaskularisasinya
atau terdapat malrotasi dengan hilum di anterior atau lateral. Dan kelainan ini dapat
terjadi pada kedua ginjal.
1. Simple ectopik adalah keadaan dimana ginjal berada pada posisi ketinggian secara
skelektopi, namun pada penempatannya abnormal.
2. Crossed ectopic dalah keadaan ginjal terletak pada sisi kontralateral, sehingga
kedua ginjal berada pada sisi yang sama. Dimana ureter yang menyebrang garis
tengah untuk bermuara di kandung kemih. Kelainan ginjal ektopik yang ditemukan
adalah ginjal sepatu kuda (horseshoe kidney) yang pada bagian kaudal ginjal kanan
dan kiri menjadi satu atau berhubungan.
Jika bagian atas ginjal menyatu maka disebut ginjal cincin
Manifestasi klinis
1. Terdapat batu atau infeksi saluran kemih
2. Nyeri
3. Mual-mual
4. Adanya obstruksi pada perbatasan uretro-pelvik yang menimbulkan hidronefrosis
5. gagal ginjal
6. Terdapat perubahan aliran darah ginjal
Pemeriksaan penunjang
1. USG
2. CT-Scan
3. MRI
Penatalaksanaan
1. Jika terjadi obstruksi atau VUR perlu dilakukan bedah
2. terdapat infeksi diberikan antibiotika
SINDROME ALPORT
Sindrome alport merupakan karier heterogenik dari penyakit mutasi genetic dan dapat
diturunkan pada anak laki-laki atau perempuan. Pada sindrom alport mutasi berasal dari
gen COL4A3, COL4A4 atau COL4A6

Patogenesis
Membran basalis glomerulus awalnya normal kemudian mengalami perubahan menjadi
bilaminer lalu multilaminer dan akhirnya mendesak lengkung kapiler glomerulus,
glomerulus menjadi sklerotik, tubulus mengalami atropi, interstisium mengalami fibrosis.
Perubahan histologis
Berupa penebalan membran membrane basalis glomerulus kemudian terjadi longitudinal
spilliting dan memberikan gambaran berlapis (multi-laminated) akibat proses injury and
repair dan kemudian berlanjut menjadi perubahan glomerulus melalui proses
glomerulosklerosis.

Manifestasi klinis
1. Hematuri asimtomatik
2. Hilangnya pendengaran
3. Kurangnya kemampuan lengkung ansa henle
4. Bintik putuh atau kuning di daerah perimakular retina
5. Kelainan kornea berupa distrofi polimorfis posterior, erosi kornea mata dan
kemunduran penglihatan.

Penatalaksanaan
Terapi lebih banyak ditujukan pada pengendalian keadaan sekunder akibat gangguan
fungsi ginjal
1. Pengendalian hipertensi dengan menggunakan angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACE) dapat menurunkan tekanan intraglomerulus dan dapat menurunkan
laju progresif penurunan fungsi ginjal
2. Mencegah terjadinya perluasan ekspansi mesangial dapat diberikan siklosporin A
terutama pada pasien dengan proteinuria berat.
3. Pengendalian fosfat yang berlebihan digunakan pengikat fosfat serta pengendalian
dislipidemia menggunakan statin.
4. Dialisis dilakukan pada gagal ginjal kronik tahap akhir. Transplantasi ginjal pada
tahap akhir gagal ginjal kronik
KISTA GINJAL
Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomali congenital ataupun kelainan yang didapat..
Kista ginjal dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu:
1. Ginjal multikistik diplastik
2. Ginjal polikistik
3. kista ginjal soliter
ginjal multikistik diplasia secara embriologis terjadi karena kegagalan dalam
pertemuan antara system collecting dengan nefron. Biasanya kelainan ini mengenai satu
ginjal dengan ditandai oleh adanya kista yang multiple pada ginjal. Pada palpasi
bimanual, terdapat massa berbentuk ireguler dan berlobi-lobi. Ureter biasanya mengalami
atretik.
Ginjal polikistik terdapat dalam 2 bentuk yakni bentuk anak-anak dan dewasa.
Keduanya merupakan kelainan herediter autosomal dominan, sedang pada anak-anak
merupakan autosomal resesif. Kedua bentuk ini ditandai dengan kerusakan kedua ginjal
dengan adanya infiltrasi kista-kistadari beberapa ukuran kedalam parenkim ginjal,
sehingga fungsi ginjal menjadi sangat menurun. Pada bayi biasanya juga mengalami
hipoplasia paru dan pasien meninggal karena gagal ginjal dan gagal nafas.
Kista ginjal soliter biasanya berupa kista tunggal atau kista multiple. Kelainan ini
lebih sering disebabkan karena kelainan yang didapat daripada kelainan bawaan. Di duga
karena adanya obstruksi tubulus ginjal atau iskemia akibat trauma pada ginjal merupakan
penyebab dari timbulnya kista tersebut. Kista soliter biasanya terletak superficial
meskipun pada beberapa keadaan dapat terletak lebih profundus. Letak kista berbatasan
dengan epitel kalises atau pielum sehingga pada saat operasi sulit dipisahkan dari ginjal.
Jika kista menjadi besar dapat menekan parenkim ginjal sehingga merusak parenkim
ginjal yang normal. Kista juga dapat mengenai ureter sehingga menyebabkan
hidronefrosis
Manifestasi klinis
1. Nyeri pinggang akibat massa kista yang cukup besar.
2. Hidronefrosis akibat penekanan ureter
3. Infeksi sistemik
Pemeriksaan penunjang
1. USG ( terdapat masa kistik multiple)
2. PIV
3. CT-Scan
Penatalaksanaan
1. Aspirasi pada kista yang besar
2. Mencegah kekambuhan timbulnya kista dapat diberikan obat skleroterapi
3. Operasi pengangkatan ginjal

PENYAKIT GINJAL POLIKISTIK


Diturunkan secara dominant autosomal. Kelainan kromosom terjadi pada kromosom 16
dan kromosom 4.
Patogenesis
1. Terjadinya kegagalan proses oenyatuan nefron dengan duktus kolektivus sehingga
cairan membentuk ruang- ruang pada parenkim ginjal.
2. Kegagalan involusi dan pembentukan kista oleh nefron generasi pertama
3. Defek pada membrane basalis tubulus sehingga cairan merembes keluar dan
membentuk kista
4. obstruksi nefron oleh karena proliferasi epitel papilla
5. Perubahan metabolisme yang merangsang terjadinya kista
Manifestasi klinis
1. Nyeri pinggang
2. Nyeri perut bagian bawah kiri atau kanan
3. Hematuria
4. Sakit kepala
5. Nokturia
6. Disuria
7. Polakisuria
8. Poliuria
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab didapatkan kelainan hitung eritrosit, Hb, dan hematokrit yang
disebabkan kelebihan hormone eritropoetin oleh kista
2. PIV
3. USG
Penatalaksanaan
1. Terapi asimptomatik
2. Mengatasi komplikasi
3. Analgetik yang tidak nefrotoksik
4. Pembedahan untuk menggangkat kista
5. Bila sudah gagal ginjal perlu dilakukan hemodialisis atau cangkok ginjal
PENYAKIT GINJAL POLIKISTIK RESESIF AUTOSOMAL
Diturunkan secara resesif sehingga penyakit ini tidak terlihat pada orang tuanya.
Patogenesis
Dapat menimbulkan kematian pada masa perinatal, yang disebabkan hipoplasia
pulmonal, atelektasis, atau insufisiensi pulmonal yang belum dikatahui penyebabnya.
Pada yang lebih ringan, baru bermanifestasi pada masa bayi, anak-anak atau setelah
dewasa.
Penatalaksanaan
1. Mengatasi gejala yang sudah mengalami komplikasi
2. Analgetik yang tidak nefrotoksik
3. Dilakukan pembedahan apabila kista telah mendesak dan terjadinya perdarahan
4. Transplantasi ginjal

TRAKTUS URINARIUS BAGIAN BAWAH


Kelainan pada sistem ureter yang sering dijumpai adalah:
1. Ureter Ektopik
2. Duplikasi ureter
3. Ureterokel
4. Stenosis uretropelvic junction atau stenosis subpelvin
Anomali ini sebagian besar adalah akibat kelainan dari perkembangan tunas ureter
yang muncul dari duktus mesonefros. Di sebelah distal duktus mesonefros muncul tunas
ureter yang kemudian tumbuh menjadi ureter dan menginduksi metanefros menjadi ginjal
dewasa.
Bagian mesonefros yang berada antara tunas ureter dan tempat muaranya pada sinus
urogenitalis disebut duktus eksretorius komunis yang pada perkembangan selanjutnya
akan direabsorbsi di dalam sinus urogenitalis menjadi trigonum vesika urinaria.
Anomali ureter timbul jika posisi tunas ureter:
1. Tidak muncul pada tempat yang normal
2. Tunas ureter bercabang menjadi dua
3. Terdapat dua buah tunas ureter yang muncul dari duktus mesonefros
Keadaan ini menimbulkan anomali berupa:
1. Ureter ektopik
2. Duplkasi ureter tidak lengkap
3. Duplikasi ureter lengkap

URETER EKTOPIK
Apabila tunas ureter yang tumbuh dari duktus mesonefros terlalu dekat dengan sinus
urogenitalis menyebabkan letak muara ureter berada lebih cranial dan lebih lateral
daripada letaknya yang normal.
Jika tunas ureter muncul lebih jauh letaknya dari sinus urogenitalis menyebabkan
letak muara ureter lebih medial dan kaudal. Letak muara ureter yang lebih kaudal
mengkin berada di luar vesika urinaria
Ureter ektopik adalah jika ureter bermuara di leher vesika urinaria atau lebih distal
dari itu.
Ureter ektopik pada pria kebanyakan bermuara pada uretra posterior, meskipun
kadang-kadang bermuara pada vesikula seminalis, vasa deferens atau duktus
ejakulatorius. Muara pada ureter posterior seringkali tidak memberikan manifestasi
klinisnya tetapi muara ureter pada vasa deferens seringkali menyebabkan keluhan
epididimitis yang sulit disembuhkan karena vasa deferens dan epididimitis selalu dilewati
oleh urin.
Pada wanita ureter ektopik seringkali bermuara pada uretra dan vestibulum. Keadaan
ini memberikan keluhan yang khas pada anak kecil yaitu celana dalam selalu basah
karena urin tetapi tetap bisa miksi seperti orang normal. Dikarenakan urin yang
disalurkan oleh ureter kontralateral tetap mengisi vesika urinaris sehingga proses miksi
tetap berjalan seperti biasanya.
Jika ureter ektopik terjadi pada duplikasi sistem pelviureter, ureter ektopik menerima
drainase dari ginjal sistem cranial. Selain itu muara ureter ektopik biasanya atretik dan
mengalami obstruksi sehingga seringkali terjadi hidronefrosis pada segmen ginjal sebelah
cranial. Pada pemeriksaan PIV, hidronefrosis ginjal mendorong segmen kaudal terdorong
kebawah dan ke lateral sehingga terlihat sebagai gambaran bunga lili yang jatuh
(dropping lily).

TESTIS MALDESENSUS
Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi
dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum ( turun kedalam kantung scrotum)
Faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam scrotum:
1. Terdapat tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari otot kremaster
2. Perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan
3. Adanya dorongan dari tekanan intraabdominal
Testis maldensus dapat terjadi karena adanya kelainan pada:
1. Gubernakulum testis
2. Kelainan intrinsik testis
3. Defisiensi hormone gonadotropin yang memacu desensus testis
Patofisiologi
Suhu di rongga abdomen kurang lebih 1 derajat C lebih tinggi daripada suhu di dalam
scrotum. Sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada
testis normal. Hal ini yang akan menyebabkan kerusakal sel-sel epitel germinal testis.
Pada saat umur 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami
kerusakan sedangkan pada saat umur 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih
normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan menyebabkan testis mengecil.
Karena sel-sel Leydig sebagai pengasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi
seksual tidak mengalami gangguan.
Manifestasi klinis
1. Tidak terdapat testis di dalam kantung scrotum
2. Terdapat benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldensus
mengalami trauma
3. Hipoplasia kulit scrotum karena tidak pernah ditempati testis
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan hormonal (hormone testoteron)
2. USG
3. Plebografi selektif
4. Laparoskopi

Penatalaksanaan
1. Pemberian hormonal pada kriptorkismus ( hormone hCG yang disemprotkan
intranasal)
2. Operasi ( orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam scrotum dengan melakukan
fiksasi pada kantung sub dartos)

KELAINAN PENIS DAN URETRA


PHIMOSIS
Merupakan prepusium penis yang tidak dapat diretraksi ( tarik) ke proksimal sampai ke
korona glandis. Phimosis dialami oleh sebagian besar bayi yang baru lahir karena
terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.
Manifestasi klinis
1. Gangguan buang air kecil
2. Pancaran urin mengecil
3. Ujung prepusium penis mengelembung pada saat miksi
4. Retensi urin
5. Terdapat benjolan lunak di ujung penis yang merupakan korpus smegma ( timbunan
smegma di dalam sakus prepusium penis)
Penatalaksanaan
1. Phimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep
deksametasone 0,1 % yang dioleskan 3-4 kali . Diberikan selama 6 minggu.
2. Sirkumsisi
PARAPHIMOSIS

Adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat
dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus
koronarius.
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat masturbasi atau
sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium tidak secepatnya di kembalikan ke tempat
semula dapat menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisialis sedangkan aliran
arteri tetap berjalan normal. Inilah yang dapat menyebabkan edema glans penis dan
dirasakan nyeri. Jika di biarkan maka bagian penis sebelah distal jeratan makin
membengkak yang akhirnya bias mengalami nekrosis glans penis.
Penatalaksanaan
1. Pengembalian prepusium dengan cara manual dengan memijat glans selama 3-5
menit dan diharapkan edema berkurang
2. Dorsum insisi dilakukan apabila pengembalian prepusium tidak berhasil
3. Sirkumsisi
HIPOSPADIA

Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah
ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bias terletak pada
glandular hingga perineal.
Pada hipospadia tidak didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral).
Kadang-kadang didapatkan stenosis meatus uretra dan anomali bawaan berupa testis
maldensus atau hernia inguinalis.
Klasifikasi
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Browne (1936)
membagi hipospadia dalam tiga bagian besar sebagai berikut:
1. Hipospadi anterior terdiri atas tipe glanular subkoronai dan penis distal
2. Hipospadi medius terdiri atas midshaft dan penis proksimal
3. Hipospadi posterior terdiri atas penoskrotal, scrotal dan perineal
Penatalaksanaan
Tujuan fungsional operasi hipospadia:
1. Kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan
pancaran ejakulasi kuat)
2. Penis dapat tumbuh dengan normal
Operasi
1. Pada hipospadia posterior disertai testis maldensus di lakukan uretroskopi praoperatif
digunakan untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran utrikulus prostatikus.

PENYAKIT PEYRONI

Penyakit ini didapatkan plaque atau indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosum
penis sehingga menyebabkan terjadinya angulasi (pembengkokan) batang penis pada saat
ereksi.
Secara histologi plak mirip dengan vaskulitis pada kontraktur dupuytren yang desibabkan
oleh reaksi imunologik.
Manifestasi klinis
1. Nyeri dan terjadi angulasi (penis bengkok) pada saat ereksi
2. Teraba jaringan keras (fibrus) tunggal ataupun berpa plak multiple pada tunika
albuguinea
Penatalaksanaan
1. Pemberian tamoxifen 20 mg 2x sehari selama 6 minggu . Apabila mendapat respon
yang baik diteruskan pemberian obat tersebut hingga 6 bulan.
2. Pemberian colchicines dan verapamil untuk mencegah aktivitas fibroblast
3. Vitamin E 200 mg tiap hari untuk nyeri yang berkepanjangan
4. Indikasi dilakukan untuk operasi adalah deformitas penis yang mengganggu seggama
atau disfungsi ereksi akibat peyronie. Nesbitt melakukan eksisioval pada konveksias
tunika albuginea dan selanjutnya defek yang terjadi dijahit dengan benang tidak
diserap. Pasca operasi sering terjadi pemendekan penis.
Referensi:

Price,Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit.EGC: Jakarta

Purnomo,Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Infomedika:Jakarta

Guyton. 1995. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. EGC: Jakarta

Bertram,G, Katzung. 1994. Farmakologi dasar dan klinis.ED.VI.EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai